Volume 10 Nomor 02 Oktober 2019
P ISSN : 2086-5783
E ISSN : 2655-6456
WIDYA BIOLOGI
HIPERURISEMIA SEBAGAI FAKTOR RISIKO PENYAKIT
KARDIOVASKULAR MELALUI MEKANISME STRES OKSIDATIF
(HYPERURISEMIA AS A RISK FACTOR OF CARDIOVASCULAR DISEASE
THROUGH OXIDATIVE STRESS MECHANISM)
I Made Sumarya1
1
Program Studi Biologi, FTIS, Universitas Hindu Indonesia
Email:
[email protected]
ABSTRACT
Hyperuricemia has been known for a long time, and received medical attention
because it is associated with various diseases such as high blood pressure,
atherosclerosis, kidney disease, diabetes mellitus and cardiovascular disease. This
relationship might have a significant cause however, there is no clear mechanism of
hyperuricemia causing cardiovascular disease. Hyperuricemia is a risk factor for
cardiovascular disease by providing direct vascular effects and causing vascular damage.
Based on the results of the study it is known that uric acid causes endothelial
proliferation, angiotensin II production and increased oxidative stress (ROS). Uric acid at
high concentrations (hyperuricemia) causes oxidative stress by increasing ROS formation,
inducing vascular changes through the activation of redox sensitive signaling pathways
activating mitogen activated protein kinases (MAPKs), tyrosine kinases and transcription
factors (NFKB, AP-1, and HIF-1 ) stimulates the formation of monocyte chemoattractant
protein-1 (MCP-1), inflammation and increases cyclooxygenase 2 (COX-2).
Hyperuricemia as a risk factor for cardiovascular disease is related to inflammatory
activity, activation of the angiotensin aldosterone rennin system (RAAS), endothelial
dysfunction, proliferation of vascular smooth muscle cells (VSMC) and high blood
pressure. Conclusion: hyperuricemia as a risk factor for cardiovascular disease that is by
causing vascular damage through an increased mechanism of ROS formation, activating
mitogen activated protein kinase (MAPKs), tyrosine kinase and transcription factors
(NFKB, AP-1, and HIF-1) stimulates the formation of monocyte chemoattractant proteins
-1 (MCP-1), inflammation and increase cyclooxygenase 2 (COX-2).
Keywords: Hyperuricemia, oxidative stress, cardiovascular disease
ABSTRAK
Hiperurisemia sudah dikenal sejak dahulu, dan mendapat perhatian medis karena
berhubungan dengan berbagai penyakit seperti tekanan darah tinggi, aterosklerosis,
penyakit ginjal, diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular. Hubungan ini mungkin
memiliki penyebab yang signifikan namun, tidak ada mekanisma yang jelas hiperurisemia
menyebabkan penyakit kardiovaskular. Hiperurisemia sebagai faktor risiko penyakit
kardiovaskular dengan memberikan efek vaskular secara langsung dan menyebabkan
kerusakan vaskular. Berdasarkan hasil-hasil penelitian diketahui bahwa Asam urat
menyebabkan proliferasi endotel, produksi angiotensin II dan peningkatan stres oksidatif
(ROS). Asam urat pada konsentrasi tinggi (hiperurisemia) menimbulkan stress oksidatif
dengan meningkatkan pembentukan ROS, menginduksi perubahan vaskular melalui
aktivasi jalur sinyal sensitif redoks mengaktifkan mitogen activated protein kinase
(MAPKs), tirosin kinase dan faktor transkripsi (NFKB, AP-1, dan HIF-1) merangsang
87
Volume 10 Nomor 02 Oktober 2019
P ISSN : 2086-5783
E ISSN : 2655-6456
WIDYA BIOLOGI
pembentukan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1), inflamasi dan meningkatkan
siklooksigenase 2 (COX-2). Hiperurisemia sebagai faktor risiko penyakit kardiovaskular
terkait dengan aktivitas inflamasi, aktivasi sistim rennin angiotensin aldosteron (RAAS),
disfungsi endotel, proliferasi vascular smooth muscle cell (VSMC) dan tingginya tekanan
darah. Simpulan: hiperurisemia sebagai faktor risiko penyakit kardiovaskular yaitu
dengan menyebabkan kerusakan vaskular melalui mekanisma peningkatan pembentukan
ROS, mengaktifkan mitogen activated protein kinase (MAPKs), tirosin kinase dan faktor
transkripsi (NFKB, AP-1, dan HIF-1) merangsang pembentukan monocyte
chemoattractant protein-1 (MCP-1), inflamasi dan meningkatkan siklooksigenase 2 (COX2).
Kata Kunci : Hiperurisemia, stres oksidatif, penyakit kardiovaskula.
PENDAHULUAN.
Hiperurisemia adalah suatu keadaan
di mana kadar asam urat yang tinggi di
dalam darah, yaitu melebihi 7 mg/dL (420
µM) pada pria dan 6 mg/dL (360 µM)
pada wanita (Feig et al., 2008).
Hiperurisemia sudah dikenal sejak dahulu,
dan mendapat perhatian medis pertama kali
ketika Garrod menemukannya sebagai
penyebab gout sekitar dua abad yang lalu
yaitu di awal 1800an (Nakagawa et al.,
2006; Alderman, 2008). Hal ini karena
lebih dari 50% pasien gout menderita
hipertensi,
seperempatnya
memiliki
penyakit ginjal dan sebagian besar
menderita penyakit jantung (Alderman,
2008). Penelitian epidemiologi menemukan
bahwa
asam
urat
yang
tinggi
(hiperurisemia)
berhubungan
dengan
tekanan darah tinggi, aterosklerosis,
penyakit ginjal, penyakit kardiovaskular
dan diabetes melitus (Alderman, 2008;
Feig et al., 2008; Kanbara et al., 2010).
Tingginya kadar asam urat umumnya
berhubungan dengan peningkatan risiko
penyakit
kardiovaskular.
Selanjutnya
penelitian eksperimental baru-baru ini
menyimpulkan bahwa asam urat dapat
memiliki peran kausal dalam hipertensi dan
metabolik sindrom. Semua kondisi ini
dikatakan dimediasi oleh stres oksidatif
(Sautin et al., 2007). Selain itu, prevalensi
hiperurisemia
cenderung
semakin
meningkat, maka dikakhawatirkan tentang
potensi bahayanya
juga semakin
meningkat (Wallace et al., 2004;
Alderman, 2008).
Penelitian terbaru menyimpulkan
bahwa hiperurisemia merupakan faktor
risiko independen penyakit kardiopaskular
(Gagliardi et al., 2009; Tomiyama et al.,
2011), metabolik sindrom (Oliviera and
Burini, 2012) dan penyakit diabetes
mellitus (Samant et al., 2012). So and
Thorens, (2010) mengungkapkan bahwa
hiperurisemia dapat memberikan efek
vaskular secara langsung dan memberikan
kecenderungan untuk terjadinya disfungsi
sel endotel (ECD). Bebeberapa penelitian
lain juga
menyim-pulkan bahwa
hiperurisemia merupakan faktor penyebab
dari kerusakan vascular (Esen et al., 2011;
Vlachopoulos et al., 2011; Tomiyama et al.
2011).
Penelitian
eksperimental
menunjukkan
bahwa
asam
urat
mengganggu fungsi endotel melalui
reduksi nitrit oksida sintase (eNOS)
(Khosla et al., 2005; Tomiyama et al.,
2011). Kemudian berdasarkan hasil
penelitiannya
Tomiyama,
(2011)
menyimpulkan bahwa hiperurisemia dapat
88
Volume 10 Nomor 02 Oktober 2019
P ISSN : 2086-5783
E ISSN : 2655-6456
WIDYA BIOLOGI
sebagai faktor risiko independen yang
signifikan disfungsi endotel.
Hubungan antara asam urat dengan
tekanan darah tinggi, aterosklerosis,
penyakit ginjal, penyakit kardiovaskular
dan diabetes mellitus ini mungkin memiliki
penyebab yang signifikan sehingga
menarik perhatian yang tinggi lebih dari
setengan abad terakhir. Namun, tidak ada
mekanisma
yang
jelas
dimana
hiperurisemia dapat menyebabkan penyakit
vaskular (Alderman 2008). Kemudian
berdasarkan hasil penelitian eksperimental
mengungkapkan bahwa asam urat dapat
menimbulkan stres oksidatif melalui
peningkatan pembentukan spesies oksigen
reaktif (ROS) (Sautin et al., 2007; Gaffo
and
Saag,
2012).
Diperkirakan
hiperurisemia sebagai faktor risiko
penyakit kardiovaskular menyebabkan
kerusakan vaskular melalui mekanisma
stres oksidatif, sehingga kerusakan
vaskular sebagai efek langsung dari
hiperurisemia dapat mening-katkan risiko
penyakit kardiovaskular.
SERUM
ASAM
URAT
DAN
HIPERURISEMIA
Asam urat ditemukan di tahun
1700-an melalui analisis batu kantung
kemih. Kemudian di abad berikutnya
tahun 1800-an Sir Archibald Edward
Garrod
pertama
kali
menetapkan
hubungan antara kadar asam urat tinggi
(hiperurisemia) dengan osteoarthritis
(Cerezo and Ruilope, 2012). Asam urat
adalah senyawa organik dengan rumus
umum C5N4O3H4 merupakan asam organik
lemah (pKa 5,8) kelarutannya dalam air
kurang baik pada pH asam. Asam urat
dalam tubuh sebagian berasal dari
makanan yang dikonsumsi (eksogen) dan
sebagian lagi dari hasil biosintesis secara
endogen dan di keluarkan melalui saluran
pencernaan (25-30%) dan melalui ginjal
(65-70%) (Cammalleri and Malaguarnera,
2007). Asam urat merupakan hasil akhir
dari degradasi purin baik yang berasal dari
eksogen maupun endogen, didegradasi
menjadi asam urat melalui hipoxantin dan
xantin dikatalisiskan oleh enzim xantin
oksidase (XO) yaitu suatu enzim yang
mengandung molibdenum (Noriyoshi et
al., 2012), terutama dalam hati dan usus
(Alderman, 2008). Proses cepat total pool
normal asam urat manusia melebihi 1,2 g,
kira-kira sepertiganya disekresi melalui
saluran
empedu
yang
kemudian
didegradasi oleh uricase bakteri usus.
Sisanya dikeluarkan oleh ginjal setelah
difiltrasi di glomerulus. Eksekresi akhir,
ditentukan oleh keseimbangan komplek
suatu sistim yang melibatkan reabsorpsi,
sekresi dan reabsorpsi sekunder. Proses ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor meliputi
volume ekstraseluler, cepat aliran dan pH
urin, dan aksi dari beberapa hormone.
Serum asam urat (SUA) merupakan neto
dari produksi dan ekskresinya. Walaupun
peningkatan produksi (oleh degradasi
seluler atau peningkatan konsumsi purin)
dapat menghasilkan hiperurisemia tapi
lebih umum merupakan hasil dari
penurunan ekskresi atau kombinasi dari
keduanya (Emmerson, 1991; Alderman,
2008).
Pada sebagian besar mamalia
kecuali manusia dan great apes asam urat
didegradasi lebih lanjut menjadi allantoin
oleh enzim urikase (urat oksidase) yaitu
suatu enzim yang umumnya terdapat
dihati. Enzim ini dalam manusia bersifat
non aktif karena gen yang mengkodenya
mengalami mutasi silencing selama
evolusi manusia purba, akibatnya kadar
serum asam urat normal pada manusia
89
Volume 10 Nomor 02 Oktober 2019
P ISSN : 2086-5783
E ISSN : 2655-6456
WIDYA BIOLOGI
jauh lebih tinggi yaitu mendekati 240- 360
µM (3,5-7,0 mg/dl) dibandingkan pada
mamalia lain yaitu mendekati 30-50 µM
(0,5-1,5 mg/dl) (Feig et al., 2006; So and
Thorens, 2010; Schwartz et al., 2011).
Beberapa kondisi seperti diet tinggi
protein, konsumsi alkohol, siklus sel yang
tinggi dan penyakit gagal ginjal dapat
menghasilkan kadar asam urat yang tinggi
dalam darah (Johnson et al., 2003;
Schwartz et al., 2011).
Gambar 1. Struktur Molekul Asam
Urat
Sintesis asam urat dalam tubuh,
dimulai dari ribose-5-fosfat yaitu suatu
pentosa turunan dari metabolisme glysidic,
dikonversi menjadi fosforibosil pirofosfat
(PRPP)
yang
kemudian
menjadi
fosforibosil-amin,
dan
selanjutnya
ditransformasi menjadi inosin monofosfat
(IMP). Dari senyawa intermediate/ antara
ini menurunkan adenosin monofosfat
(AMP) dan guanosin monofosfat (GMP)
(suatu nukleotida purin yang digunakan
untuk sinthesis DNA dan RNA) serta
inosin yang selanjutnya didegradasi
menjadi hipoxantin dan xantin dan
akhirnya dioksidasi menjadi asam urat dan
hidrogen peroksida (H2O2) oleh enzim XO.
Hidrogen peroksida merupakan hasil
samping yang bersifat racun terhadap
ginjal, dikonversi menjadi H2O dan O2 oleh
enzim
katalase
(Cammalleri
and
Malaguarnera, 2007). Hipoxantin dan
guanin masuk jalur salvage menggunakan
hipoxantin-guanin fosforibosiltransferase
(HGPRT), suatu enzim yang merubah
kembali basa purin ini menjadi nukleotida
(Cammalleri and Malaguarnera, 2007).
ASAM
URAT
SEBAGAI
ANTIOKSIDAN
ATAU
PROOKSIDAN
Asam urat pada awalnya dikenal
sebagai produk limbah yang stabil,
mengkristal pada konsentrasi tinggi
membentuk batu ginjal dan menyebabkan
gouty arthritis. Selanjutnya asam urat
dikenal dapat berperan sebagai antioksidan
sepenuhnya, dengan kemampuan hampir
setengah dari total antioxidant cavacity
(TAC) plasma tubuh. Oleh karena itu asam
urat diperkirakan dapat membersihkan
(scavenges) oksigen tunggal, radikal
oksigen, mencegah peroksinitrit, menginduksi protein nitrosasi dan mengkelat
logam transisi. Di samping itu juga dapat
melindungi LDL dari oksidasi yang
dimediasi oleh ion Cu2+. Dengan aksi
antioksidan ini, asam urat diperkirakan
mendasari efek perlindungan terhadap
penyakit kardiovaskular, penuaan dan
kanker. Kemudian dari hasil penelitian
seluler dan in vitro menunjukkan bahwa,
berdasarkan lingkungan mikro kimianya
asam urat juga berperan sebagai prooksidan (So and Thorens, 2010).
Asam urat dapat berperan baik
sebagai antioksidan
atau pro-oksidan
tergantung pada lingkungan mikro
kimianya. Sebagai antioksidan asam urat
memiliki efek yang menguntungkan, tapi
pada konsentrasi tinggi memiliki efek yang
merugikan (Kutzing and Firestein 2008).
Pada konsentrasi fisiologis (normal)
berperan sebagai antioksidan, dan pada
konsentrasi tinggi (hiperurisemia) berperan
90
Volume 10 Nomor 02 Oktober 2019
P ISSN : 2086-5783
E ISSN : 2655-6456
WIDYA BIOLOGI
sebagai pro-oksidan. Sebagai pro-oksidan,
asam urat dapat meningkatkan oksidasi
LDL menghasilkan peroksidasi lipid,
mengaktif-kan NADPH oksidase untuk
meningkatkan pembentukan ROS. Juga
menghambat sintesis NO, dan dalam
vascular smooth muscle cell (VSMC)
merangsang pembentu-kan monocyte
chemoattractant
protein-1
(MCP-1),
inflamasi
dan
meningkatkan
siklooksigenase
2
(COX-2)
untuk
membentuk
tromboksan,
melalui
pengaktifan nuclear transcription factor
(NF-KB), dan mitogen activated protein
kinase (MAPKs) (Johnson et al., 2003; So
and Thorens, 2010). Hal ini juga didukung
oleh hasil eksperimen Kanellis et al.,
(2003) yang menemukankan bahwa asam
urat dapat menginduksi jalur inflamasi
dalam VSMCs tikus secara in vitro dengan
mengaktifkan p 38 MAPK, NF-KB, dan
AP-1 serta meningkatkan ekspresi COX-2
dan MCP-1. Berdasarkan informasi yang
ada, menunjukkan bahwa asam urat
memiliki efek biologi dan kimia yang
komplek dan pada saat bersifat sebagai
pro-oksidan atau reduksi NO, maka dapat
menjelaskan
hubungan
antara
hiperurisemia dengan metabolik sindrom
dan penyakit kardiovas-kular (Kanellis et
al., 2003; So and Thorens, 2010).
ASAM
URAT
DAN
REAKTIF
OKSIGEN SPESIES (ROS)
Asam urat merupakan produk akhir
dari metabolisma purin dalam manusia.
Dua reaksi terakhir dari reaksi berantai
biokimia menghasilkan pembentukan asam
urat, yaitu konversi hipoxantin menjadi
xantin dan xantin menjadi asam urat
dikatalisiskan
oleh
enzim
xantin
oksidoreduktase (XOR) (Harrison, 2002;
Glantzounis et al., 2005). Kebanyakan
serum asam urat diekskresi dalam urin
selama fungsi ginjal tidak terganggu, akan
tetapi diet rendah sodium juga memiliki
efek meningkatkan net reabsorpsi asam
urat dalam tubular proxima, sehingga
dengan
demikian
meningkatkan
konsentrasi serum asam urat (Rio and
Villamil, 1993; Glantzounis et al., 2005).
Asam urat dapat berada secara
intraselular dan dalam seluruh cairan tubuh
dengan kadar yang lebih rendah dari kadar
dalam plasma. Pada pH fisiologis hampir
seluruh asam urat terionisasi menjadi ion
urat dengan muatan negative satu
(Halliwell
and
Gutteridge,
1999;
Glantzounis et al., 2005). Karena
kelarutannya terbatas dalam air, kelebihan
produksi
secara
in
vivo
dapat
menyebabkan pengendapan kristalnya,
seperti pada penderita gout, dimana terjadi
akumulasi kristal urat dalam sendi
menyebabkan arthritis (Glantzounis et al.,
2005).
Asam urat pada konsentrasi tinggi
dapat menimbulkan stress oksidatif dengan
meningkatkan pembentukan ROS melalui
reaksi oksidasi secara enzimatis dengan
tiga jalur utama yaitu jalur sistim enzim
xantin oksidase (XO) , jalur NADPHoksidase dan jalur sistim enzim oksida
nitrat sintase endotel (eNOS). Pada jalur
sistim enzim xantin oksidase (XO),
produksi asam urat dari oksidasi
hipoxantin dan xantin oleh enzim xantin
oksidoreduktase (XOR), dimana enzim ini
berada dalam dua bentuk yaitu bentuk
xantin dehidrogenase (XDH) dan bentuk
xantin oksidase (XO). Pada kondisi
fisiologis XOR berada terutama dalam
bentuk XDH dan memiliki aktivitas yang
lebih tinggi untuk dioksidasi oleh nikotin
adenine dinukleotida (NAD+) dari pada
oleh oksigen sebagai elektron akseptor,
91
Volume 10 Nomor 02 Oktober 2019
P ISSN : 2086-5783
E ISSN : 2655-6456
WIDYA BIOLOGI
dalam mengkatalisakan reaksi oksidasi
hipoxantin dan xantin menjadi asam urat.
Pada kondisi patologis misalnya iskemia
ATP didegradasi menjadi adenine dan
xantin, dan pada saat yang sama ada
peningkatan konversi XDH menjadi XO.
Akibatnya, XO menggunakan molekul
oksigen sebagai penerima elektron dalam
mengkatalisakan
reaksi
oksidasi
hipoxantin dan xantin menjadi asam urat
selama reperfusi. Hal ini menyebabkan
terbentuk-nya radikal bebas
anion
• superoksida
(O 2 )
(Kooij,
1994;
Glantzounis et al., 2005). Anion
superoksida dapat membentuk hydrogen
peroksida (H2O2) melalui aktivitas enzim
superoksida dismutase (SOD) sebagai
berikut:
2O•2- + 2H+ SOD H2O2 + O2
dan dengan adanya ion besi (Fero) anion
superoksida dapat menjadi radikal
hidroksil (OH•) yang sangat reaktif melalui
reaksi Fenton (Halliwell and Gutteridge,
1999; Glantzounis et al., 2005) sebagai
berikut:
H2O2 + Fe2+
OH• + OH- +
Fe3+
Melalui
jalur
sistim
enzim
NADPH-oksidase, asam urat terlarut
merangsang
peningkatan
aktivitas
NADPH-oksidase dan menghasilkan ROS
yaitu dengan mentran-sfer elektron kepada
molekul oksigen (O2) membentuk ion
dalam
adiposit.
superoksida (O2•-)
Perangsangan NADPH-oksidase oleh asam
urat mengakibatkan aktivasi MAP kinase
p38 dan ERK1/2, penurunan ketersediaan
NO, dan peningkatan protein nitrosilasi
dan oksidasi lipid (Sautin et al., 2007).
Berdasarkan hasil-hasil penelitiannya
Sautin et al., (2007) menyimpulkan bahwa
hiperurisemia menginduksi sinyal redoxdependent dan stres oksidatif pada
adiposit. Dalam vaskular NADPHoksidase menghasilkan ROS yaitu dalam
endotel, adventisial dan VSMC. NADPHoksidase mengkata-lisiskan produksi O•2dengan reduksi satu elektron pada oksigen
menggunakan NAD(P)H sebagai donor
elektron dengan reaksi :
O2 + NAD(P)H
O•2- + NAD(P) +
H+ (Lassegue and Clempus, 2003; Touyz,
2004).
Sistim enzim yang ketiga yang
menghasilkan stres oksidatif adalah sistim
enzim oksida nitrit sintase endotel (eNOS).
Pada sistim enzim ini, asam urat
menurunkan aktivitas eNOS dengan
menurunkan transfort arginin melalui
pengaktifan
arginase
yang
dapat
mengalihkan arginin dari sintesis NO oleh
eNOS ke sintesis urea menyebabkan
disfungsi endotel (So and Thorens, 2010).
Arginin merupakan satu-satunya substrat
untuk sintesis NO oleh eNOS pada sel
endotel (Zharikov et al., 2008). Ketika
sumber arginin berkurang, maka fungsi
eNOS berubah menjadi enzim pembentuk
superoksida
yang
disfungsional,
menyebab-kan akumulasi pembentukan
ROS, karena eNOS lepas (uncoupling)
dengan 4 gugus prostetik redok aktifnya
yaitu FAD, FMN, heme dan BH4 yang
dapat mentransfer elektron kepada O2
membentuk
superoksida
(O2•-/ROS)
(Schwartz et al., 2011; Samant, et al.,
2012).
HIPERURISEMIA, METABOLIK
SINDROM AND PENYAKIT
KARDIOVASKULAR
Metabolik sindrom (MS) sebagai
prediksi penyakit kardiovaskular telah
dikenal secara luas (Wilson et al., 2005;
Borges et al., 2010). Akan tetapi hubungan
antara asam urat dengan penyakit
92
Volume 10 Nomor 02 Oktober 2019
P ISSN : 2086-5783
E ISSN : 2655-6456
WIDYA BIOLOGI
kardiovas-kular relatif masih banyak
dipertentangkan (Feig et al., 2008).
Pandangan lama beranggapan bahwa
hiperurisemia disebab-kan oleh gangguan
ginjal dalam eksekresi asam urat sebagai
kompensasi
dari
hiperinsulinemia
(Facchini et al., 1992; Borges et al., 2010).
Sedangkan penelitian akhir-akhir ini
memberikan persepektif yang berbeda, dan
menyimpulkan bahwa asam urat dapat
memperediksi secara independen MS dan
diabetes. Juga ditambahkan bahwa
hubungan antara hiperurisemia dan MS
adalah bebas dari perkiraan glomerular
filtration rate (GFR). Hal ini menunjukkan
bahwa fungsi ginjal tidak terkait dengan
hubungan antara hiperurisemia dengan MS
(See et al., 2009; Borges et al., 2010).
Dari hasil eksperimen terhadap hewan
coba menunjukkan bahwa, peningkatan
kadar asam urat menyebabkan MS dan
menghambat
fungsi
endotel,
serta
menghambat ketersediaan NO, di mana
kecukupan akan kadar NO penting bagi
aksi insulin untuk mendorong penyerapan
glukosa (Johnson et al., 2009; Borges et
al., 2010). Dengan terhambatnya fungsi
endotel, maka terhambat pula penyerapan
glukosa
darah.
Berdasarkan
hasil
eksperimen ini menunjukkan bahwa,
hiperurisemia bukan merupakan akibat
dari insulin resisten, tetapi merupakan
penyebab. Peneliti lain seperti Ishizaka et
al., (2005) juga menemukan bahwa,
konsentrasi asam urat terkait dengan MS.
Bahkan Ford et al., (2007) menemukan
pada orang Amerika antara anak-anak
sampai remaja, konsentrasi serum asam
urat sangat terkait dengan prevalensi MS
dan beberapa komponennya. Demikian
juga bukti mengenai hubungan antara
konsentrasi asam urat yang tinggi dengan
hipertesi dan faktor risiko kardiovaskular
yang lain adalah cukup luas (Cerezo and
Ruilope, 2012). Penelitian eksperimen lain
yaitu inkubasi sel-sel otot polos vascular
(VSMC) dengan asam urat juga
menunjukkan
bahwa
asam
urat
menyebabkan ketidak normalan endotel
yang dimediasi oleh mediator potensial
yaitu sistim rennin angiotensin. Asam urat
menyebabkan proliferasi endotel, produksi
angiotensin II dan peningkatan marker
stres oksidatif. Kemudian efek ini dapat
dihilangkan dengan pemberian captopril
atau losartan (Corry et al., 2008; Gaffo and
Saag, 2012). Demikian juga ketidak
normalan hemodinamik endotel pada tikus
hiperurisemia juga dapat dikembalikan
dengan pemberian scavenger superoksida.
Hal ini mendukung keterkaitan antara
tingginya kadar asam urat dan kerusakan
yang disebabkan oleh spesies oksigen
reaktif (stress oksidatif) (Sanches-Lozada
et al., 2008; Gaffo and Saag, 2012).
Mekanisma stres oksidatif dalam
hubungan antara hiperurisemia dengan
MS, bahwa asam urat yang tinggi dapat
menginduksi stres oksidatif dalam
berbagai sel, seperti yang ditunjukkan
dalam adiposit yang menyebabkan MS.
Berdasarkan hal tersebut, maka beralasan
untuk menduga bahwa hiperurisemia
mampu mendorong keadaan insulin
resisten,
dan
membenarkan
risiko
kardiovaskular lebih kuat terkait dengan
kadar asam urat yang lebih tinggi.
Hiperurisemia sebagai faktor risiko
penyakit kardiovaskular terkait dengan
aktivitas inflamasi, aktivasi sistim rennin
angiotensin aldosteron (RAAS), disfungsi
endotel, proliferasi vascular smooth
muscle cell (VSMC) dan tingginya tekanan
darah (Borges et al., 2010).
93
Volume 10 Nomor 02 Oktober 2019
P ISSN : 2086-5783
E ISSN : 2655-6456
WIDYA BIOLOGI
ROS
DALAM
KERUSAKAN
VASKULAR
Ada bukti substansial bahwa stress
oksidatif terlibat dalam patofisiologi
penyakit
kardiovaskular.
Penelitian
biokimia, molekuler dan farmakologi
selanjutnya melibatkan XOR sebagai
sumber ROS dalam sistim kardiovaskular
(Berry and Hare, 2004; Glantzounis et al.,
2005). Stres oksidative secara luas
dianggap sebagai mediator dalam proses
perkembangan dan kemajuan komplikasi
kardiovaskular seperti penyakit arteri
koroner (CAD)(Sorescu and Griendling,
2002) dan gagal jantung (Byrne et al.,
2003; Glantzounis et al., 2005). Stres
oksidatif juga dapat memainkan peran
dalam fatogenesis dari diabetes yang
terkait dengan disfungsi kardiak, disfungsi
dan kerusakan vascular secara umum
(Glantzounis et al., 2005).
Metabolisma oksigen oleh sel
dapat menghasilkan ROS yang secara
potensial merugikan. Pada kondisi normal
kecepatan pembentukan oksidan adalah
seimbang dengan kecepatan penghilangan
oksidan itu sendiri, atau keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan.
Apabila terjadi ketidak seimbangan antara
prooksidan
dan
antioksidan
akan
mengakibatkan stres oksidatif, yang
merupakan hasil pathogen dari oksidan
berlebihan yang melampaui kapasitas
antioksidan seluler. Pembuluh darah
merupakan sumber yang kaya NADPH
oksidase yang menghasilkan ROS, yang
dalam kondisi patologis memainkan peran
penting dalam kerusakan pembuluh darah
(Touyz, 2004).
ROS vascular dihasilkan dalam
endotel, adventisial dan VSMC yang
berasal dari NAD(P)H oksidase yang
merupakan
enzim
multisubunit
mengkatalisiskan produksi •O2- dengan
reduksi satu electron pada oksigen
menggunakan NAD(P)H sebagai donor
electron dengan reaksi : 2O2 + NAD(P)H
2O2- + NAD(P) + H+ (Lassegue
and Clempus, 2003; Touyz, 2004).
NAD(P)H oksidase vascular terdiri dari
palingsedikit
4
komponen:
terkait
membran sel p22phox dan gp91phox (atau
gp91phox [nox2] homolog, nox1 dan
nox4), dan subunit sitosol, p47phox dan
p67phox. NAD(P)H oksidase vascular
diatur oleh humoral (cytokins, growth
factor dan vasoactive agents) dan factor
fisik (elastis, regangan berdenyut dan
tegangan geser) (Lassegue and Clempus,
2003; Touyz, 2004). Secara fisiologi ROS
dihasilkan secara terkendali dalam
konsentrasi rendah dan berfungsi sebagai
molekul sinyal untuk menjaga integritas
pembuluh darah dengan mengatur fungsi
endotel dan kontraksi-relaksasi vascular
(Touyz et al., 2003; Touyz, 2004). Dalam
kondisi patologis peningkatan bioaktivitas
ROS menyebabkan disfunsi endotel,
peningkatan kontraktilitas, pertumbuhan
VSMC, invasi monosit, peroksidasi lipid,
inflamasi dan peningkatan pengendapan
matrik
protein
ekstraseluler
yang
merupakan faktor penting kerusakan
vascular dan hipertensi (Taniyama and
Griendling, 2003; Touyz, 2004). Proses
molekuler
yang
mendasari
ROS
menginduksi
perubahan
vascular
melibatkan aktivasi jalur sinyal redoks
sensitive. Anion superoksida dan H2O2
merangsang mitogen diaktivasi protein
kinase, tirosin kinase dan faktor transkripsi
(NFKB, AP-1, dan HIF-1) dan inaktivasi
protein tirosin fosfatase (Chiarugi and
Cirri, 2003; Touyz, 2004). ROS juga
meningkatkan [Ca2+]i dan meningkatkan
pengaturan protonongkogen dan ekspresi
94
Volume 10 Nomor 02 Oktober 2019
P ISSN : 2086-5783
E ISSN : 2655-6456
WIDYA BIOLOGI
gen proinflamasi. Proses ini terjadi melalui
modifikasi
protein
oksidatif
dengan mengubah residu asam amino
penting, dengan induksi dimerisasi protein,
dan dengan berinteraksi dengan kompleks
logam seperti gugus Fe-S. Perubahan
kondisi redoks intraseluler melalui sistem
thioredoksin dan glutation juga dapat
mempengaruhi terjadinya sinyal (Chiarugi
and Cirri, 2003; Touyz, 2004).
SIMPULAN
Hiperurisemia sebagai faktor risiko
penyakit kardiovaskular dengan memberikan efek vaskular secara langsung dan
menyebabkan kerusakan vaskular melalui
mekanisma peningkatan pembentukan
ROS (stres oksidatif). ROS menginduksi
perubahan vaskular melalui aktivasi jalur
sinyal sensitif redoks mengaktifkan
mitogen
activated
protein
kinase
(MAPKs), tirosin kinase dan faktor
transkripsi (NFKB, AP-1, dan HIF-1)
merangsang
pembentukan
monocyte
chemoattractant
protein-1
(MCP-1),
inflamasi
dan
meningkatkan
siklooksigenase 2 (COX-2).
DAFTAR PUSTAKA
Alderman, M.H. 2008. Hyperuricemia and
Vascular Damage. Hot Topics in
Cardiology 14:7-13.
Berry, C.E., Hare, J.M. 2004. Xanthine
oxidoreductase
and
Cardiovascular
Disease:
Molecular
mechanisms
and
Pathophysiological Implications. J
Physiol 555(Pt 3):589-606.
Borges, R.L., Ribeiro, A.B., Zanella, M.T.,
Batista, M.C. 2010. Uric Acid as a
Factor in the Metabolic Syndrome.
Curr Hypertens Rep. 12:113-119.
Byrne, J.A., Grieve, D.J., Cave, A.C.,
Shah, A.M. 2003. Oxidative Stress
and Heart Failure. Arch Mal Coeur
Vaiss 96:214-221.
Cammalleri, L. and Malaguarnera, M.
2007. Rasburicase Represents a
New Tool for Hyperuricemia in
Tumor Lysis Syndrome and in
Gout. International Journal of
Medical Sciences 4(2):83-93.
Cerezo, C., Ruilope, L.M. 2012. Uric Acid
and
Cardiovascular
Risk
Considered: an Update. An article
from the e-journal of ESC Council
for
cardiology
Practice
10
Available
from:URL:http://www.escardio.org
/ communities/ councils/ccp/ ejournal/volume 10.
Chiarugi, P., Cirri, P. 2003. Redox
Regulation of Protein Tyrosine
Phosphatases During Receptor
Tyrosine
Kinase
Signal
transduction. Trends Biochem Sci.
28:509-514.
Corry, D.B., eslami, P., Yamamoto, K.,
Nyby, M.D., Makino, H., Tuck,
M.L. 2008. Uric Acid Stimulates
Vascular Smooth Muscle Cell
Proliferation and Oxidative Stress
via the Vascular Renin-angiotensin
System. J. Hypertens 26(2):269-75.
Emmerson, B.T. 1991. Identification of
Causes
of
Persistent
Hyperuricemia. Lancet 337:14611463.
Esen, A.M., Akcakoyun, M., Esen, O.,
Acar, G., Emiroglu, Y., Pala, S.,
Kargin, R., Karapinar, H., Ozcan,
O., Barutcu, I. 2011. Uric Acid as
a Marker of Oxidative Stress in
95
Volume 10 Nomor 02 Oktober 2019
P ISSN : 2086-5783
E ISSN : 2655-6456
WIDYA BIOLOGI
Dilatation of the Ascending Aorta.
Am. J. Hypertens 24:149-154.
Facchini, F., Chen Y.D., Hollenbeck, C.B.,
Reaven, G.M. 1992. Relationship
between resistance to insulinmediated glucose uptake, urinary
uric acid clearance, and plasma
uric acid concentration. Circulation
112:3066-3072.
Feig, D.I., Kang, D.H., and Johnson, R.J.
2008.
Uric
Acid
and
Cardiovascular Risk. The New
England Journal of Medicine
359:1811-1821.
Feig, D.I., Mazzali, M., Kang, D.H.,
Nakagawa, T., Price, K., Kannelis,
J., and Johnson, R.J. 2006. Serum
Uric Acid: a Risk Faktor and a
Target for Treatment ?. J Am Soc
Nephrol 17:S67-S73.
Ford, E.S., Li, C., Cook, S. and Choi, H.K.
2007. Serum Concentrations of
Uric Acid and the Metaboloc
Syndrome Among US Children
and
Adolescents.
Circulation
115:2526-2532.
Gaffo, A.L. and Saag, K.G. 2012. Drug
Treatment of Hyperuricemia to
Prevent Cardiovascular Outcomes.
Am. J. Cardiovasc Drugs 12(1):16.
Gagliardi, A.C., Miname, M.H., Santos,
R.D. 2009. Uric Acid: A Marker
of Increased Cardiovascular Risk.
Artherosclerosis 202:11-17.
George, J. and Struthers, A.D. 2009. Role
of Urate, Xanthine Oxidase and the
Effects of Allopurinol in Vascular
Oxidative Stress. Vascular Health
and Risk Management 5:265-272.
Glantzounis, G.K., Tsimoyiannis, E.C.,
Kappas, A.M. and Galaris, D.A.
2005. Uric Acid and Oxidative
Stress. Current Pharmaceutical
Design 11:4145-4151.
Halliwel, B., Gutteridge, J. 1999. Free
Radical in Biology and Medicine.
Third ed. New York: Oxford
University Press.
Harrison, R. 2002. Structure and Function
of Xanthine Oxidoreductase:
Where are We Now?. Free Radic
Biol Med. 33:774-797.
Ishizaka, N., Ishizaka, Y., Toda, E.I.,
Nagai, R. and Yamakado, M. 2005.
Arteriosclerosis, Thrombosis, and
Vascular Biology. Journal of the
American
Heart
Association
25:1038-1044.
Jackson, R.L., Hunt, B. and MacDonald,
P.A. 2012. The Efficacy and Safety
of Febuxostat for Urat Lowering in
Gout Patients ≥ 65 Years of Age.
BMC Geriatrics. 12:11
Johnson, R.J., Kang, D.H., Feig, D.,
Kivlighn, S., Kanelis, J., Watanabe,
S., Tuttle, K.R., Iturbe, B.R.,
Acosta, J.H., Mazzali, M. 2003. Is
There a Pathogenetic Role for Uric
Acid
in
Hypertention
and
Cardiovascular and renal Disease?
Hypertension. 41:1183-1190.
Johnson, R.J., Perez-Pozo S.E., Sautin
Y.Y., Manitius J., Sanchez-Lozada
L.G., Feig, D.I., Shafiu M., Segal
M., Glassock R.J., Shimada M.,
Roncal C., and Nakagawa T. 2009.
Hypothesis:
Could
Excessive
Fructose Intake and Uric Acid
Cause Type 2 Diabetes? Endocr.
Rev. 30(1):96-116.
Kanbara, Y., Hakoda, M., Seyama, I.
2010.
Urin
Alkalisazation
96
Volume 10 Nomor 02 Oktober 2019
P ISSN : 2086-5783
E ISSN : 2655-6456
WIDYA BIOLOGI
Facilitates Uric Acid excretion.
Nutrition Journal 9:45.
Kanellis, J., Kang, D.H. 2005. Uric Acid
as a Mediator of Endothelial
Dysfunction, Inflammation, and
Vascular Disease. Semin Nephrol.
25(1):39-42.
Khosla, U.M., Zharikov, S., Finch, J.L.,
Nakagawa, T., Roncal, C., Mu,
W., Krotova, K., Block, E.R.,
Prabhakar, S., Johnson, R.J. 2005.
Hyperuricemia
Induces
Endothelial Dysfunction. Kidney
Int 67:1739-1742.
Kooij, A. 1994. A Re-evaluation of the
Tissue
Distribution
and
Physiology
of
Xanthine
Oxidoreductase. Histochem J
26:889-915.
Kutzing, K. and Firestein, B.L. 2008.
Altered Uric Acid level and
Disease States. The Journal of
Pharmacology and Experimental
Therapeutics 324(1):1-7.
Lassegue, B., Clempus, R.E. 2003.
Vascular NAD(P)H Oxidase:
Specipic Features, Expression,
and Regulation. Am J Physiol
Regul Integr Comp Physiol
285:R277-R297.
Nakagawa, T., Kang, D.H., Feig, D.,
Lozada, L.G.S., Srinivas, T.R.,
Sautin, Y., Ejaz, A.A., Segal, M.
and
Johnson,
R.J.
2006.
Unearthing Uric Acid: An Ancient
Factor with Recently Found
Significance in Renal and
Cardiovascular Disease. Kidney
International 69:1722-1725.
Noriyoshi, M., Ken-ichi, N., Takayoshi,
M., Kouhei, K., Kenji, S., Isao,
K. 2012. The Inhibition of Uric
Acid Formation Catalyzed by
Xanthine Oxidase Properties of
Alkil Caffeates and Cardol.
Journal
of
Food
Research.1(3):257-262.
Oliveira, E.P.d. and Burini, R.C. 2012.
High
Plasma
Uric
Acid
Concentration:
Causes
and
Consequences. Diabetology &
Syndrome. 4:12.
Rio,
D.A., Villamil, R.J.L. 1993.
Metabolic Effects of Strict Salt
Restriction
in
essential
Hypertensive Patients. J Intern
Med 233:409-414.
Samant, P., Badade, Z.G., Rai, S. 2012.
Effect of Hyperuricemia on Serum
Nitric Oxide Levels in Diabetic
Patients with Hyperlipidemia. Int.
J. Biol. Med. Res. 3(1):1338-1341.
Sanchez-Lozada,
L.G.,
Tapia,
E.,
Santamaria, J. 2005. Mild
Hyperuricemia
Induces
Vasoconstriction and Maintains
Glomerular
Hypertension
in
Normal and Ramnant Kidney
Rats. Kidney Int 67(1):237-247.
Sautin, Y.Y., Nakagawa, T., Zharikov, S.
and Johnson, R.J. 2007. Adverse
Effects of the Classic Antioxidant
Uric Acid in Adipocytes: NADPH
Oxidase-mediated
Oxidative/Nitrosative Stress. Am.
J. Physiol Cell Physiol 293:C584C596.
Schwartz,
I.F.,
Grupper,
A.,
Chernichovski, T., Grupper, A.,
Hillel, O., Engel, A., Schwartz, D.
2011. Hyperuricemia Attenuates
97
Volume 10 Nomor 02 Oktober 2019
P ISSN : 2086-5783
E ISSN : 2655-6456
WIDYA BIOLOGI
Aortic Nitric Oxide Generation,
through Inhibition of Arginine
Transport, in Rats. J. Vasc. Res.
48:252-260.
See, LC., Kuo, C.F., Chuang, F.H., Li,
H.Y., Chen, Y.M., Chen, H.W.,
Yu, K.H. 2009. Serum uric acid is
independently associated with
metabolic syndrome in subjects
with and without a low estimated
glomerular filtration rate. J.
Rheumathol 36(8):1691-1698.
Shadidi, F. 2000. Natural Antioxidants:
Source, Effects and Applications.
Departement of Biochemistry.
Memorial
University
of
Newpoundland. St John’s. NF.
Canada.
So, A. and Thorens, B. 2010. Uric Acid
Transport and Disease. Journal of
Clinical
Investigation.
120(6):1791-1799.
Sorescu, D., Griendling, K.K. 2002.
Reactive
Oxygen
Species,
Mitochondria,
and
NAD(P)H
oxidase in the development and
Progression of Heart Failure.
Congest Heart Fail 8:132-140.
Taniyama, Y., Griendling, K.K. 2003.
Reactive Oxygen Species in the
Vasculature:
Molecular
and
Cellular Mecanism. Hypertension
42:1075-1081.
Tomiyama, H., Higashi, Y., Takase, B.,
Node, K., Sata, M., Inoue, T.,
Ishibashi, Y., Ueda, S., Shimada,
K.,
Yamashina,
A.
2011.
Relationships
Among
Hyperuricemia,
Metabolic
Sindrome,
and
Endothelial
Function. American Journal of
Hypertention 24(7):770-774.
Touyz, R.M. 2004. Reactive Oxygen
Species, Vascular Oxidative Stress,
and
Redox
Signaling
in
Hypertension: What is the Clinical
Significance?.
Hypertension
44:248252.
Touyz, R.M., Tabet, F., Schiffrin, E.F.
2003. Redox-dependent Signalling
by Angiotensin II and Vascular
Remodelling in Hypertension.
Clin Exp Pharmacol Physiol.
30:860-866.
Vlachopoulos, C., Xaplanteris, P.,
Vyssoulis, G., Bratsas, A., Baou,
K., Tzamou, V., Aznaouridis, K.,
Dima, I., Lazaros, G., Stefanadis,
C. 2011. Association of Serum
Uric Acid Level with Aortic
Stiffness and Arterial
Wave
Reflections in Newly Diagnosed,
Never-Treated Hypertention. Am.
J. Hypertentions 24:33-39.
Wallace, K.L., Riedel, A.A., JosephRidge, N., Wortmann, R. 2004.
Increasing Prevalence of Gout and
Hyperuricemia over 10 Years
Among Older Adults in a Managed
Care Population. J. Rheumatol.
31(8):1582-1587.
Wilson, P.W.F, D’Agostino, R.B., Parise,
H., Sullivan, L., Meigs, J.B. 2005.
Metabolic Syndrome as a
Precursor
of
Cardiovascular
Disease and Type 2 Diabetes
Mellitus. Circulation 112:30663072.
Zharikov, S., Krotova, K., Hu, H., Baylis,
C., Johnson, R.J., Block, E.R. and
Patel, J. 2008. Uric Acid Decreases
NO Production and Increases
Arginase Activity in Cultured
Pulmonary Artery Endothelial
Cells. Am. J. Physiol Cell Physiol
295:C1183-C1190.
98