Lompat ke isi

Citra

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Citra

Citra (Bahasa Inggris: image) adalah kombinasi antara titik, garis, bidang, dan warna untuk menciptakan suatu imitasi dari suatu objek–biasanya objek fisik atau manusia. Citra bisa berwujud gambar (picture) dua dimensi, seperti lukisan, foto, dan berwujud tiga dimensi, seperti patung. Citra diartikan sebagai gambaran mengenai objek yang diamati.

Zaman prasejarah

[sunting | sunting sumber]
Lukisan di muka gua Twyfelfontein (DZT)

Pada zaman ini, gambar sangat berkaitan dengan seni lukis. Teori awal mengemukakan bahwa manusia mulai menciptakan gambar tentang kehidupan keseharian mereka, biasanya hewan yang menjadi buruan mereka.[1] Dengan gambar tersebut, mereka percaya bahwa itu akan membantu mereka dalam memperoleh buruan yang lebih banyak. Namun gambar lukisan ini banyak ditemukan di kedalaman gua, di ceruk yang gelap di mana jarang sekali mendapat perhatian dari manusia lain, bahkan untuk melewati ceruk tersebut.

Gambar pertama kali diciptakan sekitar 35.000 tahun yang lalu. Sejak saat itu, kreasi manusia meningkat seiring dengan semakin banyaknya lukisan yang tercipta. Para arkeolog menyebut periode ini sebagai ledakan kreatif.[1] Lukisan gua pertama kali ditemukan oleh Maria, putri dari arkeolog amatir bernama Marcelino De Sautuola pada tahun 1879, berupa sekumpulan Auroch (sejenis lembu jantan (Inggris: Ox) yang telah lama punah) di gua Altamira, Spanyol bagian utara.[1] Kemudian salah satu gambar tertua yang paling terkenal adalah gambar di gua Lascaux, Prancis pada tahun 1940. Dinding gua tersebut dipenuhi dengan gambar mammoth, bison, rusa kutub dan kuda. Ada juga lukisan gua yang ditemukan pada tahun 1969 di muka gua dekat Twyfelfontein, Namibia, berusia sekitar 30.000 tahun. Dan lukisan di gua Chauvet, Prancis bagian barat daya, ditemukan pada tahun 1994 dan berusia 31.000 tahun.

Lukisan atau gambar tersebut dibuat dengan menggunakan bahan-bahan seperti arang, kapur, batu bara, dan lain-lain. Salah satu teknik yang terkenal untuk membuat gambar prasejarah yang dilakukan manusia zaman purba ini adalah dengan menempelkan tangan pada dinding gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan daun-daunan atau batu mineral berwarna. Warna yang digunakan kebanyakan warna merah, coklat, kuning dan hitam yang dapat dibuat dari bahan tambang, dengan dicampur darah dan lemak hewan.

Seni Aborigin

[sunting | sunting sumber]

Kesenian orang aborigin berusia sekitar 20.000 tahun dan masih bertahan hingga sekarang. Lukisan yang ada sekarang tidak jauh berbeda dengan yang diciptakan ribuan tahun yang lalu. Ikan Barramundi, Yingarna, ular pelangi (Inggris: Rainbow Serpent). Lukisan tersebut banyak bercerita tentang roh nenek moyang mereka menciptakan dunia ini. Satu gambar dapat bercerita banyak. Orang aborigin membawakan cerita dengan diiringi musik, lagu dan tarian untuk memberikan para penonton sebuah pengalaman multimedia. Salah satunya adalah lukisan karang “X-ray” di Nourlangie Rock, Australia, berusia sekitar 16.000 tahun.[2]

Mesir Kuno

[sunting | sunting sumber]

Mesir kuno adalah peradaban manusia pertama yang diketahui memiliki gaya seni yang tinggi. Lukisannya menunjukkan kejadian sehari-hari, dengan gaya skematis dan konseptual. Orang Mesir menggunakan sudut pandang yang paling mudah dalam menggambarkan manusia, dari samping. Mereka menginginkan gambar tubuh manusia dan setiap bagiannya secara utuh dan sejelas mungkin. Bagian kaki dan kepala selalu digambar dari samping, sedangkan bagian bahu, mata, tubuh sering kali dari depan.

Orang Mesir percaya akan kehidupan setelah mati. Lukisan yang terdapat pada makam dan kuil bangsa Mesir sering kali menggambarkan kejadian yang akan dialami saat orang yang meninggal dalam perjalanan menuju dunia selanjutnya. Mereka beranggapan bahwa orang yang meninggal tersebut akan ditemani lukisan dan pahatan yang akan menjelma hidup.[2] Salah satunya adalah lukisan di dalam kuil agung Ramses II di Thebes, yang menggambarkan ratu Nefertiti yang diambil nyawanya oleh Dewi Isis. Kata-kata yang diucapkan Isis, yang tertulis di prasasti, “Datanglah Ratu Agung Nefertiri, kekasih dari Mut, tanpa dosa. Aku akan menunjukkan padamu sebuah tempat di dunia suci.”

Yunani Klasik

[sunting | sunting sumber]

Orang Yunani Klasik lebih senang dengan filsafat dan matematika, namun juga mempelajari seni dan berusaha untuk membuat tubuh manusia yang atletis, dalam kondisi bergerak atau diam, untuk menunjukkan konsep Yunani Klasik tentang keindahan dan kesempurnaan tubuh manusia. Lukisan di dinding bangunan umum seperti kuil, dipandang sebagai kegiatan seni yang agung dan penting, tetapi media lukis yang rapuh membuat lukisan Yunani sangat rentan untuk rusak. Salah satu karya Yunani yang masih selamat adalah lukisan dinding yang ditemukan di Vergina pada tahun 1977. Meskipun begitu, lukisan Yunani masih dapat dilihat dalam vas dan guci, yang disebut amphorae, yang digunakan untuk menyimpan minyak dan anggur.[2] Gambar-gambarnya menunjukkan dongeng Yunani atau kehidupan sehari-hari. Kebudayaan Yunani diawali dari kebudayaan daerah Kreta (Minois), kemudian berkembang hingga mencapai klasiknya.

Kekaisaran Roma

[sunting | sunting sumber]
Mozaik yang menggambarkan peperangan Alexander Agung dan Darius III dari Persia (DZT)

Pada masa ini, gambar dari lukisan banyak dipengaruhi oleh agama Nasrani (Katolik), sehingga tema lukisan atau patung sebagian besar tentang Yesus, gedung-gedung gereja yang interiornya dekoratif dan mewah serta eksterior yang polos dan hampir tanpa dekorasi. Para seniman lebih menekankan pencitraan daripada gambar yang berkualitas, tercermin pada gambar Yesus dan para pengikutnya yang lebih besar, menandakan bahwa mereka istimewa. Pada dasarnya, lukisan pada masa ini merupakan adaptasi dari masa Yunani. Contohnya, salah satu mozaik yang ditemukan tertimbun di dalam debu vulkanik di Pompeii, yang menggambarkan momen peperangan antara Alexander Agung dan Raja Persia Darius.

Renaisans

[sunting | sunting sumber]
Lukisan Mona Lisa karya Leonardo da Vinci (DZT)

Renaisans adalah masa tumbuhnya ide-ide baru dan seni di Eropa, pertama kali muncul di Italia, berpusat di Florence pada abad ke-15. Masa di mana nilai-nilai seni, sastra, dan arsitektur Yunani dan Romawi kuno lahir kembali, dengan perspektif tiga dimensi yang digunakan banyak seniman. Arah seni pada masa ini lebih ke arah intelektualitas dan makna artistik yang terinspirasi oleh kemanusiaan (humanisme). Karya-karya yang telah kita kenal adalah Mona Lisa karya Leonardo da Vinci (1503-1506), patung David karya Michelangelo Buonarroti (1501-1504), School of Athens karya Raphael (1510-1511), Ecstasy of St. Teresa karya Giovanni Lorenza Bernini (1645-1652).[2]

Masa kini

[sunting | sunting sumber]

Gambar atau citra telah berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Bentuknya tidak lagi hanya lukisan seperti zaman prasejarah. Kini ada foto, gambar yang dihasilkan dengan menangkap cahaya pada medium yang telah dilapisi bahan kimia peka cahaya atau sensor digital, lalu ada film, gambar yang bergerak. Bahkan dengan adanya teknologi, evolusi gambar hanya berkisar di seni lukis, seni patung, foto, dan film. Medium yang dipakai mulai beragam, dari yang awalnya memakai kanvas, sekarang bisa memakai kertas hingga yang berbentuk digital. Bagaimanapun juga, fungsi gambar juga tidak akan berubah, sebagai sebuah simbol dari apa yang ingin dikomunikasikan. Citra atau gambar adalah alat yang manusia pakai untuk menyampaikan pesan kepada manusia lainnya.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c "How Art Made The World, The Epic Story of How Humans Made Art and Art Made Us Human". Diakses tanggal 2011-03-20. 
  2. ^ a b c d Disney Enterprises Inc. "Disney: Ensiklopedia Anak - Lukisan dan Pahatan", Halaman 12. Penerbit PT. Gramedia (Majalah), 2002.