MINGGU, 4 APRIL 2010
Bendung penularan ke manusia
Oleh: Tri Satya Putri Naipospos
Tidak terkendalinya wabah flu burung di Indonesia, dikatakan karena pemerintah salah
dalam melakukan penilaian dan respon sejak awal, sehingga kini wabah sudah terlanjur
menyebar sedemikian rupa dan sudah tak bisa dikendalikan lagi. Pernyataan yang cukup
menyudutkan setelah Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus flu burung pada
manusia tertinggi di dunia.
Dengan kecenderungan peningkatan kasus flu
burung pada manusia dan sebagian besar memiliki
riwayat terpapar dengan unggas yang sakit atau mati,
maka dapat dikatakan bahwa virus flu burung masih
bersirkulasi pada populasi unggas dan sangat mungkin
mencemari lingkungan sekitarnya baik itu melalui
kotoran maupun air.
Penyebaran virus diasumsikan lebih disebabkan oleh perdagangan unggas hidup
antar daerah/pulau. Unggas yang dilalu lintaskan sebagian besar berasal dari
peternakan komersial baik skala besar dan menengah. Begitu virus flu burung dijumpai
pada ayam kampung, para ahli mengatakan bahwa virus tersebut akan bertahan lama di
lingkungan dan tetap menjadi sumber penularan bagi hewan lainnya.
Flu burung pada unggas tidak ada obatnya dan vaksin hanya digunakan setelah
wabah terjadi untuk mengurangi gejala klinis dan kematian, sehingga satu-satunya
metoda yang paling efektif sampai saat ini adalah melakukan pemusnahan unggas, baik
terhadap unggas yang terpapar maupun yang kontak.
Dalam menanggulangi flu burung, tidak dikenal satu strategi saja (no single
strategy), sehingga pemusnahanpun harus dibarengi dengan metoda-metoda lainnya
yang diterapkan secara simultan dan berkesinambungan.
Pemerintah Indonesia berupaya untuk membendung penyebaran flu burung
termasuk ke manusia dengan menerapkan strategi nasional yang sifatnya terpadu dan
multi-sektoral, dengan penekanan pada vaksinasi dan depopulasi pada unggas dan
penyiapan rumah-rumah sakit rujukan bagi pasien flu burung. Di sektor perungggasan,
respon pemerintah bersama-sama industri diusahakan konsisten dan berkesinambungan
dengan penekanan pada peningkatan biosekuriti, depopulasi, vaksinasi dan
pengendalian lalu lintas unggas dan produknya.
Transparansi
Satu persyaratan yang kritikal dalam mendorong terjadinya perdagangan hewan dan
produk hewan yang aman dan adil antar negara adalah tersedianya informasi yang jujur
Bendung penularan ke manusia – Tri Satya Putri Naipospos
dan transparan mengenai kejadian penyakit hewan menular yang terjadi di suatu negara
terutama apabila menyangkut penyakit ‘transboundary’, termasuk diantaranya adalah flu
burung.
Prinsip-prinsip internasional mengenai penyakit hewan menular antara lain adalah
kesetaraan, harmonisasi dan transparansi serta memiliki dasar ilmiah. Apabila Indonesia
tidak ingin dikatakan sebagai negara yang berusaha menutupi apa yang sebenarnya
terjadi, maka pemerintah mau tidak mau harus memperkuat sistem deteksi, pelaporan
dan respon dini (early detection, reporting and response) wabah penyakit hewan
menular.
Kegagalan pemerintah Indonesia harus dilihat sebagai suatu hal yang tidak bisa
dilepaskan dari kelemahan mendasar yang terjadi dan dilakukan Departemen Pertanian
dalam aspek sistem dan kelembagaan, jaringan laboratorium dan kapasitas teknis
kesehatan hewan serta dalam membangun suatu aliansi yang kuat dengan industri
peternakan.
Sangat sulit melakukan program pemberantasan atau eradikasi pada unggas tanpa
memiliki dana, tenaga dan infrastruktur yang memadai. Perkembangan wabah flu burung
sudah menjadi kompleks dan berkaitan erat dengan kemampuan pemerintah dan
industri peternakan mengantisipasi setiap kasus wabah baru.
Sikap industri peternakan terutama sektor 1 dan 2 yang belum sepenuhnya siap
melakukan kerjasama dengan pemerintah dalam keterbukaan melaporkan penyakit. Ke
depan akan tetap mempersulit upaya Indonesia dalam mencapai situasi yang kondusif
untuk melakukan hal-hal yang dipersyaratkan dalam perdagangan internasional.
Pemadam kebakaran
Kadangkala pemerintah bertindak kurang tepat dalam menjalankan strategi yang
sudah ditetapkan. Kebijakan yang pernah diambil Departemen Pertanian menyangkut
pembantaian babi di Tangerang tahun 2005 dan juga pemusnahan unggas dengan
menggunakan uji antigen cepat (rapid antigen test) di wilayah DKI Jakarta pada awal
tahun 2006 yang lalu, pada dasarnya memperlihatkan bagaimana suatu proses
pengambilan keputusan teknis tidak dilakukan dengan baik.
Mekanisme pengambilan keputusan teknis harus berlandaskan kepada informasi
ilmiah yang disajikan peneliti dan dibahas diantara para ahli berdasarkan masukan yang
diperoleh dari kajian analisa risiko, epidemiologi, surveilans dan laboratorium. Penetapan
kebijakan politis seharusnya dilakukan setelah melalui penetapan kebijakan teknis yang
benar dan tepat yang dilakukan oleh pemegang otoritas veteriner (veterinary authority).
Penterjemahan kebijakan teknis menjadi kebijakan politis seringkali menimbulkan
kesan bahwa tindakan pemerintah bersifat hanya sebagai pemadam kebakaran atau
seremonial tanpa menyentuh secara substansial permasalahan yang sebenarnya di
lapangan. Pelaksanaan tanpa mengakomodir muatan yang diberikan oleh para ahli akan
menyebabkan Departemen Pertanian tidak mampu menetapkan prioritas yang jelas,
terutama dalam kaitannya dengan upaya memotong mata rantai penularan dari hewan
ke manusia.
Bendung penularan ke manusia – Tri Satya Putri Naipospos
Secara jujur harus dikatakan pula bahwa penekanan Departemen Pertanian
kemudian pada program TUMPAS flu burung menunjukkan bahwa arah pengendalian
dikelola dengan kurang memperhatikan masukan dari sudut pandang teknis kesehatan
hewan. Disamping itu Departemen Pertanian harus secara tegas menyatakan bahwa
program TUMPAS flu burung sesungguhnya merupakan salah satu upaya kampanye
peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness campaign) tentang flu burung
dan sebagai komplemen dari penerapan sembilan langkah strategi.
Kendala
Bisa dikatakan bahwa kegagalan Indonesia mengatasi penyebaran AI pada unggas
dan membendung penularan ke manusia, disebabkan kendala mendasar yang
menyangkut sistem dan kelembagaan.
Perlu diketahui dengan jelas bahwa konteks penanggulangan penyakit hewan
menular yang mampu menular ke manusia (zoonosis) bukanlah semata-mata urusan
Departemen Pertanian dan Departemen Kesehatan, akan tetapi lintas departemen,
bahkan diperlukan integrasi yang sinergis antara pemerintah dengan pihak swasta dan
masyarakat luas.
Kendala sistem lebih kepada tidak tersedianya kemampuan untuk melakukan
jejaring yang mengikutsertakan semua komponen dalam pemerintahan yang diperlukan
dalam upaya penanggulangan, serta garis komando yang sifatnya ’hirarhikal’ dari pusat
sampai ke daerah. Dengan berlakunya otonomi daerah, maka Departemen Pertanian
tidak lagi mempunyai kendali terhadap kelembagaan yang memegang otoritas veteriner
di daerah.
Begitu juga koordinasi terpusat yang sangat esensial diperlukan dalam mekanisme
penanggulangan wabah harus dipegang oleh paling tidak eselon satu yang memiliki
seluruh kewenangan untuk melaksanakan suatu tindakan darurat yang diperlukan. Oleh
karenanya penguasaan teknis yang didukung oleh peraturan perundangan yang tegas,
tetap menjadi suatu landasan yang diperlukan untuk mendukung kemampuan
pengendalian situasi wabah di lapangan.
Fase ke-tiga
Dengan Indonesia kini memasuki fase ke-tiga yaitu penularan dari unggas ke
manusia, maka pendekatan atau strategi Departemen Pertanian perlu diubah sesuai
dengan landasan ilmiah yang digunakan. Dahulu pada saat awal wabah, sembilan
langkah strategi diperkenalkan dengan lebih menggunakan alasan ekonomi yaitu
menyelamatkan industri perunggasan.
Penekanan pada saat itu adalah dengan melakukan kombinasi vaksinasi dan
depopulasi (focal culling). Saat ini dengan kecenderungan kenaikan kasus pada
manusia, maka strategi harus disesuaikan dengan kepentingan yang menyangkut
keselamatan jiwa manusia.
Pada kondisi dimana jumlah kasus kematian unggas rendah dan secara
epidemiologis flu burung sudah dikatakan menjadi endemis, maka strategi perlu
Bendung penularan ke manusia – Tri Satya Putri Naipospos
ditekankan kepada upaya depopulasi dan ring vaksinasi. Artinya apabila muncul kasus
flu burung baru, maka pemusnahan unggas harus dilakukan dengan standar prosedur
operasional yaitu semua unggas dalam radius 1 km, diikuti dengan vaksinasi dalam
radius 3 km dari munculnya kasus. Tindakan pemusnahan unggas pada kondisi penyakit
sudah menjadi endemis merupakan suatu upaya yang secara drastis dapat mengurangi
jumlah virus yang bersirkulasi di lingkungan.
Pada saat ini Departemen Pertanian tidak memiliki prioritas dalam mengimplementasikan strategi yang harus dilakukan dengan dukungan dana, tenaga dan infrastruktur
yang memadai di daerah-daerah untuk memerangi virus AI yang tingkat sirkulasinya di
lingkungan diperkirakan masih tetap tinggi.
Pencegahan pandemi
Dalam berbagai forum global atau regional, termasuk Asia Pacific Economic
Cooperation (APEC), pernah ada komitmen bantuan dari sejumlah negara untuk
menanggulangi flu burung di Indonesia. Kebutuhan untuk penanggulangan flu burung
dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza di Indonesia seluruhnya adalah 900
juta dollar sampai dengan tahun 2008. Jumlah yang bisa dicakup oleh APBN paling
tinggi mencapai 500 milyar rupiah setahun. Untuk tahun 2006-2007, bantuan
internasional yang sudah menjadi komitmen donor berjumlah sekitar 73 juta dollar.
Artinya masih ada gap besar yang perlu difikirkan untuk mengatasi hal ini dan menjadi
pekerjaan rumah pemerintah yang harus dilaksanakan segera.
Saat ini yang paling penting dilakukan adalah membendung penyebaran flu burung
pada unggas dan mencegah sedini mungkin penularan dari hewan ke manusia. Tingkat
kemungkinan terjadinya pandemi sangat sulit diprediksi, sehingga secara garis besar
harus ada 2 (dua) komponen penting yang harus dilakukan pemerintah yaitu
mengendalikan flu burung pada sumbernya, sehingga tidak lagi menjadi sumber
penularan ke manusia dan membangun jejaring antar kelembagaan pemerintah dan
swasta untuk mempersiapkan mekanisme kesiapsiagaan untuk menghadapi
kemungkinan terburuk yaitu terjadinya pandemi influenza.
Drh TRI SATYA PUTRI NAIPOSPOS MPhil PhD
Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan menghadapi Pandemi
Influenza (Komnas FBPI)
Bendung penularan ke manusia – Tri Satya Putri Naipospos