Lompat ke isi

Aksara Incung

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Aksara Incung
Suhat Incoung
Jenis aksara
BahasaKerinci
Melayu
(Melayu Jambi)
Aksara terkait
Silsilah
Menurut hipotesis hubungan antara abjad Aramea dengan Brahmi, maka silsilahnya sebagai berikut:
Dari aksara Brahmi diturunkanlah:
Aksara kerabat
Lampung
Ogan
Rejang
Rencong
Pengkodean Unicode
Belum terdaftar
 Artikel ini mengandung transkripsi fonetik dalam Alfabet Fonetik Internasional (IPA). Untuk bantuan dalam membaca simbol IPA, lihat Bantuan:IPA. Untuk penjelasan perbedaan [ ], / / dan  , Lihat IPA § Tanda kurung dan delimitasi transkripsi.

Aksara Incung atau Surat Incung (bahasa Kerinci: Suhat Incoung) adalah jenis aksara Abugida yang digunakan untuk menulis oleh Suku Kerinci. Suku ini menghuni dataran tinggi Jambi. Saat ini berada dalam wilayah administratif Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi.[1]

Secara bahasa, “surat” berarti tulisan sementara incung berarti miring atau terpancug dalam bahasa Kerinci. Aksara ini tersusun dari garis lurus, patah terpancung, dan melengkung yang ditulis miring beberapa derajat.[2]

Aksara Incung merupakan peninggalan budaya nenek moyang suku Kerinci. Aksara ini digunakan untuk mendokumentasikan sejarah nenek moyang, sastra berupa prosa-prosa percintaan dan kesedihan, perjanjian adat, dan mantra-mantra.[3]

Daftar huruf dalam aksara Incung

Aksara Incung merupakan turunan dari aksara Sumatera Kuno atau aksara Pasca Pallawa. Aksara ini berakar dari Aksara Brahmik yang digunakan di India. Menurut Kozok, turunan aksara pasca Pallawa di Sumatera Bagian Selatan disebut sebagai kelompok aksara Rencong. Kelompok Aksara Rencong terbagi ke dalam tiga sub kelompok yaitu:

  1. Surat Incung yang digunakan di wilayah Kerinci
  2. Surat Ulu di Bengkulu dan Sumatera Selatan termasuk Komering, Lebong, Lembak, Lintang, Ogan, Besemah, Rejang, dan Serawai
  3. Surat Lampung yang digunakan di wilayah Lampung.[4]

Penamaan Surat Incung juga ditulis di dalam naskah kuno beraksara Incung seperti naskah pusaka Rajo Sulah dari Siulak Mukai. Pembuka kata dari naskah tersebut berbunyi “hah basamilah mujur akung mangarang surat Incung.” Hal ini menunjukkan bahwa naskah tersebut ditulis dengan aksara yang oleh masyarakat penggunanya disebut surat Incung [5]

Penggunaan aksara Incung kemungkinan dimulai pada abad ke-14 hingga ke-15 Masehi. Naskah tertua yang menggunakan aksara ini adalah dua halaman terakhir dari kitab Undang-Undang Tanjung Tanah.[6]

Keberadaan aksara Incung pertamakali dilaporkan oleh William Marsden pada abad ke-19 Masehi. Ia mencatat aksara Incung dari informan seorang guru pribumi Kerinci yang berniaga ke Bengkulu.[7]

Naskah Incung

[sunting | sunting sumber]

Naskah kuno yang ditulis menggunakan aksara Incung masih disimpan sebagai pusaka oleh Orang Kerinci hingga kini. Naskah Incung ditulis pada media berupa tanduk kerbau, bambu, kulit kayu, kertas, dan tulang.

Naskah Incung pada Media Kertas

Naskah Incung pada tanduk kerbau umumnya berisi surat perjanjian dan “tembo” yaitu sejarah dari nenek moyang komunitas penyimpan naskah. Misalnya, empat naskah tanduk yang disimpan oleh luhah Depati Sungai Lago di Mendapo Rawang. Naskah tersebut berisi keterangan silsilah dari komunitas yang menghuni Tanah Rawang. Selain itu juga diceritakan bagaimana nenek moyang mereka bermigrasi untuk membangun permukiman baru.[8]

Naskah Incung pada bambu dan kertas umum berisi prosa ratapan kesedihan dan percintaan. Unsur pantun biasanya juga ditemukan di dalam prosa Incung. Seperti misalnya pada naskah bernomor TK 102 pusaka Depati Kuning Nyato dari Dusun Tebat Ijuk, Mendapo Depati VII tertuang unsur pantun biasa yang berbunyi:

“tapurung ba'a ka tambang

tiba ditambang manjadi cawan

kasih burung ba'a tarabang

duduk di sini marintang kawan”

Artinya:

Tempurung bawa ke tambang

Tiba di tambang menjadi cawan

Kasih burung bawa terbang

Duduk di sini merintangi kawan.[9]

Selain berisi prosa, naskah pada bambu juga berisi tentang mantra seperti mantra kesuburan dan mantra pelindung diri yang disebut Sanggabunuh.[10]. Selain itu Naskah Incung juga memuat teks yang berisi tentang kisah Nabi Adam.[11].

Penelitian

[sunting | sunting sumber]

Naskah Incung pertamakali diteliti oleh L.C. Westenenk yang mengalihaksarakan naskah tanduk pusaka Datuk Singarapi Putih Sungai Penuh pada tahun 1927. Selanjutnya, penelitian dilakukan oleh Petrus Voorhoeve pada tahun 1940-1. Voorhoeve berhasil mengalihaksarakan sekitar 134 baskah Incung.[12]

Petrus Voorhoeve paling Kanan

Penelitian terkini terkait pembacaan naskah Incung dilakukan oleh Wahyu Rizki Andhifani terhadap naskah bambu pusaka Rajo Sulah dan Hafiful Hadi Sunliensyar terhadap naskah pada tanduk kerbau pusaka Depati Sungai Lago dan naskah bambu pusaka Depati Anum Muncak Alam.

Budayawan lokal Kerinci juga menaruh minat dalam pengembangan aksara dan naskah Incung. Beberapa tokoh penting berjasa dalam pengembangan naskah dan aksara Incung di antaran Alimin Depati, Amiruddin Gusti, Iskandar Zakaria, dan Amir Hakim Usman.

  1. ^ Voorhoeve, Petrus. 1970. “Kerintji Documents”. Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. 126 no. 4, hlm.. 369-399.
  2. ^ Alimin, dkk. 2003. Sastra Incung Kerinci. Kerinci:Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kerinci.
  3. ^ Sunliensyar, Hafiful Hadi. Idu Tawa Lam Jampi: Mantra-mantra dalam Naskah Surat Incung Kerinci. Manuskripta, [S.l.], v. 8, n. 1, p. 31-53, july 2018. ISSN 2355-7605. Available at: <http://journal.perpusnas.go.id/index.php/manuskripta/article/view/100>. Date accessed: 30 jan. 2023. doi: https://doi.org/10.33656/manuskripta.v8i1.100.
  4. ^ Kozok, Uli. (2006). Kitab undang-undang Tanjung Tanah : naskah Melayu yang tertua. Yayasan Naskah Nusantara. ISBN 979-461-603-6. OCLC 225737665. 
  5. ^ Andhifani, Wahyu Rizki. 2012. "Naskah Kuna Pusaka Raja Sulah Desa Siulak Mukai Kerinci Jambi" dalam Jurnal Siddhayatra Vol. 17 No. 2 hlm. 62-68.
  6. ^ Kozok, Uli. (2006). Kitab undang-undang Tanjung Tanah : naskah Melayu yang tertua. Yayasan Naskah Nusantara. ISBN 979-461-603-6. OCLC 225737665. 
  7. ^ Voorhoeve, Petrus. 1970. “Kerintji Documents”. Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. 126 no. 4, hlm.. 369-399.
  8. ^ Sunliensyar, Hafiful Hadi. 2020. Empat Naskah Surat Incung pada Tanduk Kerbau dari Mendapo Rawang, Kerinci: Suntingan Teks dan Terjemahan. Jumantara 11 (2), pp. 79
  9. ^ Sunliensyar, Hafiful Hadi. Warisan Budaya Pantun dalam Manuskrip Surat Incung. Manuskripta, [S.l.], v. 12, n. 2, p. 251-280, dec. 2022. ISSN 2355-7605. Available at: <http://journal.perpusnas.go.id/index.php/manuskripta/article/view/218>. Date accessed: 30 jan. 2023. doi: https://doi.org/10.33656/manuskripta.v12i2.218.
  10. ^ Sunliensyar, H. (2018). Idu Tawa Lam Jampi: Mantra-mantra dalam Naskah Surat Incung Kerinci. Manuskripta, 8(1), 31-53. doi:10.33656/manuskripta.v8i1.100
  11. ^ Sunliensyar, H. H. (2021). KISAH NABI ADAM DI DALAM NASKAH INCUNG INI ASAN PULUNG DARI KERINCI. Jurnal Lektur Keagamaan, 19(2), 583–806. https://doi.org/10.31291/jlka.v19i2.901
  12. ^ Voorhoeve, Petrus. 1970. “Kerintji Documents”. Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. 126 no. 4, hlm.. 369-399.