Olenka Quotes

Rate this book
Clear rating
Olenka Olenka by Budi Darma
1,141 ratings, 3.99 average rating, 181 reviews
Olenka Quotes Showing 1-29 of 29
“Seluruh hidup saya adalah serangkaian proses memikir.”
Budi Darma, Olenka
“Akan tetapi, akhirnya saya harus menemukan. Tidak mungkin keadaan menjadikan saya objek kebetulan untuk selamanya. Pada suatu hari nanti, pasti keadaan akan memberi kelonggaran kepada saya untuk menjadi subjek.”
Budi Darma, Olenka
“Bagaikan api unggun, semangatnya akan padam dengan sendirinya hanya kalau kayu terakhir sudah siap menjadi abu.”
Budi Darma, Olenka
“Di antara kebobrokan-kebobrokan saya, saya masih mempunyai ciri-ciri yang cemerlang. Saya selalu mempunyai harapan, selalu mempunyai hari esok, kendati pun hari esok saya tidak lain dan tidak bukan adalah luntang-lantung juga.”
Budi Darma, Olenka
“Dalam kebodohan saya dan dalam tindakan-tindakan saya yang tidak menentu, saya masih dapat menikmati segala sesuatu.”
Budi Darma, Olenka
“Dia luntang-lantung karena setiap jengkal ruang di alam semesta baginya panas dan dia tahu dia tidak akan menemukan tempat yang teduh, apalagi yang aman dan damai.”
Budi Darma, Olenka
“Saya masih sempat luntang-lantung, yang tidak lain dan tidak bukan merupakan perlawanan saya terhadap keadaan, saya tidak dapat diikat oleh apapun karena keadaan tidak mempunyai kekuasaan penuh untuk menundukkan saya.”
Budi Darma, Olenka
“Saya senang masih bisa bermimpi. Kalau saya tidak dapat bermimpi, artinya hidup saya sudah sama sekali kering.”
Budi Darma, Olenka
“Setiap pengalaman hanya menambah nafsu untuk menambah pengalaman lain.”
Budi Darma, Olenka
“Siapapun tidak dapat menilai sesuatu tanpa terlibat dan mengalami sendiri.”
Budi Darma, Olenka
“Saya sering memusuhi diri saya sendiri, dan apabila permusuhan ini terjadi, saya berusaha untuk melesat keluar dari diri saya sendiri. Dalam keadaan demikian saya ingin memperlakukan diri saya sendiri sebagai objek pengamatan diri saya sendiri.”
Budi Darma, Olenka
“Saya menyadari kekurangan saya, entah apa namanya. Dan untuk menutup apa yang tidak saya ketahui, saya hidup seenaknya.”
Budi Darma, Olenka
“Saya bukannya hanya menyerobot Olenka dari Wayne, tetapi juga meneropong tubuh Wayne sebagai bahan tertawaan. Saya mencapai kepuasan dalam kedua kejahatan ini. Karena sikap saya demikian, adalah tidak mustahil apabila Olenka juga memperlakukan saya seperti memperlakukan Wayne di hadapan saya. Adalah dapat diterima akal, apabila Wayne juga mempunyai hak untuk meneropong tubuh saya dan menjadikan tubuh saya sebagai bahan ejekan.”
Budi Darma, Olenka
“Saya tahu apa yang saya inginkan. Saya ingin capai, untuk kemudian menjadi kuat.”
Budi Darma, Olenka
“Stasiun bus mirip benar dengan dunia saya sehari-hari, berjalan ke sana ke sini, iseng, tanpa tujuan. Di luar sana, di dunia saya sehari-hari, saya juga demikian, terus mengalir, entah ke mana, entah dengan tujuan apa.”
Budi Darma, Olenka
“Menurut Olenka, Wayne mempunyai jiwa bagaikan pengemis dikasih kesempatan tidur di ranjang empuk, kalau dibiarkan dia tidak berani apa-apa, kalau digebrak dia lari ketakutan, dan kalau dikasih hati menjadi kurang ajar dan semena-mena.”
Budi Darma, Olenka
“Saya mengharapkan gerimis mempercepat kelam, supaya saya tenggelam dalam kegelapan.”
Budi Darma, Olenka
“Alam cukup peka untuk menangkap geletar seseorang yang dirundung cinta dan tidak bisu.”
Budi Darma, Olenka
“Mirip benar masa anak-anak saya dengan lalu lintas di jalan raya; semua diikat oleh kaidah formal, serba teratur, dan tanpa ikatan emosi.”
Budi Darma, Olenka
“Mungkin saya tidak akan berhasil. Meskipun demikian, saya mempunyai kesempatan untuk mempraktikkan kebebasan saya menentukan pilihan.”
Budi Darma, Olenka
“Saya merasa bahwa saya hanyalah sebuah gejala. Tanpa yang lain saya tidak mempunyai arti, tidak mempunyai fungsi, dan tidak ada.”
Budi Darma, Olenka
“Hanya setelah saya melibatkan emosi dalam hubungan saya dengan Olenka, saya mulai menyadari adanya keinginan untuk menyambung keturunan, menengok kembali masa anak-anak saya, dan melihat kekosongan masa lalu saya.”
Budi Darma, Olenka
“Perjalanan saya seperti gerak mobil di jalan raya, ada lampu merah saya berhenti, ada lampu hijau saya berjalan, dan pada waktu mendekati penyeberangan saya mengurangi kecepatan.”
Budi Darma, Olenka
“Melalui dia saya menjadi binatang, tetapi juga melalui dia saya tidak menjadi binatang lagi.”
Budi Darma, Olenka
“Saya tidak pernah merasakan perlunya bertanggung jawab. Sekali saya mempunyai istri dan anak nanti, saya akan sadar bahwa tindakan saya selalu membawa pengaruh terhadap mereka dan inilah yang akan menggembleng saya untuk tidak menuruti hawa nafsu sendiri.”
Budi Darma, Olenka
“Entah mengapa, saya merasa yang saya lakukan masih kurang. Saya ingin pasrah dan menyerahkan diri, tetapi saya merasa ada sesuatu dalam diri saya yang belum siap untuk saya ajak. Rasanya berlutut dan menengadah belum cukup. Terdorong oleh keinginan untuk menunjukkan kekecilan saya, untuk pasrah dan menyerahkan diri, setelah berlutut saya membongkok dan menempelkan kening saya di rerumputan. Ada perasaan segar menyelinap di lubuk hati saya. Meskipun demikian ada juga perasaan serbasalah. Ada sesuatu yang rasanya kurang mengena. Bagaikan mengemudikan mobil, saya tidak dapat memadukan kerja sama antara gas dan kopling pada waktu memindah persneling. Dengan demikian, ada juga perasaan menyendal-nyendal dalam lubuk hati saya. Andaikata mobil saya terus begini, salah-salah gigi-gigi mesin saya bisa rompal dan rontok.”
Budi Darma, Olenka
“Tiba-tiba sekarang saya merasa, atau menyadari, atau mengakui, bahwa hati nurani tidak cukup. Ada sesuatu yang lebih tinggi, agung, dan murni. Saya tidak tahu di mana letaknya yang saya cari. Akan tetapi, lebih mudah bagi saya mencarinya dengan jalan berlutut dan menengadah. Inilah gerak refleks saya dalam menyerahkan diri, memohon pengampunan, dan memohon pertolongan. Saya merasa kecil, tidak berarti, dan tidak berdaya.”
Budi Darma, Olenka
“Ketergantungannya bukannya sebagai anak terhadap ayah atau binatang terhadap pawang, tetapi anak buta terhadap tongkatnya.”
Budi Darma, Olenka
“Hidupnya bukan hanya menunda kekalahan, tetapi juga kehancuran, sebelum akhirnya dia menyerah.”
Budi Darma, Olenka