Lompat ke isi

Selasih

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Selasih
Selasih Eropa (Ocimum basilicum)
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Kerajaan: Plantae
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Eudikotil
Klad: Asterid
Ordo: Lamiales
Famili: Lamiaceae
Genus: Ocimum
Spesies:
O. basilicum
Nama binomial
Ocimum basilicum
Spesies

Terdapat 35 jenis, di antaranya
Ocimum americanum
Ocimum basilicum
Ocimum campechianum
Ocimum gratissimum
Ocimum kilimandscharicum
Ocimum tenuiflorum

Selasih, tlasih, basil, atau basilikum (Ocimum) adalah segolongan terna yang dimanfaatkan daun, bunga, dan bijinya sebagai rempah-rempah serta penyegar (tonikum). Berbagai bagian tumbuhan ini berbau dan berasa khas, kadang-kadang langu, harum, atau manis, tergantung kultivarnya. Beberapa di antaranya bahkan dapat membuat mabuk. Beberapa jenis selasih, misalnya kemangi, berasal dari Asia Tenggara, tetapi sebagian besar dianggap berasal dari anak benua India.

Keanekaragaman

[sunting | sunting sumber]

Orang Eropa secara tradisional mengenal O. basilicum ("basil" atau "sweet basil") sebagai rempah yang diwariskan dari tradisi Yunani Kuno. Di India, selasih yang paling dikenal adalah "tlasi" atau "tulasi" ("holy basil", O. tenuiflorum syn. O. sanctum). Nama Melayu selasih diambil dari nama ini melalui bahasa Sanskerta. Tulasi dikenal dalam kuliner Sumatera sebagai ruku-ruku.

Warga Indocina dikenal menggunakan berbagai kultivar selasih. Di Thailand dan negara-negara lain setempat dikenal "horapa" ("Thai basil", O. basilicum Kelompok Thyrsiflorum) dan "manglak" ("Thai lemon basil", O. ×citriodorum). Horapa populer sebagai bagian dari menu Vietnam, misalnya pada sup sapi phở. Manglak dikenal di Indonesia sebagai kemangi.

Penggunaan

[sunting | sunting sumber]
Daun selasih kering digunakan dalam masakan Italia

Berbagai tradisi boga dunia, seperti Italia, Cina, India, dan Thai banyak menggunakan selasih sebagai bagian dari penyedap utama. Di Italia, daun selasih yang dikeringkan merupakan salah satu komponen saus pesto yang khas Genoa.

Di Indonesia, selasih baru dikenal dari bijinya yang digunakan sebagai campuran minuman penyegar dan daunnya sebagai lalap segar (kemangi).

Ibadah di gereja-gereja Kristen Ortodoks melibatkan selasih (basil) sebagai bagian dari kebaktian. Tanaman basil biasa diletakkan pada sejumlah tempat di gereja.

Efek negatif

[sunting | sunting sumber]

Selasih, seperti juga adas, mengandung estragol yang dapat merangsang kanker pada tikus dan mencit. Meskipun efeknya terhadap manusia belum dipelajari saat ini, percobaan terhadap kedua hewan tersebut menunjukkan bahwa 100 hingga 1000 kali pemaparan diperlukan untuk menjadikannya berisiko kanker. [1]

Di beberapa daerah di Indonesia, misalnya di Sumatera spesies ruku-ruku, kemangi dan selasih tumbuh liar. Namun jika untuk komersil ada yang dibudidayakan.

Budidaya selasih dapat dilakukan di atas lahan maupun dalam pot. Bentuk budidaya, jika ditujukan untuk lalap bisa langsung menebar biji, dibiarkan, sekitar tiga bulan kemudian panen. Jika diharapkan bijinya, biasanya untuk selasih, diperlukan waktu sekitar 7 hingga 9 bulan.

Spesies selasih akan subur jika tubuh pada tanah aluvial lempung atau berpasir. Tanaman ini tidak tahan tanah lembab apalagi basah. Namun terlalu kering juga menyebabkan tanaman layu, terutama pada usia anakan. Selasih membutuhkan sinar matahari.

Perlindungan untuk perawatan tanaman terutama terhadap serangan bekicot serta kepik dan kutu daun lainnya. Tentu juga perlu perlidungan dari hewan herbivora besar. Pentiraman perlu dilakukan saat kemarau.

Nama "Selasih" dipakai pula sebagai sebutan bagi ayam yang bulu, daging, dan tulangnya berwarna hitam (ayam kedu cemani).[3]. Pengarang wanita pertama Indonesia[4] angkatan Pujangga Baru yaitu Sariamin Ismail dengan karya novel pertamanya pada tahun 1933 yang berjudul Kalau Tak Untung juga memakai nama samaran "Selasih".

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ EMEA (2004-03-03). "Position Paper on the use of HMP containing estragole" (PDF). hlm. 5. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-12-17. Diakses tanggal 2006-11-17. Kajian terhadap tikus dengan dosis minimal 1 hingga 10 mg/kg berat tubuh, yang kira-kira berarti memerlukan 100-1000 kali pemaparan terhadap manusia untuk mendapat efek yang sama 
  2. ^ Sri Budi Sulianti. 2008. Studi fitokimia Ocimum spp. : Komponen Kimia Minyak Atsiri Kemangi dan Ruku Ruku' Berita Biologi 9(3).
  3. ^ "Entri "ayam" di laman Kateglo". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-12-13. Diakses tanggal 2010-01-26. 
  4. ^ www.sastra-indonesia.com