Komunikasi
dalam Media Digital
Editor :
Fajar Junaedi, Filosa Gita Sukmono
Penulis :
Dadang Sugiana, Agus Setiaman, Dewi Kartika Sari, Nur Aji Wibowo,
Seto Herwandito, Dian Wardiana Sjuchro, Yoki Yusanto, Emilia Ramadhani,
Ida Nuraini Dewi Kodrat Ningsih, Adrian Samudro, Ilham Gemiharto, Iwan
Koswara, Jonas Kgd Gobang, Kismiyati El Karimah, Uud Wahyudin, La Tarifu,
Ikrima Nurfikria, Wa Ode Lusianai, Aryuni Salpiana Jabar,
Siti Utami Rezkiawaty, Sitti Hairani Idrus, Mas Agus Firmansyah,
Melisa Indriana Putri, Nugraha Cahya Pratama, Faridhian Anshari, Nurbani,
Rahma Nabilla, Asaas Putra, Richard G. Mayopu, Rizky Amalia Syahrani,
Septia Winduwati, Roswita Oktavianti, Sigit Surahman, Sinta Paramita,
Riris Loisa, Yugih Setyanto, Verani Indiarma, Wulan Purnama Sari, Buddy
Riyanto, Gushevinalti, Dhea Ayu Virtazia, Puji Hariyanti, Yuliati.
Komunikasi dalam Media Digital
Copyright © penulis
Hak cipta pada penulis dan dilindungi oleh Undang-undang (All Rigths Reserved).
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari
penerbit.
Cetakan I : 2019
260 (viii+ 252 hlm) halaman, 15,5 x 23,5 cm
ISBN: 978-602-5681-54-7
Editor :
Fajar Junaedi, Filosa Gita Sukmono
Penulis :
Dadang Sugiana, Agus Setiaman, Dewi Kartika Sari, Nur Aji Wibowo, Seto Herwandito,
Dian Wardiana Sjuchro, Yoki Yusanto, Emilia Ramadhani, Ida Nuraini Dewi Kodrat Ningsih,
Adrian Samudro, Ilham Gemiharto, Iwan Koswara, Jonas Kgd Gobang, Kismiyati El Karimah,
Uud Wahyudin, La Tarifu, Ikrima Nurfikria, Wa Ode Lusianai, Aryuni Salpiana Jabar,
Siti Utami Rezkiawaty, Sitti Hairani Idrus, Mas Agus Firmansyah, Melisa Indriana Putri,
Nugraha Cahya Pratama, Faridhian Anshari, Nurbani, Rahma Nabilla, Asaas Putra,
Richard G. Mayopu, Rizky Amalia Syahrani, Septia Winduwati, Roswita Oktavianti,
Sigit Surahman, Sinta Paramita, Riris Loisa, Yugih Setyanto, Verani Indiarma,
Wulan Purnama Sari, Buddy Riyanto, Gushevinalti,
Dhea Ayu Virtazia, Puji Hariyanti, Yuliati.
Desain Cover :
Ibnu Teguh W
Lay Out :
Ibnu Teguh W
Penerbit:
Buku Litera Yogyakarta
Minggiran MJ II/1378, RT 63/17 Suryodiningratan, Mantrijeron, Yogyakarta
Telp. 0274-388895, 08179407446. Email:
[email protected]
Kata Pengantar
Di tahun 2011, ASPIKOM pernah menerbitkan buku berjudul
Komunikasi 2.0 : Teoritisasi dan Aplikasi. Buku tersebut menjadi mula
dari perhatian ASPIKOM terhadap kajian media digital, terutama media
sosial. Saat buku itu dirilis, kajian tentang media sosial belum sebanyak
saat ini.
Menapaki jejak penerbitkan buku Komunikasi 2.0 : Teoritisasi
dan Aplikasi, ASPIKOM merilis buku berjudul Komunikasi dalam
Media Digital. Jika pada buku sebelumnya, kajian media sosial menjadi
perhatian utama, buku Komunikasi dalam Media Digital mengeksplorasi
perkembangan media digital secara lebih luas. Ini terutama untuk
menjawab beragam persoalan teori, praktek dan etika di masa Revolusi
Industri 4.0 saat ini.
Buku Komunikasi dalam Media Digital ini merupakan hasil
pemikiran pada akademisi Ilmu Komunikasi yang mengikuti call for paper
dalam konferensi nasional Ilmu Komunikasi yang menjadi rangkaian
Kongres V ASPIKOM di Kota Solo tahun 2019. Buku ini layak menjadi
referensi bagi para dosen Ilmu Komunikasi dalam kegiatan pengajaran,
penelitian dan juga pengabdian kepada masyarakat. Isu tentang literasi
media digital adalah tantangan besar dalam pengabdian masyarakat
yang seharusnya bisa dikerjakan oleh para dosen Ilmu Komunikasi di
Indonesia. Dalam hal pengajaran dan penelitian, beragam artikel yang
ada di buku Komunikasi dalam Media Digital ini secara bernas memberi
perspektif kepada kita tentang media yang berkembang dalam kerangka
tenologi digital.
Yogyakarta, 10 Juli 2019
Editor
Fajar Junaedi, Filosa Gita Sukmono
iii
iv
Daftar Isi
Kata Pengantar ..............................................................................................iii
Daftar Isi .......................................................................................................... v
Kompetisi Media Radio di Era Radio Digital
Dadang Sugiana, dan Agus Setiaman ........................................................... 1
Social Network Analysis di Twitter dengan Hashtag Delete Facebook
(#DeleteFacebook)
Dewi Kartika Sari, Nur Aji Wibowo, dan Seto Herwandito ......................15
Arah TV Komunitas di Indonesia Memasuki Era Digital 4.0
Dian Wardiana Sjuchro, dan Yoki Yusanto .................................................25
Komunikasi Efektif Antara Guru dan Murid Di Era Millenial
Untuk Menciptakan Kemampuan Regulasi Diri Murid dalam Belajar
Emilia Ramadhani .........................................................................................33
Potret Mekanisme Jurnalisme Warga di Indonesia
dalam Jurnalisme Online di Era Digital
Ida Nuraini Dewi Kodrat Ningsih, dan Adrian Samudro ..........................45
Kajian Pemanfaatan Media Sosial dalam Mempromosikan Budaya
Tradisional Nusantara
Ilham Gemiharto, dan Iwan Koswara..........................................................63
Literasi Medsos : Fatamorgana dan Implikasinya
(Studi Kritis Terhadap Pemanfaatan Teknologi Informasi)
Jonas Kgd Gobang ..........................................................................................73
Etika Berkomunikasi dalam Menggunakan WhatsApp
Kismiyati El Karimah, Uud Wahyudin ........................................................79
Representasi Penyandang Disabilitas Psikososial di Kanal Youtube
La Tarifu, Ikrima Nurfikria, Wa Ode Lusianai, Aryuni Salpiana Jabar,
Siti Utami Rezkiawaty, Sitti Hairani Idrus .................................................87
Konvergensi Simbolik Ujaran Kebencian Di Media Sosial
Sebagai Basis Kohesivitas Kelompok Radikal
Mas Agus Firmansyah ...................................................................................99
v
Pola Konsumsi Konten Video Berbasis Televisi Konvensional
dan Multiplatform pada Generasi Milenial dan Pasca Milenial
di Jakarta
Melisa Indriana Putri ..................................................................................107
Memahami Strategi Bisnis Media Olahraga Berlabel News Aggregator
di Indonesia (Studi Kasus Portal Berita Olahraga BolaBanget.id.id)
Nugraha Cahya Pratama, dan Faridhian Anshari ...................................119
Domestifikasi Perempuan dalam Internet
(Studi Deskriptif pada Perempuan Pengguna Media Sosial di Medan)
Nurbani .........................................................................................................131
Komunikasi Interpersonal Youtuber Video Parodi dengan Subscriber
di Bandung
Rahma Nabilla, dan Asaas Putra ...............................................................135
Jurnalisme Antar Budaya Sebagai Ruang Publik di Era Digital
Richard G. Mayopu .....................................................................................149
Post Truth dalam Media Sosial Komunitas LGBT di Samarinda
Rizky Amalia Syahrani ................................................................................157
Pentingnya Kemampuan Personal Branding di Era Digital
(Kegiatan Penyuluhan Di SMAN 39 Jakarta)
Septia Winduwati, dan Roswita Oktavianti ..............................................167
Post-Truth, Masyarakat Digital, dan Media Sosial
Sigit Surahman .............................................................................................179
Filter Gelembung, Ruang Bergema, dan Personaliasi Algoritma
Sinta Paramita, Riris Loisa, Yugih Setyanto, dan Verani Indiarma .......189
Literasi Media Sosial Sebagai Tindakan Preventif Pada Radikalisme
dan Hoax
Wulan Purnama Sari...................................................................................201
Media Sosial dan Multikulturalisme di Kalangan Pemuda Surakarta
Buddy Riyanto ..............................................................................................213
Cegah Hoax, Pemerintah Batasi Akses Media Sosial dan Instant
Messaging
Gushevinalti ..................................................................................................221
vi
Pengaruh Terpaan Iklan di Instagram dan Brand Image Cake
Kekinian Mamahke Jogja Terhadap Keputusan Pembelian
Followers Instagram Mamahke Jogja
Dhea Ayu Virtazia, Puji Hariyanti.............................................................231
Fenomena Penggunaan Facebook di Kalangan Ibu-Ibu Rumah Tangga
Yuliati ............................................................................................................245
Tentang Editor ............................................................................................245
vii
viii
Kompetisi Media Radio di Era Radio Digital
Dadang Sugiana, dan Agus Setiaman
Program Studi Pascasarjana Fakultas Ilmu Komunisi
Universitas Padjadjaran,
email
[email protected],
dan Program Studi Manajemen Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Padjadjaran
email
[email protected] atau
[email protected]
Pendahuluan
Pada era global sekarang ini persaingan di industri media
terjadi sangat ketat bukan saja dengan media massa sejenis tapi juga
berlangsung antara media yang berbeda sejenis. Kompetisi bukan hanya
memperebutkan “kue” iklan semata juga memperebutkan khalayak
sasaran media dan kompetisi di bidang kontek atau isi program media.
Ketatnya persaingan media merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi
para pengelola media. Pengelola perlu berpikir keras dalam membuat
strategi dalam persaingan ini.
Keberhasilan pengelola dalam menyusun strategi bisnis memberikan
peluang statsion radio bisa bertahan atau tidak dari persaingan ini. Salah
satu faktor yang bisa memengaruhi keberhasilan dalam menyusun strategi
bisnis radio adalah kejelian pengelola radio dalam menangkap peluang
fenomena yang berkembangan di masyarakat. Perubahan yang terjadi
di masyarakat serta kemampuan pengelola radio dalam meningkatkan
kualitas para penyiar radionya juga kualitas teknologi siaran radionya.
Hal yang juga perlu dipahami tentang radio adalah salah satu jenis
media massa elektronik tertua yang sampai saat ini masih tetap menjadi
pilihan karena mengandung unsur musik dan kata-kata, serta memiliki
jangkauan paling luas karena kemampuannya menembus jarak dan
waktu adalah media radio siaran. Sifat radio yang personal dan portable
adalah keunggulan media ini untuk menjadi “teman” yang selalu siap
menemani kapan pun dan dimana pun pendengarnya berada.
Berdasarakan kondisi yang ada selama ini menunjukan bahwa
statsiun radio yang bersifat “berantai” berakibat pada radio swasta
1
nasional berfungsi sebagai media hiburan dan media persuasive
komersial, peran sebagai media informasi relatif masih kurang. Idealnya
terjadi keseimbangan antara fungsi hiburan dan persuasive komersial
dengan fungsi informasional dan edukatif. Secara umum radio-radio
di kota-kota besar fungsi hiburan dan persuasive komersial lebih besar
lagi, sehingga radio swasta nasional lebih banyak dijadikan sebagai fungsi
hiburan semata. Di masyarakat perkotaan yang memiliki keinginan atas
informasi faktual yang tinggi kurang terpenuhi oleh stasiun radio.
Sebagaimana media massa yang lain radio menyampaikan informasi
pesan budaya untuk mempengaruhi serta merefleksikan budaya yang
hidup dalam masyarakat tersebut. Media penyiaran radio merupakan
system tersendiri yang merupakan bagian dari sistem kemasyarakat sama
seperti system ekonomi, politik, dan lain sebagainya.
Disisi lain kompetisi media atau penyiaran dalam memperebutkan
tiga penunjang kehidupan media. Menurut Yoseph Dimmick (2004)
ada tiga sumber utama yang menjadi penunjang kehidupan industry
media yaitu, Capital atau modal (misalnya pemasukan dari iklan),
types of content (jenis isi media) dan types of audience (jenis khalayak
sasaran). Dengan demikian, kompetisi antar media pada dasarnya adalah
kompetisi memperebutkan ketiga sumber tersebut. Dan ketiga hal ini
salang berkaitan satu dengan yang lainnya.
Fenomena perkembangan industri media ini, lama-kelamaan
menimbulkan persaingan yang ketat di antara media tersebut, mulai
dari belanja iklan, produksi dan reproduksi program, penguasaan pasar
dan perebutan konsumen, sampai pada persaingan teknologi media.
Persaingan media dalam konteks ini adalah persaingan ekonomi, dimana
media membutuhkan keuntungan yang banyak dari ongkos produksi
dan operasional yang juga tak sedikit.
Manajemen Media Massa dalam Radio Siaran
Manajemen mengajarkan adanya kerjasama/timbal balik dalam
perusahaan demi mencapai tujuan bersama. Namun, tidak selamanya
fungsi dan prinsip manajemen dilaksanakan dengan baik, ada kalanya
antara satu unit dengan yang lain mengalami apa yang disebut “bentrok”
dengan departemen iklan. Ketika suatu program tidak laku di pasaran,
boleh jadi awak redaksi menyalahkan departemen iklan, bahwa tidak
mampu memasarkan program yang telah diproduksi dengan bagus dan
susah payah.
2 | Komunikasi dalam Media Digital
Dalam manajemen dikenal dengan empat fungsi yang sering
disebut dengan isitilah “POAC”, yaitu Planning, Organizing, Actuating,
Controling. Dimana fungsi planning dan organizing tergolong dalam
kategori kegiatan mental sedangkan fungsi actuating dan controlling
tergolong dalam kategori kegiatan fisik.
Fungsi pengawasan terdiri dari kegiatan yang bertujuan untuk
mengetahui kesulitan dan memperbaikinya. Fungsi pengawasan adalah
mencegah terjadinya penyimpangan organisasi. Berikut beberapa fungsi
pengawasan:
1.
Prosedur yang telah ditetapkan berjalan dengan baik.
2.
Dalam pelaksanaan kegiatan hambatan bisa dicegah atau dikurangi
baik saat kini maupun yang akan datang
3.
Pencegahan atas penyimpangan SDM
4.
Dan pencegahan kewenangan dan posisi dalam organisasi.
Sebaiknya tindakan pengawasan dilakukan sebelum penyimpangan
itu terjadi sehingga pencapaian tujuan perusahaan diraih dalam waktu
yang tidak terlalu lama dan efektif dan efisien.
Perkembangan industri radio yang demikian pesat seiring dengan
tuntutan regulasi penyiaran yang terjadi sehingga membawa perubahan
dan tantangan tersendiri bagi pengelola media. Media penyiaran perlu
mensiasati persaingan yang tajam antar industri radio.
Dalam praktek pelaksanaan organisasi perusahaan berdasarkan
pada tujuan untuk keberlangsungan hidup organisasi perusahaan dan
sehat dalam aspek profit sehingga dalam mencapai tujuan tersebut
dituntut para manajer agar mampu mengelola organisasi perusahaan
secara menyeluruh sehingga perusahaan tumbuh kembang sesuai dengan
harapan dan tujuan utamanya.
Media sebagai produk budaya maupun produk industri memiliki
keharusan bersaing. Persaingan ini berlangsung di antara media massa
sendiri, antara surat kabar dengan majalah, antar tabloid dengan surat
kabar dan majalah, antar radio dengan media cetak, antara televisi
dengan radio dan media massa cetak juga persaingan di kalangan media
massa cetak dan di kalangan media massa elektronik.
Maraknya jumlah media massa membuat persaingan makin keras.
Persaingan yang paling pokok bukan terletak pada produknya tetapi
berbeda dalam kemasannya.salah satu penyebab dari persaingan ialah
Komunikasi dalam Media Digital | 3
untuk “melebihi” yang lain. keinginan itu merupakan refleksi dari asumsi
bahwa siapa yang melebihi yang akan menguasai pasar. Mereka kemudian
dekenal sebagai market leader. Market leader dalam konteks media
massa adalah media massa yang menguasai opini public dan menguasai
iklan. Dalam hal tertentu, ada media massa yang hanya menguasai opini
publik, ada pula yang hanya menguasai iklan.
Manajemen media tentu tidak lepas dari pemilik media bersangkutan.
Berdasarkan kepemilikannya media dapat dibagi ke dalam tiga bagian
besar, yaitu:
1.
Not for profit media organization
Pengelolaan media dimana umumnya diorganisasi atas dasar bukan
keuntungan semata (not profit oriented) yang biasanya dikelola
oleh kelompok etnis, agama, dan lain sebagainya. Editor memiliki
kebebasan sehingga peran pekerja media seperti agensi.
2.
Organisasi media yang dimiliki oleh Negara (Public/State Owned
Media Organization)
Fungsi control negara demikian vital pada model ini, Manajemen
media dalam model kepemilikan ini menempatkan media sebagai
alat utama dalam menanamkan ideology Negara. Sementara itu,
kepemilikan media menunjukan penggunaan kepentingan untuk
public dan kepentingan public dibiayai langsung maupun tidak
langsung oyang biasanya berfokus pada berita dan documenter
seperti BBC di Inggeris.
3.
Privately Owned Media Organization (Organisasi Media yang
Dimiliki oleh Swasta
Model kepemilikan media ini mengindikasikan bahwa media
dimiliki swasta, dikontrol oleh individu, keluarga, pemegang saham
maupun holding company. Model kepemilikan yang inilah yang saat
ini telah mendominasi sehingga manajemen media pun tidak lepas
dari kepentingan pemilik modal (Soehoet: 2002:145)
Radio sebagai perusahaan penyiaran merupakan sebuah organisasi
yang diatur sedemikian rupa dengan sistem manajemen. Perusahaan
penyiaran ini berkaitan erat dengan media massa sehingga manajemen
yang digunakan disebut juga dengan manajemen media massa, disingkat
menjadi manajemen media. Sebagai sebuah organisasi, stasiun televisi
menjalankan kegiatannya berdasarkan pada idealism dan komersialisme
atau bisnis.
4 | Komunikasi dalam Media Digital
Dalam sebuah perusahaan media terdapat dua buah kegiatan pokok,
kegiatan tersebut adalah kegiatan bidang redaksi (pada media cetak)
atau program tayangan (pada media elektronik) agar dapat memenuhi
kebutuhan khalayak, seperti pemenuhan informasi, mendidik, dan
menyajikan hiburan. Intinya, bidang redaksi bertugas untuk mengelola
isi media diluar iklan. Adapun, bidang perusahaan berkaitan dengan
bagian periklanan dan pemasaran, bertugas melakukan pengaturan
usaha supaya bidang redaksi dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Saat ini persaingan antar media terus meningkat baik yang sejenis
maupun antar media yang tidak sejenis. Agar media massa tersebut
bisa bersaing di pasaran media (Djuroto :2007: 95) menyatakan bahwa
perusahaan media siaran perlu memperhatikan factor berikut:
1.
Keinginan khalayak baik pembaca, pendengar, dan penonton.
2.
Kecenderungan perubahan sosial
3.
Kiat-kiat para competitor
4.
Mengamati perubahan teknologi, ekonomi, politik dan sosial.
Strategi Bisnis Media
Pengertian bisnis adalah keseluruhan aktifitas yang diorganisasikan
oleh orang-orang yang berkecimpung di dalam kegiatan perdagangan
(produsen, pedagang, konsumen, dan perusahaan sendiri) dalam rangka
memperbaiki standart kualitas hidup mereka (Umar: 2003: 4)
Tata cara yang digunakan dalam sebuah bisnis media berorientasi
pada fungsi-fungsi kegiatan manajemen media tersebut. Adapun
mengenai bagaimana sebuah produk media dapat bersaing di pasar
dilakukan dengan manajemen, bagaimana proses pemasaran, produksi,
atau operasional, distribusi, dan organisasi serta keuangan dari bisnis
media tersebut. Mereka yang memiliki strategi manajemen dalam bisnis
media yang baik, maka mereka dapat bertahan.
Pengelolaan secara bisnis baik pada perusahaan media cetak maupun
media elektronik, diantaranya dilakukan dengan pengelolaan media,
isi, dan sumber daya manusia (SDM). Pengelolaan media berhubungan
dengan penyajian isi. Hal ini dilakukan untuk memenuhi target market.
Pengelolaan isi berkaitan dengan kolom berita atau iklan. Persaingan
informasi dan berebut iklan merupakan hal yang dapat menghasilkan
uang. Pengelolaan SDM berhubungan dengan pengelolaan peran pekerja
radio siaran diantaranya: penyiar, produser, programer. Mereka harus
Komunikasi dalam Media Digital | 5
bekerja secara optimal sehingga menghasilkan program siaran yang
mampu menarik banyak pendengar. Semua kegiatan usaha tersebut
membuat mereka harus mengelola medianya secara bisnis.
Perencanaan strategis bertujuan agar perusahaan secara objektif
memahami kondisi internal dan eksternal sehingga perusahaan mampu
mengatisipasi perubahan lingkungan eksternal yang terjadi. (Rangkuti:
2004:3)
Hakikat dari manajemen strategis adalah tahapan yang terdiri dari:
tahapan formulasi strategi, tahapan implementasi strategi dan tahapan
pengendalian serta evaluasi strategi. Strategi mampu memberikan
kesatuan arah bagi para pihak dalam melakukan proses pengambilan
keputusan baik secara individual maupun keputusan. Dengan demikian
bisa disimpulkan bahwa startegi adalah alat untuk mencapai tujuan
organisasi.
Kompetisi Media
Setiap mahluk hidup secara naluri akan mencoba bertahan
hidup dabn berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
menggunakan berbagai sumber penunjang hidup yang ada disekitarnya.
Maka, akan timbul suatu persaingan dalam memperebutkan hal tersebut,
terutama bila yang dituju adalah sama dan jumlahnya sedikit. Realitanya,
persaingan jarang berlangsung secara seimbang. Pasti akan ada yang
lebih kuat dibandingkan dengan yang lain. begitu pula dengan media,
persaingan diantara medias terutama yang sejenis sangat ketat.
Fenomena perkembangan industri media ini, lama-kelamaan
menimbulkan persaingan yang ketat di antara media tersebut, mulai
dari belanja iklan, produksi dan reproduksi program, penguasaan pasar
dan perebutan konsumen, sampai pada persaingan teknologi media.
Persaingan media dalam konteks ini adalah persaingan ekonomi, dimana
media membutuhkan keuntungan yang banyak dari ongkos produksi
dan operasional yang juga tak sedikit.
Kini, suatu media tidak mudah bertahan di tengah persaingan pasar
media yang begitu ketat. Artinya, media butuh kerja keras untuk merebut
posisi sebagai pemimpin pasar, menjual semua program pada pengiklan
dan mencapai oplah sebanyak-banyaknya. Dalam persaingan media di
Indonesia, persaingan sangat dirasa ketat, bahkan sudah ada beberapa
perusahaan media yang mengalami kebangkrutan.
Jika sebuah perusahaan media tidak padat modal, maka lama-kelamaan
6 | Komunikasi dalam Media Digital
media itu akan bangkrut. Menyadari kenyataan padat modal ini, para pemilik
media melakukan akuisisi dan merger yang mengakibatkan konsentrasi
kepemilikan media atau konglomerasi media. Intinya, beberapa media mulai
bergabung di bawah satu perusahaan media yang berfungsi sebagai induk
dalam pengawasan prosuksi dan reproduksi media tersebut. Konglomerasi
media juga berdampak positif dalam mengurangi derajat kompetisi media,
meskipun banyak juga dampak negatifnya.
Industri media massa mengalami perkembangan yang pesat,
indutri media massa telah berubah bukan semata-mata sebagai industri
yang mementingkan aspek idealis saja seperti halnya alat sosial politik
dan budaya tetapi telah mengubah dirinya menjadi institusi yang juga
mengejar keuntungan finansial juga.
Apabila ditinjau dari sisi pasar maka pasar media memiliki
karakteristik yang unik dan khas. Karena faktanya industri media
bukan saja memproduksi barang tapi juga jasa. Adapun barang dijual
media adalah tayangan program media itu sendiri sementara jasa yang
diawarkan berupa media yang menghubungkan perusahaan yang
mengiklankan produknya dengan khalayak konsumennya. Media massa
memberikan alternative peluang untuk efektifitas dan efisiensi produksi
agar keuntungan perusahaan dapat diperooleh secara optimal.
Dalam persaingan yang berlangsung ketat industri media membutuhkan
kekuatan sosial ekonomi dan dampaknya muncul kecenderungan
konsolidasi industrimedia yang pada akhirnya mengarah pada lahirnya
kelompok industrimedia raksasa. Kemunculan penguasaan media oleh
kelompok tertentu terjadi bukan hanya di Indonesia saja tetapi juga terjadi
juga di berbagai Negara lain. Dow Jones yang yang di beli oleh Rupert
Murdock, sebagaimana yang kita tahu Dow Jones adalah perusahaan
yang menguasai beberapa industrimedia di Negara Paman Sam ini.
Di Indonesia hal yang samapun mulai terjadi, ketika pemerintahan
orde baru runtuh maka seperti jamur di musim penghujan statsiun
televisi swasta yang baru pun bermumculan. Kemunculan stasiun televisi
baru sebagai ekspresi dari kebebasan, dan demokrasi. Pada saat ini paling
tidak terdapat tiga koorporasi media besar yang ada di Indonesia yaitu
MNC group, Para Group (PT. Trans Corp) dan Bakrie Group
Terjadinya pengkonsenterasian media massa khawatir berdampak
negatif, bukan saja pada aspek perkembangan di ekosistem media
massa di Indonesia, juga berdampak pada muatan atau isi media yang
disuguhkan kepada khalayaknya.
Komunikasi dalam Media Digital | 7
Dalam persaingan antar media baik sejenis maupun berlainan
jenis juga berlangsung semakin ketet, dengan kondisi itu memaksakan
para pengelola media mengetahui betul karakteristik khalayak atau
pendengarnya. Aspek lain para pengelolan media radio meningkatkan
kualitas baik secara kuantitatiof maupun kualitatif dan harga iklan juga
bersifat kompetitif sehingga dapat bersaing dengan kompetitor lainnya.
Program Siaran
Departemen program dan departemen pemasaran bertanggungjawab
dalam hal merencanakan dan memilih program. Dua department ini
bekerjasama dalam menyusun program yang baik dan memasarkan
programnya sehingga iklan bisa didapatkan oleh pengelola radio dengan
demikian penghasilan finansial diperolehnya. Departemen pemasaran
dapat memberikan masukan atas prospek peringkat acara (rating) bahkan
lebih dari itu bisa mempengaruhi pada nilai saham perusahaan media
tersebut apabila perusahaan media tersebut telah go public. Apabila
masukan informasi itu diberikan oleh departemen lain maka program
acara yng telah disusun akan sulit untuk dipasarkan. Sehingga tidak ada
iklan yang datang dan berdampak tidak adanya pemasukan uang bagi
perusahaan media. Hubungan antara kedua bagian ini sangat vita unuk
menjaga kesehatan keuangan media penyiaran (Morissan: 2008:337)
Periklanan dalam penyiaran radio komersial yang dijual biasanya
terdiri dari macam format di antarnya adalah “spot” dan “sponsorship”.
Spot yang dijual berukuran standar dengan macam-macam durasi, ada
yang 10,20,30,40,50,dan 60 detik. Sedangkan sebuah acara yang disponsori,
disesuaikan dengan kebijakan stasiun penyiaran radio, ada tiga bentu sponsor
dalam media penyiaran radio : (1) jaringan, (2) promo singkat, biasanya dua
sampai delapan minggu, dan (3) promosi enam sampai 12 bulan
Salah satu keuntungan beriklan di medium penyairan radio yaitu
memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan pesan iklan dengan
perhatian yang singkat baik dalam bentuk naskah rekaman dan disiarkan
pada waktu yang telah ditentukan. Radio komersial jugat lebih murah
untuk membuatnya daripada dengan televisi komersial. Untuk sebuah
investasi pada sound effect dapat menambah keefektifan kampanye radio
dalam jumlah yang relatif kecil.
Factor penting dalam mendukung kesehatan keuangan perusahaan
media adalah program acara yang mendapat apresiasi audience, program
yang mampu menyedot perhatian khalayaknya sehingga mampu
8 | Komunikasi dalam Media Digital
mendatangkan para pengiklan untuk mengiklankan produknya di
program acara statsiun tersebut. Oleh karena itu program acara bisa
dianalogikan dengan produk, layanan yang dijual kepada konsumen.
Karena itu, program adalah produk yang dibutuhkan orang sehingga
bersedia mengikutinya. Dalam hal ini terdapat suatu rumusan dalam
dunia penyiaran yaitu program yang baik akan mendapatkan pendengar
atau penonton yang lebih besar, sedangkan acara yang buruk tidak akan
mendapatkan pendengar atau penonton (Morissan:2008:199-200)
Departemen program adalah departemen yang bertangungjawab
pada pengelolaan program atau acara di sebuah statsiun radio.
Departemen memiliki kewajiban menarik para audience untuk tetap
berada atau mengkonsumsi terus program acara yang disajikan oleh
statsiun radio tersebut. Karena apabila program tersebut mampu
menarik audience yang banyak, dan apabila program itu sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan pemasang iklan akan mempromosikan iklan
produknya, dengan demikian pemasukan finansial diperoleh perusahaan
media. Morisan mengutip pendapat Pringle-Starr-MCavitt (1991) dalam
bukunya Elektronic Media Management yang menyatakan bahwa fungsi
utama bagian program adalah:
1.
The production or acquisition of content that will appeal to targeted
(Memproduksi dan membeli atau akuisis yang dapat menarik
audience yang dituju)
2.
The scheduling of programs to attact the desired audineces (Menyusun
jadwal penayangan program atau penjadwalan program untuk
menarik audience yang diinginkan)
3.
The production of public service and promotional announcement and
local commercials (Memproduksi layanan public dan promosi serta
produksi iklan lokal)
4.
The production or acquisition of tother program to satisfy interest
(Produksi dan akuisisi program-program lainnya untuk memuaskan
ketertarikan public)
5.
The generation of a profit the station owners (Menciptakan keuntungan
bagi pemilik media penyiaran) (Morissan, 2008 : 201).
Prinsip utama bagi seorang perencana yang baik adalah bagaimana
membuat acara yang digemari, disukai, dan dapat diapresiasi oleh
khalayaknya. Karena itu, terdapat empat hal yang harus diperhatikan
dalam membuat sebuah program acara, yaitu:
Komunikasi dalam Media Digital | 9
a) Materi acara memiliki kualitas baik dan potensi untuk digemari
audience tinggi..
b) Besaran biaya atau ongkos produks program akan menentukan
besaran tarif per spot iklan yang harus dibayar para pemasang iklan.
c) Penetapan waktu siaran yang tepat akan berkorelasi dengan
penetapan segmentasi, positiong, dan targeting sehingga menentukan
keberhasilan program dan pengiklannya juag.
d) Memperkenalkan serta menjual program acara agar dapat
mendatangkan pengiklan
Pada manajemen bisnis media maka penetapan strategi program
siaran perlu menitikberatkan pada aspek berikut ini:
1.
Perencanaan Program
Cakupan bidang kerjanya membuat rencana jangka pendek, jangka
menengah hingga jangka panjang sehingga statsiun radio memperoleh
keuntungan finansial dari program acara yang dijualnya. Stasiun radio
komersial, pengelola program berupaya mengidentifikasikan audiencenya secara spesifik dalam program siarannya. Perencanaan program
meliputi aktivitas pemilihan format acara dan content yang bisa menarik
perhatian audience dan memuaskannya.. Perencanaan program biasanya
menjadi tanggung jawab manajemen puncak pada stasiun penyiaran,
utamanya manajemen program dengan terlebih dahulu berkonsultasi
dengan manajer pemasaran dan juga manajer umum. Ini merupakan
hal yang wajib dilaksanakan karena bagian pemasaran yang akan
memasarkan program kepada para pemasang iklan.
2.
Eksekusi Program
Bagian program harus menganalisis dan memilah-milah setiap
bagian waktu siaran untuk mendapatkan berbagai audiens yang
diinginkan, karena jam yang berbeda akan mendapatkan audiens
yang berbeda pula. Kalangan yang berbeda menonton di waktu yang
berbeda pula. Jika audiens yang menjadi sasaran adalah para remaja,
maka jangan memutar acara itu selama jam sekolah atau pada saat
larut malam. Jika audiens sasaran adalah laki-laki dan perempuan
semua umur, maka perlu di pertimbangkan untuk meletakkan acara
tersebut pada jam tayang utama (primetime).
Menentukan jadwal penyiaran suatu acara ditentukan atas dasar
perilaku audiens, yaitu rotasi kegiatan mereka dalam satu hari dan juga
10 | Komunikasi dalam Media Digital
kebiasaan untuk menonton televisi atau mendengarkan radio pada jam
tertentu. Pada prinsipnya siaran radio harus dapat menemani aktivitas
apa pun. Aktivitas audiens pada umumnya memiliki pola yang sama
pada setiap bagian hari. Programmer menyusun jadwal acara berdasarkan
aktivitas audiens ini.
Segmentasi Audiens
Pengelolaan industriradio di Indonesia pada awalnya menetapkan
khlayaknya berdasarkan pertimbangan secara intuitif semata, mengacu
pada pengalaman serta kebiasaan saja. Seoalah mengetahui betul siapa
yang menjadi audinecenya, memahami akan kebiasaan khalayaknya.
Dan seiring dengan perkembangan jaman, ketika generasi baru datang,
industriradio baru bermunculan dengan konsep dan gaya yang juga baru
sehingga kompetisi antar radio juga semakin tajam dan audience yang
juga semakin selektif dalam mengkonsumsi program radio.
Dalam konteks persaingan bisnis maka penting memahami
bagaimana merancang segmentasi pasar untuk mengalokasikan
sumberdaya pemasarann yang telah ditetapkan. sehingga sasaran terfokus
pada target pasar yang ada. Tidaklah mungkin mengambil seluruh pasar
yang ada karena terlalu luas dan terlalu banyak permintaan yang akan
didapat. Manfaat produk bagi konsumen dikomunikasikan dengan
strategi yang sudah dirancang sedemikian rupa sehingga konsumen
mendapatkan produk yang sesuai dengan kebutuhannya.
Pada industri radio segmenasi pasar dibutuhkan agar dapat melayani
audincenya secara lebih baik, bisa berkomunikasi secara lebih persuasive
dan tentu saja yang utama adalah dapat memuaskan kebutuhan
khalayaknya. Morissan (2008:170-181) mengungkapkan segmentasi
audience dibagi menjadi empat hal, yaitu:
1.
Segmentasi Demografis
2.
Segmentasi Geografis.
3.
Segmentasi Geodemografis
4.
Segmentasi Psikografis
Radio dapat menjangkau khalayak dalam waktu yang cepat, dan
pesan yang disampaikan dapat menumbuhkan daya imajinasi yang
kuat. Akan tetapi karakter radio pun masih tetap bersifat lokal dengan
jangkauannya yang juga terbatas. Dengan demikian radio dituntut untuk
memiliki segmentasi yang spesipek, jelas dan tajam siapa yang menjadi
Komunikasi dalam Media Digital | 11
segmennya. Segmentasi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
targeting dan positioning. Targetting audience adalah tahap selanjutnya
dari analisis segmentasi. Produk dari targetting adalah target yang akan
menjadi focus pada aktivitas lain.
Evaluasi dilakukan terhadap kemungkinan peluang yang ada dari
segmen yang tersedia. Statsiun radio memilih segmen khalayak yang
ingin dibidiknya maka disebut sebagai target audience yang menjadi
pusat perhatian statsiun radio tersebut. Pemilihan target audiens dimana
media penyiaran akan berkompetisi merupakan bagian penting dari
strategi program radio dan memiliki implikasi langsung bagi kegiatan
iklan dan promosi.
Targetting yaitu pemilihan pangsa pasar secara spesifik dari segmen
pasar yang dipilih seperti gender, usia, penghasilan, status sosial,
pekerjaan, dan lain-lain. Segmentasi dan targeting ini menentukan
perusahaan dalam menempatkan atau memposisikan produknya di
pasar sehingga terbentuk brand image perusahaan.
Dalam menetapkan target khalayak maka industriradio menetapkan
pilihan satu atau dua bahkan beberapa segmen khalayak yang menjadi
pusat kegiatan pemasaran radio dan promosi, adakalanya targeting
disebut juga dengan selecting karena audience harus diseleksi
(Morissan:2008:185) lebih lanjut Morissan mengatakan bahwa target
audience sasaran adalah orang-orang yang menginginkan diri mereka
terekspos oleh informasi atau hiburan yang ditawarkan media penyiaran
dan bahkan juga produsen (pemasang iklan).
Positioning
Pengertian Postioning diartikan sebagai sebuah strategi komunikasi
yang memiliki hubungan langsung dengan khalayaknya, sehingga
produk, merek dan juga perusahaan mampu melekat di benak pikiran
konsumennya. Dengan demikian khalayak memiliki kesan dan penelitian
atas produk, merek, atau perusahaan tersebut.
Menurut Philip Kotler (2001:83) positioning merupakan tindakan
yang dilakukan oleh pemasar agar terbentuk citra produk dan aspek lain
yang ingin ditanamkan pada konsumennya dan berhasil mendapatkan
citra positif di benak khalayaknya.
Statement postionong dapat disampaikan dalam bentuk kata-kata
yang dirangkai dalam kalimat yang menarik, mudah dingat, serta unik.
12 | Komunikasi dalam Media Digital
Pernataan dalam bentuk kata merupakan atribut yang menonjolkan segi
keunggulan produk dan perusahaan dari para kompetitonya. Menurut
Kartajaya (2005), positioning harus diungkapkan dalam bentuk suatu
pernyataan (positioning statement). Artinya, positioning dilakukan dalam
suatu pernyataan melalui penggunaan kata-kata yang menarik dan
mudah diingat serta dapat dipercaya konsumen. Pernyataan positioning
ini harus memuat atribut-atribut yang penting bagi konsumen, juga harus
dinyatakan dengan mudah, enak didengar dan dipercaya. Pernyataan
positioning ini dapat dikatakan sebagai bagian terpenting dari strategi
positioning karena dengan pernyataan inilah positioning sebagai strategi
komunikasi akan dapat disebarluaskan pada khalayak sasaran.
Penutup
Pengelolan stasiun radio wajib membuat program yang menarik
dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat karena apabilan tidak program
statsiun radio itu tidak menarik dan tidak mampu memiliki khalayak
maka statsiun radio tidak mendapat apresiasi dari khalayaknya
Media penyiaran yang eksis di mata masyarakat adalah media
yang masih bisa siaran di tengah masyarakat secara rutin. Persaingan
yang demikian tinggi dalam memperebutkan khalayak pendengar
teruatama di kota besar. Dampaknya adalah pengelola radio mengkemas
sedemikian rupa programnya agar dapat menenarik dan didengar oleh
khalayak sebanyak-banyak, demikian pula satsiun radio yang semakin
banyak mewajibkan pengelalo statsiun radio jeli dalam menetapkan
target audiencenya.
Selain itu, eksistensi sebuah media masa juga bergantung pada
kondisi internal media itu sendiri. Media yang baik dan prospektif untuk
maju dan besar, ditentukan oleh tiga kunci sukses hal sebagai kerangkan
dasar untuk menjadi sukses antara lain:
a.
Sumberdaya harus sehat, artinya pengelolan media memiliki kualitas
dan professional dibidangnya sehingga income yang diberikan
media juga memadai.
b.
Manajemen yang sehat sehingga manajemen media berjalan dengan
baik, terencana, terarah dan juga terkendali.
c.
Sarana yang sehat, dengan demikian maka segala fasilitas yang
dibutuhkan untuk kelancaran media berlangsung dengan baik.
(Masduki, 2004:25).
Komunikasi dalam Media Digital | 13
Daftar Pustaka
Dewdney, Andrew., and Ride, Peter, 2006, The New Media Handbook.
London : Routledge.
Djuroto, Totok, 2007, Mengelola Radio Siaran, Mendulang Untuk dari
Bisnis Informasi dan Hiburan, Semarang: Dahara Prize
Dominick, Yoseph R, 2004, Broadcasting, Cable, Internet and Beyond, An
Introduction to Modern Electronic Media, USA.
Kartajaya, Hermawan, Yuswohadi, Jacky Mussry, dan Taufik, 2005,
Positioning, Diferensiasi, dan Brand. Jakarta : PT. Gramedia Putaka
Utama.
Kotler, Philip dan Amstrong, Gary, 2001, Prinsip-Prinsip Pemasaran, Jilid
2 Edisi kedelapan. Jakarta : Erlangga.
Masduki, 2004, Menjadi Broadcaster Profesional, Jakarta : Pustaka
Populer.
Morissan, 2008, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio
dan Televisi, Jakarta, Kencana Prenada Media Group.
McQual, Dennis, 1991, Teori-Teori Komunikasi Massa, Diterjemahkan
Aminuddin Ram. Jakarta : Erlangga.
Soehoet, Hoeta. 2002. Manajemen Media Massa. Jakarta : Yayasan
Kampus tercinta IISIP.
Umar, H. (2003). Studi Kelayakan Bisnis. Edisi 2. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
14 | Komunikasi dalam Media Digital
Social Network Analysis di Twitter dengan Hashtag
Delete Facebook (#DeleteFacebook)
Dewi Kartika Sari, Nur Aji Wibowo, dan Seto Herwandito
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
[email protected]
Pendahuluan
Lahirnya Facebook awalnya tidak disangka dapat membuat kejutan
di seantero dunia. Lahir pada tahun 2004 di kampus Harvard, kehadiran
Facebook saat itu hanyalah ditujukan sebagai sarana penghubung antar
sesama teman di Universitas tersebut. Setahun berikutnya, yakni di tahun
2005, Mark Zuckerberg bersama beberapa orang temannya, meluncurkan
aplikasi Facebook setelah sebelumnya mengganti nama aplikasi tersebut
dari thefacebook.com menjadi facebook.com. Lambat laun, Facebook
mulai dikenal dan digunakan oleh penduduk dunia. Di tahun 2009,
Facebook melaporkan keuntungannya sejumlah US$ 1,5 miliar dengan
hampir US$ 8 miliar pendapatan kotor atau sekitar Rp 92 triliun rupiah.
Pada bulan Desember tahun 2009 pula, Facebook menyatakan, mereka
memperoleh 1 juta pengguna (Bud, 2014).
Sejak saat itu, jumlah pengguna Facebook di seluruh dunia terus
mengalami peningkatan. Berdasarkan laporan digital tahunan yang
dikeluarkan oleh We Are Social dan Hootsuit yang dikutip oleh Kompas.
com, di tahun 2018 jumlah pengguna Facebook di seluruh dunia mencapai
lebih dari 2,17 miliar. Jumlah pengguna terbesar Facebook adalah India,
diikuti oleh Amerika Serikat, Brazil dan Indonesia. Sampai pada bulan
Januari 2018, jumlah pengguna Facebook dari Indonesia mencapai 130
juta akun. Dengan jumlah ini, maka Indonesia menempati urutan keempat sebagai pengguna Facebook terbesar di dunia (Septania, 2018).
Meskipun dari tahun ke tahun Facebook merupakan media sosial
yang paling digemari di Indonesia bahkan di seluruh dunia, Facebook
pernah mendapatkan kritik tajam dari para penggunanya. Pada tahun
2018, Facebook dikritik karena memberikan 50 juta data penggunanya
kepada sebuah perusahaan yang membantu kampanye kepresidenan
Donald Trump. Beberapa pengamat memberikan pandangannya terkait
15
dengan kasus ini. Facebook dinilai telah membiarkan para pengembang
laman di luar perusahaan Facebook dapat memperoleh akses yang
terlalu besar ke data pengguna Facebook. Hal ini membuat Facebook
mempertanyakan kembali gagasan awalnya sebagai media sosial
yang menjembatani demokrasi, namun disisi lain justru merongrong
demokrasi itu sendiri dengan penyalahgunaan data pengguna untuk
kepentingan tertentu (Quinn, 2018).
Dengan adanya kontroversi inilah, maka menggemalah gerakan
hapus akun Facebook di Twitter atau dikenal dengan istilah hashtag
Delete Facebook (#DeleteFacebook). Gerakan ini mendapat dukungan
dari salah satu pendiri layanan pesan Whatsapp, Brian Acton. Whatsapp
sendiri telah dibeli Facebook senilai US$ 19 miliar atau sekitar Rp 212
triliun pada tahun 2014. Cuitan Acton tersebut dicuit ulang sebanyak
6.700 kali dan disukai oleh lebih dari 13.000 pengguna Twitter (Tribun,
2018). Langkah Acton ini kemudian diikuti oleh beberapa orang seperti
Elon Musk, Will Ferrel, Steve Wozniak, dan actor Jim Carrey. Bahkan
sebagian warganet juga mengikuti langkah ini, meski ada beberapa juga
yang tidak melakukannya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka
penulis ingin memetakan social network analysis di Twitter dengan
hashtag Delete Facebook (#DeleteFacebook). Tujuan dari paper ini
adalah untuk menjelaskan jaringan komunikasi yang terbentuk pada
kasus #DeleteFacebook di Twitter.
Pembahasan
Penulis mengambil data terkait #DeleteFacebook di Twitter
pada tanggal 12 Mei 2018 pukul 19.53 WIB. Data kemudian diolah
dan divisualisasikan dengan menggunakan NodeXL. Visualisasi data
#DeleteFacebook sebagai berikut:
16 | Komunikasi dalam Media Digital
Gambar 1. Visualisasi keseluruhan jaringan komunikasi #DeleteFacebook di Twitter
Tabel 1. Matriks Grafik #DeleteFacebook di Twitter
Graph Metric
Graph Type
Value
Directed
Vertices
331
Unique Edges
314
Edges With Duplicates
255
Total Edges
569
Self-Loops
62
Reciprocated Vertex Pair Ratio
0.005865103
Reciprocated Edge Ratio
0.011661808
Connected Components
38
Single-Vertex Connected Components
15
Maximum Vertices in a Connected Component
156
Maximum Edges in a Connected Component
370
Maximum Geodesic Distance (Diameter)
Average Geodesic Distance
Graph Density
Modularity
5
2.33094
0.003140163
0.527878
Komunikasi dalam Media Digital | 17
Tabel 1 merupakan penjelasan dari Gambar 1. Gambar 1 merupakan
visualisasi dari hubungan antar akun dan relasi hubungan antar akun pada
#DeleteFacebook. Sebuah grafik atau graph dikatakan terkoneksi atau
connected jika terdapat dua pengguna Twitter yang terhubung oleh sebuah
jalan atau path (Al-Taie & Kadry, 2012)which will take us to probe the potential
social relations between users in this community. Although these relationships
do not exist explicitly, they can be inferred with the help of affiliation network
analysis and techniques such as m-slice. Book-Crossing dataset, which
covered four weeks of users’ activities during 2004, has always been the focus
of investigation for researchers interested in discovering patterns of users’
preferences in order to offer the most possible accurate recommendations.
However; the implicit social relationships among users that emerge (when
putting users in groups based on similarity in book preferences. Pada jaringan
komunikasi #DeleteFacebook terdapat 331 akun dengan 569 relasi hubungan
antar akun. Tipe relasi antar akun bersifat langsung atau directed. Gambar
1 menjelaskan pula bahwa dalam jaringan #DeleteFacebook terdapat 25
kelompok atau grup yang terkoneksi satu sama lain melalui hashtag delete
Facebook. Density pada jaringan tersebut bernilai 0.003140163 yang dapat
dikatakan rendah. Sebuah jaringan komunikasi yang memiliki density
rendah, cenderung akan kehilangan konektifitasnya, sementara jaringan
komunikasi yang memiliki density tinggi, mencerminkan konektifitas
yang tinggi antar anggotanya. Jadi, jaringan #DeleteFacebook ini dapat
dikatakan konektifitas antar anggotanya rendah (Himelboim, Smith, Rainie,
Shneiderman, & Espina, 2017).
Analisis lanjutan yang lebih spesifik dan umumnya dilakukan
oleh para peneliti social network analysis adalah analisis sentralitas
(centrality). Sentralitas mengacu pada sejauh mana aktor terhubung
dalam suatu jaringan. Sesuai dengan namanya, seorang aktor yang
memiliki peran penting dalam sebuah jaringan, memiliki posisi sentral.
Sentralitas membantu menjelaskan sejauh mana pengguna Twitter
atau sebuah akun Twitter terhubung dengan orang lain di lingkungan
mereka (Himelboim, 2017)for the first time in history, immense social
interactions were recorded and became available for researchers. At
that point in history, decades of social science literature, theoretical and
empirical, about network analysis of small and medium-sized social (i.e.,
symbolic. Terdapat beberapa jenis peran struktural utama yang dapat
dilakukan oleh pengguna dalam sebuah jaringan, beberapa diantaranya
adalah in-degree (ID), out-degree (OD), dan betweenness centrality (BC).
18 | Komunikasi dalam Media Digital
Tabel 2. Peringkat 10 In-Degree (ID) #DeleteFacebook
No.
Top 10 In-Degree
1.
duckduckgo
63
2.
wherepond
39
3.
rebootbill
9
4.
video_forensics
7
5.
facebook
5
6.
hayofray
4
7.
causticbob
4
8.
slickstweetz
4
9.
fb_adv_boycott
3
10.
rico_hands
3
Tabel 2 menunjukkan skala pengukuran In-Degree (ID) dalam
jaringan #DeleteFacebook. ID merupakan jumlah total interaksi yang
diterima oleh sebuah pengguna. ID dapat dikatakan sebagai indikasi
bahwa pengguna Twitter tersebut adalah orang yang berpengaruh dan
memiliki otoritas (Saqr, Fors, & Nouri, 2018). Pada jaringan komunikasi
#DeleteFacebook, pengguna Twiiter yang paling potensial memiliki
pengaruh dan otoritas adalah @duckduckgo dengan nilai ID sebesar 63.
Tabel 3. Peringkat 10 Out-Degree (OD) #DeleteFacebook
No.
Top 10 Out-Degree
1.
wherepond
98
2.
yourmarklubbers
16
3.
rebootbill
12
4.
tanyakasim
11
5.
mlkstudios_
10
6.
grims_domain
10
7.
papangeorge
5
8.
0xfreak71
5
9.
kysgabbygirl
5
10.
jodigraphics15
4
Tabel 3 merupakan tabel yang menunjukkan pengukuran OutDegree (OD) dalam jaringan #DeleteFacebook. OD merupakan jumlah
keseluruhan interaksi yang dilakukan oleh pengguna. OD adalah
kuantifikasi aktifitas dalam sebuah jaringan komunikasi. Hal ini dapat
Komunikasi dalam Media Digital | 19
diasumsikan bahwa, semakin tinggi nilai OD maka semakin aktif pula
seorang pengguna pada aktivitas di sebuah jaringan komunikasi tertentu
(Saqr et al., 2018). Pada jaringan komunikasi #DeleteFacebook, nilai OD
tertinggi dimiliki oleh pengguna Twitter @wherepond. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa @wherepond merupakan pengguna yang paling
aktif dalam jaringan komunikasi #DeleteFacebook. Dengan demikian,
analisis ID dan OD merupakan analisis untuk mengukur derajat
sentralitas untuk jumlah interaksi masuk (ID) dan jumlah interaksi
keluar (OD).
Tabel 4. Peringkat 10 Betweenness Centrality (BC) #DeleteFacebook
No.
Top 10 Betweenness Centrality
1.
Wherepond
23288.000
2.
Rebootbill
5233.000
3.
Youtube
5168.000
4.
Duckduckgo
3782.000
5.
yourmarklubbers
835.000
6.
video_forensics
462.000
7.
Tanyakasim
344.000
8.
Facebook
232.000
9.
Hayofray
122.000
10.
Riccaraws
62.000
Tabel 4 menunjukkan peringkat 10 besar betweenness centrality (BC)
pada jaringan komunikasi #DeleteFacebook. BC mengukur berapa kali
pengguna memainkan peran dalam memediasi pertukaran informasi.
Dengan kata lain, BC merupakan pengguna yang menjadi perantara
dalam mengalirkan informasi kedalam sebuah jaringan (Saqr et al.,
2018). Nilai BC paling tinggi ditempati oleh pengguna Twitter dengan
nama akun @wherepond. Artinya @wherepond merupakan pengguna
yang menjadi jembatan atau perantara dalam menyalurkan informasi
pada jaringan komunikasi #DeleteFacebook. Berdasarkan data pada
Tabel 3, @wherepond juga menempati urutan pertama sebagai pengguna
yang paling aktif dalam jaringan #DeleteFacebook. Hal ini mengandung
makna bahwa @wherepond adalah pengguna yang aktif menyalurkan
informasi keseluruh jaringan komunikasi #DeleteFacebook.
20 | Komunikasi dalam Media Digital
Tabel 5. Peringkat 10 Domain Populer #DeleteFacebook
No.
Top Domains in Tweet in Entire Graph
1.
rt.com
2.
presstv.com
3.
naturalnews.com
4.
twitter.com
5.
theguardian.com
6.
needtoknow.news
7.
activistpost.com
8.
naturalblaze.com
9.
cnet.com
10.
wakingtimes.com
Tabel 5 merupakan data yang menunjukkan 10 peringkat domain
yang paling popular pada jaringan komunikasi #DeleteFacebook.
Domain terbanyak yang digunakan adalah rt.com, diikuti oleh presstv.
com, dan naturalnews.com. . Twitter sebagai domain yang digunakan
untuk menggemakan #DeleteFacebook justru bukan domain yang paling
populer. Twitter menjadi domain keempat yang paling banyak digunakan
pada jaringan komunikasi tersebut.
Tabel 6. Peringkat 10 Hashtag yang Populer pada Jaringan Komunikasi
#DeleteFacebook
Top Hashtags in Tweet in Entire Graph
No.
1.
Deletefacebook
2.
Nameshameblockzionists
3.
opengazatoworldwidepress
4.
Boycottisrael
5.
Bds
6.
Freeassange
7.
Internetbillofrights
8.
Googlegestapo
9.
Qanon
10.
Releasethetexts
Tabel 6 merupakan data yang menunjukkan 10 peringkat hashtag
yang terpopuler di jaringan komunikasi #DeleteFacebook. Hashtag
terpopuler adalah “delete facebook”, sementara hashtag kedua hingga
Komunikasi dalam Media Digital | 21
kesepuluh secara berturut-turut adalah “ name shame block zionists”,
“open gaza to worldwide press”, “boycott Israel”, “bds”, “free assange”,
“internet bill of rights”, “google gestapo”, “qanon”, dan “release the texts”.
Tabel 7. Peringkat 10 Top Word Pairs in Tweet pada Jaringan Komunikasi
#DeleteFacebook
No.
Top Word Pairs in Tweet in Entire Graph
1.
please,keep
2.
keep,mind
3.
mind,#deletefacebook
4.
#deletefacebook,disengage
5.
Disengage,reduce
6.
reduce,usage
7.
usage,more
8.
more,better
9.
better,fb
10.
fb,trackers
Tabel 7 menunjukkan data kata berpasangan yang paling banyak
digunakan pada jaringan komunikasi #DeleteFacebook. Pasangan kata
populer tersebut adalah “mind” berpasangan dengan “#deletefacebook”,
“#deletefacebook” berpasangan dengan “disengage”, “disengage” berpasangan
dengan “reduce”, “reduce berpasangan dengan kata “ usage”, “usage”
berpasangan dengan “more”, “more” berpasangan dengan “better”, “better”
berpasangan dengan kata “fb” dan “fb” berpasangan kata dengan “trackers”.
Tabel 8. Peringkat 10 Top Mentioned in Entire Graph ada Jaringan Komunikasi
#DeleteFacebook
No.
Top Mentioned in Entire Graph
1.
Duckduckgo
2.
Wherepond
3.
Parallelpond
4.
Rebootbill
5.
rico_hands
6.
video_forensics
7.
rk70534
8.
Tanyakasim
9.
Madzxdan
10.
Inabster
22 | Komunikasi dalam Media Digital
Tabel 8 menunjukkan peringkat 10 besar pengguna yang paling
banyak disebut. Berdasarkan tabel tersebut, pengguna @duckduckgo
merupakan pengguna yang menempati urutan teratas sebagai akun yang
paling banyak disebut oleh akun lain dalam jaringan #DeleteFacebook.
Dikaitkan dengan Tabel 2, yakni data mengenai ID, akun @duckduckgo
juga merupakan akun yang memiliki nilai ID tertinggi. Hal ini berarti,
@duckduckgo merupakan akun yang potensial disebut sebagai akun
berpengaruh dan memiliki otoritas yang dibuktikan dengan paling banyak
disebut oleh akun lain dalam jaringan komunikasi #DeleteFacebook.
Penutup
Jaringan komunikasi #DeleteFacebook terbagi kedalam 25 sub-grup.
Jaringan komunikasi ini memiliki pengguna sejumlah 331 akun dengan
569 relasi. Tipe relasi antar akun bersifat langsung atau directed. Density
pada jaringan tersebut bernilai 0.003140163 yang dapat dikatakan
rendah, yang berarti konektifitas antar anggotanya rendah. Meskipun
demikian, jaringan ini memiliki karakteristik yang khas. Pertama, pada
jaringan #DeleteFacebook, data ID menunjukkan kesamaan dengan
data pada pengguna yang sering disebut (top mentioned) dalam jaringan
komunikasi ini. Akun @duckduckgo merupakan akun yang memiliki
nilai ID tertinggi dan akun yang paling sering disebut (top mentioned).
Kekhasan kedua adalah peringkat pertama OD memiliki kesamaan
dengan peringkat peringkat pertama BC. Akun @wherepond merupakan
akun yang memiliki nilai OD sekaligus nilai BC tertinggi. Hal ini berarti
akun @wherepond adalah akun yang paling aktif dan akun yang menjadi
akun mediasi informasi dalam keseluruhan jaringan komunikasi
#DeleteFacebook. Untuk selanjutnya, penelitian ini perlu diperdalam
dengan pembahasan dalam penggunaan teori Ilmu Komunikasi dan juga
memperdalam penggunaan metode penelitian.
Daftar Pustaka
Al-Taie, M., & Kadry, S. (2012). Applying Social Network Analysis to
Analyze a Web-Based Community. ArXiv, abs/1212.6050. https://
doi.org/10.14569/IJACSA.2012.030206
Bud, S. T. P. (2014, February 5). Di Sini, Facebook Lahir 10 Tahun Lalu.
Retrieved July 3, 2019, from Tempo website: https://tekno.tempo.
co/read/551260/di-sini-facebook-lahir-10-tahun-lalu
Komunikasi dalam Media Digital | 23
Himelboim, I. (2017). Social Network Analysis (Social Media). In The
International Encyclopedia of Communication Research Methods
(pp. 1–15). Retrieved from https://onlinelibrary.wiley.com/doi/
abs/10.1002/9781118901731.iecrm0236
Himelboim, I., Smith, M. A., Rainie, L., Shneiderman, B., & Espina, C.
(2017). Classifying Twitter Topic-Networks Using Social Network
Analysis. Social Media + Society, 3(1), 2056305117691545. https://
doi.org/10.1177/2056305117691545
Quinn, M. (2018, March 22). Facebook Tuai Kritik Terkait Laporan
Penyalahgunaan Data. Retrieved July 3, 2019, from VOA Indonesia
website: https://www.voaindonesia.com/a/facebook-tuai-kritikterkait-laporan-penyalahgunaan-data/4310315.html
Saqr, M., Fors, U., & Nouri, J. (2018). Using social network analysis
to understand online Problem-Based Learning and predict
performance. PLoS ONE, 13(9). https://doi.org/10.1371/journal.
pone.0203590
Septania, R. C. (2018, March 2). Indonesia, Pengguna Facebook Terbanyak
ke-4 di Dunia. Retrieved July 3, 2019, from KOMPAS.com website:
https://tekno.kompas.com/read/2018/03/02/08181617/indonesiapengguna-facebook-terbanyak-ke-4-di-dunia
Tribun, T. (2018, March 22). Khawatir soal eksploitasi data pengguna,
warganet serukan gerakan hapus akun Facebook. Retrieved July
3, 2019, from Tribunnews.com website: http://www.tribunnews.
com/internasional/2018/03/22/khawatir-soal-eksploitasi-datapengguna-warganet-serukan-gerakan-hapus-akun-facebook
24 | Komunikasi dalam Media Digital
Arah TV Komunitas di Indonesia Memasuki Era Digital 4.0
Dian Wardiana Sjuchro, dan Yoki Yusanto
Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjadran Bandung,
dan Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sulta Ageng Tirtayasa Banten
Pendahuluan
Undang-undang Penyiaraan No. 32 Tahun 2002, mengisyaratkan
berdirinya stasiun televisi komunitas secara analog dengan pemancar
teresterial, pada perkembangannya TV komunitas pun kini dapat
bersiaran dengan medium digital di era 4.0.
Televisi Komunitas di Indonesia bergairah di eta tahun 2002 hingga
2010 setelah itu tidak terdengar kiprahnya lagi, bahkan penulis sebagai
pelopor berdirinya Asosiasis Televisi Komunitas Indonesia (ATVKI)
pada Kongres di Magelang pada tahun 2008, kini tidak lagi mendengar
siaran Televisi Komunitas baik di grup Komunitas di media sosial
maupun forum email group para pengelola TV Komunitas.
Televisi Komunitas terbentuk dengan semangat konstitusi yang
diatur dalam undang-undang penyiaran, juga diatur secara khsusus
melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2005
tentang Penyelenggaraan Penyiaran, Lembaga Penyiaran Komunitas.
Tertuang dalam peraturan tersebut adalah ;
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.
Siaran, penyiaran, penyiaran radio, penyiaran televisi, siaran iklan,
siaran iklan layanan masyarakat, spektrum frekuensi radio, lembaga
penyiaran, pemerintah, dan izin penyelenggaraan penyiaran adalah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2002 tentang Penyiaran.
2.
Lembaga Penyiaran Komunitas adalah lembaga penyiaran radio
atau televisi yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan
oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial,
dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta
untuk melayani kepentingan komunitasnya.
25
Semarak Stasiun televisi komunitas di era tahun 2008 dimeriahkan
oleh berdirinya Asosiasi Televisi Komunitas Indonesia (ATVKI) yang
dideklarasikan di Stasiun Televisi Grabag TV, di Dusun Grabag, Kabupaten
Magelang. Namun keberadaannya bak ditelan bumi, tidak terdengar
lagi hirup pikuk diskusi dan perdebatan di antara anggota Asosiasi dari
pelbagai penjuru tanah air. Terakhir pertemuan kongres ATVKI ke-2
di kampus Institut Seni Indonesia (ISI) di Yogyakarta, tahun 2009. Kala
itu kepengurusan ATVKI di rubah dan dihasilkan kepengurusan baru,
namun sejak itu pula diksusi seakan terhenti dan tidak terdengar lagi
eksistensinya baik di dunia maya maupun di dunia nyata, se-iring tidak
terlihat dan terdengar siaran televisi komunitas di Indonesia.
Penulis pada tahun 2010 pernah mengunjungi stasiun televisi
komunitas di sebuah pesantren bernama Sunan Drajat Televisi (SDTV),
tepatnya di Pesantren Sunan Drajat, Pimpinan K.H. Abdul Ghofur, di
Kabupaten Lamongan Jawa Timur, aktivitas di sana begitu bersemangat,
ada tim liputan, tim produksi, dan tim di stasiun televisi yang bekerja
secara sukarela dan belajar secara otodidak dikelola oleh para santri.
Bersiaran rutin setiap hari yang berkaitan tentang kegiatan di Pesantren
Sunan Drajat.
Penulis pernah mendirikan stasiun televisi komunitas di kampus
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang Banten, pada tahun 2008,
berdirinya hampir bersamaan dengan IAIN TV Maulana Hasanuddin
(Kini UIN Maulana Hasanuddin Banten). Bersiaran dengan Chanel UHF
Frekuensi rendah di saluran 50 UHF hanya berkekuatan 50 Watt dan
hanya dapat di saksikan sejauh 5 KM dari pemancar, masyarakat sekitar
kampus terutama mahasiswa yang indekos bisa menyaksikan siaran TV
komunitas dengan menggunakan antena UHF teresterial.
Namun perjuangan dalam membangun stasiun televisi komunitas
bisa di generalisasi, sebagaimana dialami oleh UNTIRTA TV, UIN TV,
di kota Serang atau Sunan Drajat TV di Lamongan, tidak semudah
dibayangkan, karena biaya operasional tinggi dan sumber daya manusia
(SDM) yang tidak semudah dibayangkan menggunakan kader mahasiswa
sebagai tim produksi, bukan penyelesaian masalah, atau proses siaran di
TV Komunitas, faktor-faktor regenerasi, kemampuan dan keberminatan
di bidang penyiaran televisi tidak selalu konsisten dan berkontribusi
untuk kepentingan tim produksi.
TV Komunitas juga dibebani dengan persyararatan yang tidak jauh
26 | Komunikasi dalam Media Digital
berbeda dengan TV lokal di daerah dalam hal penyusunan persyaratan
perizinan. Perizinan dari tingkat masyarakat yang paling rendah RT/RW,
Desa/Kelurahan, Kecamatan hingga tingkat Kabupaten dan Provinsi,
dengan dokumen yang harus lengkap seperti membangun stasiun televisi
lokal. Tidak ada perbedaan persyaratan perizinan yang disampaikan
ke Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang diteruskan ke
Kementrian Komunikasi dan Informatika. Pada dasarnya KPID Provinsi
hanya memberikan rekomendasi untuk selanjutnya Ijin penyiaran TV
Komunitas ditandatangani oleh Menkominfo.
Sekelumit keruwetan dalam masalah perijinan untuk televisi
komunitas kini sudah tidak bisa dihadapi lagi oleh para aktivis stasiun
televisi penyiaran komunitas, jika beralih menjadi stasiun penyiaran
dengan medium internet secara digital, tanpa menggunakan frekuensi
teresterial secara analog. Jika bersiaran melalui internet dengan format
digital, misalnya membuat situs stasiun televisi komunitas tentunya
tidak diperlukan izin ke Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) di
daerahnya masing-masing, karena untuk membuat situs (Website) tidak
diperlukan izin, sebagaimana jutaan portal berita on line bermunculan
diberbagai daerah bahkan dikelola oleh secara pribadi. Padahal sejatinya
media massa pada konsep komunikasi masa dikelola oleh lembaga bukan
dikelola secara perorangan. Lembaga itu harus resmi lembaga pers,
bukan secara individual.
Kini di era 4.0 televisi komunitas menuju era digital dan tidak
sama sekali menggunakan frekuensi milik publik secara teresterial. Kini
di era digital penggunaan media internet menjadi salah satu alternatif
pemecahan masalah keruwetan menghadapi persyaratan berdirinya
stasiun televisi komunitas di pelbagai daerah. Semua komunitas kini
bisa mendirikan stasiun televisi yang secara berdiri berdasarkan
komunitas namun bersiaran secara global. Tidak lagi berpacuan pada
undang-undang penyiaran dan peraturan pemerintah tentang penyiaran
komunitas dalam pendiriannya. Di mana ketika berdiri tv komunitas
harus melaksanakan sistem penyiaran sesuai undang-undang penyiaran,
seperti halnya tercantum dalam penjelasan peraturan pemerintah di
mana pada BAB I Pasal 1, menjelaskan tentang, “Wilayah Jangkauan
Siaran adalah wilayah layanan siaran sesuai dengan izin yang diberikan,
yang di dalam wilayah tersebut dijamin bahwa sinyal dapat diterima
dengan baik dan bebas dari gangguan atau interferensi sinyal frekuensi
radio lainnya.”
Komunikasi dalam Media Digital | 27
Jangkauan siaran televisi komunitas tidak terbatas pada jangkaun
wilayah ketika bersiaran melalui jaringan internet melalui website.
Bahkan pemirsa tayangan TV Komunitas tidak hanya warga atau
komunitas sekitar itu berada tetapi bersiaran ke seluruh dunia. Inilah
yang dinamakan era Global Village.
Untuk itu insan televisi komunitas di era digital 4.0 tidak lagi
memikirkan untuk berhubungan dengan Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI) atau KPID di daerah, karena dalam siaran digital tidak dijelaskan
secara rinci baik di undang-undang penyiaran maupaun pemerintah
tidak spesifik menuliskan tentang aturan tentang pendirian stasiun
televisi komunitas dengan siaran digital di medium internet yakni website.
Bagaimana siaran digital dapat terlaksana oleh stasiun televisi
komunitas, adalah tetap berpikir komunitas, tanpa komunitas atau tanpa
tim yang bekerja stasiun televisi mustahil bisa beroperasi, pun komunitas
itu misalnya dalam sebuah organisasi perusahaan swasta, Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), lingkungan universitas, lingkungan kampus
sekolah SMU/SMK, tataran lingkungan Desa/Dusun, Pesantren atau
Instansi Pemerintah di pelbagai daerah.
Salah satu ilustrasi yang mendobrak dunia stasiun televisi komunitas
di Indonesia adalah yang berhasil memanfaatkan era digital 4.0 adalah
Bina Nusantara TV (Binus TV), yang kini bersiaran secara digital di
internet, melalui Website, kita bisa menyaksikan karya mahasiswa
Universitas Bina Nusantara setiap harinya. Hasil karya produksi siaran
televisi Binus TV bisa dikatakan sudah sejajar dengan stasiun televisi
nasional dari pengemasan dan pengelolaan acaranya. Penonton Binus
TV pun beragam tidak hanya lingkungan komunitas Universitas Bina
Nusantara, tetapi seantero dunia dapat menyaksikan melalui aplikasi
video.com atau Web Site binus.tv yang disiarkan secara streaming.
Di Kampus Universitas Padjadjaran, ada studi televisi yang mumpuni
dan memiliki fasilitas dan peralatan yang mewah bahkan memiliki
pemancar UHF, dan sudah memiliki ijin siaran. namun hingga kini
belum bersiaran secara komunitas secara kontinyuitas. Berbagai faktor
permasalahan menjadi hal utama dalam pengelolaan stasiun televisi
yang berdiri di Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM). Beberapa kali siaran
dilakukan hanya untuk pemenuhan tugas praktikum saat ujian para
mahasiswa, misalnya. Pemanfaatan fasilitas yang dimiliki Laboratorium
Fikom Unpad sangat berbeda dengan yang sudah eksis yakni Binus TV.
28 | Komunikasi dalam Media Digital
Pembahasan
Televisi komunitas berdasarkan UU Penyiaran 32 tahun 2002,
Lembaga Penyiaran Komunitas adalah lembaga penyiaran yang
berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu,
bersifat independen dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah,
luas jangkauan wilayhnya terbatas, serta untuk melayani kepentingan
komunitasnya. Televisi Komunitas secara sosial harus bertanggung jawab
terhadap masyarakatnya, dan karenanya harus berpihak pada kepentingan
masyarakat. Media komunitas ini hadir sebagai media alternatif yang
mengusung keberagaman kepemilikan (diversity of ownership), juga
mendorong adanya kebaragaman isi (diversity of content) dalam programprogram siaran karena melayani komunitasnya yang beragam. Stasiun
Televisi Komunitas mempunyai hak yang sama sesuai UU Penyiaran
untuk didirikan di berbagai daerah. Bisa di pedesaan, perkotaan maupun
lingkungan akademis, seperti sekolah atau kampus. Televisi Komunitas
sebagai media massa juga berfungsi sebagai kontrol sosial di masyarakat,
terutama lingkungan tempat jangkauan siaran televisi komunitas itu
beroperasi. Televisi komunitas dimungkinkan menyiarkan siaran berita,
tentu saja menyangkut peristiwa-peristiwa yang berkembang di wilayah
televisi komunitas itu berada.(Zoebazary, 2010 : 257).
Permasalahan muncul kembali apakah televisi yang bersiaran
menggunakan ranah medium digital yakni internet, tidak mesti berizin
sesuai undang-undang penyiaran karena tidak menggunakan frekuensi
analog milik publik. Karena peraturan pemerintah hanya mengatur
siaran digital secara teresterial sedangkan siaran digital memalui internet
belum di atur secara jelas, tidak ada peraturan pemerintah tentang siaran
televisi internet.
Dalam peraturan pemerintah dijelaskan siaran digital teresterial,
melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik
Indonesia, Nomor 28 Tahun 2013 Tentang Tata Cara dan Persyaratan
Perizinan Penyelenggaraan Penyiran Jasa penyiaran Televisi Secara
Digital Melalui sistem teresterial Pasal 2 (1) Penyelenggara Program
Siaran menyiarkan program siarannya melalui Saluran Siaran yang
disediakan oleh penyelenggara penyiaran multipleksing. (2) Jumlah
Saluran Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri dalam Peluang Penyelenggaraan PenyiaranLembaga Penyiaran
Jasa Penyiaran Televisi secara Digital melalui Sistem Terestrial.(3)
Komunikasi dalam Media Digital | 29
Penyelenggara Program Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan oleh : a.Lembaga Penyiaran Publik TVRI (LPP TVRI)
; b.Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPP Lokal); c.Lembaga Penyiaran
Swasta (LPS); dan d. Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK).
Peraturan tentang siaran digital dengan website di internet belum
diatur dalam undang-undang secara khsusus, jadi jika stasiun televisi
komunitas bersiaran digital dengan menggunakan website secara
streaming tidak memerlukan izin dari kementerian komunikasi dan
informatika, melalui rekomendasi Komisi Penyiaran Indonesia.
Untuk itu agar eksistensi stasiun Televisi Komunitas bisa berlangsung
dan kreativitas masyarakat baik di Desa, Pesantren, maupun kampus
tidak berhenti karena aturan dan biaya yang besar untuk memasuki era
digitalisasi penyiaran, seyogianya kini menggunakan ranah yang lebih
efisien yakni internet. TV Internet melaui website bisa digunakan oleh
stasiun televisi komunitas untuk dapat berkarya nyata dan tetap eksis di
dunia penyiaran dan kreativitas, dengan tetap menjunjung tinggi nilainilai kepentingan sosial dan budaya lokal Indonesia untuk di expose ke
belahan dunia melalui pemanfaatan jaringan internet.
TV Internet sebagai Solusi
TV internet jika situs (baik itu situs, blog, atau akun di layanan
simpan video) memiliki tayangan video yang terkonsep, ter-update,
kontinu, dan bisa diakses oleh publik secara bebas, apa pun bentuk
pendistribusiannya.(Kusuma, 10 : 2009)
Salah satu cara untuk eksistensi kembali semarak, TV Komunitas
menggunakan internet dan bermetamorfosa dari TV Komunitas yang
bersiaran secara analog dengan Frekuensi UHF atau VHF, atau siaran
TV Digital Teresterial yang sangat penuh aturan dan persyaratan yang
membuat kita terpaku hanya dengan menyusun proposal, lebih baik
stasiun televisi komunitas dipelbagai daerah di Indonesia yang sejak
kongres ATVKI di Magelang dihadiri lebih dari 120 orang pegiat
Televisi Komunitas Se-Indonesia, kini saatnya tetap bersiaran dengan
menggunakan layanan internet sekaligus menyongsong era industri
digital 4.0.
Secara teknis melalui sairan internet Hard Ware dan Soft Ware,
tentunya tinggal menguji kreativitas para aktivis TV Komunitas itu
sendiri karena dengan berbasis digital semua program siaran ditopang
30 | Komunikasi dalam Media Digital
dengan sistem siaran digital yang kesemuanya bisa di akses melalui
internet.
Menurut Jauhari, Internet, media ini menjadi teknologi informasi
yang paling mutakhir, lengkap, dan canggih. Bahkan untuk saat ini,
pemirsa juga dapat menikmati radio maupun televisi melalui teknologi
streaming, yaitu teknologi yang dapat menerima serta mengirim infomasi
dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan alat yang dapat
menerima aliran streaming tersebut. Teknologi ini menggunakan Lossy
Audio Codec semacam program komputer yang fungsinya mengkompres
audio maupun video berdasarkan data yang diformat melalui streaming
suara ke radio internet.(Jauhari, ed 2013 : 89)
Penutup
Internet sebagai saran siaran Televisi Komunitas menjadi alternative
di mana, ketika masyarakat dalam sebuah komunitas memiliki
kreativitas dibidang penyiaran memanfaatkan internet tv sebagai
sarannya. TV digital terseterial bagi TV Komunitas serasa berat adanya
jika harus berkoordinasi dengan lembaga penyiaran di atasnya yakni
stasiun televisi publik misalnya TVRI atau stasiun tlevisi lokal, karena
kebaradaan TV Komunitas dari awal berdirinya hidup dalam ruang
lingkup marginalisasi dalam kancah industri penyiaran, keberadannya
hanya pelengkap undang-undang dan peraturan pemerintah sedangkan
dalam prakteknya TV Komunitas tidak memiliki kekuatan yang cukup
mumpuni dari berbagai hal dari pada stasiun televisi publik maupun
stasiun televisi swasta lokal maupun nasional.
Daftar Pustaka
Jauhari, Haris (ed),2013 Jurnalisme Televisi Indonesia, Penerbit KPG,
Jakarta.
Kusumah, Yuliandi, 2009, Beken Dengan, TV On Line, Grasindo, Jakarta.
Zoebazary, Ilham, 2010, Kamus Istilah Televisi & Film, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Sumber Lain :
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2005 tentang
Penyelenggaraan penyiaran lembaga Penyiaran Komunitas.
Komunikasi dalam Media Digital | 31
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia,
Nomor 28 Tahun 2013 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Perizinan
Penyelenggaraan Penyiran Jasa penyiaran Televisi Secara Digital
Melalui sistem teresterial
Undang-undang Penyiaraan Rebublik Indonesia No. 32 Tahun 2002
Tentang Penyiaran.
32 | Komunikasi dalam Media Digital
Komunikasi Efektif Antara Guru dan Murid Di Era Millenial
Untuk Menciptakan Kemampuan Regulasi Diri Murid
dalam Belajar
Emilia Ramadhani
Universitas Sumatera Utara
[email protected]
Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Secara sederhana komunikasi dapat kita artikan sebagai proses
seseorang menyampaikan sesuatu yang bermakna dan menginginkan
si penerima mengerti dengan apa yang disampaikannya. Pada proses
yang berlangsung biasanya komunikasi menjadi bermasalah karena
perbedaan dalam menginterpretasikan pesan pada komunikasi yang
terjadi. Proses inilah yang kemudian berdampak pada efektif tidaknya
komunikasi seseorang. Secara umum komunikasi yang efektif adalah
komunikasi yang mampu menyampaikan ide dan gagasan atau makna
yang ingin dikomunikasi dengan nilai yang sama antara si pemberi dan
penerima pesan. Komunikasi yang efektif sangat penting bagi proses
belajar mengajar, karena sebagai proses dimana keberadaan anak didik
dengan beragam budaya, latarbelakang keluarga dan perbedaan cara
pandang serta kestabilan diri yang masih rentan akan menentukan
keberhasilan komunikasi itu sendiri. Keberhasilan komunikasi dalam
proses belajar mengajar tidak hanya ditentukan oleh pihak pengajar
(guru) tetapi juga kondisi kesiapan mental anak dalam proses komunikasi
belajar-mengajar, disamping juga akan didukung oleh pengkondisian
lingkungan dan manajemen sekolah itu sendiri.
Ada beberapa komponen penting yang menentukan keberhasilan
komunikasi dalam proses belajar mengajar, yaitu pertama guru sebagai
komunikan dan sumber yang menyampaikan informasi tertentu kepada
anak didik. Kedua pengkodean (Encoding) adalah pengirim mengkodean
informasi yang akan disampaikan ke dalam symbol atau isyarat. Ketiga
pesan (massage), pesan dapat dalam segala bentuk biasanya dapat
dirasakan atau dimengerti satu atau lebih dari indra penerima. Keempat
33
saluran (chanel) adalah cara mentrasmisikan pesan, misal kertas untuk
surat, udara untuk kata-kata yang diucapkan dan kelima adalah peserta
didik sebagai penerima (recaiver) yakni orang yang menafsirkan
pesan penerima, jika pesan tidak disampaikan kepada penerima maka
komunikasi tidak akan terjadi. Penafsiran kode (decoding) adalah proses
dimana penerima menafsirkan pesan dan menterjemahkan menjadi
informasi yang berarti baginya. Jika semakin tepat penafsiran penerima
terhadap pesan yang dimaksudkan oleh penerima, Maka semakin efektif
komunikasi yang terjadi. Umpan balik (feedback) adalah pembalikan
dari proses komunikasi dimana reaksi komunikasi pengirim dinyatakan.
Proses sederhana di atas, menjadi tidak sederhana pada prakteknya
karena adanya gangguan pada message dan chanel yang terbentuk
terkadang menimbulkan distorsi yang penyebabnya sangat beragam
dan sangat subjektif. Misalnya hanya karena seorang peserta didik tidak
suka pada cara gurunya tersenyum, mungkin saja kemudian berdampak
pada semua komunikasi yang terjadi antara si guru dan peserta didiknya
menjadi hambar dan distorsi makna kemana-mana.
Ada banyak guru dalam aktifitas yang sama setiap saat, yakni
mengajar di depan kelas. Diantara sekian banyak guru mungkin
hanya beberapa dimata para peserta didik yang tergolong guru yang
menyenangkan, guru yang diidolakan dan senantiasa membuat sang
peserta didik ingin diajarkan sang guru tersebut. Kekuatan seorang
guru dalam pengajaran sangat dipengaruhi oleh komunikasi efektif
yang dipraktekkan dikelas-kelas. Peserta didik begitu asik dengan setiap
kata dan cerita yang dikembangkan sang guru. Mereka seperti tersirap
dalam alunan melodi indah yang mengasikkan. Disaat seperti ini maka
pengajaran apapun yang disampaikan sang guru, peserta didik memiliki
kemudahan untuk menangkapnya.
Kuncinya ada pada komunikasi yang mampu menciptakan
persamaan makna dan rasa yang sama antara guru dan peserta didik yang
mengantarkan situasi tersebut. Problem utamanya adalah komunikasi
demikian tidak bisa dipelajari dengan ilmu dan logika, kemampuan
tersebut hasil olah dan kreasi mental dan keterampilan berkomunikasi
guru yang telah ditempa bertahun-tahun. Menurut pakar American
Management Association ada 10 hal mendasar jika ingin berkomunikasi
dengan baik, yaitu (1) jelaskan konsep/ide anda sebelum berkomunikasi,
(2) pahami tujuan sebenarnya dalam komunikasi, (3) pertimbangkan
suasana lingkungan dan waktu, (4) hubungan antar pihak, (5)
34 | Komunikasi dalam Media Digital
waspada atas nada dan isi berita, (6) komunikasikan seseorang yang
membantu dan bernilai bagi penerima, (7) tindak lanjut komunikasi, (8)
komunikasi untuk waktu yang akan datang pula, (9) tindakan konsisten
dengan kata, dan (10) menjadilah pendengar yang baik. Jika seorang
guru mampu memenuhi 10 hal mendasar tersebut, tentu komunikasi
yang dikembangkan dikelas-kelas akan memberi dampak baik pada
pengajarannya dan peserta didik (https://pumpingpublisher.com/blog/
pentingnya-komunikasi-dalam-proses-belajar-mengajar/)
Hal tersulit dalam komunikasi dengan 10 hal mendasar di atas adalah
kemampuan membangun hubungan dengan peserta didik, tindak lanjut
komunikasi, konsistensi dan disaat para guru harus menjadi pendengar
yang baik. Pada beberapa hal mendasar ini guru membutuhkan memahami
konsep diri dengan pemahaman pendekatan psikologi perilaku yang
memadai. Jika keberhasilan komunikasi sudah terjalin pada sebuah kelas,
hal tersebut belum tentu dapat dipraktekkan pada kelas yang berbeda. Guru
membutuhkan kembali kemampuan membangun hubungan antara peserta
didik dengan dirinya. Karena perbedaan perilaku dan karakter pada setiap
peserta didik, guru dituntut lebih untuk memiliki kemampuan praktek
psikologi dasar tentang perilaku manusia.
Menyadari adanya hambatan komunikasi dalam proses
pembelajaran ini penulis tertarik untuk mengadakan suatu penelitian
dengan pendekatan psikologi komunikasi yang berjudul “Komunikasi
Efektif antara Guru dan Murid di Era Millenial untuk Menciptakan
Kemampuan Regulasi Diri Murid dalam Belajar”
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan penelitian
ini adalah:
a.
Bagaimana kemampuan guru dalam memanfaatkan internet sebagai
media pembelajaran?
b.
Bagaimana Guru mengelompokkan atau mengklasifikasikan tipe
murid?
c.
Seberapa sering Guru berkomunikasi secara pribadi dengan murid?
d.
Faktor apa saja yang menjadi hambatan untuk berkomunikasi
dengan murid?
e.
Seberapa jauh guru berusaha mengenal dan memahami cara belajar
murid-muridnya?
Komunikasi dalam Media Digital | 35
f.
Bagaimana kemampuan guru dalam memahami perilaku peserta
didik selama ini?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.
Mendapatkan gambaran umum tentang kemampuan guru dalam
memanfaatkan teknologi informasi sebagai media pembelajaran
b.
Mendapatkan gambaran umum tentang bagaimana
mengelompokkan atau mengklasifikasikan tipe murid.
c.
Mendapatkan gambaran umum tentang seberapa sering Guru
berkomunikasi secara pribadi dengan murid.
d.
Mengetahui faktor apa saja yang menjadi hambatan Guru untuk
berkomunikasi dengan murid
e.
Mendapat gambaran umum tentang seberapa jauh guru memahami
cara belajar murid-muridnya.Faktor apa saja yang menjadi hambatan
untuk berkomunikasi dengan murid?
f.
Mengetahui seberapa jauh kemampuan guru dalam memahami
perilaku peserta didik selama ini.
Guru
Kajian Pustaka
1.
Komunikasi Efektif Dalam Pendidikan
Berbicara tentang proses pembelajaran, belakangan ini, makin
banyak pengelola institusi pendidikan yang menyadari perlunya
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pembelajar ( learner
centered). Pendekatan teacher centered, sudah dianggap tradisional dan
perlu diubah. Ini karena pendekatan yang teacher centered, di mana
pembelajaran berpusat pada pendidik dengan penekanan pada peliputan
dan penyebaran materi, sementara pembelajar kurang aktif, sudah tidak
memadai untuk tuntutan era pengetahuan ini. Para pendidik kini harus
menaruh kecurigaan dan perhatian bahwa konten yang kini diajarkan,
bisa saja berubah dan menjadi usang, berkurang relevansinya. Era
pengetahuan yang sedang kita alami dan hadapi ini, memiliki karakter
terobosan-terobosan baru dalam bidang pengetahuan dan teknologi.
Para pembelajar kita membutuhkan lebih dari sesuatu yang kita bisa
berikan dengan pendekatan yang berpusat pada pendidik. Yakni,
pendekatan yang dapat memberikan bekal kompetensi, pengetahuan
dan serangkaian kecakapan yang mereka butuhkan dari waktu ke waktu.
36 | Komunikasi dalam Media Digital
Dengan membiarkan pembelajar pasif, pendekatan yang berpusat pada
pendidik sulit untuk memungkinkan pembelajar mengembangkan
kecakapan berpikir, kecakapan interpersonal, kecakapan beradaptasi
dengan baik. Tidak banyak yang mereka dapatkan bila partisipasi mereka
minim dalam proses pembelajaran. Padahal berbagai kecakapan inilah
yang nantinya mereka butuhkan saat menjalani kehidupan dewasa
mereka (Amir, 2010). Paradigma learner centered merupakan salah satu
paradigma yang dianut dalam proses pembelajaran untuk menciptakan
aktivitas siswa dalam kelas. Banyak orang menaruh harapan atas
terwujudnya kondisi pembelajaran melalui siswa aktif. Siswa yang secara
aktif tersebut dalam proses pembelajaran dicirikan oleh dua aktivitas,
yakni aktif dalam berpikir ( minds-on) dan aktif dalam berbuat ( handson). Kedua bentuk aktif ini saling terkait. Perbuatan nyata siswa dalam
pembelajaran merupakan hasil keterlibatan berpikir terhadap objek
belajarnya. Pengalaman sebagai hasil perbuatan siswa, selanjutnya
diolah dengan menggunakan kerangka berpikir dan pengetahuan yang
dimilikinya untuk membangun pengetahuan. Dengan cara ini siswa
dapat mengembangkan pemahaman bahkan mengubah pemahaman
sebelumnya menjadi makin baik (ilmiah). Pemahaman baru ini, yang
melalui pengolahan dan refleksi, dapat melahirkan tindakan yang sebagai
perwujudan keingintahuannya. Dengan demikian, proses siswa aktif
merupakan proses yang tiada henti. Agar siswa dapat terlibat aktif dalam
proses pembelajaran diperlukan adanya proses pembiasaan. Untuk itu,
perlu diidentifikasi beberapa kecakapan dasar penunjang yang harus
menjadi kemampuan yang melekat dalam diri siswa. Menurut Suparno
et al. (2002), beberapa kemampuan dasar tersebut antara lain:
(1) kemampuan bertanya. Kemampuan ini tidak lain adalah kemampuan
siswa untuk mempersoalkan ( problem posing). Dimulai dengan persoalan
dalam wujud pertanyaan, maka dalam diri siswa terdapat keinginan
untuk mengetahui melalui proses belajarnya,
(2) kemampuan pemecahan masalah ( problem solving). Permasalahan yang
muncul di dalam pembelajaran harus diselesaikan (dicari jawabannya)
oleh siswa selama proses belajarnya. Tidak cukup kalau siswa mahir
mempersoalkan sesuatu tetapi miskin dalam pencarian pemecahannya.
Penyelesaian masalah sendiri dapat dilakukan secara mandiri (selfindependence learning) maupun secara kelompok (group learning), dan
(3) kemampuan berkomunikasi. Dalam konteks pemahaman, kemampuan
berkomunikasi baik verbal maupun non-verbal merupakan sarana agar
Komunikasi dalam Media Digital | 37
terjadi pemahaman yang benar (yang baik dan punya kadar keilmuan), dari
hasil proses berpikir dan berbuat, terhadap gagasan siswa yang ditemukan
dan ingin dikembangkan. Terkait dengan kemampuan berkomunikasi ini,
sebetulnya sangat diperlukan di dalam proses pembelajaran yang menganut
teori konstruktivisme. Melalui komunikasi akan tercipta proses interaksi
dalam pembelajaran. Komunikasi dan interaksi belajar mengajar memegang
peranan penting dalam dunia pendidikan. Komunikasi sangat vital perannya
dalam interaksi belajar mengajar. Tanpa ada komunikasi yang baik antara
guru dan siswa, siswa dengan siswa, siswa dengan lingkungan belajar,
dan siswa dengan sumber belajar, maka proses interaksi belajar mengajar
tidak akan berlangsung dengan baik. Hal ini disebabkan oleh pesan yang
disampaikan seorang guru kepada siswa atau oleh seorang siswa kepada guru
dan siswa yang lainnya lewat proses komunikasi tidak bisa diterima secara
setara. Artinya, pesan yang dimaksudkan oleh si pembicara (komunikator)
kepada penerima pesan (komunikan) tidak sama. Inilah yang sering dikenal
dengan istilah miscommunication (komunikasi yang keliru). Oleh karena itu
pembahasan tentang komunikasi dan interaksi belajar mengajar tidak bisa
dipisah-pisahkan.
2.
Mendengar Efektif
Komunikasi berkaitan erat dengan proses memberi informasi dan
menerima umpan balik. Proses menerima umpan balik adalah proses
menyimak dengan aktif apa yang di sampaikan oleh penerima informasi
(partner kita dalam berkomunikasi). Kita selalu mendengar kan sesuatu,
namun menyimak dengan aktif memiliki kedalaman makna yang lebih
jauh daripada sekedar mendengar rangkaian kata. Menyimak dengan
seksama inilah yang kita sebut sebagai mendengar efektif. Kemampuan
mendengar secara efektif ini mendorong terjadinya komunikasi yang
baik dan sekaligus meminimkan terjadinya kesalahpahaman.
Kebanyakan orang mempercayai bahwa mereka telah mendengar
dengan efektif, hal itu juga yang menyebabkan jarang orang secara
sadar ingin mengembangkan kemampuan mereka dibidang ini. Bukan
dikarenakan kemampuan ini sulit untuk dipelajari, namun sebahagian
besar dari kita dibesarkan dalam lingkungan yang tidak menyediakan
model-peran seorang pendengar efektif, sehingga perilaku mendengarkan
secara efektif merupakan sesuatu yang harus dipelajari dengan sungguh
sungguh ketimbang dilakukan secara alamiah.
Padahal begitu banyak penelitian yang membuktikan bahwa, dengan
38 | Komunikasi dalam Media Digital
mendengarkan secara efektif, kita akan mendapatkan lebih banyak informasi,
membangun rasa percaya, menurunkan kemungkinan terjadinya konflik,
mengetahui dengan cara seperti apa seseorang ingin dihargai. Bahkan
lebih jauh, dengan mendengarkan secara efektif, kita mampu mendapatkan
pemahaman yang lebih baik, tentang apa yang menjadi pemicu tindakan
atau yang menginspirasi (motivasi dan ketakutan) seseorang.
Penelitian terhadap 8000 pekerja yang terdiri dari para pebisnis,
karyawan rumah sakit, guru dan perangkat pemerintahan menunjukan
bahwa mereka merasa berkomunikasi lebih efektif daripada bawahan/
binaan mereka (Haney, W. V, 1979). Sementara itu penelitian lainnya
menyebutkan bahwa rata rata orang sebenarnya hanya mendengar 25%
dari apa yang sebenarnya yang disampaikan oleh pembicara (Husman,
Lahiff & Penrose, 1988).
3.
Regulasi Diri (Self Regulation)
Regulasi diri (self regulation) adalah proses dimana seseorang dapat
mengatur pencapaian dan aksi mereka sendiri. Menentukan target untuk
mereka, mengevaluasi kesuksesan mereka saat mencapai target tersebut
dan memberikan penghargaan pada diri mereka sendiri karena telah
mencapai tujuan tersebut.
Proses regulasi diri memiliki relevansi yang luas dengan banyak bidang,
terutama bidang kesehatan dan pendidikan, yang merupakan bidang dimana
pemahaman yang lebih baik menganai bagaimana orang melatih kontrol
perilaku mereka sendiri akan berdampak pada meningkatnya keberhasilan
masyarakat dalam pendidikan dan kesehatan.
Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) mengatakan bahwa selfregulation merupakan sebuah proses dimana seseorang peserta didik
mengaktifkan dan menopang kognisi, perilaku, dan perasaannya yang
secara sistematis berorientasi pada pencapaian suatu tujuan. Ketika
tujuan tersebut meliputi pengetahuan maka yang dibicarakan adalah selfregulated learning.
Pengertian self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai
bagaimana seseorang peserta didik menjadi regulator atau pengatur bagi
belajarnya sendiri (Zimmerman & Martinez-Pons, dalam Schunk &
Zimmerman,1998).
Self-regulated learning dapat berlangsung apabila peserta didik
secara sistematis mengarahkan perilakunya dan kognisinya dengan cara
Komunikasi dalam Media Digital | 39
memberi perhatian pada instruksi-instruksi, tugas-tugas, melakukan
proses dan menginterpretasikan pengetahuan, mengulang-mengulang
informasi untuk mengingatnya serta mengembangkan dan memelihara
keyakinan positifnya tentang kemampuan belajar dan mampu
mengantisipasi hasil belajarnya (Schunk, dalam Schunk & Zimmerman,
1998).
Self-regulated learning merupakan proses dimana peserta didik
mengaktifkan pikirannya, perasaan dan tindakan yang diharapkan dapat
mencapai tujuan khusus pendidikan (Zimmerman, Bonner & Kovach,
2003). Selain itu Schunk & Zimmermann (1998) menegaskan bahwa
peserta didik yang bisa dikatakan sebagai self-regulated learners adalah
yang secara metekognisi, motivasional dan behavioral aktif ikut serta
dalam proses belajar. Peserta didik dengan sendirinya memulai usaha
belajar secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian
yang diinginkan tanpa bergantung pada guru, orang tua, dan orang lain.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian self-regulated
learning adalah proses bagaimana seorang peserta didik mengatur
pembelajarannya sendiri dengan mengaktifkan kognitif, afektif dan
perilakunya sehingga tercapai tujuan belajar.
Metode Penelitian
Tipe penelitian ini adalah analisis kualitatif dengan menggunakan
metode survey dan wawancara. Tahap awal yang diperlukan untuk
melakukan penelitian ialah mempersiapkan kuesioner. Dari referensi
yang sama terdapat keterangan lain bahwa dalam metode survey masih
memungkinkan adanya proses wawancara sebagai salah satu instrumen
pendukung.
Penelitian ini mengambil lokasi penelitian pada tiga Sekolah Menengah
Atas (SMA) kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, yaitu SMA Negeri 1
Kisaran, SMA Negeri 1 Medan dan SMA Negeri 1 Binjai. Ketiga kabupaten/
kota ini dipilih berdasarkan kriteria sebagai kota pemekaran, kota dan kota
besar dengan mengambil sampel sekolah-sekolah negeri favorit di masingmasing kota. Sekolah Negeri dipilih karena sasaran penelitian ini selain dari
siswa adalah guru-guru yang telah di sertifikasi. Karena diharapkan nantinya
seluruh guru yang telah sertifikasi wajib mengikuti pelatihan Komunikasi
berbasis perilaku melalui metode Enneagram ini sebagai salah satu syarat
untuk dapat mengajar.
40 | Komunikasi dalam Media Digital
Untuk sampel siswa tiap sekolah akan diambil masing-masing satu
kelas sesuai penjurusan yaitu IPS, MIA (IPA) dengan jumlah dua kelas.
Jumlah total keseluruhan sampel siswa adalah 6 (enam) kelas. Rata-rata
kelas berjumlah antara 25-36 orang. Sedangkan untuk Guru diambil
sampel secara acak sederhana dengan sistem random sampling sebanyak
15-20 orang tiap sekolah dari rata-rata jumlah guru tiap sekolah sebanyak
50-60 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan
kuesioner dan wawancara.
Untuk analisis data digunakan analisis tabel tunggal, suatu analisa
yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel penelitian ke dalam
kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi dan diikuti dengan
pembahasan. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisa
data yang terdiri dari 2 kolom yaitu sejumlah frekuensi dan kolom
presentase untuk setiap kategori (Sugiyono, 2010:35).
Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil, berupa
data-data permasalahan guru dan murid dalam proses pembelajaran,
yaitu:
Hasil Wawancara Dengan Guru
1) Kemampuan guru dalam memanfaatkan internet sebagai media
pembelajaran masih sangat kurang, terutama untuk guru-guru tua
(guru senior). Hal ini disebabkan rendahnya motivasi mereka untuk
belajar dan mahir menggunakan internet.
2) Kemampuan Guru dalam mengelompokkan atau mengklasifikasikan
tipe murid masih terbatas pada penilaian luar atau yang terlihat
secara umum seperti murid pintar-bodoh, bersikap baik-bersikap
buruk, aktif-pasif, berminat-tak berminat, serta murid ribut-diam.
3) Hampir sebagian besar guru merasa sulit untuk berkomunikasi
secara pribadi dengan murid-muridnya di luar kelas karena jadwal
mengajar yang cukup padat, dan jadwal istirahat yang kurang
mememadai. Hanya ada beberapa guru yang memanfaatkan media
sosial untuk tetap dapat berinteraksi dengan murid-muridnya
meskipun tidak bertatap muka.
4) Faktor-faktor yang menjadi penghambat untuk berkomunikasi
dengan murid adalah kurangnya pengetahuan guru dalam mengenal
Komunikasi dalam Media Digital | 41
type/karakter siswa (profiling), lemahnya kemampuan mendengar
guru serta kurangnya kesadaran guru yang seharusnya berfungsi
sebagai pendidik (fasilitator) bukan sebagai pengajar, dimana
guru harus mampu membangkitkan regulasi diri (self regulation)
murid-muridnya, yaitu sebuah proses dimana seseorang peserta
didik mampu mengaktifkan dan menopang kognisi, perilaku, dan
perasaannya yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian
suatu tujuan. Ketika tujuan tersebut meliputi pengetahuan maka yang
dibicarakan adalah self-regulated learning. Self-regulated learning
adalah sebuah konsep mengenai bagaimana seseorang peserta didik
menjadi regulator atau pengatur bagi belajarnya sendiri
5) Lemahnya pengetahuan guru tentang tipe atau karakter siswa
membuat guru kurang memahami cara belajar murid-muridnya,
sehingga metode mengajar yang diterapkan selalu sama untuk tiap
siswa.
6) Lemahnya pengetahuan guru tentang tipe atau karakter siswa
menyebabkan guru kurang memahami perilaku murid-muridnya
dan murid yang dianggap menyenangkan adalah murid yang pintar
atau pun hanya murid yang berprestasi.
Hasil Wawancara Dengan Siswa
1) Hampir sebagian siswa memiliki guru favorit, dengan berbagai
kriteria, Kebanyakan siswa memilih guru favorit karena orangnya
baik atau tidak kejam. Selain itu ada juga kriteria lain seperti guru
yang tidak pernah memberikan PR, guru yang jarang masuk, sampai
pada guru yang kurang peduli dengan murid-muridnya.
2) Untuk metode belajar, sebagian siswa lebih memilih untuk belajar
kelompok ataupun mentoring langsung dari guru. Belajar kelompok
lebih diminati siswa karena mereka dapat belajar bersama temantemannya.
3) Hampir sebagian besar siswa menyatakan bahwa guru belum mampu
memotivasi mereka untuk belajar. Semua sifatnya masih satu arah,
dimana guru hanya rajin memberikan tugas-tugas kepada mereka.
4) Sebagian siswa juga menyatakan bahwa guru belum mampu
memahami cara belajar mereka, hanya ada beberapa guru yang
cukup paham dan biasanya sering diajak untuk berdiskusi baik di
kelas maupun di luar kelas.
42 | Komunikasi dalam Media Digital
5) Guru-guru yang dianggap nyaman untuk mereka ajak berkomunikasi
adalah guru-guru yang memahami mereka lewat kesabarannya,
kepeduliannya dan mampu memotivasi mereka untuk belajar lebih giat.
Penutup
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1) Guru belum sepenuhnya memanfaatkan internet sebagai sumber
informasi dalam proses pembelajaran maupun berinteraksi dengan
murid-muridnya. Sementara media yang paling dekat dengan
murid-muridnya di era millenial ini adalah internet. Kapan saja dan
dimana saja guru dan murid dapat berkomunikasi.
2) Guru belum memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengenal tipe
atau karakter siswa sehingga masih belum dapat mengelompokkan
atau mengklasifikasikan secara benar sesuai dengan profiling siswa.
3) Guru belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang pentingnya
berkomunikasi secara pribadi dengan murid-muridnya, sehingga
mampu memberikan daya dorong atau motivasi yang kuat pada
siswa untuk lebih giat belajar.
4) Guru kurang memiliki kesadaran mengenai fungsi guru di sekolah,
yaitu berfungsi sebagai pendidik (fasilitator) bukan sebagai pengajar.
Sebagai pendidik, guru harus mampu membangkitkan regulasi diri (self
regulation) murid-muridnya, yaitu sebuah proses dimana seseorang
peserta didik mampu mengaktifkan dan menopang kognisi, perilaku,
dan perasaannya yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian
suatu tujuan. Ketika tujuan tersebut meliputi pengetahuan maka yang
dibicarakan adalah self-regulated learning. Self-regulated learning adalah
sebuah konsep mengenai bagaimana seseorang peserta didik menjadi
regulator atau pengatur bagi belajarnya sendiri.
5) Lemahnya pengetahuan guru tentang tipe atau karakter siswa
membuat guru kurang memahami cara belajar murid-muridnya,
sehingga metode mengajar yang diterapkan selalu sama untuk tiap
siswa. Hal ini juga dikeluhkan oleh siswa yang menganggap guru
kurang peduli dengan murid-muridnya.
6) Lemahnya pengetahuan guru tentang tipe atau karakter siswa
menyebabkan guru kurang memahami perilaku murid-muridnya
dan murid yang dianggap menyenangkan adalah murid yang aktif,
pintar atau pun hanya murid yang berprestasi.
Komunikasi dalam Media Digital | 43
Daftar Pustaka
Amir, M. Taufiq. 2010. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based
Learning: Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pembelajar di Era
Pengetahuan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Baron, Ranee; Elizabeth Wagele, Elizabeth . 2014. Enneagram: Mengenal
9 Tips Kepribadian Manusia dengan Lebih Asyik. Jakarta: Serambi.
Bast, Mary; Favreau, Cristina . 2014. Out of the Box Self-Coaching
Workbook. USA: Lexington, KY
Bast, Mary; Thompson, Clarence. 2012.Out of the Box Coaching With
Enneagram. USA: Lexington, KY
Cangara, Hafied. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Fajar, Marhaeni. 2009. Ilmu Komunikasi Teori & Praktek. Edisi Pertama.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Haney, W. V. 1979. Communication and interpersonal relations.
Homewood, IL: Irwin
Husman, R. C., Lahiff, J. M., & Penrose, J. M. (1988). Business
communication: Strategies and skills. Chicago: Dryden Press.
Withwor, Laura. 2007. Co-Active Coaching; New Skill for Coaching People
Toward Succes in Work and life.
Dilts, Robert. 2003. From Coach to Awakener
Schunk & Zimmerman,1998. Schunk & Zimmerman. 1998. .
http://santisidabutar.blogspot.com/2015/03/psikologi-pendidikan-gayaberfikir.html
Suparno, Paul et al. 2002. Reformasi Pendidikan: Sebuah Rekomendasi.
Yogyakarta: Kanisius.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.
Bandung: Alfabeta.
Tubbs, Stewart L; Moss, Sylvia. 2001. Human Communication. PrinsipPrinsip Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Yaniasti Ni Luh. 2012. WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 11
No. 3 April 2012
Zimmerman, Bonner & Kovach. 2003.
http://santisidabutar.blogspot.com/2015/03/psikologi-pendidikan-gayaberfikir.html
44 | Komunikasi dalam Media Digital
Potret Mekanisme Jurnalisme Warga di Indonesia
dalam Jurnalisme Online di Era Digital
Ida Nuraini Dewi Kodrat Ningsih, dan Adrian Samudro
Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia
Pendahuluan
Pada umumnya jurnalisme warga diartikan sebagai kegiatan
berpartisipasi dalam pengumpulan, analisis, dan penyampain informasi
serta berita yang dilakukan oleh masyarakat umum melalui beragam
media termasuk media online. Kurang lebihnya, jurnalisme warga ini
merupakan salah satu kegiatan jurnalistik yang disebabkan karena
perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat akan wadah
informasi yang memicu munculnya jurnalisme warga sebagai bagian
dalam jurnalistik online sehingga sekarang ini sudah banyak sekali media
online yang berbasis jurnalisme warga dalam upaya menyediakan ruang
bagi warga untuk ikut menyebarluaskan berbagai macam informasi.
Seperti media online Kompasiana dan Aku Massa yang memberikan
beragam macam informasi seputar isu-isu terkini dan peristiwa peristiwa yang terjadi. Kompasiana merupakan portal media online
yang dimiliki oleh Kompas Gramedia untuk mewadahi aspirasi warga
yang berpartisipasi dalam memberikan informasi terkait isu-isu terbaru.
Sedangkan Aku Massa merupakan sebuah program pemberdayaan media
yang dibentuk oleh sebuah organisasi bernama Forum Lenteng. Pada
praktiknya Aku Massa ini berjejaring dengan komunitas – komunitas
yang berpartisipasi. Selain kedua portal media online tersebut, ada juga
media – media lainnya yang juga ikut berpartisipasi dalam memberikan
sebuah informasi yaitu KabarIndonesia.com (HOKI), kampung-media.
com dan Indonesiana. Media - media tersebut merupakan media yang
mengkhususkan warga biasa untuk menyampaikan informasi – informasi
dan aspirasi secara luas layaknya seorang jurnalis.
Dengan adanya jurnalisme warga atau Citizen Journalism dalam
media online tersebut memberikan dampak tersendiri bagi isi konten
informasi media online tersebut karena dalam jurnalisme warga memiliki
kelebihan dan kelemahan tersendiri. Salah satu kelebihan jurnalis warga
45
yakni adanya kebebasan warga dalam memberi informasi namun dari hal
tersebut menjadikan suatu kelemahan jurnalis warga dimana informasi
yang diberikan berupa fakta atau hanya sekedar opini warga saja. Seperti
halnya dalam kompasiana.com yang dengan mudahnya dapat diakses
oleh masyarakat luas untuk menyebarkan informasi yang mereka peroleh.
Namun, pada praktiknya dalam kegiatan jurnalisme warga ini masih
sering kali diragukan faktualitas dan aktualitas sebuah pemberitaan
yang dapat mempengaruhi presepsi masyarakat atau pembacanya. Hal
tersebut dikarenakan kurangnya edukasi atau pengetahuan jurnalis warga
terkait penulisan dan dari masyarakat itu sendiri . Dengan begitu, tidak
menutup kemungkinan berita-berita tersebut belum layak karena portal
media online berita saja bisa menyebarkan informasi yang belum tentu
benar. Kejadian tersebut dapat terjadi karena sistem dalam jurnalisme
online diharuskan secepat mungkin untuk memperoleh dan memproses
informasi yang didapatkan agar segera bisa disebarkan. Pada penelitian
ini, penulis akan mengkaji dua media online jurnalisme warga dengan
mendespriksikan hasil wawancara dan observasi mengenai kegiatan
jurnalisme warga saat melakukan pemberitaan dalam praktik jurnalisme
online.
Kegiatan jurnalisme warga ini masih diragukan oleh banyak orang
apakah informasi yang diberikan hanya asumsi atau opini saja atau
memang fakta berdasarkan apa yang terjadi. Selain itu, kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang suatu hal juga dapat mengurangi
kredibilitas dari jurnalisme warga itu sendiri. Orang-orang yang sok tahu
dapat dengan mudah menyebarluaskan opini yang dapat merugikan
orang lain. Oleh sebab itu dalam penelitian ini, peneliti akan berfokus
kepada proses dan penanggulangan media terhadap praktik jurnalisme
warga tersebut Potret kerja ini dilihat melalui platform media online yang
menyediakan ruang adanya jurnalisme warga (citizen journalism). Media
online dipilih karena berkaitan dengan aktivitas jurnalis warga yang
menggunakan media online dan termasuk dalam salah satu kegiatan
jurnalistik online yang berperan sebagai wadah dalam berpartisipasi
memberikan informasi seputar isu-isu yang sedang banyak dibicarakan
disekitar masyarakat serta banyaknya masyarakat yang menjadikan
media online sebagai sarana informasi yang mudah dan cepat untuk
diakses di era sekarang ini. Media online yang peneliti akan teliti
merupakan media online yang termasuk portal berita seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya yaitu Kompasiana dan Aku Massa . Kedua media
46 | Komunikasi dalam Media Digital
tersebut memberikan ruang partisipasi yang bebas bagi para jurnalis
warga dalam memberikan informasi, namun pada informasi jurnalis
warga tersebut apakah sudah layak dikatakan berita dan siap untuk
diberitakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui realita yang
terjadi pada kegiatan jurnalisme warga dalam penyampaian informasi di
media jurnalisme online yang termasuk Kompasiana dan Aku Massa.
Kerangka Teori
1.
Menyoal Jurnalisme Warga dan Jurnalisme Online
Jurnalisme warga didefinisikan sebagai partisipasi aktif masyarakat
dalam mencari, mengumpulkan, mengolah dan mendistribusikan
informasi. Seperti yang dikutip dari Romli (2012) bahwa jurnalisme warga
adalah sebuah praktik atau kegiatan terkait jurnalistik yang dilakukan
oleh orang biasa, bukan jurnalis profesional di sebuah media mainstream.
Pepih Nugraha (2012:20), menjelaskan bahwa istilah jurnalisme warga
juga dikenal dengan beberapa nama lain yaitu Participatory Journalism,
Public Journalism, Democratic Journalism, Independent Journalism, Wiki
Journalism, Open-source Journalism, dan Street Journalism. Pada salah
satu istilah diatas, Participatory Journalism menurut JD Lasica yang
dikutip dari Pepih Nugraha (2012:20) mempunyai enam kategori yaitu
partisipasi khalayak media utama (komentar artikel); situs berita dan
informasi independen; blog sosial; situs media kolaborasi dan kontribusi;
bentuk lain “media kecil” (mailing list); dan situs penyiaran pribadi. Dari
kategori-kategori tersebut, dapat kita lihat bahwa masyarakat sebagai
non-profesional praktisi, sering membuat dan menyebarkan informasi
kepada khalayak luas. Karena itulah, kegiatan jurnalisme warga sering
dikaitkan dengan keaktifan masyarakat dalam hal pembuatan dan
penyebarluasan suatu informasi.
Dengan kemudahan internet di jaman sekarang membuat siapa
saja dapat mengakses, membuat, mencari dan menyebarkan informasi
secara cepat dan mudah. Hampir semua orang bisa memiliki akun media
sosial dan media online lainnya seperti portal berita online Kompasiana.
Kompasiana merupakan media atau blog jurnalisme warga yang sudah
digunakan oleh ratusan ribu orang untuk membaca, mencari, membuat
dan membagikan informasi. Meskipun blog jurnalisme warga, namun di
Kompasiana tidak hanya berisikan informasi seputar jurnalisme warga
tapi juga informasi umum lainnya.
Komunikasi dalam Media Digital | 47
Dalam bukunya Romli (2012: 12) yang dikutip bahwa kehadiran
jurnalistik online memberikan sebuah perubahan dalam kegiatan jurnalistik.
Perubahan tersebut tidak hanya dari bentuk media dan cara penyajiannya,
tapi juga dalam praktisi atau jurnalisnya. Dengan adanya jurnalistik online,
kini semua orang bisa menjadi seorang jurnalis yang berkontribusi dalam
penyampaian sebuah informasi. Kegiatan tersebut sekarang dikenal dengan
jurnalisme warga (citizen journalism) dimana kegiatan tersebut merupakan
salah satu hasil di jaman sekarang dari adanya jurnalistik online. Jurnalistik
online sendiri merupakan wadah atau tempatnya terjadi pengolahan
sebuah informasi secara online. Sedangkan untuk jurnalisme warganya
sendiri berasal dari dua kata yaitu jurnalistik dan warga dimana menurut
Ensiklopedia Indonesia, jurnalistik merupakan sebuah bidang profesi yang
melakukan penyajian informasi mengenai isu – isu yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari secara berkala dengan sarana media publikasi yang
ada. Sedangkan warga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu
anggota, perkumpulan, dan lain sebagainya sehingga dapat disimpulkan
bahwa jurnalisme warga merupakan partisipasi aktif dalam kegiatan
mengumpulkan, mengolah dan menyampaikan informasi dan berita yang
dilakukan oleh masyarakat. Hal tersebut ditambahkan dengan penjelasan
yang dikutip dari Romli (2012) bahwa jurnalisme warga adalah sebuah
praktik atau kegiatan terkait jurnalistik yang dilakukan oleh orang biasa,
bukan jurnalis profesional di sebuah media mainstream. Pada praktiknya,
narasumber dari Kompasiana juga mengatakan bahwa penulis-penulis yang
berpartisipasi dalam media tersebut merupakan warga biasa dengan latar
belakang yang berbeda dan mungkin dengan ketidaktahuannya tentang
jurnalistik tapi ingin berbagi informasi tentang apapun dalam keseharian
mereka.
Tidak hanya tentang jurnalisme warga, di Kompasiana juga
memberikan ruang untuk memberikan kritikan, opini, dan ikut membuat
informasi terkait isu terkini dari sudut pandang warga. Dengan adanya
media online seperti Kompasiana ini juga memberikan penyaringan
terhadap informasi-informasi yang dibuat.
Selain Kompasiana, dalam penelitian ini juga menggunakan Aku
Massa sebagai objek penelitian. Aku Massa ini dibentuk pada awalnya
sebagai program pemberdayaan dan pendidikan media berbasis
komunitas. Fokus awal yang dibentuk oleh Forum Lenteng ini yaitu
pemberdayaan media video yang kemudian diadakan workshop selama
kurang lebih 1 bulan dan berkolaborasi dengan beberapa komunitas lokal
48 | Komunikasi dalam Media Digital
di berbagai daerah. Sebelum menjadi website jurnalisme warga yaitu
Akumassa.org, Aku Massa dulunya berbentuk sebuah blog yang dibuat
untuk memuat catatan – catatan harian dari para partisipan workshop
tersebut.
Sampai saat ini, beberapa penulis di Aku Massa berasal dari
partisipan – partisipan yang pernah mengikuti workshop yang pernah
diadakan oleh Aku Massa. Selain itu, penulisnya juga berasal dari
warga masyarakat yang ada diluar komunitas – komunitas partisipan
tersebut. Tidak hanya itu, Aku Massa juga biasanya mengajak penulis
– penulis untuk membuat artikel yang kemudian akan dimuat di Aku
Massa. Website Aku Massa ini sendiri dijadikan sebagai kanal bersama
untuk memuat tulisan – tulisan yang telah dibuat oleh para partisipan
tersebut. Dalam bukunya Romli (2012) yang dikutip bahwa kehadiran
jurnalistik online memberikan sebuah perubahan dalam kegiatan
jurnalistik. Perubahan tersebut tidak hanya dari bentuk media dan cara
penyajiannya, tapi juga dalam praktisi atau jurnalisnya. Dengan adanya
jurnalistik online, kini semua orang bisa menjadi seorang jurnalis yang
berkontribusi dalam penyampaian sebuah informasi. Dengan hadirnya
Aku Massa sebagai portal online jurnalistik warga ini membantu
masyarakat dalam memperoleh informasi dari beberapa daerah yang
komunitas-komunitasnya berpartisipasi dengan Aku Massa. Aku Massa
ini merupakan salah satu media yang bekerjasama dengan komunitas –
komunitas di beberapa daerah seperti Solok dan Lombok Utara. Hadirnya
Aku Massa juga memberikan informasi yang tidak dijamah oleh media
mainstream, seperti contohnya kegiatan, pemerintahan, budaya lokal,
kuliner dan lainnya yang ada di Solok maupun Lombok Utara.
Outing dalam artikel berjudul The 11 Layers of Citizen Journalism
yang dikutip dari Pepih Nugraha (2012:26), menjelaskan bahwa terdapat
11 lapisan atau langkah masyarakat biasa untuk membuat jurnalisme
warga diantaranya (1) opening up to public comment; (2) the citizen add-on
reporter; (3) open-source reporting; (4) the citizen bloghouse; (5) newsroom
netizen transparency blogs; (6) the stand-alone citizen journalism site:
edited version; (7)stand-alone citizen journalism site: unedited version; (8)
add a print edition; (9) the hybrid: pro+citizen journalism; (10) integrating
citizen and projournalism under one roof; dan (11) wiki journalism: where
the readers are editor.
Beberapa kutipan di atas terlihat bahwa keaktifan masyarakat biasa
dalam hal pembuatan dan penyebaran informasi ini memang terlihat
Komunikasi dalam Media Digital | 49
amatir, oleh karena itu, terdapat beberapa lapisan yang kemudian
mendukung informasi tersebut dengan merangkul masyarakat biasa
untuk memproduksi dan mendistribusikan informasinya bersama
profesional. Hal inilah yang sampai saat ini menjadi “pergunjingan” di
kalangan akademisi, praktisi bahkan dari masyarakat itu sendiri, tentang
bagaimana kemudian kredibiltas informasi jurnalisme warga, ketika
pembuatnya hanyalah masyarakat biasa yang “mungkin” sebagian dari
mereka tidak tahu tentang etika dan tata cara pengumpulan sampai
pembuatan dan pendistribusian suatu informasi.Oleh karena itu dalam
praktiknya, PPWI telah membuat serangkaian ketentuan yang dapat
digunakan oleh para jurnalis warga sebagai pedomannya. Ketentuan –
ketentuan tersebut tertulis dalam Kode Etik Pewarta Warga dikutip dari
laman Pewarta Indonesia (https://pewarta-indonesia.com/en/2019/06/
kode-etik-pewarta/ diakses 25 Mei 2019), yang termasuk mengenai
ketentuan sumber yang harus objektif, tulisan yang berupa fakta, dan
adanya tata krama dalam pengambilan informasi.
Pergunjingan terkait jurnalisme warga tidak berhenti sampai disitu
saja, namun jurnalisme warga erat dikaitkan dengan jurnalisme online
yang merupakan bentuk jurnalisme terkini yang menggunakan media
internet untuk menyebarluaskan informasi kepada publik. Kedua jenis
informasi ini dikaitkan karena keduanya adalah bentuk informasi dan
menggunakan medium yang sama. Seperti yang dikutip dari Romli
(2012: 11), jurnalistik online dapat disebut juga dengan cyber journalism,
jurnalistik internet dan jurnalistik web yang dapat dikatakan sebagai
generasi baru dalam jurnalistik. Romli (2012: 12) juga mengatakan bahwa
jurnalistik online merupakan proses penyampain informasi dengan
menggunakan media internet, terutama website atau yang sekarang
sering digunakan yaitu media online. Hal lain yang terkait adalah
bahwa karakteristik-karakteristik jurnalistik online juga menempel
dengan informasi jurnalisme warga yang disampaikan melalui media
internet. Menurut James C. Foust yang dikutip Romli (2012: 16) dalam
bukunya yang bertajuk “Jurnalistik Online”, jurnalisme online memiliki
karakteristik sebagai berikut: (1) unlimited space, (2) audience control,
(3) nonlienarity, (4) storage and retrieval, (5) immediacy, (6) multimedia
capability, dan (7) interactivity.
Meskipun demikian, hal yang paling mendasar yang masih terus
diperdebatkan dari keduanya adalah bentuk keakuratan—walaupun
jurnalisme online yang berbasis profesional cenderung memiliki nilai
50 | Komunikasi dalam Media Digital
lebih daripada jurnalisme warga, karena terbingkai dengan news values,
gate keeper prpcess, dan lainnya. Namun demikian, seiring berjalannya
waktu, hal ini terlihat seolah diabaikan. Nilai keringkasan dan kecepatan
terlihat layaknya “pion” yang harus ditegakkan, sehingga kedalaman
dan keakuratan menjadi “soal” belakangan ini. Keakuratan berdampak
pada kredibilitas suatu informsi untuk dinilai para konsumennya. Hal
ini yang kemudian tertempel erat dengan jurnalisme warga, bahwa jenis
informasi ini dengan basis inter
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan paradigm
konstuktivisme, dimana menurut Salim (2001:41) paham ini menyatakan
bahwa realitas itu terbentuk dari bermacam-macam konstruksi mental,
pengalaman sosial yang bersifat lokal dan spesifik tergantung pada orang
yang melakukannya. Dengan pendekatan tersebut akan membantu
peneliti dalam mengembangkan penelitian ini berdasarkan situasi yang
ada, yaitu dari media yang akan menjadi objek penelitian ini. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk mendeskripsikan hasil
data dari hasil penelitian yang didapat. Hasil penelitian ini dapat berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari objek hasil wawancara dan observasi
yang telah dilakukan. Dengan metode ini peneliti dituntut untuk mampu
bertanya, menganalisis, merekam dan mengkonstruksikan realitas sosial
agar menjadi lebih jelas untuk dimaknai.
Pembahasan
Potret Mekanisme Jurnalisme Warga di Indonesia dalam Jurnalisme
Online di Era Digital
1.
Mekanisme Konten Informasi
Dalam membuat artikel, Kompasiana membebaskan para penulisnya
untuk menuliskan berbagai macam konten dan jenis artikel. Artikelartikel tersebut dapat berupa hard news, soft news, feature, fiksi, tips
& trik serta opini yang dapat dibuat dalam bentuk teks, foto, maupun
video. Dengan beragamnya pilihan artikel dalam bentuk apapun ini
dapat memudahkan pembaca mencari informasi yang mereka butuhkan
dan juga penulis dengan mudah untuk menyampaikan apa yang ingin
mereka bagikan kepada masyarakat.
Komunikasi dalam Media Digital | 51
Meskipun sebagai ruang jurnalisme warga, tapi Kompasiana juga
memberikan kesempatan kepada kompasianernya untuk menulis apa
yang mereka rasakan, pikirkan, dan inginkan untuk dibagi kepada
banyak orang. Kompasianer – kompasianer ini bisa menulis artikel
ringan seperti tulisan – tulisan fiksi yaitu puisi dan cerpen. Selain itu
juga bisa menulis feature mengenai ketokohan atau peristiwa disekitar
mereka, tips dan trik seperti resep masakan, otomotif, kreatifitas dan
lainnya. Di Kompasiana juga memperbolehkan kompasianernya untuk
mengkritisi dan memberikan opini terkait isu apa saja baik itu politik,
ekonomi, hukum, musik, film dan lainnya. Selain itu, di Kompasiana juga
mendukung untuk kegiatan reportase seperti contoh reportase bencana
yang terjadi di sekitar warga. Hal itu bertujuan untuk memungkinkan
informasi tersebut lebih cepat tersebar kepada masyarakat di berbeda
lokasi karena media mainstream pun belum tentu dapat menjamah
peristiwa tersebut secara cepat. Tentunya setiap artikel yang dibuat
berdasarkan prespektif warga dan dalam ranah yang telah ditentukan
Kompasiana.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa dKompasiana memberaikan
perlakukan khusus pada setiap artikel, yakni harus berisi konten yang
memenuhi unsur-unsur seperti pada ketentuan konten di website
Kompasiana yang dijabarkan sebagai berikut:
a.
Keaslian Artikel
Artikel yang dibuat tidak boleh menyalin atau mengcopy-paste
tulisan dari artikel lain baik berupa data keselurahan dan kutipan
dari sumber lain sebanyak lebih 25%
b.
Tidak Bolek Promosi
Artikel tidak boleh berisikan iklan atau promosi berupa jasa atau
barang dalam bentuk tautan (link).
c.
Sumber Relevan
Setiap artikel yang menyajikan foto, ilustrasi, referensi atau konten
lainnya harus ikut serta mencantumkan sumber yang relevan
disebutkan secara langsung atau memberikan tautan (link) yang
diarahkan ke alamat sumber.
d.
Menjaga Privasi
Artikel dibuat untuk tidak menyalahgunakan hak-hak pribadi dan
nama baik individu ataupun kelompok
52 | Komunikasi dalam Media Digital
e.
Menjaga Norma dan Etika
Dalam artikel juga tidak dibolehkan berisi konten yang dapat
menyinggung suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA),
orientasi seksual, usia, atau cacat fisik. Selain itu juga tidak boleh
berisi konten yang melanggar norma kesusilaan seperti cabul dan
pornografi. Di dalam artikel juga harus ditulis dengan kata-kata
yang baik dan sopan.
f.
Menjadi Diri Sendiri
Jurnalis warga dalam memperoleh dan mengolah informasi harus
berdasarkan atau mewakili diri sendiri, tidak untuk orang lain
ataupun instansi tertentu
Dalam pemberitaanya, Kompasiana juga memperhitungkan nilai
yang dapat mempertahankan kredibilitasnya. Dalam penelitian ini
kredibilitas berkaitan dengan media dan berita dimana kredibilitas ini
berkaitan dengan unsur – unsur yaitu fakta dan objektivitas menurut
de Beer (2006) yang dikutip dari Ningsih (2015). Menurut Kompasiana,
kredibilitas dilihat dari penulis dan artikelnya yang dimana penulis
tersebut dipercaya dengan status akunnya yang tervalidasi dari data dan
artikelnya yang berkualitas. Dalam wawancara, Kompasiana mengatakan
bahwa artikel tersebut kredible jika didalamnya objektif, seimbangberimbang, berkualitas, ada sumbernya dan pastinya membicarakan fakta.
Hal tersebut berkaitan dengan penjelasan dari Kode Etik Pewarta Warga
yang mengatakan bahwa jurnalis warga tidak boleh menperjualbelikan
keobjektifitasannya dalam membuat berita, yang mana mereka harus
memiliki prinsip jujur dan menyajikan berita secara berimbang
Pada Aku Massa, mekanisme terkait dengan konten adalah sebagai
berikut, penulis diberikan kebebasan dalam membuat sebuah artikel
dalam gaya dan format penulisannya yang terpenting memenuhi standar
5W + 1H. Penulisan dapat berupa hard news, soft news, feature, opini
dan lainnya dalam bentuk apa saja seperti teks, gambar, audio maupun
video. Namun demikian Aku Massa mengaku bahwa konten artikel
kebanyakan lebih mengusung penulisan yang berifat sharing. Sharing
disini menurut Aku Massa dimaksudkan sebagai berbagi pengalaman
mengenai kejadian atau peristiwa apapun yang terjadi di sekitar penulis.
Hal tersebut selaras dengan tujuan Aku Massa yaitu untuk menyeimbangi
konten informasi media mainstream yang dianggap belum sepenuhnya
memenuhi kebutuhan informasi masyarakat seperti contoh informasi
Komunikasi dalam Media Digital | 53
di daerah – daerah yang belum terjamah oleh media mainstream. Gaya
penulisan sharing ini sama seperti gaya penulisan feature yang dikatakan
Pepih dalam bukunya (2012: 97) yaitu gaya penulisan yang santai dan
ringan tapi tetap sesuai fakta dan penulisannya tidak kaku dan sebaku
yang ada pada berita Hard News.
Penulisan gaya feature ini memang masuk dalam jurnalistik warga
dimana dalam jurnalistik warga tidak harus selalu membahas topik
berat layaknya jurnalis pada umumnya. Pada praktiknya, jurnalisme
warga ini juga tidak mengharuskan keaktualan yang tinggi namun
tetap mempertahankan kefaktualan informasi yang dibuat. Narasumber
menambahkan bahwa di Aku Massa penulisnya diberikan kesempatan
untuk mengkritisi tulisan-tulisan yang ada di media mainstream. Hal
itu dilakukan karena menurutnya media mainstream belum sepenuhnya
bisa memenuhi apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Selain itu, kode etik jurnalistik dijadikan sebagai acuannya Aku
Massa. Kode etik jurnalistik itu meliputi kepribadian yang dimiliki oleh
jurnalisnya dalam meliput berita atau informasi. Selain itu juga terkait
cara dalam pemberitaannya serta cara memperoleh sumber dari informasi
itu sendiri. Kemudian, sebuah artikel juga harus memenuhi standar
5W+1H. Aspek ini menjadi nilai yang harus ada dalam sebuah informasi
sebagai kelengkapan konten. Dimana setiap unsurnya yaitu What, Who,
When, Where, Why dan How saling berkaitan satu sama lain. Tanpa
ada salah satu dari unsur tersebut, sebuah informasi akan terasa janggal
seperti contoh tidak ada tokoh yang disebutkan dalam artikel tersebut
akan membuat masyarakat bertanya-tanya siapa sebenarnya yang terlibat
dalam peristiwa yang dibicarakan itu. Selain itu, dalam artikel juga harus
mencantumkan sumber yang relevan, klarifikasi dan verifikasi fakta,
sebagaimana yang tertulis dalam Kode Etik Pewarta Warga yakni ada
tidaknya pencatuman sumber akan menjadi tanggung jawab penulis yang
bersangkutan. Selain hal-hal tersebut, narasumber juga menambahkan
bahwa keberpihakan dalam membuat artikel harus mementingkan
keberpihakan warga dan juga harus objektif. Hal tersebut berkaitan
dengan penjelasan dari Kode Etik Pewarta Warga yang mengatakan
bahwa jurnalis warga tidak boleh menperjualbelikan keobjektifitasannya
dalam membuat berita, yang mana mereka harus memiliki prinsip
jujur dan menyajikan berita secara berimbang. Meskipun Aku Massa
mengacu pada kode etik jurnalistik pada umumnya, namun mereka tetap
menyeimbangkan kebebasan jurnalis warga seperti yang tertera dalam
54 | Komunikasi dalam Media Digital
Kode Etik Pewarta Warga.
Hal tersebut juga serupa dengan hasil temuan dari penelitian
Hasanah (2016: 66) yang menurut Wilson Lalengke, meskipun dibuat
oleh warga tetapi sebaiknya karya jurnalistik tersebut memenuhi unsur
berimbang, namun yang menjadi keharusan adalah informasi yang
dibuat adalah benar, jujur dan sesuai fakta.
2.
Mekanisme Informasi berbasis Jurnalistik Online
Sebagai sebuah sarana dalam kegiatan jurnalistik, media online ini
juga harus memiliki karakteristik jurnalistik online dalam menunjang
kegunaannya untuk para penulis atau penggunanya dan juga masyarakat
sebagai pembaca. Meskipun statusnya sebagai blog media sosial tapi
sebenarnya Kompasiana juga merupakan media jurnalistik online yang
harus memiliki aspek – aspek jurnalistik online. Hal ini selain untuk
melengkapi syarat sebagai media jurnalistik online juga untuk menambah
nilai kredibilitas terhadap masyarakat.
Seperti yang dikutip dari buku berjudul “Jurnalistik Online”
karangan Romli (2012:16) bahwa karakterisik jurnalistik online terdiri
dari 7 yaitu Unlimited Space, Audience Control, Nonlienarity, Storage
and retrieval, Immediacy, Multimedia Capability, dan Interactivity.
Karakteritik ini merupakan kelebihan yang tidak dimiliki oleh tv, radio
maupun media cetak. Dari hasil wawancara yang telah diperoleh, Mbak
Widha mengatakan untuk di Kompasiana memiliki standar karakteristik
jurnalistiik online tersebut.
Dijelaskan dalam bukunya Romli (2012: 16) bahwa unlimited space
merupakan halaman tak terbatas, sehingga artikel dan berita dapat
ditulis sepanjang dan selengkap munkin tanpa adanya batasan. Namun,
Kompasiana menambahkan ada ketentuan dalam menaikkan artikel
agar tidak menjadikannya sebuah aktifitas spamming. Disamping itu,
Kompasiana juga mempunyai ruang untuk menyimpan artikel-artikel
tersebut agar dapat diakses kembali dilain waktu oleh pengguna dan
pembacanya. Seperti penjelasan Storage and retrieval dalam Romli (2012:
16) yang mengartikan berita atau artikel tersebut tersimpan dan dapat
diakses kembali kapan pun dan dimana saja. Hal tersebut juga berkaitan
dengan Audience Control dimana para pengguna media tersebut dapat
lebih leluasa dalam memilih berita atau artikel di media online. Selain
itu, Kompasiana juga mendukung dalam hal Immediacy yaitu informasi
dapat disampaikan secara cepat dan langsung,
Komunikasi dalam Media Digital | 55
Untuk bentuk kontennya sendiri terkait dengan Multimedia
Capability, Kompasiana ini memberikan kebebasan para penulisnya
untuk membuat dalam bentuk apapun. Konten tersebut dapat berupa
teks, suara, gambar, maupun video dan komponen lainnya. Keragaman
konten yang diberikan membuat para penulis dan pembacanya juga
merasa tidak terbatas untuk membuat dan mengakses informasi yang
mereka butuhkan. Di jaman sekarang, gambar dan video lebih mudah
ditangkap dan dipahami oleh orang, namun tidak menutupkemungkinan
banyak bermunculan video dan gambar yang sudah diubah. Sehingga
membuat banyak orang salah mengartikan isi gambar dan video tersebut.
Dari hasil observasi, peneliti juga menemukan di setiap berita atau
artikel tersebut tidak terpisah, berurutan dan berdiri sendiri seperti halnya
Nonlienarity yang dijelaskan Romli (2012:16). Karakteristik ini dapat
memudahkan pembacanya untuk membaca isi artikel tersebut meskipun
bukan ditulis oleh jurnalis mainstream melainkan warga biasa. Selain itu
di media tersebut juga terdapat kolom komentar yang berfungsi untuk
memberikan masukan, kritikan, maupun pendapat dari pembaca dan juga
menjadi tempat interaksi antara penulis dan pembaca atau audiensnya
(Interactivity). Dengan adanya kolom komentar ini dapat digunakan oleh
penulis dan pembaca sebagai masyarakat untuk mendiskusikan artikel
terkait secara langsung yang tidak bisa masyarakat lakukan ketika melihat
atau membaca informasi dari media tv, radio maupun media cetak.
Berdasarkan hasil observasi dari website Aku Massa yang
menunjukkan bahwa artikel di Aku Massa bisa sebanyak dan sepanjang
mungkin. Hal ini berkaitan dengan pengertian dari Unlimited Space
menurut James C. Foust dalam Romli (2012: 16) yaitu ruang tidak
menjadi masalah untuk artikel dan berita yang sepanjang dan sebanyak
apapun. Meskipun dapat ditulis sepanjang apapun, namun harus tetap
dalam ranah yang benar, tidak menulis secara asal-asalan, dan tetap
memiliki isi yang berkualitas. Artikel-artikel tersebut juga tersimpan
dan dapat diakses kembali kapanpun, seperti karakteristik Storage and
Retrieval yang diartikan berita tersimpan dalam ruang penyimpan untuk
dapat diakses kembali. Dengan penyimpanan ini, pembaca juga dibantu
dengan fitur pencarian untuk menemukan artikel yang mereka cari
hanya dengan memasukkan keywordnya saja. Kemudian artikel-artikel
tersebut ditemukan dalam berbagai bentuk (Multimedia Capability)
seperti teks, gambar, maupun video dan artikel tersebut juga berdiri
sendiri yang dapat memudahkan para pembacanya untuk memilih
56 | Komunikasi dalam Media Digital
artikel apa yang ingin mereka baca. Selain itu, di Aku Massa juga
menyediakan kolom komentar sebagai sarana untuk berinteraksi antar
penulis dan pembacanya (Interactivity). Interaksi yang dilakukan dapat
berupa diskusi, berpendapat, mengkritik dan komentar lainnya asal tidak
berisikan komentar yang mengandung SARA, pelecehan, menyinggung,
diskriminasi dan hal lain yang sifatnya buruk. Kemudian, dikarenakan
di Aku Massa informasinya lebih banyak bersifat feature, maka dalam
penulisan dan mengunggahnya tidak dibutuhkan kecepatan waktu.
3.
Mekanisme Publikasi
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, Kompasiana memiliki
mekanisme yaitu melalui proses penyaringan tulisan atau pengeditan.
Dikutip dari Outing dalam Romli (2012) mengenai artikel The 11 Layers
of Citizen Journalism yang salah satunya menjelaskan tentang the standalone citizen journalism site: edited version yaitu proses dari artikel
yang dibuat oleh warga harus dilakukan pengeditan sebelum akhirnya
dipublikasikan ke media online berbasis jurnalisme warga tersebut.
Lebih rincinya, di Kompasiana artikel – artikel yang telah dibuat oleh
para penulis di dashboard secara online itu kemudian akan diproses oleh
tim yang disebut moderator. Moderator ini lah yang berperan sebagai
gatekeeping di Kompasiana. Tim tersebut akan melakukan pengecekan
terkait artikel-artikel tersebut dengan menyesuaikan ketentuanketentuan yang diberlakukan, mekanisme ini mereka sebut Post
Moderation. Ketentuan-ketentuan ini dapat dilihat di halaman website
Kompasiana yang terletak dibagian bawah. Setelah itu, jika artikel-artikel
tersebut dikatakan bagus, menarik, dan memiliki nilai lebih maka akan
dipertimbangkan untuk dipilih menjadi headline atau berita pilihan yang
akan ditampilkan di Kompasiana. Berbeda dengan media jurnalisme
warga pada jaman dulu seperti mailing list, perorangan dan media sosial
yang tidak memiliki regulasi. Kegiatan jurnalisme warga dirasa rentan
terjadi hoax karena kebebasan yang bebas tersebut.
Dalam praktiknya, jurnalis warga juga harus mempertimbangkan hal
apa yang bisa dan harus mereka lakukan saat membuat sebuah informasi
sebagaimana yang ditulis dari Kode Etik Pewarta Warga ataupun Kode
Etik Jurnalistik. Sebagai media jurnalistik, dalam menjaga kredibilitasnya
Kompasiana juga melakukan pengecekan terkait hal tersebut. Langkah
yang dilakukan Kompasiana yaitu crosscheck artikel tersebut. Crosscheck
ini dilakukan dengan melihat kebenaran informasi tersebut dari
Komunikasi dalam Media Digital | 57
memyandingkan informasi yang ada di media mainstream. Biasanya
Kompasiana menyandingkan informasi tersebut dengan Kompas.com.
Crosscheck tersebut dilakukan untuk memverifikasi kebenaran fakta yang
ditulis oleh penulis di Kompasiana. Selain itu Kompasiana juga melakukan
verifikasi sumber-sumber yang relevan terutama berkaitan dengan
informasi – informasi terbaru yang muncul berawal dari Kompasiana.
Verifikasi tersebut dapat berupa kesaksian narasumber, gambar, atau video
yang dapat menunjukkan kebenaran fakta dari informasi tersebut. Hal ini
serupa dengan apa yang telah dituliskan dalam Kode Etik Pewarta Warga
nomor 7 yakni pewarta warga diwajibkan meralat setiap pemberitaan yang
kerilu dan memberi kesempatan kepada pihak terkait untuk memberikan
klarifikasi kebenaran suatu berita. Meskipun Kompasiana memiliki
serangkaian ketentuan yang mengatur para penulisnya, namun menurut
penilitian Hasanah (2016: 65), ketua PPWI menyatakan bahwa jurnalis
warga mendapat perlindungan seperti wartawan pada umumnya dan
bahkan mereka pun dipayungi oleh UU Pers, sebagaimana yang dikatakan
oleh Wilson Lalengke, praktik jurnalisme warga ini merupakan bagian dari
pelaksanaan ketentuan di Pasal 7 ayat (1) dam ayat (2) UU Pers.
Di Aku Massa cara publikasinya melibatkan juga komunitaskomunitas lokal karya yang berpartisipasi. Redaksi atau komunitas di
masing – masing kota mendampingi para penulisnya dalam membuat
sebuah artikel. Hal tersebut dilakukan bertujuan untuk meminimalisir
kesalahan dalam informasi yang dibuat oleh si penulis. Ketika tulisan
tersebut selesai dibuat, redaksi di setiap komunitas melakukan pengecekan
terhadap tulisan artikel tersebut. Jika sudah dikatakan layak, maka akan
dikirimkan ke Aku Massa untuk diproses kembali terkait ketentuan –
ketentuan yang berlaku seperi mengacu pada kode etik jurnalistik dan
memenuhi 5W+1H sebelum akhirnya dimuat di website Aku Massa.
Redaktur – redaktur tersebut berperan sebagai gatekeeping di Aku Massa
ini. Sistem publikasi ini sama dengan penjelasan yang dikutip dari Outing
dalam Romli (2012) mengenai artikel The 11 Layers of Citizen Journalism
yang salah satunya menjelaskan tentang the stand-alone citizen journalism
site: edited version yaitu proses dari artikel yang dibuat oleh warga harus
dilakukan pengeditan sebelum akhirnya dipublikasikan ke media online
berbasis jurnalisme warga tersebut (Aku Massa).
Prosedur ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan dan
kekeliruan informasi yang dibuat. Sehingga masyarakat pun yakin bahwa
artikel yang mereka baca tidak salah. Karena dijaman sekarang seringkali
58 | Komunikasi dalam Media Digital
ditemukan tautan link portal berita yang disebarluaskan oleh warga
kepada warga lain melalui platform chat maupun media sosial. Beberapa
kali peneliti menemukan link yang tersebar berisikan hanya sekedar opini
dan banyak sekali masyarakat yang dengan mudah mencerna informasi
tersebut tanpa mencari tahu kebenaran dan maksud artikel tersebut.
Di Aku Massa tidak memberikan atau tidak memberlakukan sanksi
kepada para penulisnya jika melanggar ketentuan yang berlaku. Hal itu
dikarenakan dalam proses pembuatan artikelnya penulis didampingi dan
dibimbing untuk mendapat artikel yang sebaik mungkin. Pada dasarnya
Aku Massa lebih mengutamakan isi konten yang dibuat dapat sebaik
mungkin. Narasumber juga mengatakan bahwa pernah ada kejadian
pada suatu artikel yang sudah dimuat dan ada pihak yang merasa tidak
sependapat dengan artikel tersebut. Kemudian, Aku Massa memberikan
klarifikasinya dan meminta maaf selaku media yang menaungi penulis
tersebut. Hal ini juga berkaitan dengan pernyataan PPWI dalam Kode Etik
Pewarta Warga, yakni sanksi dan pelanggaran kode etik lebih diserahkan
kepada sistem sosial nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, seperti
adanya pendekatan langsung terhadap pihak yang bersangkutan.
Tabel 1.
Potret Mekanisme Jurnalisme Warga dalam Praktik Jurnalisme Online (Berdasarkan
Romli, Pepih Nugraha dan Kode Etik Pewarta Warga)
Pertanyaan
Kompasiana
Aku Massa
Konten Informasi
Hard news, soft news, feature,
sharing dalam konten teks,
foto, video
Konten apa saja, lebih sering
sharing informasi sekitar para
jurnalis berupa teks, foto, atau
video dengan penulisan feature
Status Media
Media blog/ blog warga/
platform blog
Media kolaboratif dengan
komunitas-komunitas
Karakteristik Jurnalistik Online
Unlimited Space, Audience
Control, Nonlienarity, Storage
and retrieval, Immediacy,
Multimedia Capability, dan
Interactivity.
Unlimited Space, Audience
Control, Nonlienarity, Storage
and retrieval, Multimedia
Capability, dan Interactivity.
Mekanisme Publikasi
Artikel
The stand-alone citizen journalism site: edited version
Post Moderation. Penulis
membuat artikel kemudian
tim moderator mengecek
kesesuaian ketentuan artikel,
cek potensi dan kelayakan.
The stand-alone citizen journalism site: edited version
Penulis membuat artikel didampingi komunitas. Setelah
sesuai akan diberikan kepada
Aku Massa dan dilakukan
pengecekan oleh tim editor
Komunikasi dalam Media Digital | 59
Pertanyaan
Kompasiana
Aku Massa
Haruskah Tahapan-Tahapan Jurnalisme Warga dimiliki
Jurnalis Warga
Tidak harus karena jurnalis
memiliki pola pikir masing-masing
Iya harus ada dengan dilakukannya workshop-workshop
Gatekeeping
Tim Moderator
Komunitas per-daerah dan
Tim Redaksi Aku Massa
Opini
Kalau sekedar opini saja
tidak apa-apa, kecuali menyangkut sara dan ketentuan
lain tanpa adanya sumber
jelas
Opini harus objektif dan
dapat diterima secara logis
dalam berbagai perspektif
serta tidak memiliki kecendurangan untuk mengarahkan
publik
Ketentuan dan Sanksi
dalam Penulisan
Ketentuan dan sanksi tercan- Ketentuan pada standart-stantum dalam website Kompa- dart penulisan jurnalistik dan
tdak ada sanksi
siana pada halaman bagian
bawah yang menyangkut
ketentuan layanan, ketentuan
konten, hak cipta, pelanggaan dan pelaporan konten,
UU ITE
Peraturan Khusus atau
Langkah dalam Permasalahan Kredibilitas
Artikel tersebut dihapus
dengan adanya tulisan melanggar ketentuan kompasiana supaya masyarakat tahu
bahwa artikel tersebut tidak
layak
Komunitas-komunitas
melakukan pendampingan
kepada para penulis sampai
artikel tersebut dapat layak
untuk dipublikasi dan tidak
ada sanksi kepada jurnalis.
Aku Massa memberikan
klarifikasi dan meminta maaf
jika terjadi kesalahan dalam
artikel yang dimuat kepada
pihak yang bersangkutan
Penutup
Dari hasil penelitian, potret mekanisme jurnalisme warga di
Indonesia dalam jurnalisme online di era digital dari kedua objek
penelitian, didapatkan bahwa kedua media tersebut walaupun berbasis
pada jenis jurnalisme warga, namun keduanya memberlakukan beberapa
mekanisme dalam hal penyampaikan konten berita, mekanisme informasi
berbasis jurnalisme online dan mekanisme dalam publikasinya. Hal ini
dianggap kedua media sebagai “penangkis” informasi yang disampaikan
oleh masyarakat biasa ini dari ketidakakuratan dan memberikan
kesempatan pada mereka untuk ikut berpartisipasi dalam penyebaran
informasi.
60 | Komunikasi dalam Media Digital
Daftar Pustaka
Anindita, Mirza Ayu. 2014. “Peran Citizen Journalism dalam Menyajikan
Informasi Kepentingan Publik Melalui Media Massa : Studi Kasus
NET Citizen Journalist”. Depok: Universitas Indonesia.
Barus, Sedia Willing. 2010. “Jurnalistik: Petunjuk Teknik Menulis Berita”.
Jakarta: Erlangga.
Hasanah, Nurul. 2016. “Perlindungan Hukum Terhadap Jurnalis Warga”.
Makassar: Universitas Hasanuddin.
Ningsih, Ida Nuraini Dewi K. “Jurnalisme Warga: Praktek Konsumsi
Informasi, Literasi, dan Pemberdayaan Dalam Konteks Edukasi
Warga”. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Ningsih, Ida Nuraini Dewi K. 2015. “Prosiding Konferensi Nasional
Komunikasi 2015: Konsep, Kerangka Kerja, Kreativitas Karya Kaya
Kultur”. Jakarta: Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia.
Nugraha, Pepih. 2012. “Citizen Journalism (Pandangan, Pemahaman,
Pengalaman)”. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Romli, Asep Syamsul M. 2012. “Jurnalistik Online: Panduan Praktis
Mengelola Media Online”. Bandung: Nuansa.
Salim, 2001. “Teori dan Paradigma Penelitian Sosial: dari Denzin Guba
dan Penerapannya”. PT Tiara Wacana Yogya
Widodo, Yohanes. Volume 1, No. 1, 2010. “Menyoal Etika Jurnalisme
Kontemporer: Belajar dari OhmyNews.” Jurnal ASPIKOM.
Internet
“Berita dan Jenis-Jenisnya”. http://jurnalistik.co/materi-pembelajaran/
berita/pengertian-berita-dan-jenisnya.html diakses pada 29 Mei
2017.
“ Kode Etik Pewarta Warga”. https://pewarta-indonesia.com/en/2019/06/
kode-etik-pewarta/ diakses pada 25 Mei 2019.
Komunikasi dalam Media Digital | 61
62 | Komunikasi dalam Media Digital
Kajian Pemanfaatan Media Sosial
dalam Mempromosikan Budaya Tradisional Nusantara
Ilham Gemiharto, dan Iwan Koswara
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran
e-mail
[email protected]
Pendahuluan
Di seluruh pelosok Nusantara tersebar ribuan budaya yang berasal
dari ribuan suku bangsa dan etnis, yang mencerminkan keragaman
budaya bangsa Indonesia. Namun kini banyak diantara kekayaan budaya
tersebut yang tidak terkelola dengan baik sehingga akhirnya terlupakan
dan punah. Meskipun pelajaran seni budaya sudah dikenalkan sejak
tingkat pendidikan dasar, namun setelah dewasa kecintaan terhadap
budaya bangsa semakin luntur seiring dengan masuknya budaya asing
secara masif melalui berbagai media.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah
kalangan muda lebih mengenal budaya asing daripada budaya bangsa
sendiri. Kini sudah lumrah apabila seorang siswa Sekolah Dasar saja
lebih hafal syair lagu pop Korea daripada syair lagu daerah, bahkan
mereka lebih bangga jika mampu berbicara bahasa Korea daripada
bahasa daerah. Keberadaan media sosial membuat budaya lokal semakin
terpinggirkan, karena konten media sosial seperti YouTube didominasi
oleh budaya asing seperti budaya pop Korea atau budaya Barat.
Kini adalah eranya media sosial dimana masyarakat menjadikan
media sosial sebagai sumber informasi utama. Keberadaan media sosial
bahkan telah membuat ratusan media massa cetak di Indonesia gulung
tikar, karena pembaca mereka telah beralih membaca konten di media
sosial. Sifat media sosial yang bisa diakses kapan pun dimana pun dengan
biaya yang sangat murah membuat masyarakat beralih ke media sosial.
Apabila kondisi ini terus berlanjut dikhawatirkan kebudayaan
nusantara akan segera punah dan tidak dikenal lagi oleh generasi
bangsa selanjutnya. Salah satu cara untuk mengantisipasinya adalah
menggunakan media sosial untuk mempromosikan kebudayaan
nusantara dengan cara membuat konten-konten budaya nusantara di
63
media sosial. Konten-konten tersebut harus dikemas semenarik mungkin
sehingga ditonton dan disukai oleh jutaan orang di media sosial. Tulisan
ini merupakan kajian pemanfaatan media sosial dalam mempromosikan
budaya nusantara.
Penelitian mengenai pemanfaatan media sosial dalam mempromosikan
budaya nusantara ini merupakan hasil kajian dari berbagai literatur mengenai
pemanfaatan media sosial dalam mempromosikan budaya nusantara dalam
beberapa tahun terakhir ini.
Pembahasan
Salah satu unsur Komunikasi Pemasaran yang terpenting adalah
promosi. Promosi merupakan salah satu variabel Integrated Marketing
Communication yang digunakan oleh perusahaan berkomunikasi dengan
pasarnya, dengan tujuan untuk memperkenalkan dan memberitahukan
keberadaan suatu produk dan memperkenalkan serta memberikan
keyakinan akan manfaat produk tersebut kepada pembeli atau calon
pembeli. Oleh karena itu kegiatan promosi ini harus dapat dilakukan
sejalan dengan rencana pemasaran serta diarahkan dan dikendalikan
dengan baik sehingga promosi tersebut benar-benar dapat memberikan
kontribusi yang tinggi dalam meningkatkan upaya meningkatkan volume
penjualan.
Promosi berasal dari kata promote dalam Bahasa Inggris yang
diartikan sebagai mengembangkan atau meningkatkan. Pengertian
tersebut jika dihubungkan dengan bidang penjualan berarti sebagai alat
untuk meningkatkan omzet penjualan. Promosi merupakan salah satu
aspek dalam marketing mix (bauran pemasaran) yang memiliki peran
dalam sebuah strategi pemasaran yang efektif. Aspek lainnya adalah
Product (produk), Price (harga), dan Place (lokasi).
Kegiatan promosi sendiri terdiri dari empat macam bauran promosi,
yaitu periklanan, penjualan, personal, dan publik. Promosi dengan
media periklanan merupakan pendekatan yang menggunakan media
komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada khalayak ramai
dalam satu waktu. Periklanan merupakan bentuk promosi yang paling
banyak digunakan perusahaan dalam mempromosikan produknya. Iklan
merupakan bentuk komunikasi tidak langsung yang berisi informasi
tentang kelebihan dan keuntungan suatu produk yang ditawarkan oleh
perusahaan.
64 | Komunikasi dalam Media Digital
Promosi penjualan dilakukan untuk menarik pelanggan baru,
memengaruhi, serta mendorong pelanggan agar membeli produk yang
ditawarkan. Promosi penjualan merupakan bentuk persuasi secara
langsung untuk merangsang pembeli produk dan atau meningkatkan
jumlah barang yang dibeli. Penjualan personal merupakan komunikasi
secara langsung antar penjual dan calon pelanggan untuk diperkenalkan
suatu produk sehingga mereka akan mencoba atau membelinya.
Sementara promosi publik merupakan upaya komunikasi
menyeluruh dari suatu perusahaan untuk mempengaruhi persepsi, opini,
keyakinan dan sikap berbagai kelompok terhadap perusahaan tersebut.
Diantara kegiatan yang dilakukan dalam melakukan publisitas adalah
melalui kegiatan customer service, melalui writing media release, dengan
cara ini sebuah perusahaan terkait memberikan suatu informasi kepada
media untuk diinformasikan kepada masyarakat. Sedangkan dengan
cara advising the media, yaitu dengan mencoba mempengaruhi calon
pelanggan melalui berita tentang produk yang ditawarkan.
Promosi juga dikatakan sebagai proses berlanjut karena dapat
menimbulkan rangkaian kegiatan pemasaran selanjutnya. Karena
itu promosi dipandang sebagai arus informasi atau persuasi satu
arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi agar
melakukan pertukaran dalam pemasaran. Kegiatan dalam promosi ini
pada umumnya adalah periklanan, personal selling, promosi penjualan,
pemasaran langsung, serta hubungan masyarakat dan publisitas.
Pada umumnya sebuah kegiatan promosi berdasarkan pada jumlah
dana promosi yang digunakan, daur hidup produk, dan karakteristik
produk. Jumlah dana yang tersedia sangatlah menentukan kegiatan
komunikasi pemasaran apa yang akan dilakukan. Semakin bedsar dana
yang tersedia oleh perusahaan, semakin efektif pula kegiatan komunikasi
pemasaranyang akan digunakan dibandingkan dengan perusahaan yang
memiliki dana terbatas. Tetapi, dalam hal ini bukan berarti perusahaan
yang memiliki jumlah dana terbatas tidak dapat melakukan kegiatan
komunikasi pemasaran. Mereka dapat melakukan kegiatan komunikasi
pemasaran dengan memilih variable yang rendah biayanya.
Pada umumnya setiap produk akan mengalami perkembangan daur
hidup yang terdiri atas empat tahap, yaitu perkenalan, pertumbuhan,
kedewasaan, dan kemunduran. Kegiatan komunikasi pemasaran untuk
setiap tahapan tersebut berbeda dan memerlukan penanganan yang
Komunikasi dalam Media Digital | 65
khusus. Karakteristik produk menentukan strategi promosi yang akan
dilakukan oleh perusahaan, apakah barang konsumsi atau barang
produksi. Untuk barang konsumsi, dalam melakukan komunikasi
pemasaran perlu diketahui dahulu jenis barangnya, apakah termasuk
barang convenience, shopping atau khusus.
Pemahaman Mengenai Budaya
Kata budaya berasal dari kata buddhayah sebagai bentuk
jamak dari buddhi dalam bahasa Sansekerta yang berarti akal
(Koentjaraningrat, 1974). Definisi yang paling tua dapat diketahui
dari Tylor (1871), kebudayaan adalah keseluruhan aktivitas manusia,
termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat,
dan kebiasaan-kebiasaan lain (Ratna, 2005). Definisi yang mutakhir
dikemukakan oleh Harris (1999) yaitu seluruh aspek kehidupan manusia
dalam masyarakat, yang diperoleh dengan cara belajar, termasuk pikiran
dan tingkah laku. Suparlan (1981/82) mengemukakan bahwa kebudayaan
adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial,
yang digunakan untuk menginterpretasi dan memahami lingkungan
yang dihadapi, dan untuk menciptakan serta mendorong terwujudnya
kelakuan.
Menurut Koentjaraningrat, wujud kebudayaan ada tiga macam:
(1) Kebudayaan sebagai kompleks ide, gagasan, nilai, norma, dan
peraturan. (2) Kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan
berpola manusia dalam masyarakat. (3) Benda-benda sebagai karya
manusia (Koentjaraningrat, 1974). Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan hasil proses kehidupan
bermasyarakat yang menjadi budaya hidup sehari-hari dan tertuang
dalam berbagai wujud yang pada akhirnya menjadi kebudayaan yang
diturunkan secara temurun. Perwujudan budaya ini dapat dilestarikan
secara verbal, dilakukan secara manual dan diwujudkan dalam berbagai
karya seni.
Kebudayaan merupakan hasil rancangan atau ide dari sekelompok
masyarakat guna melestarikan budaya, yang kita warisi melalui proses
belajar dan menjadikan budaya sebagai acuan hidup atau berperilaku
dalam suatu kelompok atas manusia berikutnya yang kita sebut nilai
budaya. Koentjaraningrat (1979) membedakan kebudayaan menjadi
tiga wujud. Dari tiga hal tersebut yang mendorong terjadi pembentukan
kebudayaan. Wujud pertama adalah wujud kebudayaan sebagai gagasan,
66 | Komunikasi dalam Media Digital
ide, nilai atau norma. Kedua adalah wujud kebudayaan sebagai aktivitas
atau pola tindakan manusia dalam bermasyarakat misalnya, kerjasama
atau gotong royong. Wujud terakhir dari kebudayaan sebagai bendabenda hasil karya manusia, misalnya candi, artefak, kain batik, dan
sebagainya. Selain dibedakan menjadi tiga wujud, kebudayaan juga
terdiri dari tujuh unsur kebudayaan yaitu bahasa, kesenian, sistem religi,
sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, dan sistem
ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1979).
Setiap kebudayaan memiliki ciri khas tersendiri yang bisa dilihat dari
hal berikut: (1) Bersifat dinamik. Menurut kamus besar bahasa Indonesia,
dinamis berarti penuh semangat dan tenaga sehingga cepat bergerak dan
mudah menyesuaikan diri dengan keadaan dan lingkungan. Dinamis
bisa terjadi karena ada perubahan yang terjadi dalam masyarakat
yang menerima unsur baru dari kebudayaan luar sehingga melahirkan
persilangan kebudayaan yang baru. Seperti agama Islam yang masuk dan
kemudian mengadaptasi cara pandang dan berpikir yang mempengaruhi
masyarakat Indonesia. (2) Menerima dan menolak unsur tertentu.
Penerimaan unsur baru dalam kebudayaan berlaku jika suatu kelompok
masyarakat bersedia untuk memasukan hal-hal baru yang dianggap tidak
mencoreng nilai atau norma dari kebudayaan yang sudah ada. Bahkan
bisa dianggap memberi pandangan atau nilai lebih bagi kebudayaan
mereka yang terutama sesuai dengan pandangan spriritual mereka.
Penolakan terjadi jika dianggap akan menodai asas kebudayaan yang
sudah diwarisi secara turun temurun. Seperti contoh kebudayaan badui
dalam yang tidak memperboleh adanya alat elektronik, internet bahkan
pasta gigi untuk membersihkan gigi. Semua itu dipertimbangkan akan
merusak alam dan keaslian budaya lokal. (3) Warisan. Kebudayaan
diwarisi melalui adat istidat setempat yang tidak boleh putus dari tetua
ke generasi muda. Bisa kita lihat perwujudan warisan yang paling
sederhana adalah tata cara perkawinan adat masing-masing daerah. (3)
Proses berkelanjutan atau berkesinambungan. Merupakan proses yang
melahirkan kebudayaan baru melalui perubahan atas dasar kreatifitas
pola hidup masyarakat yang mulai bergeser akibat perubahan zaman.
Melestarikan kebudayaan adalah upaya atau wujud untuk
mempertahankan nilai-nilai seni budaya baik secara tradisional ataupun
megembangkannya dengan perwujudan yang lebih dinamis dan luwes
menyesuaikan dengan kondisi pola perkembangan zaman yang selalu
berubah. Tujuan mengadakan pelestarian ini tidak lain untuk melakukan
Komunikasi dalam Media Digital | 67
revitalisasi/penguatan budaya. Jika kita menilik semakin jauh,
kebudayaan di Indonesia saat ini semakin berkurang yang tidak hanya
terjadi di daerah perkotaan, tetapi juga di daerah pedalaman. Contoh
dari kebudayaan Kalimantan Barat suku Dayak yang mempunyai budaya
tradisi memanjangkan cuping telinga sehingga sebahu untuk pria,
dan sedada untuk kaum wanita. Karna di nilai sudah tidak memenuhi
kualifikasi perubahan zaman sekarang, tradisi ini mulai di tinggalkan.
Masyarakat Indonesia semakin terpengaruh oleh kebudayaan luar
melalui perkembangan teknologi modern yang semakin canggih. Melalui
media-media yang berkembang dengan pesat, semua informasi dan
budaya dari luar terserap sempurna tanpa ada filterisasi dan pembedaan
budaya. Kebudayaan dari luar diserap sedemikian rupa sehingga, tradisi
lama yang dianggap kuno atau ketinggalan zaman mulai dilupakan.
Bagaimanapun manusia selalu melakukan perubahan dan menjalani
kehidupan yang penuh dinamika, kegiatan bekerja di perkantoran elit
dan bertemu dengan klien sulit untuk dilakukan jika masih memegang
tradisi yang tidak sesuai dengan budaya sekarang.
Walaupun demikian, budaya yang sudah tidak bisa diterapkan
pada zaman sekarang tidak berarti ditinggalkan begitu saja, karena
budaya tersebut adalah identitas atau jati diri sebagai bangsa Indonesia
yang kaya. Walaupun sudah tidak mempraktekkan budaya tersebut
dalam kehidupan sehari-hari, seharusnya budaya bisa disampaikan
dan diwariskan melalui berbagai cara untuk menjaga “kehadirannya”.
Beberapa tahun yang lalu, ada kasus kebudayaan yang mencoreng
muka bangsa Indonesia. Kebudayaan Indonesia diambil, dilestarikan
dan dipopulerkan oleh negara lain. Dalam hal pewarisan kebudayaan,
masalah bisa muncul karena beberapa sebab antara lain: (1) Penolakan
generasi muda / generasi penerima terhadap warisan budaya yang ada.
(2) Munculnya budaya baru yang sudah tidak lagi sesuai dengan warisan
budaya. (3) Perubahan zaman yang mengakibatkan budaya warisan
tersebut sudah tidak sesuai dengan dinamika masyarakat saat ini.
Profil Media Sosial di Indonesia
Pengguna media sosial di Indonesia merupakan salah satu yang
terbanyak di dunia. Sesuai jumlah penduduknya, Indonesia menempati
urutan keempat pengguna media sosial terbanyak di dunia. Pengguna
Facebook di seluruh mencapai 2,38 milyar pengguna aktif pada bulan Mei
2019. Dengan jumlah pengguna yang besar, Facebook bisa digunakan
68 | Komunikasi dalam Media Digital
sebagai alat promosi dengan mengaitkan tautan yang ada di situs jejaring
lainnya, seperti YouTube.
YouTube sendiri merupakan situs berbagi video (video-shared) yang
paling populer yang menyediakan layanan gratis untuk mengunggah
file dengan format audio-visual. Penggunaan YouTube menjadi media
yang menarik, karena pengguna bisa dengan mudah mengakses milyaran
video di situs tersebut. Pada bulan Januari 2019, pengguna YouTube
telah mencapai 2 miliar akun, dan jumlah video yang ditonton sebanyak
5 miliar video per hari. YouTube telah menjelma menjadi “the power of
community”, yaitu sebagai kekuatan media sosial baru.
Dari survei yang dilakukan oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia) dan We Are Social bulan Januari 2019, pengguna aktif
internet di Indonesia telah mencapai 150 juta orang atau sama dengan
56 persen total populasi penduduk Indonesia sebanyak 269 juta orang.
Sementara pengguna aktif media sosial di Indonesia mencapai 130 juta
orang (48 persen populasi).
Pengguna muda mendominasi pengguna internet di Indonesia,
terutama media sosial. Hal ini menjadi kekuatan yang besar bagi
peningkatan promosi kebudayaan nusantara. Untuk menarik minat
pengguna muda diperlukan kreatifitas dan kemasan promosi yang
menarik dengan tetap mengedepankan unsur budaya tradisional.
Pengguna usia muda cenderung masih mencari identitas pribadi
yang didasarkan pada sifat dan kebiasaan tertentu. Identitas pribadi
tersebut kemudian diturunkan menjadi identitas sosial yang didasarkan
pada kelompok atau komunitas-komunitas tertentu yang diikutinya.
Begitu juga dengan pengguna media sosial, merupakan komunitas online
yang menunjukkan identitas bersama.
Pemanfaatan Media Sosial dalam Mempromosikan Budaya Nusantara
Pengemasan budaya tradisional yang digabungkan dengan efek
teknologi dan media baru dapat menjadi pilihan dan diharapkan menjadi
daya tarik tersendiri bagi generasi muda. Budaya tradisional dengan cita
rasa baru, sekaligus menjadi bagian untuk mencitrakan ulang lahirnya
budaya tradisional sesuai dengan kemajuan teknologi yang ada. Hal ini
sekaligus menjadi media promosi yang menarik di tengah digitalisasi
produk-produk media yang tidak hanya dinikmati oleh bangsa Indonesia,
melainkan juga oleh bangsa asing.
Komunikasi dalam Media Digital | 69
Pencitraan budaya nusantara yang dikemas dengan teknologi dan
penggunaan media sosial akan mengubah citra dan pandangan terhadap
budaya itu sendiri. Dalam hal ini, budaya akan menjadi kebanggaan dan
gaya hidup (life style) dan ketika kebanggaan menjadi kekuatan, maka
kesadaran untuk memperkenalkan budaya nusantara oleh generasi muda
akan berjalan dengan sendirinya.
Indonesia saat ini sangat terbuka dengan dunia media sosial,
kemudahan akses yang diimbangi oleh perkembangan teknologi.
Pertumbuhan media sosial bahkan mempengaruhi berbagai aspek dalam
kehidupan baik dari sisi pengguna atau masyarakat juga untuk kegunaan
bisnis maupun organisasi non profit.
Kebudayaan ada karena budaya yang gagasan, ide atau pemikiran
yang dikembangkan oleh manusia hadir untuk menguatkan ciri khas
atau kebudayaan suatu kelompok masyrakat. Indonesia adalah negara
kepulauan yang terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, budaya, dan
adat istiadat. Jika kita tidak mewariskan ke generasi penerima, hambatan
budaya akan berkembang dan hal itu akan menjadi bumerang buat kita.
Kehadiran karya-karya budaya tradisional yang dikemas dengan
mengedepankan unsur modern dapat digunakan sebagai jembatan untuk
menarik minat dan menanamkan nilai budaya nusantara tidak hanya
bagi masyarakat Indonesia melainkan juga masyarakat dunia. Kesan
modern dan tetap menampilkan budaya nusantara sebagai akar budaya
akan semakin memperkuat identitas sosial dan bisa menjadi bagian dari
gaya hidup yang mewarnai setiap kebudayaan yang ada di negara lain.
Simpulan
Pengguna muda mendominasi pengguna Internet di Indonesia,
terutama media sosial. Hal ini menjadi kekuatan yang besar bagi
peningkatan promosi kebudayaan nusantara. Untuk menarik minat
pengguna muda diperlukan kreatifitas dan kemasan promosi yang
menarik dengan tetap mengedepankan unsur budaya tradisional.
Pengemasan budaya tradisional yang digabungkan dengan efek teknologi
dan media baru dapat menjadi pilihan dan diharapkan menjadi daya
tarik tersendiri bagi generasi muda.
Dengan mengkaji dan menganalisis unsur kebudayaan dari luar,
problematika atau hambatan budaya yang membombardir kebudayaan
Indonesia, maka permasalahan yang ada bisa dicarikan solusi. Salah
70 | Komunikasi dalam Media Digital
satunya adalah menggunakan pendekatan yang dipahami dan diterima
oleh generasi penerima saat ini, yaitu melalui media sosial. Diharapkan
pelestarian budaya Indonesia akan berkembang melalui media sosial
sebagai sarana mempromosikan aset kebudayaan Nusantara.
Daftar Pustaka
Baran, Stanley J. 1999. Introduction to Mass Communication, Media
Literacy and Culture. California: Mayfield Publishing Company.
Buckingham, D., 2003. Media Education: Literacy, Learning and
Contemporary Culture (Pendidikan Media: Literasi, Pembelajaran,
dan Budaya Kontemporer). Cambridge: Polity.
Denzin, Norman K. dan Guba, Egon. 2001. Teori dan Paradigma
Penelitian Sosial; Pemikiran dan Penerapannya, Penyunting: Agus
Salim. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.
Dominick, Joseph R, 2000. The Dynamics of Mass Communication. New
York : Random House.
Harris, M. 1999. Theories of Culture in Postmodern Times. New York:
Altamira Press.
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press.
Koentjaraningrat. (1974). Pengantar Antropologi. Jakarta: Aksara
Baru.
McLuhan, Marshal, 1999, Understanding Media, The Extension Of Man.
London: The MIT Press.
Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit
Rosda.
Potter, James. 2005. Media Literacy. Thousands Oak: Sage Publication.
Ratna, N. K. 2005. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan
Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suparlan, P. 1982. Kebudayaan, Masyarakat, dan Agama: Agama
sebagai Sasaran Penelitian Antropologi. Majalah Ilmu-ilmu Sastra
(Indonesian Journal of Cultural Studies), X(1).
Komunikasi dalam Media Digital | 71
72 | Komunikasi dalam Media Digital
Literasi Medsos : Fatamorgana dan Implikasinya
(Studi Kritis Terhadap Pemanfaatan Teknologi Informasi)
Jonas Kgd Gobang
Universitas Nusa Nipa
Email :
[email protected]
Pendahuluan
Publik Indonesia sering digemparkan dengan berbagai konten hoaks
dan penghinaan serta pornografi yang dikonstruksi di media sosial.
Berbagai respon bisa muncul dari pengguna media sosial. Ancaman
terhadap perilaku moral anak bangsa baik tua maupun muda bahkan
ancaman terhadap keutuhan bangsa dan keterbelahan anak bangsa
Indonesia seolah berada di ujung jurang. Polarisasi akibat berbeda pilihan
politik juga sering dipicu oleh berbagai konten di media sosial. Pendapat
pro dan kontra pun bersileweran di berbagai media baik cetak maupun
elektronik, membicarakan persoalan tersebut. Warga net terus digempur
dengan berbagai konten yang terus dikonstruksi. Banyak juga korban
medsos yang berjatuhan. Digital disrupsi telah banyak memproduksi
ujaran kebencian, penghinaan, kebohongan.
Setiap detik orang dapat berinteraksi dengan siapa saja, mengunggah
atau meng-update status atau foto, secara bebas mengekspresikan
kegalauannya pada akun jejaring sosial miliknya. Prosesnya begitu cepat
hingga terkadang bisa lepas kontrol baik oleh akal budi maupun oleh sikap
bijak sang pengguna akun. Media sosial sesungguhnya telah menyingkap
batas-batas individu atau kelompok dan dunia menjadi seolah tanpa
sekat. Karena itu kontrol akal budi dan sikap bijak dari para pengguna
media sosial adalah senjata pemungkas dari semua permasalahan dalam
ber-media sosial.
UU ITE (Informatika dan Transaksi Elektronik) rasanya tidak
memberikan jawaban tuntas atas persoalan etis dalam ber-media
sosial. Undang-undang ini mengatur bagaimana kita berinteraksi dan
bertransaksi di dunia maya tanpa melepaskan diri dari kenyataan sosial
kita. Namun UU ITE sangat boleh jadi belum dibaca atau dipahami oleh
semua pengguna akun media sosial. Memang kasus-kasus yang terjadi
dalam ber-media sosial dapat kita jadikan sebagai cermin untuk melihat
73
mana yang perlu dan baik, dan mana yang tidak perlu dan tidak baik
dalam ber-media sosial. Hal ini menjadi penting agar kita atau para netter
tidak terjerumus pada persoalan hukum dan menjadi bulan-bulanan
hukum itu sendiri.
Pembahasan
Fatamorgana Medsos
“Jejaring sosial dapat membantu kita saling terhubung, tetapi dapat
pula dimanfaatkan secara keliru untuk memanipulasi data, demikian
pesan Paus Fransiskus dalam memperingati Hari Komunikasi sedunia
tahun 2019 (http://www.mirifica.net/2019/02/15/pesan-paus-untukhari-komunikasi-sedunia-ke-53). Media sosial memang terkadang
nampak sebagai fatamorgana yang menawarkan di depan mata kita
keterbukaan dan berbagai fitur baru yang menunjukkan kemajuan
peradaban manusia yang ber-media sosial dari detik ke detik. Sebagai
makhluk hidup yang berakal budi, yang memiliki rasa dan kehendak
bebas, sudah sepatutnya menjadikan etika sebagai alat kontrol dalam
ber-media sosial. Nilai-nilai etis mestinya tidak kalah, dikalahkan atau
mengalah dengan tawaran fitur baru untuk mengakses apa saja di media
sosial. Kita juga perlu waspada, karena para penjahat pun menggunakan
media yang sama dalam menjalankan aksi-aksi kejahatan mereka.
Dengan update status, seseorang dapat saja berurusan dengan
hukum. Status juga bisa menjadi pemicu aksi kejahatan. Para pelaku
kejatahan juga mencari mangsa dengan menggunakan media sosial.
Manusia sebagai makhluk berakal budi membutuhkan kesadaran kritis
dalam memanfaatkan teknologi. Bukankah teknologi informasi dan
komunikasi itu merupakan hasil cipta manusia yang berakal budi ? Kita
sebagai manusia dunia dan manusia Indonesia harus mampu mengetahui
bagaimana cara menggunakan teknologi secara strategis dan efektif.
Pemikiran ini tentu saja memberikan kesadaran bahwa kita tidak
pernah bisa menafikan adanya perkembangan teknologi komunikasi
yang begitu cepat dan semakin canggih. Sikap yang tepat adalah menjaga
kesadaran dan meningkatkan kemampuan untuk memahami cara atau
teknik penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang baru dan
ber-media sosial secara baik, strategis, efektif, sehat dan safety.
Kesadaran kritis harus dibangun agar kita tidak terjerembab pada
disorientasi dan hilangnya kemampuan dalam memanfaatkan teknologi
74 | Komunikasi dalam Media Digital
informasi dan komunikasi yang baru dan ber-media sosial pada semua
tingkatan level, baik level hardware, level software maupun pada level sistem
pengetahuan dan makna sosial. Hal ini penting agar manusia tidak mudah
tercerabut dari akarnya atau yang oleh Karl Marx disebut sebagai “alienasi”
(keterasingan) atau irasionalitas manusia. Situasi ini sedapat mungkin dapat
diawasi dan dieliminasi melalui proses pendidikan dan latihan keterampilan
yang tersebar secara merata mulai dari kota hingga ke pelosok desa.
Implikasi Medsos
Kehadiran media sosial ini memberikan implikasi secara sosial,
politik, ekonomi, hukum dan budaya. Sederet peristiwa dalam ber-media
sosial yang terjadi di berbagai tempat termasuk di negara kita sebagai
dampak kehadiran media sosial ini. Peristiwa-peristiwa itu dialami baik
secara positif maupun negatif oleh para pengguna atau pemilik akun
jejaring sosial. Bahkan batas antara perbuatan ma’ruf (perbuatan baik)
dan perbuatan yang mungkar (perbuatan jahat) dalam ber-media sosial
begitu tipis. Thomas L. Friedman mengatakan bahwa dunia ini menjadi
begitu flat, rata, tipis karena telah dihubungkan oleh jaringan internet
dan berhasil mendekatkan semua orang dan semua bangsa di berbagai
belahan dunia (the world is flat).
Kita juga harus mengakui adanya standar ganda dalam menilai
penggunaan media sosial. Di satu sisi kita memberi komentar
miring mengenai buruknya dampak penggunaan media sosial untuk
berkomunikasi, sementara di sisi lain kita menggunakan media sosial
untuk ngobrol berjam-jam, mengontrol anak, membangun relasi, rapat,
dan mengambil keputusan. Kita memang jadi bertanya-tanya, apakah
generasi mendatang, generasi milenial, akan lebih ”terisolasi”, ”bodoh”
secara sosial daripada generasi kakek-nenek kita dulu?
Kesadaran kritis ini dapat diejawantahkan melalui kritik konstruktif
terhadap perkembangan teknologi informasi dan ber-media sosial.
Refleksi atau kajian yang bersifat etis dibutuhkan oleh masyarakat untuk
menyadari berbagai implikasi yang bisa ditimbulkan dari perkembangan
teknologi informasi dan dalam ber-media sosial.
Kita pun tahu bahwa perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi mutakhir mampu menciptakan ruang publik baru. Media
sosial kiranya tetap menjadi sebuah instrumen sosial untuk bisa
menciptakan situasi bicara ideal bagi seluruh komponen masyarakat
dalam mengkomunikasikan kepentigannya.
Komunikasi dalam Media Digital | 75
Ambiguitas Teknologis
Berbicara tentang arus kemajuan teknologi komunikasi, kita tentu
akan mengacu kepada pandangan dari berbagai ahli yang secara sadar
ingin mengupas tentang sejauh mana pengaruh teknologi itu bagi
manusia. Tentu saja ada banyak perspektif yang boleh disimak dari aneka
konsep dan pendapat serta teori tentang komunikasi. Namun penulis
ingin mengungkapkan bahwa dari sekian pandangan yang ada, secara
common sense, penulis melihat adanya ambiguitas teknologis, artinya di
satu sisi teknologi itu sebagai hasil cipta atau karsa manusia dan berguna
bagi manusia, namun di sisi lain teknologi itu sebagai satu entitas (alter
human) yang mampu mengirasionalkan manusia.
Tulisan ini sesungguhnya ingin merefleksikan sejauh mana
manusia memposisikan dirinya atau bagaimana posisi yang tepat bagi
manusia di tengah arus kemajuan teknologi komunikasi agar ia tidak
terjebak dan terjerumus dalam dua tegangan dari ambiguitas teknologis
tersebut. Sebab pada dasarnya manusia harus tahu posisinya yang jelas
berhadapan dengan berbagai kemajuan dunia di antaranya kemajuan
teknologi komunikasi. Karena secara filosofis, manusia akan mengalami
“penderitaan” jika teralienasi oleh ambiguitas teknologis. Manusia
seolah terus berjalan sambil “mengangkangi dua dunia”. Manusia secara
etis-humanis harus mampu memilih yang terbaik bagi dirinya dan
keturunannya. Untuk melengkapi refleksi atas diri manusia di tengah
arus kemajuan teknologi komunikasi ini, kita sejenak melihat pendapat
beberapa ahli yang secara metodis akademis telah membuat studi ilmiah
perihal media dan teknologi komunikasi.
Sandra Ball Rokeach dan Melvin DeFleur misalnya menjelaskan
pemanfaatan media sebagai alat dalam teori ketergantungan media
(Media Dependency Theory). Menurut teori ini, orang menggunakan
media dengan berbagai alasan. Media adalah alat yang dipakai untuk
mendapatkan informasi, hiburan dan untuk membangun relasi sosial.
Peran media menjadi sangat penting. Namun media tetap menjadi
instrumen (alat) yang digunakan oleh manusia untuk memenuhi
kebutuhannya akan informasi, hiburan dan relasi sosial (Liliweri, 2002).
Lain lagi dengan apa yang dijelaskan oleh Byron Reeves dan Clifford
Nass dalam Media Equation Theory (1996). Dalam teori tersebut mereka
menjelaskan: “This theory predicts why people respond unconsciously
and automatically to communication media as if it were human.”
Teori ini memprediksikan bagaimana manusia pada suatu tahapan
76 | Komunikasi dalam Media Digital
dalam membangun komunikasi akan secara tidak sadar dan spontan
menganggap media seolah-olah sebagai manusia. Media bukan menjadi
“alat” lagi tetapi seolah-olah menjadi seperti manusia (alter human).
Marshall McLuhan pada tahun 1962 atau tiga dekade sebelum
Byron Reeves dan Clifford Nass, mencoba untuk menjelaskan hubungan
manusia dengan media komunikasi melalui Technological Determinism
Theory. Teori ini menjelaskan bahwa ketika terjadi perkembangan sistem
teknologi yang baru, masyarakat dan budayanya pun akan berubah
atau beradaptasi untuk dapat memanfaatkan teknologi baru tersebut.
Tentu saja teori ini tidak berlaku pada masyarakat dan budaya yang
vested interest-nya tinggi. Namun bagi masyarakat yang sudah maju
sekalipun, menurut teori ini ketergantungan pada teknologi belum
sampai membawa manusia pada irasionalitas. Masih ada kesadaran kritis
pada manusia atau masyarakat untuk berubah atau beradaptasi dalam
memanfaatkan teknologi baru.
Pandangan filosofis tentang perkembangan teknologi juga datang
dari Karl Marx dan Martin Heidegger. Marx menghubungkan teknologi
sebagai bagian dari produksi material yang diberikan kepada masyarakat
guna memajukan aktivitas individual sebagai satu model kehidupan
(mode of life). Marx dengan tegas menghubungkan teknologi dan budaya,
dan menunjukkan teknologi menjadi sentral dari aktivitas kapitalis
modern. Sementara itu pandangan filosofis tentang teknologi dari
Martin Heidegger memberi batasan pada perdebatan tentang teknologi
dan praksis sosial dari kaum Marxist pada dua hal penting. Pertama,
Heidegger berpendapat bahwa definisi dari teknologi perlu dibatasi
dari asosiasi atau pandangan umum sebagai obyek-obyek fisik atau alatalat kepada suatu pemahaman pada asosiasi sosial praksis atau sistem
pengetahuan, atau techniques (teknik). Kedua, Heidegger menawarkan
bahwa modernitas dapat ditemukan pada bagian ontologi dari teknologi
(Flew, 2005 : 28-29).
Penutup
Di tengah ketidakberdayaan manusia dan dominasi teknologi
komunikasi yang kian dahsyat, kesadaran etis-kritis perlu digemakan oleh
manusia terutama dari kalangan akademisi, agamawan, para kritikus,
kaum humanis. Hal ini guna menjaga keseimbangan baik bagi manusia
itu sendiri maupun bagi alter human yaitu alam, bumi dan segala isinya
Komunikasi dalam Media Digital | 77
termasuk benda atau alat yang digunakan oleh manusia untuk terus
hidup bersama ‘yang lain’ di dalam satu dunia yang sama.
Berbagai pendapat yang sempat diangkat melalui refleksi ini
tentu saja ingin memberikan kesadaran bahwa kita tidak pernah bisa
menafikan adanya perkembangan teknologi komunikasi yang begitu
cepat dan semakin canggih. Sikap yang tepat adalah menjaga kesadaran
dan meningkatkan kemampuan untuk memahami cara atau teknik
penggunaan teknologi komunikasi yang baru secara baik, strategis dan
efektif.
Hal tersebut di atas dirasakan penting karena sering terjadi di dunia, juga
di Indonesia bahwa teknologi komunikasi dalam menjalankan fungsinya
untuk mentransmisi pesan kepada publik tak jarang terjebak dalam
“manipulasi kebenaran”. Penipuan atau manipulasi teknologi komunikasi
yang dimainkan baik dalam media cetak, media elektronik yaitu media
penyiaran dan cybermedia juga dipengaruhi oleh sistem dan aktor (manusia)
yang memiliki kepentingan baik politis, eknomis maupun kepentingan
sosial (kelompok, agama, etnis). Manipulasi seperti ini oleh Jean Baudrillard
disebutnya sebagai hiper-realitas (O’Donnel, 2009 : 45).
Kesadaran etis-kritis tetap kita butuhkan. Media sosial dan
segala bentuk teknologi informasi dan komunikasi hendaknya dapat
dimanfaatkan oleh manusia di mana pun ia berada untuk menjadi lebih
manusiawi dan bukannya untuk mengirasionalkan manusia dan jatuh
pada imperalisme teknologis. Mari kita tidak boleh berhenti berpikir
untuk segala sesuatu yang terjadi di dunia ini. Vivere est cogitare (hidup
berarti berpikir). ***
Daftar Pustaka
Flew, Terry. 2005. New Media : An Introduction. Second Edition. Oxford:
University Press.
Hariyatmoko. 2007. Etika Komunikasi, Manipulasi Media, Kekerasan,
dan Pornografi. Yogyakarta: Kanisius.
Liliweri, Alo.2002. “Teori-Teori Komunikasi”. Kumpulan teori komunikasi
yang dihimpun dari internet: Honors : Communication Capstone Spring
2000. Kupang: Program Studi Sosiologi FISIP Undana.
O’Donnell, Kevin. 2009. Postmodernisme. Yogyakarta: Kanisius.
Snijders, Adelbert. 2004. Antropologi Filsafat, Manusia Paradoks dan
Seruan. Yogyakarta: Kanisius.
78 | Komunikasi dalam Media Digital
Etika Berkomunikasi dalam Menggunakan WhatsApp
Kismiyati El Karimah, Uud Wahyudin
Program Studi Manajemen Komunikasi
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung
Email:
[email protected]
Pendahuluan
Kehadiran internet semakin mempermudah komunikasi manusia.
Komunikasi manusia semakin berkembang dengan munculnya aplikasi
berbasis chatting atau bertukar pesan, seperti Line app, WhatsApp,
Telegram, KakaoTalk, dan sebagainya. Salah satu aplikasi berbasis chatting
yang paling banyak digunakan saat ini adalah WhatsApp. WhatsApp
adalah aplikasi pesan lintas platform yang melahirkan bentuk saluran
komunikasi baru bagi masyarakat. Survei HootSuite mengatakan bahwa
pengguna aktif WhatsApp di Indonesia per Januari 2019 telah mencapai
angka 83 persen. (https://datareportal.com/reports/digital-2019-indonesia
(Hootsuite (We are Social): Indonesian Digital Report 2019). Terdapat 6
jenis konten pada WhatsApp yang dapat dikirimkan kepada pengguna
lain. Teks, foto, video, audio, lokasi (secara live atau tidak), dan kontak.
Penggunanya pun disediakan dua jenis saluran interaksi, melalui jalur
pribadi dan jalur grup.
Pengguna WhatsApp bisa melakukan percakapan melalui menu
chat yang memungkinkan pengguna dapat mengutip, copy paste,
menghapus sebagian pesan, atau forward. Hal ini mengakibatkan etika
dalam mengirim maupun bertukar pesan sangat penting. Bisa saja
pada saat kita mengambaikan etika tersebut, fungsi WhatsApp yang
seharusnya digunakan sebaik mungkin malah menjadi bumerang
(berdampak negatif). Sebagai pengguna WhatsApp, tentunya kita harus
memerhatikan nilai-nilai pada saat berkomunikasi dengan pengguna
lainnya. Pemilihan kata harus selalu diperhatikan mengingat WhatsApp
dapat menjadi media yang tepat untuk penyebaran berita bohong
(hoaks). Fitur WhatsApp yang lain seperti penyebaran pesan (broadcast)
dapat juga menjadi sarana untuk menyebarkan berita bohong yang
bertentangan dengan etika komunikasi.
79
Saat ini, masyarakat Indonesia lebih senang membaca berita dan
mendapatkan informasi melalui grup WhatsApp. Oleh karena itu, etika
komunikasi dalam menggunakan WhatsApp perlu diperhatikan agar dapat
meminimalisir pesan-pesan yang salah, pesan yang tidak benar , serta
pesan bohong (hoaks). Mengakses dan menggunakan WhatsApp tanpa
etika komunikasi menjadikan manusia ‘asal’ dalam berbicara. Maka dari
itu, penulis ingin memberikan pengetahuan serta apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan saat berkomunikasi menggunakan aplikasi WhatsApp.
Pembahasan
Etika menjadi sangat penting ketika berkomunikasi, baik
berkomunikasi secara langsung maupun tidak langsung. Berkomunikasi
melalui aplikasi WhatsApp tentunya perlu memerhatikan etika. Tidak
boleh sampai abai dalam masalah etika karena selain dapat menghasilkan
komunikasi yang tidak efektif, tetapi menghasilkan nilai-nilai yang tidak
sesuai dengan norma dan etika. Menurut Keraf (1993: 41) bahwa etika
dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a.
Etika Umum
Etika secara umum membahas kondisi dasar manusia berperilaku
dan mengambil keputusan yang etis serta mengacu pada prinsip
moral dasar sebagai tolak ukur menilai baik buruknya suatu tindakan
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.
b.
Etika Khusus
Etika khusus berbicara mengenai penerapan prinsip-prinsip moral
dasar pada bidang yang lebih spesifik. Misalnya etika sosial berbicara
mengenai perilaku manusia terhadap kewajiban, sikap, dan perilaku
sebagai anggota masyarakat yang berkaitan dengan nilai-nilai suatu
tatanan sosial.
Selanjutnya Haryatmoko (2007) mengatakan bahwa terdapat
beberapa penyataan mengenai etika, yaitu:
-
Etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia
-
Etika bersumber dari akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil
pemikiran, etika tidak bersifat mutlak dan tidak universal.
-
Etika berfungsi sebagai nilai perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
-
Etika berisfat relatif dan dapat berubah seiring dengan tuntutan
zaman.
80 | Komunikasi dalam Media Digital
Pada pernyataan keempat, dapat kita pahami bahwa media sosial
sebagai ruang interaksi manusia memiliki etikanya sendiri. Etika
menggunakan WhatsApps dibangun karena tuntutan zaman yang
melibatkan dunia maya sebagai bagian dari hidup manusia. Dalam
menggunakan WhatsApp, etika setidaknya berbicara mengenai
komunikasi yang terjalin antara pengguna.
Etika dalam media sosial WhatsApps setidaknya mencakup beberapa
hal sebagai berikut : Pertama, pengguna WhatsApp harus memikirkan
bagaimana pesan yang diberikan tidak memberikan dampak negatif
bagi pengguna lainnya. Sopan santun dalam bermedia sosial merupakan
batasan formal mengenai bagaimana kita berinteraksi dengan pengguna
lain. Kedua, aturan moral terkait konten yang diunggah. Konten
yang dilarang pada media sosial telah diatur oleh pemerintah adalah
di antaranya konten yang melanggar kesusilaan, konten perjudian,
pengehinaan nama baik, pemerasan atau ancaman, penyebaran berita
bohong, dan ujaran kebencian berdasarkan suku agama atau ras pengguna
lainnya. Ketiga, informasi yang salah baik dari segi isi pesan ataupun
konteks pesan merupakan tindak pelanggaran norma yang sedang
menjadi pembicaraan banyak orang akhir-akhir ini. Namun sebagai
pengguna bagaimana kita dapat menguji validitas suatu informasi?
Berikut beberapa cara sedarhana untuk menguji validitas informasi pada
dunia maya atau pun pada media sosial yakni lakukan pengecekan ulang
terhadap informasi yang Anda terima, jika informasi mencamtumkan
sumber, akses sumber terkait untuk menguji validitas berita. Berhatihatilah jika menerima gambar tangkapan layar yang disebarkan di media
social, dan jangan percaya informasi yang diberikan sumber yang belum
tentu benar. Keempat, etika berinternet yang jarang diketahui pengguna
internet kebanyakan, yaitu tidak membagikan hal-hal yang bersifat
rahasia bagi diri sendiri atau pun orang lain. Mengunggah konten yang
berkaitan dengan kehidupan sendiri saja, dapat memberikan celah
pelaku kejahatan untuk melakukan modus penipuan atau pun tindak
kriminalitas lainnya.
Etika komunikasi tidak hanya berkaitan dengan tutur kata
maupun bahasa baku, tetapi juga berangkat dari niat yang tulus
yang diekspresikan dari ketenangan, kesabaran, dan empati dalam
berkomunikasi agar terciptanya komunikasi dua arah yang mencirikan
penghargaan, perhatian, dan dukungan timbal balik antara pihak-pihak
yang berkomunikasi.
Komunikasi dalam Media Digital | 81
Etika komunikasi akan mencoba mencari standar etika apa yang
digunakan oleh komunikator dan komunikan dalam menilai di antara
teknik, isi, dan tujuan komunikasi (Karimah dan Wahyudin, 2010:74).
Menurut Nilsen (Johannesen, 1996), untuk mencapai etika komunikasi
perlu diperhatikan sifat-sifat yaitu penghormatan terhadap seseorang
sebagai person tanpa memandang umur, status, atau hubungan dengan
pembicara (komunikan), kemudian penghormatan terhadap ide,
perasaan, makna, dan integritas orang lain, sikap suka memperbolehkan
keobjektifan dan keterbukaan pikiran yang mendorong kebebasan
berekspresi, penghormatan terhadap bukti dan pertimbangan yang
rasional terhadap berbagai alternatif serta terlebih dahulu mendengarkan
dengan cermat dan hati-hati sebelum menyatakan persetujuan atau
ketidaksetujuan.
Penerapan etika komunikasi diperlukan terkait WhatsApp
dikarenakan media mudah memanipulasi dan mengalienasi khalayak,
dengan demikan etika komunikasi dapat dan mau melindungi publik
yang lemah. Kedua, etika komunikasi merupakan upaya untuk menjaga
keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab. Ketiga,
mencoba menghindari sebaik mungkin dampak negatif dari logika
instrumental (yang cenderung mengabaikan nilai dan makna). Jika kita
berkomunikasi menggunakan WhatsApp dan mengabaikan penerapan
etika komunikasi, informasi tersebut akan sangat mudah dipercayai dan
terlebih akan diteruskan kepada orang-orang lain. Padahal, informasi
tersebut belum tentu benar. Berdasarkan survei Masyarakat Telematika
Indonesia (Mastel) bahwa terdapat 7 ragam informasi bohong (hoaks)
yaitu tulisan, foto editan, foto dengan caption palsu, video editan (dubbing
palsu), video yang dipotong-potong sesuai kebutuhan, video dengan
caption plasu, serta berita, foto, atau video lama yang diunggah kembali.
Menurut Maulinda etika komunikasi dalam menggunakan media
sosial berhubungan dengan empat hal sebagai berikut:
1.
Dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas
perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
2.
Dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau
filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak,
absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah,
memiliki kekurangan, kelebihan dan sebagainya. Selain itu, etika
juga memanfaatkan berbagai ilmu yang memebahas perilaku
82 | Komunikasi dalam Media Digital
manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik,
ilmu ekonomi dan sebagainya.
3.
Dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu
dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh
manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk,
mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian etika
lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang
dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada pengkajian
sistem nilai-nilai yang ada.
4.
Dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubahubah sesuai dengan tuntutan zaman.
Sebagai contoh: pada saat memberikan komentar pada sebuah
kejadian, berikan contoh-contoh yang terjadi pada Negara dan/atau
kota dan/atau tempat-tempat lain yang memiliki kejadian yang sama, di
samping itu memberikan solusi. Bahkan solusipun dibagi menjadi 3 hal,
yaitu:
1.
Solusi yang memiliki muatan sebagai contoh yang sudah terjadi.
2.
Solusi yang hanya memiliki muatan pendapat pribadi (pada bagian
ini, harus berhati-hati agar tidak hanya mengeluarkan sebuah
statement yang bernada kasar, menyerang, dan juga seakan- akan
mengetahui segala hal).
3.
Jika tidak menyetujui sebuah informasi, maka solusi apa yang
dapat diberikan. (Hal-hal positif apa yang bisa menjadi masukan)
(Gamayanto, Nilawati, & Suharnawi, 2017)
Komunikasi diibaratkan seperti urat nadi penghubung antar
sesama pengguna. Komunikasi akan bernilai positif jika para pengguna
komunikasi mengetahui dan menguasai teknik berkomunikasi yang baik
dan beretika. Etika berkomunikasi juga tidak selalu berkaitan dengan tutur
kata yang baik, tetapi juga bagaimana cara bersikap di WhatsApp. Tidak
menyebarkan informasi berbau SARA, porno, provokatif, menyebarkan
artikel atau status yang menggemparkan dan menyebabkannya menjadi
berita bohong (hoaks), copy paste artikel atau gambar yang mempunyai
hak cipta dan diakui sebagai milik sendiri, serta memberikan komentar
yang membangun serta relevan (Mursito, 2006).
Pengguna WhatsApp yang bijak tidak akan memberikan informasi
pribadi kepada pengguna yang belum dikenalnya serta tidak akan
memercayai informasi yang diberikan oleh pengguna yang belum
Komunikasi dalam Media Digital | 83
berteman dengannya. Hal ini pula berlaku dengan tidak mengumbar
privasi atau rahasia-rahasia pengguna lain di media sosial, walaupun
memang tujuannya hanya untuk bergurau saja. Kedua, pada saat
bercakap pada grup WhatsApp, jangan pernah untuk berkomunikasi
dengan orang yang sama saja, karena hal tersebut dapat dilakukan pada
percakapan pribadi (private chat). Selain tidak beretika, penggunapengguna lain yang ada di grup WhatsApp tidak akan mengerti apa saja
yang dimaksud, lebih baik mengunggah sesuatu yang dapat dimengerti
oleh pengguna yang ada di grup WhatsApp tersebut. Ketiga, tidak boleh
spam. Apalagi jika pengguna tersebut tidak mengenali pengguna lainnya.
Seperti memanggil pengguna lain dengan cara mengirimkan huruf P
berkali-kali. Hal tersebut, selain tidak beretika, menyebabkan pengguna
lain terganggu dan terkesan tidak sopan. Sebaiknya, panggil pengguna
lain dengan nama ataupun sapaan lain yang tidak mengganggu. Sebagai
pengguna WhatsApp yang baik pun harus menghormati dan bersabar
pada saat pengguna lainnya belum membalas pesan yang dikirimkan
dan sebisa mungkin tidak berpikir negatif. Mungkin pengguna lainnya
memiliki kesibukan sehingga tidak dapat membalas pesan terlebih
dahulu. Selanjutnya, memperhatikan waktu pada saat berkirim pesan.
Tidak semua pengguna menyukai chat saat malam. Begitu pula chat yang
terlalu pagi. Sebagai pengguna yang bijak, ada kalanya harus menghormati
pengguna lain perihal waktu. Terakhir, jangan menggunakan emoticon
atau simbol-simbol yang berlebihan dan bisa menyalahartikan
persepsi yang sebetulnya dimaksud. Adanya kesalahan persepsi dapat
menyebabkan feedback cenderung lebih lama bahkan tertunda, serta efek
yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Etika komunikasi tidak terlepas dari pergeseran peran pengguna
yang bukan lagi bertindak sebagai konsumen informasi, tetapi juga dapat
menjadi produsen. Proses oper-mengoper konten yang dilakukan di
aplikasi WhatsApp menjadi semakin massif dan cepat. Konten-konten
sudah terlanjur viral secara cepat, mengalahkan verifikator hoaks. Cepat
atau lambat, konten yang tersebar itu dapat dianggap sebagai gambaran
utuh yang terjadi di luar realitas WhatsApp.
Penutup
Etika sebagai suatu pedoman bertingkah laku bagi manusia
merupakan suatu tolak ukur dari nilai yang tertanam pada masyarakat.
84 | Komunikasi dalam Media Digital
Etika pada pengguna WhatsApp berarti implementasi dari pedoman
yang dianut oleh pengguna mengenai perilaku yang baik dan benar pada
media sosial WhatsApp sebagai ruang interaksi antar penggunanya.
Etika komunikasi diperlukan karena melindungi publik yang lemah,
etika komunikasi merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara
kebebasan berekspresi dan tanggung jawab, dan menghindari sebaik
mungkin dampak negatif dari logika instrumental.
Sebagai negara dengan pengguna WhatsApp yang cukup besar
seharusnya memerhatikan etika komunikasi dalam menggunakan
WhatsApp dan menerapkan sanksi yang berlaku bagi pelanggarnya.
Daftar Pustaka
Corry, A. (2009). Etika Berkomunikasi Dalam Penyampaian Aspirasi.
Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, 14–18.
Gamayanto, I., Nilawati, F. E., & Suharnawi, -. (2017). Pengembangan dan
Implementasi dari Wise Netizen (E-Comment) di Indonesia. Techno.
Com, 16(1), 80–95. https://doi.org/10.33633/tc.v16i1.1323
Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi. Yogyakarta : Kanisius.
Johannesen, Richard L. 1996. Etika Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Karimah, Kismiyati El, dan Uud Wahyudin. 2010. Filsafat dan Etika
Komunikasi. Bandung : Widya Padjajaran.
Keraf, A., S. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: Buku Kompas.
Maulinda, R. & Suyatno. Etika Komunikasi dalam Menggunakan Media
Sosial. Pamulang: Universitas Pamulang.
Mursito. 2006. Memahami Institusi Media (Sebuah Pengantar).Surakarta:
Lindu Pustaka.
Komunikasi dalam Media Digital | 85
86 | Komunikasi dalam Media Digital
Representasi Penyandang Disabilitas Psikososial
di Kanal Youtube
La Tarifu, Ikrima Nurfikria, Wa Ode Lusianai, Aryuni Salpiana Jabar,
Siti Utami Rezkiawaty, Sitti Hairani Idrus
Universitas Halu Oleo
Pendahuluan
Hanya berselang tiga hari setelah Baim Wong memposting karya
videonya yang berjudul “Jadi Orang Gila Enak Juga!! Prank Romantis
Bareng Paula”, pada 22 Janurari 2019 di kanal YouTube pribadinya, video
tersebut langsung menjadi trending nomer satu (#1 on trending) dengan
3.3M penonton. Angka tersebut bahkan terus meningkat dengan cepat
setiap detiknya (per tanggal 20 Juni 2019 tercatat jumlah penonton 10M).
Memiliki unggahan video YouTube yang menjadi trending nomor satu
merupakan impian semua Youtuber. Artinya, video yang diunggahnya
menjadi sangat populer dan ramai diperbincangkan oleh banyak orang
di suatu negara.
Lalu video apa yang diunggah Baim Wong di kanal YouTube-nya? Pria
yang sebelumnya dikenal sebagai pemain sinetron ini mengunggah video
yang berisi dirinya berpura-pura menjadi seorang penyandang disabilitas
psikososial atau ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa). Dalam video
berdurasi 14 menit 49 detik tersebut Baim sengaja mengubah tampilan
dirinya yang biasanya terlihat rapi dan modis menjadi sangat berbeda.
Ia mengenakan wig (rambut palsu) gondrong yang terlihat kotor dan
menempelkan kumis dan janggut palsu panjang yang juga tampak kumal.
Tidak lupa ia juga ‘mengotori’ wajah dan tubuhnya. Sebagai penutup
tubuh, ia hanya mengenakan sarung lusuh yang ia sandarkan di bahu.
Baim Wong memang tidak tanggung-tanggung. Ia sengaja menyewa dua
orang ahli make-up karakter ternama bertarif mahal untuk menyulap
wajah dan penampilannya yang rupawan menjadi terlihat kumal dan
berantakan.
Dengan dandanan tersebut, ia lalu mengerjai (nge-prank) beberapa
orang. Mulai dari tukang parkir, satpam pusat perbelanjaan, sopir
87
taksi, penjaga warung, hingga seorang ibu penjual pisang. Video yang
ia beri judul “Jadi Orang Gila Enak Juga!! Nge-Prank Romantis Bareng
Paula!!” nyatanya memang sukses memancing perhatian dan beragam
komentar dari para penonton. Banyak yang mengaku terhibur dengan
video tersebut. Bahkan tak cukup sampai disitu. Seolah ingin mengulang
kesuksesan videonya tersebut, empat hari kemudian Baim Wong kembali
membuat dan mengunggah video serupa yang diberi judul “Jadi Orang
Gila Enak Juga!! Part 2!! Prank Rumah Mama!!” Bahkan di video
keduanya itu ia mengikutsertakan sang istri, Paula Verhoeven, seorang
model, yang juga ikut berdandan kotor dan berantakan.
Baim Wong bukan satu-satunya Youtuber yang membuat video
dengan berpura-pura menjadi seorang penyandang disabilitas psikososial
dan kemudian mengerjai orang-orang di jalan. Tidak sedikit Youtuber
yang tercatat pernah melakukan hal yang sama. Mereka diantaranya,
Greg Project dengan video berjudul “Ngakak Prank Orang Gila Ngamuk
Ngejar Ngejar Orang, Zan Films dengan video yang diberi judul Prank
Tergila di Dunia Orang Gila Ngamuk di Jalan Kocar Kacir Hampir
Ketabrak Truk, dan ItopCupaw dengan judul video Prank Indonesia
Orang Gila Kabur!!.
Semua video tersebut memiliki benang merah yang sama yakni
menempatkan ODGJ sebagai kelompok yang dianggap aneh dan
dijadikan bahan tertawaan. Stigma dan stereotip negatif tersebut salah
satunya disebabkan oleh konstruksi sosial dalam memandang persoalan
kelompok penyandang disabilitas psikososial di masyarakat. Disini,
peran media massa sangat besar dalam membentuk persepsi sosial
budaya masyarakat. Apa yang ditampilkan media massa secara terusmenerus akan diterima oleh khalayak dan akhirnya terekam dan menjadi
pembelajaran masyarakat.
Dalam hal ini, Baim Wong menjadikan kaum penyandang disabilitas
sosial sebagai sasaran empuk lelucon dan mengemasnya menjadi bahan
komoditas yang menarik. Hal itu justru makin menegaskan stigma dan
diskriminasi yang hingga kini masih menjadi hambatan besar bagi para
penyandang disabilitas psikososial di Indonesia. Memang ada bumbubumbu sosial yang diselipkan Baim Wong dalam videonya tersebut
dengan memberi sejumlah uang yang sangat besar kepada orang-orang
yang ia kerjai. Namun hal itu tidak lantas membuat aksinya tersebut jadi
bisa dibenarkan.
88 | Komunikasi dalam Media Digital
Belum tersebarnya dengan baik informasi dan pemahaman yang tepat
perihal masalah disabilitas psikososial menjadi persoalan penting yang
harus mendapat perhatian khusus. Media tentu menjadi salah satu pihak
yang harus ikut bertanggung jawab atas persoalan ini. Apalagi Indonesia
memang termasuk negara yang memiliki banyak penderita kesehatan
mental. Hasil riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari Kementerian
Kesehatan, mencatat jumlah penyandang disabilitas psikososial di
Indonesia pada 2013 mencapai 14 juta orang. Para penderita ini diukur
dari gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala
depresi dan kecemasan. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat,
seperti schizophrenia, persentasenya 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar
400.000 orang.
Laporan dari Riskesdas tersebut juga menunjukkan bahwa masalah
penyandang disabilitas psikososial ini layaknya ‘gunung es’. Jumlah yang
tercatat hanya memperlihatkan sebagian kecil dari kasus-kasus yang
sebenarnya ada. Banyak kasus yang diyakini tidak pernah diketahui
dan dilaporkan secara baik. Kondisi ini kemungkinan besar disebabkan
stigma kuat yang masih melekat pada para penyandang disabilitas
psikososial. Ironisnya, seringkali media melalui tayangannya justru
malahan terlihat makin menebalkan stigma negatif dari penyandang
disabilitas sebagai kelompok minoritas yang dianggap menyimpang dari
normal. Padahal media memiliki tanggung jawab untuk mengakomodasi
rujukan dan melindungi kelompok minoritas di tengah-tengah dominasi
suatu kelompok dalam masyarakat yang pluralis. (McQuail 2005)
YouTube sendiri merupakan salah satu media sosial dengan pengguna
cukup tinggi dan paling banyak di akses di Indonesia. Survei We are Social
yang dirilis Maret 2019 menyebutkan, dari beragam jenis media sosial
yang ada, YouTube paling banyak diakses. Dari 150 juta pengguna aktif
media sosial di Indonesia, 88 persennya dipastikan mengakses YouTube
setiap hari. Hasil survei YouTube Indonesia bekerjasama dengan Kantor
TNS juga senada. Dikatakan, kuantitas penonton YouTube di Indonesia
sudah hampir menyaingi jumlah penonton televisi. Dari 1.500 responden
yang menjadi sample penelitian, 53 persen mengatakan, mereka
mengakses YouTube setiap hari dan 57 persen mengatakan menonton
televisi setiap hari
Disini objek penelitian yang dikaji adalah tujuh video Youtube yang
ada di kanal Bapau milik Baim Wong yang diunggahnya sejak tanggal
22 Januari 2019 hingga 14 Mei 2009. Dalam video-video tersebut, Baim
Komunikasi dalam Media Digital | 89
Wong dengan sengaja dan terrencana, berpura-pura menjadi orang
dengan gangguan jiwa lalu mengerjai beberapa orang yang sengaja di
temuinya di pinggir jalan.
Pembahasan
ODGJ Masih Menjadi Bahan Lelucon/Olok-Olok
Keputusan Baim Wong untuk menyamar menjadi ODGJ dan
melakukan prank kepada beberapa orang, secara langsung sudah
menempatkan posisi para penyandang gangguan jiwa sebagai bahan olokolok. Bukan baru kali itu memang Baim Wong melakukan penyamaran
untuk membuat konten prank di kanal YouTube. Dengan usaha dan
biaya yang tak kalah besar, sebelumnya ia juga pernah menyamar
sebagai kakek tua dengan mengenakan wig yang konon berharga Rp. 20
juta. Begitu pula saat ia menyamar menjadi pria bergigi tonggos, ia rela
memesan gigi palsu seharga belasan juta rupiah. Lagi-lagi semua untuk
kebutuhan konten prank di channel YouTube-nya. Hampir semua konten
yang ia unggah, termasuk video menyamar menjadi ODGJ, dibuat untuk
memancing gelak tawa penonton. Buat lucu-lucuan.
Baim Wong memang bukan satu-satunya, Youtuber yang melakukan
hal tersebut. Tidak sedikit video di Youtube yang juga melakukan hal
sama. Berpura-pura jadi ODGJ lalu kemudian melakukan prank. Sebut
saja diantaranya video berjudul “Ngakak. Prank Orang Gila Ngamuk
Ngejar Ngejar Orang” (Greg Project), “Prank Tergila di Dunia. Orang
Gila Ngamuk di Jalan Kocar Kacir Hampir Ketabrak Truk” ( Zan Films),
dan “Prank Indonesia Orang Gila Kabur!!” (ItopCupaw). Semua video
tersebut memiliki benang merah yang sama yakni menempatkan ODGJ
sebagai kelompok yang dianggap aneh dan dijadikan bahan tertawaan.
Kesan menjadikan ODGJ sebagai bahan lelucon makin menguat
dengan menonton video YouTube Baim Wong. Di bagian awal video
pertama misalnya (menit ke 1.50). Setelah selesai didandani dengan muka
kotor, bibir kering dan rambut berantakan, Baim langsung memasang
muka sedih dan isyarat tangan kanan menunjuk ke arah mulut (artinya
meminta makan). Namun beberapa detik kemudian dia menertawakan
sendiri tindakannya tersebut. Tak hanya itu, setiap dirinya selesai dan
sukses mengerjai seseorang, selalu diakhiri dengan gelak tawa ketika ia
merasa samarannya sebagai ODGJ berhasil membuat orang lain merasa
takut atau menjadi bersikap galak. Seperti saat Baim Wong menghampiri
90 | Komunikasi dalam Media Digital
tetangga sebelah rumahnya yang sedang berada di luar, sang bapak
terlihat langsung memasang muka galak dan berusaha mengusirnya.
Namun tidak berapa lama kemudian, sambal tertawa-tawa, Baim pun
segera membuka kedok penyamarannya (menit ke 2.40).
Bahkan untuk lebih menegaskan kelucuan dari aksinya sebagai
ODGJ ini, Baim menambahkan efek suara berupa bunyi orang tertawa
keras. Seperti saat sebuah mobil yang dikendarai seorang wanita tibatiba langsung tancap gas ketika Baim mencoba mendekatinya. Seketika
itu juga Baim langsung tertawa terpingkal-pingkal lalu diikuti dengan
munculnya efek suara orang tertawa (menit ke 3.25). Hal yang sama juga
kembali terjadi ketika Baim usai mengerjai pemilik kios pinggir jalan
yang tengah tertidur. Ketika sang pria mulai terlihat kesal dan marah
dan hendak mengusirnya, Baim langsung membuka kedoknya sambal
tertawa terbahak-bahak. (menit ke 12.05).
Pada video kedua saat Baim menjadikan rumah kedua orang tuanya
sebagai sasaran prank-nya, perilaku serupa juga terlihat. Dari balik pagar,
Baim menertawai respon para penghuni rumah saat mengetahui ada
ODGJ yang membunyikan bel berkali-kali dan meminta sepiring nasi.
Efek suara bunyi orang tertawa juga berkali-kali ditambahkan. Seperti
saat salah seorang ART pria terlihat ketakutan untuk membuka pintu
pagar untuk memberikan sepiring nasi yang bawa dan juga saat piring
nasi itu akhirnya diberikan lewat celah sempit di bagian bawah pagar
seperti cara kebanyakan orang memberikan makanan untuk seekor
hewan. Bahkan ditambahkan juga teks di layar yang bertuliskan “Kayak
Ngasih Makan GUK GUK Hahaha”. Tawa pun akhirnya makin pecah
sesaat setelah ayah Baim Wong turun tangan untuk mengusir ODGJ di
depan rumahnya tersebut. Ketika itu akhirnya Baim membuka kedoknya.
Seluruh anggota penghuni rumah akhirnya berkumpul dan mereka
semua tertawa terbahak-bahak.
Penyebutan kata “orang gila” bagi para ODGJ masih banyak dilakukan.
Dalam channel YouTube Bapau, tercatat ada tujuh judul konten
yang menggunakan penyebutan kata “orang gila” didalamnya. Konten
Komunikasi dalam Media Digital | 91
pertama yang tayang 22 Januari 2019 diberi judul “Jadi Orang Gila Enak
Juga!! Prank Romantis Bareng Paula!!. Konten kedua dan ketiga, yang
sengaja dibuat sebagai kelanjutan dari konten pertama, juga diberi judul
yang kurang lebih sama yakni “Jadi Orang Gila Enak Juga!! Part 2!! Prank
Rumah Mamah Papah!!” (tayang 26 Januari 2019), “Jadi Orang Gila Enak
Juga!! Part 3!! Saatnya Paula Beraksi!!” (tayang 29 Januari 2019).
Tidak cukup sampai disitu, Baim Wong membuat lagi lima konten
lain yang juga menggunakan penyebutan kata “orang gila”. “Enak Juga
Jadi Orang Gila!! Prank Wulan Guritno di Bandung!!!” (tayang 16
Februari 2019), ““Takut disamperin Orang Gila, Anak Kecil Ninggalin
Sepedanya!! Gua Bawa Aja Sepedanya!!” (tayang 19 Februari 2019), dan
“Sepedanya Dibalikin Ga Ya??? Truss Bisa Ga Raffi Jadi Orang Gila??”
(tayang 20 Februari), dan “Lagi Enak Upacara Bendera, Dateng Orang
Gila!!” * (tayang 14 Mei 2009). Ketujuh judul tersebut secara jelas dan
terang-terangan menggunakan kata “orang gila” sebagai judul kontennya.
Bukan hanya di dalam judul, penyebutan kata “orang gila” juga
banyak terucap dalam dialog dan juga tertulis di dalam konten video. Pada
video pertama misalnya, Baim Wong sambal berseloroh mengatakan,
“Aduh lucu juga nih. Enak jadi orang gila bro..” (menit ke 7.25). Setelah
itu, beberapa menit kemudian (menit ke 10.05), Baim Wong kembali
menyebut kata “orang gila”. “Gua demenan (lebih suka red.) jadi orang
gila bro..,” teriak Baim .
Sang istri, Paula Verhoeven, yang memang hampir selalu dilibatkan
dalam setiap video yang dibuat Baim Wong, juga beberapa kali
92 | Komunikasi dalam Media Digital
mengucapkan kata “orang gila”. Di video ketiga misalnya, Paula terdengar
berkata “Kalau Baim mah demen gini-gini kayak orang gila. Kalau
aku mah enggak” (menit ke 2.51). Begitu juga di video keempat. Paula
kembali berujar, “Kita sekarang bersama lagi dengan si orang gila. Kirakira berhasil nggak ya aksi kita di Bandung?” (menit ke 4.48). Ucapan itu
ia ucapkan saat ia bersama Baim Wong tengah berada di mobil dalam
perjalanan menuju Bandung untuk melakukan prank di kota kembang
tersebut. Baim sudah terlihat siap dengan dandanan samarannya sebagai
ODGJ.
Masih banyaknya masyarakat yang menggunakan kata ‘orang gila’
untuk menyebut para ODGJ juga terlihat dari reaksi orang-orang yang
ditemui Baim Wong saat melakukan prank nya. Tengok saja dialog yang
terjadi antara tukang parkir dengan kameramen video dalam video yang
pertama. Ketika itu ia baru saja selesai menjadi korban prank dan sudah
mengetahui bahwa ODGJ yang ia temui sebenarnya adalah Baim Wong
yang sedang menyamar.
Kameramen
: Kaget nggak Pak?
Tukang Parkir : Kaget bos..
Kameramen
: Kirain Siapa?
Tukang Parkir : Kirain orang gila beneran bos…
Kameramen
: Ngenalin nggak?
Tukang Parkir : Enggak bos.. Saya lihat dia kayak kelaparan
makanya saya kasih kue bos…
Kameramen
: Takut nggak pak?
Tukang parkir : Ya takut…
(Menit ke 5.47)
Tidak berbeda jauh, pada video kedua, ibunda Baim yang menjadi
salah satu korban kejahilan anaknya juga berkata, “Tadi si Teteh udah
bilang ke Mama. Mah ada orang gila ngebel-ngebel pintu pager,” (menit
ke 13.03). Begitu juga di video ketiga, terdengar ucapan dari salah
seorang barista sebuah kedai kopi yang berkata, “Ada orang gila di luar,
(menit ke 12.45)”.
Tak hanya sebatas ucapan, penggunaan kata “orang gila” juga terlihat
dalam teks yang sengaja ditampilkan di video ini. Di video pertama
misalnya. Saat salah satu korban prank seolah tidak percaya bahwa ODGJ
Komunikasi dalam Media Digital | 93
yang menghampirnya adalah Baim Wong meskipun sudah membuka
kedoknya. Ia masih terlihat kesal dan marah. Seketika itu juga muncul
tulisan berbunyi : “Dia mikirnya masih orang gila beneran” (Menit
ke 11.29). Sementara di video ketiga, tampilan layar dimulai dengan
menampilkan sebuah tulisan cukup besar yakni : “Waktunya Paula di
make-up kayak orang gila” (menit ke 2.51).
Tulisan juga kerap ditampilkan untuk mengomentari aksi Baim Wong
saat menjalankan aksi prank-nya. Contohnya di video ketiga, muncul
tulisan “Ngapain tuh orang gila,” (menit ke 13.26). Saat itu Baim Wong
tengah mendekati parkiran motor sebuah kedai kopi sambal berteriakteriak, “Mau ngopi..mau ngopi..mau ngopi,”. Aksi Baim tersebut langsung
menarik beberapa orang yang ada di parkiran tersebut. Kemudian di
layar, editor video menampilkan tulisan “Ngapain tuh orang gila?”
(13.26). Seolah-olah menuliskan isi pikiran yang ada di benak orangorang diparkiran tersebut.
Penyebutan istilah orang gila merupakan salah satu contoh stigma
terhadap ODGJ. Hal itu selain justru membuat mereka merasa sangat
tertekan, juga akan membangun stigma negatif bagi mereka yang
terganggu jiwanya. Pada akhirnya, diskriminasi pun terjadi. Sayangnya
kesadaran masyarakat Indonesia untuk tidak menggunakan istilah
orang gula bagi para ODGJ belum bisa dikatakan baik. Padahal sejak
tahun 2014, Departemen Kesehatan RI sudah cukup gencar melakukan
sosialisasi kepada masyarakat untuk berhenti melabeli para ODGJ
dengan istilah orang gila.
Hal ini mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia No.18
Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Undang-undang tersebut salah
satunya membahas mengenai pemberantasan stigma bagi orang dengan
gangguan kejiwaan. Karenanya diamanatkan bahwa sudah tidak boleh
lagi menggunakan istilah gila, sinting, edan dan yang lainnya bagi para
penyandang disabilitas mental. Maka penggunaan istilah tersebut yang
94 | Komunikasi dalam Media Digital
dialamatkan untuk orang-orang penyandang disabilitas mental, selain
melanggar Undang-Undang Disabilitas, juga bisa dikenai sanksi hukum.
Kata Gila menurut KBBI mengacu kepada kondisi sakit ingatan
(kurang beres ingatannya); sakit jiwa (sarafnya terganggu atau pikirannya
tidak normal), tidak biasa; tidak sebagaimana mestinya; berbuat yang
bukan-bukan (tidak masuk akal). Definisi tersebut tidak sesuai untuk
merepresentasikan semua orang dengan gangguan jiwa atau penyakit
mental. Kondisi orang dengan gangguan jiwa menurut Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) tidak dapat
diseragamkan. Karenanya, dalam undang-undang dibuatlah dua definisi
yakni, orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) dan orang dengan
gangguan jiwa (ODGJ).
ODMK merupakan istilah bagi orang yang mempunyai masalah fisik,
mental, sosial, pertumbuhan, dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup
sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa. Sementara istilah
ODGJ diperuntukkan orang yang mengalami gangguan dalam pikiran,
perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan
gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna. Akibatnya, ia dapat
menderita, dan fungsinya sebagai manusia menjadi terhambat. Namun
pada kenyataannya masih banyak orang yang belum paham dengan
istilah yang sebenarnya tidak bisa dibilang baru itu. Alhasil penggunaan
istilah ‘orang gila’ masih banyak bertebaran di media sosial, termasuk di
Youtube.
ODGJ Dianggap Harus Dijauhi
Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Health and
Social Behavior dikatakan, 38 persen orang tidak ingin tinggal di sebelah
ODGJ, 33% tidak ingin berteman dengan seseorang yang hidup dengan
masalah kejiwaan. 58% tidak mau bekerja sama dengan mereka, dan 68%
tidak ingin penderita gangguan jiwa menikah dengan keluarga mereka.
Kenyataan ini memang terasa menyedihkan. Namun pada kenyatannya,
kondisi inilah yang masih terjadi. Gambaran tersebut juga bisa kita lihat
dalam kanal Youtube milik Baim Wong. ODGJ direpresentasikan sebagai
orang yang perlu dijauhi. Mereka tidak diberi ruang untuk berinteraksi
dan berkomunikasi dengan masyarakat umum lainnya. Mereka menjadi
kelompok yang terpinggirkan dan tidak memiliki ruang untuk hadir
dalam keseharian masyarakat lain.
Seperti yang terjadi di video pertama, saat Baim Wong mendekati
Komunikasi dalam Media Digital | 95
sebuah mobil yang tengah berhenti dipinggir jalan. Saat sang pengendara
mengetahui Baim Wong yang berdandan mirip ODGJ mendekat, ia
pun langsung melarikan kendaraanya (menit ke 3.12). Begitu juga yang
terjadi pada mobil berikutnya yang didekati Baim. Setelah memberikan
sebungkus roti, ia langsung kabur. Teriakan Baim untuk segera berhenti
seolah tidak diindahkan olehnya (menit ke 3.40). Hal yang sama pun
terjadi dengan seorang pengendara sepeda motor yang tengah berhenti
di pinggir jalan. Begitu Baim mendekat, ia langsung kabur menjauh
(menit ke 8.01).
Pada menit berikutnya, saat Baim mendekati dua orang pria
yang tengah duduk mengobrol, salah satunya langsung memberikan
sebungkus roti dan dengan isyarat tangannya meminta Baim untuk segera
menyingkir (menit ke 4.25). Seorang satpam sebuah pusat perbelanjaan
juga terlihat mencoba mencegah Baim mendekat dan masuk ke dalam
mall yang di jaganya. Dari jarak yang cukup jauh, satpam tersebut
meminta Baim untuk segera menjauh dengan menakut-nakuti tentang
keberadaan polisi. Simak saja dilalog antara Baim dan si bapak satpam
tersebut (menit ke 4.25) :
Baim
:
Boleh masuk nggak?
Satpam :
Enggak. Ada polisi
Baim
Polisi? Saya takut sama polisi. Banyak nggak?
:
Satpam :
Iya Banyak. Kesana aja (seraya tangannya menunjuk
arah lain agar Baim segera menjauh dari mall).
Perlakuan yang didapat Baim dari satpam sebuah mall tersebut
sebenarnya sudah diprediksi sejak awal. Hal ini bisa diketahui dari
ucapan Baim pada menit sebelumnya yang mengatakan : “Sekarang kita
mau ke yang lebih diusir lagi.. Pondok Indah Mall. Mampus lo.. coba kita
lihat orang disana bagaimana (menit ke 6.20)
Perlakuan yang sama juga terjadi di video kedua saat Baim
mendatangi rumah orangtuanya. Sang ayah langsung mengusir Baim
setelah memberinya uang receh. “Nih ambil (uangnya). Sekarang pergi
sana,” ujar sang ayah dengan nada keras. Begitu juga saat Baim mendatangi
dua orang wanita di samping sebuah waruang. Keduanya langsung kabur
menghindar hingga lupa membawa tas nya. Saking takutnya ia pun
berusaha meminta bantuan orang lain untuk mengambilkan tasnya yang
berada di dekat Baim Wong (menit ke 5.04). Dua orang anak kecil yang
tengah mengendarai sepeda juga langsung turun dari sepedanya dan
96 | Komunikasi dalam Media Digital
segera berlari tunggang langgang meninggalkan sepedanya saat melihat
Baim Wong.
Media diyakini McQuail sebagai cermin yang merepresentasikan
realitas. Sebagai cermin dari kejadian yang terjadi di sekitar kita. Karena
pada dasarnya diyakni bahwa isi media massa adalah pantulan dari
peristiwa-peristiwa itu sendiri. Untuk kasus ini, konten yang ditampilkan
pada channel YouTube Baim Wong, bukanlah membantu menghilangkan
diskriminasi dan stigma yang ada. Celakanya ia justru makin menegaskan
akan hal itu. Padahal media memegang peranan penting dalam
mempengaruhi pola pikir masyarakat. Setelah melihat tayangan video
tersebut penonton makin teryakinkan bahwasanya jika bertemu dengan
ODGJ maka kita harus segera menjauh dan menolaknya untuk datang
mendekat karena bisa jadi dianggap membahayakan. Tampilan fisik yang
terkesan kotor dan menakutkan juga ikut menegaskan hal tersebut.
Penutup
Jika melihat representasi dari video yang dibuat oleh Baim Wong,
media masih menganggap labeling pada penyandang disabilitas
psikososial itu menjadi sebuah tontonan yang menarik. Sebagai sebuah
materi lelucon yang mampu mengundang tawa. Dengan berpura-pura
menjadi ODGJ, “aksi” Baim dianggap menghibur dan mengundang
kelucuan dengan beragam respon yang ia terima dari orang-orang yang ia
kerjai. Berkat dandanan dan akting sempurnanya itulah berhasil tercipta
bahan lawakan segar yang ternyata disukai banyak orang. Hal ini terbukti
dari banyaknya jumlah penonton yang diperoleh.
Penyebutan kata “orang gila” juga masih banyak digunakan. Baik oleh
pembuat konten maupun masyarakat yang terlibat, baik sengaja maupun
tidak sengaja, di dalam tayangan video. Hal ini menunjukkan minimnya
pengetahuan dan pemahaman masyarakat perihal salah aturan hukum
yang sudah sejak lama melarang penyebutan kata tersebut. Penilaian dan
perlakuan terhadap para ODGJ juga umumnya menjauh, menghindar,
serta juga mengusir.
Sebagai manusia dengan masalah kondisi kesehatan jiwa, ODGJ
jelas membutuhkan perhatian dan bantuan yang serius dari orang-orang
disekitarnya. Dengan penderitaan berat yang sedang mereka alami,
tindakan menjadikan para ODGJ sebagai bahan olok-olok tentu bukanlah
hal yang pantas untuk dilakukan. Hal itu justru akan memperkuat stigma
Komunikasi dalam Media Digital | 97
dan diskriminasi terhadap mereka. Sebaliknya, yang harus sama-sama
kita lakukan adalah membangun citra bahwa ODGJ sama seperti orang
lain pada umumnya, yang bisa berfungsi dengan orang lain dan bisa
bekerjasama dengan orang lain. Seperti kalimat bijak yang mengatakan,
disability is not contagious but ignorance is.
Daftar Pustaka
McQuail, D. (2005). McQuail Mass Communication Theory 5th Edition.
London: London: SAGE Publication Ltd.
World Health Organization. (2011). World’s Report on Disability.
Diunduh pada 15 Juni 2019 dari http:// whqlibdoc.who.int/
publications/2011/9789240685215_eng.pdf
Burton, G. (2005). Media and Society. New Delhi: Rawat Publication
Aulia Dwi Nastiti, Identitas Kelompok Disabilitas dalam Media
Komunitas Online: Studi
Mengenai Pembentukan Pesan Identitas Disabilitas dalam Kartunet.com,
Jurnal Komunikasi Indonesia Volume II No 1 April 2013
Petra W. B. Prakosa, Dimensi Sosial Disabilitas Mental di Komunitas
Semin, Yogyakarta.
Sebuah Pendekatan Representasi Sosial. Jurnal Psikologi Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada Volume 32, No. 2.
Kementerian Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Laporan Riset
Kesehatan Dasar 2013. Jakarta; Kementerian Kesehatan RI. 2013.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Jakarta.
Republik Indonesia.
Siswanto. Kesehatan Mental; Konsep, Cakupan, dan Perkembangan.
Yogyakarta: Penerbit Andi. 2007.
Cayari, C. (2011). The Youtube effect: How YouTube has provided new
ways to consume,
Create, and Share Music. International Journal of Education & The Arts,
12(6).
Sobur, Alex 2001 Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis
Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Remaja
Rosdakarya
98 | Komunikasi dalam Media Digital
Konvergensi Simbolik Ujaran Kebencian Di Media Sosial
Sebagai Basis Kohesivitas Kelompok Radikal
Mas Agus Firmansyah
Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Bengkulu
Pendahuluan
Tulisan ini berupaya menjelaskan bagaimana ujaran kebencian yang
diunggah melalui media sosial dapat menjadi perekat bagi kohesivitas
kelompok radikal dari perspektif teoretis. Dengan menggunakan
Teori Konvergensi Simbolik dari Bormann (1972, 1985) tulisan ini
menguraikan bagaimana ujaran kebencian (hate speech) di media sosial
dapat berkembang dan meluas hingga menjadi semacam bagian dari
proses evolusi kesadaran bersama diantara anggota kelompok radikal.
Secara teoretis, Bormann (1972, 1985) meyakini bahwa Konvergensi
Simbolik mampu menciptakan, menata dan mendorong individuindividu dalam sebuah proses dinamika pertukaran pesan dalam
kelompok untuk mencapai perasaan dan tindakan yang sama. Proses
tersebut dinamakannya dynamic sharing of group fantasy, dimana
pertukaran fantasi kelompok dipandang sebagai fenomena komunikatif
antar beberapa individu yang berpartisipasi dalam suatu narasi pesan
yang didramatisasi. Karena itu, ujuran kebencian yang dikemas lewat
narasi yang didramatisasi oleh kelompok radikal melalui media sosial,
tanpa disadari merupakan basis kesadaran diantara mereka untuk
menciptakan kohesivitas kelompok.
Pembahasan
Sebelum maraknya ujaran kebencian dan pemikiran radikalisme di
media sosial, Duffy (2003) pernah melakukan kajian yang menunjukkan
bahwa ujaran kebencian (hate speech) telah bersirkulasi sejak platform
internet masih berbasis website 1.0. Melalui penelitiannya terhadap ke-4
website, Duffy (2003) menemukan bahwa ujaran kebencian akan mampu
menyebar dengan cepat dikarenakan adanya karakter interaktivitas
yang melekat pada internet sehingga memungkinkan pesan-pesan
99
bertendensi ujaran kebencian dapat terdesentralisasi pada masing-masing
individu untuk kemudian menyebarkanya kembali ke simpul-simpul
pertemanannya. Tidak berselang lama, perubahan platform internet
kemudian menghadirkan web 2.0 atau sering dikenal luas dengan media
sosial sebagai saluran untuk berinteraksi dan berkomunikasi yang jauh
lebih interaktif lagi. Karakteristik interaktif inilah yang disinyalir menjadi
salah satu penyebab maraknya narasi yang berisi ujaran kebencian dan
pemikiran radikalisme bersirulasi di media sosial. Pernyataan tersebut
sekurangnya didukung oleh data lapangan yang menegaskan bagaimana
media sosial dapat meningkatkan peluang bagi orang atau sekelompok
orang untuk menjadi radikal, sebagai pengaruh penjangkauan dan
pelibatan melalui penyebaran informasi, komunikasi dan propaganda
keyakinan-keyakinan ekstrim (lihat, Thoyibi & Khisbiyah, 2018).
Pemberitaan di Harian Kompas juga menunjukkan bagaimana
ujaran kebencian dan informasi bohong (hoaks) di lini masa media sosial
meningkatkan radikalisme di Indonesia (Kompas, 16/3/2018). Begitu
pula penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2018) memperlihatkan
bagaimana praktik pengguna media sosial seringkali digunakan untuk
menularkan ujaran kebencian. Maraknya ujaran kebencian di Indonesia
memang sudah mulai mengejala pada saat berlangsungnya kampanye
Pilpres 2014 (lihat, Firmansyah et al, 2017) dan terlebih lagi pada saat
kampanye Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 (lihat, Thoyibi & Khisbiyah,
2018). Beberapa yang teridentifikasi dari hasil penelitian tersebut
diantaranya adalah bahwa peta polarisasi dukungan kepada kandidat
capres maupun cagub seringkali mendompleng pada produksi pesanpesan bermuatan radikalisme yang menyingung isu SARA.
Hasil dari beberapa penelitian tersebut sekaligus memperlihatkan
bagaimana media sosial kemudian menjadi semacam “inang” bagi
tumbuh kembangnya ujaran kebencian dan pemikiran radikalisme.
Media sosial kemudian seolah menjadi semacam wilayah tak bertuan
yang diperebutkan oleh kelompok radikal untuk dijadikan semacam
saluran propaganda. Melalui propaganda di media sosial ini, produksi
ujaran kebencian dan pemikaran radikalisme kemudian mengalami
peningkatan yang sangat signifikan. Kesemua propaganda kelompok
radikal di media sosial tersebut tanpa disadari berbasis pada pertukaran
pesan dan narasi kebencian yang dibangun melalui kicauan-kicauan
maupun update status yang diunggah oleh anggota kelompok melalui
akun media sosial mereka. Bagaimana kicauan ataupun update status
100 | Komunikasi dalam Media Digital
yang berisi ujaran kebencian di akun media sosial tersebut mampu
menjadi pengikat kebersamaan dan meneguhkan keyakinan kelompok
radikal inilah yang kemudian berupaya dijawab melalui tulisan ini.
Dalam perspektif Teori Konvergensi Simbolik dari Bormann (1972)
disebutkan bahwa ketika anggota kelompok melakukan percakapan
di dalam kelompoknya diyakini adanya kecenderungan untuk
menggunakan pesan yang di dramatisasi. Penggunaan pesan yang di
dramatisasi ini, tanpa disadari mampu menjadi pengikat kebersamaan,
kohesivitas dan soliditas diantara anggota kelompok. Fenomena inilah
yang kemudian dirumuskan Bormann (1972) dengan istilah konvergensi
simbolik. Konvergensi Simbolik digunakan Bormann (1972) sebagai
frasa untuk menjelaskan kesatuan narasi atau tema perbincangan dalam
suatu pesan yang dibangun oleh suatu kelompok. Konvergensi simbolik
meyakini bahwa di dalam pesan sebenarnya terkandung makna, emosi,
nilai, sekaligus motif suatu tindakan yang dihasilkan secara bersamasama. Pemahaman mengenai asumsi ini sekaligus menekankan bahwa
isi pesan merupakan bagian dari irisan / konvergensi dari apa yang
disampaikan maupun di dengar oleh partisipan komunikasi. Dengan
kata lain, Bormann (1972, 1985) meyakini bahwa di dalam pesan bukan
hanya terkandung makna yang ingin disampaikan atau didengar, namun
juga sekaligus berisi emosi dan motif untuk bertindak yang tercipta
melalui proses konvergensi / penyatuaan pemahaman para partisipan
komunikasi dengan menggunakan suatu realitas simbolik yang sama
sebagai rujukannya.
Karena itu Teori Konvergensi Simbolik memposisikan “pesan”
sebagai bagian dari usaha bersama untuk menciptakan realitas sekaligus
membangun kohesivitas. Pesan seperti apa yang dapat membangkitkan
kohesivitas itu? Teori Konvergensi Simbolik meyakini bahwa pesanpesan yang di dramatisasilah yang menjadi pengikat kebersamaan dan
kesadaran suatu kelompok yang kemudian dianalogikan Bormann (1972)
sebagai usaha berbagi Tema Fantasi. Dapat dikatakan, konsep pesan yang
di dramatisasi adalah konsep inti yang menjadi pondasi Teori Konvergensi
Simbolik dalam rangka menjelaskan munculnya fantasi kelompok. Ketika
pesan yang di dramatisasi tersebut mampu membangkitkan antusiasme
anggota di dalam kelompok, maka pesan itu telah menjadi Tema Fantasi
kelompok karena ia mampu menjadi mata rantai yang menghubungkan
diantara anggota kelompok.
Dalam konteks untuk mengkaji maraknya ujaran kebencian dan
Komunikasi dalam Media Digital | 101
pemikiran radikalisme di media sosial saat ini, apa yang dikenalkan
Bormann (1972) dengan Teori Konvergensi Simbolik ini menurut
penulis masih cukup relevan untuk digunakan sebagai pisau analisis.
Secara umum dapat dideskripsikan bahwa karakteristik beserta fiturfitur yang melekat pada platform media sosial sangat memungkinkan
untuk dimanfaatkan oleh kelompok radikal guna membangun dan
mengembangkan konvergensi simbolik diantara mereka.
Beberapa kajian ilmiah mengenai media sosial menunjukkan pula
adanya efek echo chamber yang memungkinkan ujaran kebencian dan
pemikiran radikal bersirkulasi diantara pengguna media sosial untuk
kemudian memproduksi dan mereproduksi ulang ujaran kebencian dan
persan-pesan radikal dalam skala masif. Hal ini sekaligus mempermudah
anggota kelompok radikal yang berada dalam kesatuan jaringan
pertemanan di media sosial untuk mengalami suatu kesatuan konvergensi
simbolik dalam menjustifikasi outsider.
Dengan karakteristiknya yang viral, berbagai ujaran kebencian
di media sosial memang memiliki efek magnitude yang bukan hanya
bersirkulasi dalam perbincangan kelompok saja, namun juga mampu
keluar hingga mempengaruhi pandangan publik di luar kelompok mereka
hingga akhirnya dapat menjadi trend setter dalam penggunaan sebuah
istilah, kalimat, frasa, kata, ataupun simbol tertentu. Kemampuan media
sosial ini kemudian menyebabkan proses pembentukan konvergensi
simbolik yang berbasis ujaran kebencian mengenai outsider dalam
pandangan suatu kelompok akan selalu dalam satu kesatuan realitas
simbolik yang sama. Karenanya tidaklah berlebihan apabila Grechyna
(2015) menyebutkan bahwa media sosial kian mempertajam polarisasi
di masyarakat. Tajamnya polarisasi tersebut misalnya diperlihatkan
mulai sejak dari kampanye Pilpres 2014, Pilgub DKI Jakarta 2017 hingga
Pilpres 2019 yang baru saja terjadi sehingga membelah netizen ke dalam
dua polarisasi kubu cebong dan kampret.
Melalui konvergensi simbolik pula kita dapat melihat bagaimana
proses berbagi ujaran kebencian diantara anggota kelompok pendukung
pemikiran radikal di media sosial selalu diawali dengan cara membangun
dan mengembangkan realitas simbolik melalui kerangka narasi yang
sama. Pada awalnya kicauan / update status yang berisi ujaran kebencian
diposting oleh akun media sosial masing-masing individu terlihat acak.
Keacakan dalam konteks ini harus dimaknai dengan istilah natural bahwa
dalam mengunggah kicauan, mereka hanya menuliskan apa yang mereka
102 | Komunikasi dalam Media Digital
pikirkan, rasakan atau ketahui tentang outsider dengan pilihan frasa
kalimat mereka masing-masing. Ketika terjadi interaksi antara sesama
mereka, apakah lewat komentar update status, mention, tweet, ataupun
sekedar hanya melalui proses membaca sebuah postingan maka tanpa
disadari terjadi proses peningkatan dinamika kelompok.
Proses dinamika kelompok ini dapat terlihat dari mulai
mengerucutnya penggunaan diksi atau pilihan kata apakah dalam bentuk
suatu frasa ataupun kalimat yang sama untuk mendeskripsikan atau
membangun narasi mengenai gambaran tentang outsider. Pada proses
inilah terjadinya penyatuan / konvergensi simbolik diantara akun media
sosial kelompok radikal, yang diindikasikan dengan penggunaan realitas
simbolik yang sama untuk mengunggah ujaran kebencian. Misalnya saja
seperti frasa “Kriminalisasi Ulama”, “Kebangkitan PKI” “Serbuan Pekerja
Tionghoa” dan lain sebagainya. Dalam bahasa Bormann (1985), proses ini
disebut “meeting of minds” yang ditunjukkan oleh adanya sharing opini
dan emosi yang sama diantara peserta komunikasi. Pada proses inilah
sekaligus dapat dilihat bagaimana anggota kelompok mengembangkan
kesadaran yang sama mengenai outsider. Muara dari penggunaan realitas
simbolik beserta kerangka narasi yang sama tersebut melahirkan Tema
Fantasi kelompok radikal. Bagaimana realitas simbolik dan kerangka
narasi mengenai ujaran kebencian dengan pilihan kalimat yang sama
dapat hadir dalam konten akun media sosial masing-masing individu
memperlihatkan bahwa telah terjadi dinamika dan interaksi diantara
mereka.
Dengan demikian, ketika akun media sosial kelompok radikal
mengunggah kicauan atau update status yang berisi ujaran kebencian
dengan narasi yang hampir seragam, tanpa disadari mereka sedang
berbagi simbol, membangun sikap serta respon emosional yang sama
untuk menginterpetasikan pandangan dan pengalaman kelompok
mereka. Resultan dari proses berbagi kesadaran mengenai realitas dengan
simbol yang sama ini menunjukkan bahwa mereka telah mengalami apa
yang dinamakan Bormann (1972, 1985) dengan konvergensi simbolik.
Proses konvergensi simbolik yang terjadi dalam komunikasi berbasis
media sosial dinilai lebih efektif bila dibandingkan dengan konvergensi
simbolik yang terjadi dalam komunikasi tatap muka. Selain dikarenakan
adanya efek viral, media sosial memiliki kemampuan untuk menjembati
anggota kelompok radikal lintas wilayah dan waktu. Selain itu adanya
kecenderungan pemilik akun media sosial untuk mengekspresikan
Komunikasi dalam Media Digital | 103
pemikirannya berdasarkan preferensi kesamaan nilai dengan lingkaran
pertemanan yang dimilikinya menyebabkan ujaran kebencian kemudian
dengan cepat terdestraslisasi ke dalam kicauan maupun update status
akun media sosial lainnya.
Penutup
Melalui pemahaman akan konsepsi teoretis dari Bormann tersebut,
maka tulisan ini meyakini bahwa update status ataupun kicauan dari akun
media sosial yang mengunggah ujaran kebencian akan selalu mengandung
dimensi pembentukan kesadaran bersama (shared counciousness) yang
berakar pada proses pertukaran pesan di antara individu-individu dalam
jaringan pertemanan anggota kelompok radikal. Hal ini dapat terlihat
dari bagaimana frasa “Kebangkitan PKI”, “Kriminalisasi Ulama” dan
“Serbuan Pekerja Tionghoa” misalnya, yang mampu memenuhi ruangruang pemberitaan dan perbincangan publik saat ini yang tanpa disadari
merupakan buah refleksi dari konvergensi simbolik diantara akun media
sosial kelompok radikal.
Karena itu, kehadiran realitas simbolik mengenai “Kebangkitan
PKI”, “Kriminalisasi Ulama” maupun “Serbuan Pekerja Tionghoa” dalam
unggahan akun media sosial individu-individu pendukung kelompok
radikal sebenarnya telah melalui proses apa yang disebut Bormann
dengan psychodynamic, dimana predisposisi simbolik yang digunakan
individu-individu adalah gambaran keyakinan dan fantasi yang telah
menyatu bersama ke dalam realitas simbolik kelompok mereka. Proses
ini sekaligus dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana suatu
kesadaran diantara akun media sosial kelompok radikal berkembang
secara evolutif. Konsepsi psycodinamics ini sekurangnya dapat
menjelaskan misalnya mengapa kebenaran informasi yang bersirkulasi
di akun media sosial kelompok radikal lebih ditentukan oleh keyakinan
psikologis kelompok. Dengan kata lain, realitas simbolik atau pendapat
yang mengafirmasi keyakinan mereka, akan diterima sebagai bagian dari
sebuah kebenaran, sementara fakta obyektif jika tidak sesuai dengan
keyakinan kelompok akan diperlakukan sebagai hoaks. Pada gilirannya,
konvergensi simbolik dan narasi ujaran kebencian melalui unggahan
akun media sosial kelompok radikal akan selalu menjadi basis bagi
peneguhan kohesivitas diantara mereka.
104 | Komunikasi dalam Media Digital
Daftar Pustaka
Bormann, Ernest G. 1972. “Fantasy And Rhetorical Vision: The Rhetorical
Criticism of Social Reality”. Quarterly Journal Of Speech, Vol. 58
hal. 396-407
Bormann, Ernest G. 1985. “Symbolic Convergence Theory: A
Communication Formulation Based on Homo Narrans”. The Journal
of Communication vol.35 hal. 128-139.
Duffy, E Margaret. 2003. “Web Of Hate: A Fantasy Theme Analysis of The
Rhetorical Vision Of Groups”. Journal of Communication Inquiry
Vol. 27 Hal. 291-312. Sage Publication.
Firmansyah, Mas Agus, Siti Karlinah, Suwandi Sumartias. 2017.
“Kampanye Pilpres 2014 dalam Konstruksi Akun Twitter Pendukung
Capres”. Jurnal The Messenger. Vol. 9. No.1. Universitas Semarang.
Grechyna, Daryana. 2015. “On Determinants of Political Polarization.
MPRA Paper NO.67611 3 November 2015. http: //mpra.ub.unimuenchen.de/67611/
Thoyibi & Yayah Khisbiyah. 2018. “Kontestasi Wacana Keislaman Di Dunia
Maya. Moderatisme, Ekstremisme dan Hipernasionalisme”. Pusat
Studi Budaya dan Perubahan Sosial. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Wibowo, Teguh Okta. 2018. “Konstruksi Ujaran Kebencian Melalui Status
Media Sosial”. Chanel Jurnal Komunikasi. Vol.6 No.2 Oktober 2018
pp.169-176.
Surat Kabar Harian Kompas, 16 Maret 2018.
Komunikasi dalam Media Digital | 105
106 | Komunikasi dalam Media Digital
Pola Konsumsi Konten Video Berbasis Televisi
Konvensional dan Multiplatform pada Generasi Milenial
dan Pasca Milenial di Jakarta
Melisa Indriana Putri
Program Studi Komunikasi, Universitas Pertamina, Jakarta
E-mail:
[email protected]
Pendahuluan
Masa awal penemuan televisi pada tahun 1920 hingga 1930-an,
masyarakat di Amerika terpukau dan menganggap televisi sebagai
radio bergambar. Mereka berbondong membeli perangkat televisi dan
menonton acara televisi dari rumah mereka, terutama pada malam hari.
Fase tersebut menandai mulai bergesernya kebiasaan menonton film di
bioskop di Amerika dan berubah menjadi kebiasaan menonton televisi.
Permintaan akan saluran televisi meningkat dan diimbangi dengan
hadirnya berbagai variasi pilihan menonton bagi masyarakat. Namun,
pada tahun 1956, saluran televisi di Amerika hanya didominasi oleh
tiga perusahaan besar, yakni American Broadcasting Company (ABC),
Columbia Broadcasting System (CBS), dan National Broadcasting
Company (NBC) yang mengudara melalui saluran VHF (Very High
Frequency) yang sinyalnya dianggap lebih kuat dari pada transmisi UHF
(Ultra-High Frequency) dan dinikmati secara free to air (Straubhaar,
LaRose, dan Davenport 2012: 211-212).
Seperti halnya media yang lain, televisi turut memberikan berbagai
efek bagi penontonnya. Tontonan televisi sempat menjadi hal yang
mengkhawatirkan bagi anak-anak di Amerika. Pada tahun 1950-an,
beberapa penonton berusia anak-anak di Amerika mengalami patah
tulang karena terjun dari atap garasi rumah mereka karena mengimitasi
aksi Superman yang mereka tonton dari televisi. Hal serupa juga sempat
terjadi di Indonesia di sepanjang tahun 2006. Salah satu kasus terjadi
di Bandung dimana anak-anak sekolah dasar menirukan tayangan
televisi smack down dan dan memainkannya bersama teman-temannya.
Hal itu mengakibatkan beberapa anak terluka dan sulit bernapas
(Straubhaar, LaRose, dan Davenport 2012: 214; Kasus Smack Down
Terus Bermunculan, 2006).
107
Sekalipun televisi memiliki dampak buruk bagi sebagian penontonnya,
teknologi untuk mengakses televisi semakin dikembangkan. Televisi
kabel di Amerika hadir untuk menghancurkan oligopoli oleh ABC,
CBS, dan NBC pada tahun 1960-an. Operator televisi kabel membangun
sistem mereka sehingga dapat mentransmisikan program dari berbagai
stasiun televisi lainnya melalui kabel koaksial atau serat optik kepada
penonton. Selanjutnya muncul pula teknologi yang memungkinkan
konsumen menikmati program televisi berbasis transmisi satelit. Hal ini
memungkinkan lahirnya televisi berbayar yang diinisiasi oleh Home Box
Office (HBO) (Straubhaar, LaRose, dan Davenport 2012: 216).
Perkembangan televisi berbayar di Indonesia dimulai sejak
tahun 1994. Indovision adalah operator televisi berbayar pertama dan
mentransmisikan programnya melalui satelit. Penyedia layanan serupa
yang lain adalah Astro, First Media, IM2, TelkomVision, KabelVision, K
Vision, B-Vision, I-Sky-Net, Aora TV, dan lain-lain. Para operator tersebut
melakukan transmisi berbasis satelit maupun kabel. Pertumbuhan
pengguna televisi berlangganan di Indonesia kian meningkat. Pada tahun
2010, jumlah pengguna mencapai 1,1 juta dan terus meningkat hingga
pada angka 7,1 juta pada tahun 2017 dengan Indovision sebagai penguasa
market share sebesar 60% (Arieza, 2017; Perkembangan Industri TV
Berbayar Ditengah Persaingan Ketat, 2008; Perkiraan Jumlah Pelanggan
TV Berlangganan 2010-2017: 2016).
Teknologi High-Definition Television (HDTV) muncul di Amerika
pada tahun 1990-an dengan menghadirkan gambar yang lebih jernih
dan suara yang lebih jelas sehingga pengalaman menonton semakin
teroptimalisasi. Hal ini mendapat banyak pengaruh besar dari hadirnya
internet sejak awal 1950-an. Bahkan, turut muncul pula televisi berbasis
internet sebagai smart television pada tahun 1970-1990-an di Amerika.
Penonton dapat melakukan berbagai aktivitas seperti menonton,
berbelanja online, atau aktivitas berkomunikasi lainnya melalui smart
television tersebut (Straubhaar, LaRose, dan Davenport 2012: 221-224).
Internet banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya
menikmati program televisi. Jika sebelumnya penonton hanya
menyaksikan layar tunggal dari perangkat televisi konvensional, maka
kini aktivitas menonton dapat dilakukan melalui berbagai platform.
Sosial media dan situs internet berbasis video serta situs streaming
menjadi platform yang berperan sama halnya seperti televisi. Penonton
dapat mengerjakan banyak hal melalui komputer atau telepon pintar serta
108 | Komunikasi dalam Media Digital
sekaligus dapat mengakses YouTube, Hulu, Netflix, situs televisi kabel
dan home video, dan berbagai situs menonton secara streaming lainnya
(Albarran dan Arrese 2003: 2; Straubhaar, LaRose, dan Davenport 2012:
224-225).
Kebiasaan menonton video atau program televisi perlahan bergeser
tidak lagi hanya melalui televisi konvensional namun mulai beralih pada
multiplatform. Meskipun kegiatan menonton video berbasis internet
mulai menjadi tren, namun hasil survey Nielsen Indonesia pada tahun
2017 menyebutkan bahwa televisi masih menjadi primadona. Televisi
masih menjadi media yang paling diminati dengan prosentase sebesar
40%. Selanjutnya, internet dan radio menyusul dengan prosentase
masing-masing sebesar 18% dan 16% (Penetrasi Media Televisi Masih
yang Tertinggi, 2017).
Namun, di sisi lainnya, kalangan industri televisi mulai mewaspadai
hadirnya internet sebagai kompetitor televisi konvensional. Hal tersebut
terlihat dari tingginya konsumsi internet di kalangan penonton Y
(Milenial) yang lahir pada tahun 1977-1995 dan penonton Z (Pasca
Milenial) kelahiran tahun 1996-2010. Penonton Milenial memiliki
penetrasi terhadap internet terbesar, yakni 58%. Sedangkan penonton
Pasca Milenial menyusul pada angka 50% (Fajar, 2019; Tirto Visual
Report: Masa Depan di Tangan Generasi Z, 2017).
Perguliran kenyataan-kenyataan tersebut menunjukkan bahwa
saat ini kebiasan menonton melalui televisi sedang berkejaran dengan
kebiasaan menonton secara online dan multiplatform di kalangan
penonton milenial dan pasca milenial. Hal ini berkaitan dengan area kajian
ekonomi media secara mikro yang salah satunya adalah pola konsumsi
produk media. Peneliti memfokuskan area riset pada bagaimana pola
konsumsi konten video yang diilhami oleh produk televisi telah bergeser
dan bersaing dengan pola konsumsi konten video secara multiplatform
di kalangan penonton milenial dan pasca milenial. Tujuan penelitian ini
adalah untuk memetakan perilaku konsumsi kedua generasi tersebut
pada masing-masing platform.
Perangkat analisa untuk permasalahan ekonomi media tersedia
dalam beberapa pendekatan. Salah satunya dapat menggunakan
perhitungan matematis dan statistik yang hasilnya dijabarkan secara
deskriptif. Oleh karenanya, penelitian ini bertipe kuantitatif deskriptif.
Hal tersebut sangat tepat karena tujuan penelitian ini adalah untuk
Komunikasi dalam Media Digital | 109
mendeskripsikan situasi dan perilaku konsumen televisi dan media
online berbasis video (Albarran 2005; Babbie 2010: 93).
Level analisa penelitian ini mencakup aspek kognitif, afektif, dan
behavioral konsumen televisi dan media online berbasis video sebagai salah
satu arena pasar televisi. Salah satu topik yang turut dibahas adalah belanja
media yang dilakukan oleh generasi milenial dan pasca milenial. Unit analisa
penelitian ini adalah khalayak yang dilihat atau dideskripsikan sebagai
individu-individu (Albarran 2010: 21; Babbie 2010: 254).
Pembahasan
Konsep Ekonomi Media
Teknologi yang membentuk media akan selalu berubah dan
berkembang dengan dinamis dan berpengaruh pada situasi industri
media. Beberapa media kini terlabeli sebagai “media tradisional”, seperti
televisi, radio, dan koran. Sistem multiplatform yang ditawarkan oleh
industri membuat media tradisional berubah menjadi entitas tak tunggal
dan memungkinkan konsumen mengakses konten berbagai jenis media
tersebut melalui satu genggaman (Albarran 2010: 2).
Di satu sisi, media adalah lembaga ekonomi yang terjerat konsep
penawaran dan permintaan. Dalam konteks ini, penawaran adalah
produk atau jasa yang disediakan oleh produsen kepada konsumen.
Produk utama perusahaan media, termasuk televisi, adalah konten.
Bagaimanapun cara konsumen mengaksesnya, namun produk yang
ditransaksikan adalah konten (Albarran 2010: 2).
Selanjutnya, ekonomi media didefinisikan sebagai suatu kajian
tentang bagaimana industri media menggunakan sumber daya-nya
yang terbatas untuk menciptakan konten dan didistribusikan kepada
para konsumennya dalam rangka memuaskan berbagai keinginan dan
kebutuhan mereka. Selain itu, ekonomi media juga dimaknai sebagai
kondisi yang mengharuskan media bekerja dalam berbagai level aktivitas
seperti dalam lingkup individu, rumah tangga, nasional, maupun global
serta berkolaborasi dengan berbagai kepentingan globalisasi, regulasi,
teknologi (termasuk new communication technology di dalamnya), dan
aspek-aspek sosial (Albarran 2010: 3; Alexander 2004: 4).
Level aktivitas media dimulai dari level individu. Durasi individu
dalam menggunakan media mencerminkan keputusan ekonomi individu
dan keluarga yang dalam hal ini dialokasikan untuk kebutuhan sekunder
110 | Komunikasi dalam Media Digital
atau bahkan tersier. Ekonomi media melihat tren sebagai potensi untuk
meningkatkan konsumsi individu atas suatu produk, termasuk produk
media. Individu sebagai konsumen bertanggung jawab atas pilihan
mereka masing-masing dalam mengkonsumsi produk media dan
bagaimana cara mengaksesnya (Albarran 2010: 4).
Tak hanya dikaji sebagai level aktivitas, individu juga Individu juga
dikaji pada multiple level of analysis. Hal ini disebabkan karena individu
berjaringan dengan keluarga dan lingkungannya. Sehingga ketika ditarik
suatu garis maka level individu ini mampu menciptakan garis analisa
yang panjang hingga pada level nasional dan global (Albarran 2010: 29).
Level aktivitas lainnya adalah faktor tambahan, yakni globalisasi,
regulasi, teknologi, dan aspek-aspek sosial. Teknologi mampu mengubah
sistem produksi, distribusi, dan konsumsi produk media. Keberadaan
teknologi mengoptimalkan namun juga sekaligus mengganggu ekonomi
media. Lingkungan digital dianggap mengganggu model bisnis
tradisional. Pesatnya inovasi teknologi membuat media saling bersaing
meningkatkan teknologinya namun mereka tidak dapat memastikan
teknologi mana yang pada akhirnya paling diminati oleh konsumennya.
Digitalisasi membuat produk media dapat diakses tanpa batas. Hal
tersebut berkebalikan dengan sistem tradisional yang memungkinkan
perusahaan media memiliki kontrol atas pembatasan akses terhadap
produk mereka (Albarran 2010: 5, 85).
Oleh karenanya, puncak tujuan ekonomi media saat ini adalah untuk
menemukan bisnis model baru yang menciptakan keuntungan optimal
bagi perusahaan media. Sedangkan, fokus konsumennya adalah terus
mencari inovasi terbaru atas teknologi yang terus berkembang dan saling
menggantikan pendahulunya. Teknologi memungkinkan penawaran
akses informasi dan hiburan tanpa hambatan (Albarran 2010: 5-6).
Selanjutnya, khalayak mengalami perubahan dari entitas massa
menjadi agregat berbagai kelompok dan gaya hidup akibat terfragmentasi.
Generasi muda cenderung lebih mahir menggunakan teknologi
dibandingkan dengan generasi baby boomer sebagai pendahulunya.
Perkembangan teknologi memungkinkan khalayak, terutama generasi
milenial dan pasca milenial, yang tak hanya mengonsumsi konten,
namun juga turut memproduksinya (Albarran 2010: 7).
Konsep konomi Media juga berkaitan dengan Teori Relative
Constancy. Teori ini memuat sejumlah prinsip yang disebut sebagai
Komunikasi dalam Media Digital | 111
principle of relative constancy (PRC) yang digunakan untuk memahami
belanja produk dan jasa media yang dilakukan oleh konsumen. PRC
diaplikasikan pada berbagai area, termasuk periklanan. Beberapa hal
yang dibahas dalam PRC seperti: (1) pengeluaran bulanan untuk Internet
Service Provider (ISP) atau penyedia layanan internet, (2) pembelian
video game, (3) dan segala pertanyaan lainnya terkait belanja produk dan
layanan media dan komunikasi (Albarran 2010: 23-24).
Salah satu tradisi dalam penelitian ekonomi media adalah tradisi
terapan yang mempelajari topik-topik yang berkaitan dengan struktur
berbagai macam industri media beserta situasi pasar mereka. Tradisi
terapan tidak selalu harus berlandaskan basis teoretis. Kajian mikro
ekonomi yang terdapat pada penelitian ini dapat ditarik ke arah tradisi
terapan dengan mengacu pada kondisi pasar. Aktivitas ekonomi mikro
terpusat pada komponen spesifik dari sistem ekonomi yang salah satunya
adalah konsumen dan lebih jauh lagi akan lebih terfokus pada bagaimana
perilaku konsumen serta bagaimana industri merespon pasar (Albarran
2005; Albarran 2010: 20).
Konsep Ekonomi Media menyediakan serangkaian level aktivitas
yang juga berkaitan dengan bagaimana media perlu berpikir strategis
untuk konsumennya. Level aktivitas tersebut dapat dimulai dari level
aktivitas individu, teknologi, dan aspek-aspek sosial yang menjadi
alat utama dalam pembahasan mengenai pola konsumsi konten video
berbasis televisi ataupun multiplatform.
Penonton Milenial Masih Menikmati Konten Video dari Perangkat
Televisi
Level aktivitas individu mencakup gaya konsumsi konten, seperti
durasi dan motivasi konsumsi konten video oleh penonton milenial
dan pasca milenial. Penonton milenial pada penelitian ini berusia pada
rentang 24-42 tahun, sedangkan penonton pasca milenial berada pada
kisaran 9-23 tahun. Penonton usia milenial saat ini masih menempatkan
televisi sebagai media utama untuk menonton konten video. Rata-rata
waktu yang digunakan oleh mereka untuk menonton televisi adalah
1-2 jam dalam sehari. Durasi tersebut menempati prosentase tertinggi,
yaitu sebesar 56%. Sedangkan penonton milenial yang menonton televisi
dalam waktu yang lebih lama, yakni 3-5 jam mencapai 25%. Sisanya,
sebanyak 19% mengaku tidak menonton televisi.
Hampir sama dengan penonton milenial, penontonn pasca milenial
112 | Komunikasi dalam Media Digital
juga masih menonotn televisi namun dalam prosentase yang berbeda.
Sebanyak 44% penonton pasca milenial menonton televisi selama 1-2
jam dalam sehari. Sebagian di antara mereka (17%) menonton televisi
selama 3-5 jam dalam sehari. Bahkan, masih terdapat 4% penonton yang
mengonsumsi televisi selama 6-7 jam sehari, dan sebanyak 1% menonton
lebih dari 7 jam setiap harinya. Sedangkan 34% sisanya sama sekali tidak
menonton televisi.
Secara umum, penonton televisi masih diwarnai oleh penonton
milenial yang secara keseluruhan mencapai 75%. Sebanyak 25% memilih
untuk tidak menonton televisi sama sekali dan tidak berpikir untuk
melakukannya. Angka tidak menonton televisi di kalangan pasca milenial
cenderung lebih banyak, yakni sejumlah 34%. Sedangkan sebagian besar
dari mereka, 66%, masih menonton televisi.
Televisi Masih Menjadi Media Menonton Secara Komunal
Penonton milenial dan pasca milenial memiliki motivasi yang
hampir sama ketika memilih televisi sebagai sarana menonton konten
video. Keberadaan perangkat televisi di rumah menjadi salah satu alasan
mengapa televisi menjadi masih menemani acara makan malam dan
berkumpulnya individu-individu yang terhimpun sebagai suatu anggota
keluarga. Bahkan sebagian di antara mereka masih menganggap televisi
lebih menarik ditonton secara komunal dari pada platform digital seperti
YouTube. Mereka juga mendapatkan inspirasi dan referensi tujuan wisata
untuk liburan keluarga setelah menonton televisi.
Platform digital memberikan pengalaman menonton yang privat dan
cenderung individual yang mengakibatkan antar penonton jarang untuk
saling berbagi pengalaman menonton mereka. Kebiasaan menonton
televisi secara bersama-sama dianggap dapat menghidupkan suasana
rumah maupun tempat tinggal seperti rumah kost dibandingkan dengan
hanya menontonnya sendiri.
Sebagian di antara mereka mengandalkan televisi sebagai media
hiburan dan pengisi waktu luang. Mereka juga terkadang menonton
hanya untuk sekedar menemani waktu bersantai yang tidak memerlukan
fokus dan berpikir mendalam. Bahkan, beberapa penonton juga
menganggap bahwa konten televisi masih menarik perhatian mereka,
terutama program komedi, sinetron, FTV, dan kontes musik. Pada genre
komedi, penonton masih menganggap bahwa televisi masih mampu
menyajikan secara terkini.
Komunikasi dalam Media Digital | 113
Penonton televisi juga mampu menemukan program yang edukatif
dan dianggapnya bermanfaat, seperti berita. Hal tersebut terutama
berlaku pada penonton yang memiliki akses pada televisi berbayar.
Televisi masih dianggap sebagai sarana hiburan yang murah. Sebagian
penonton menggantungkan aksesnya pada televisi karena tidak adanya
koneksi internet yang memadai untuk akses saluran video digital. Bahkan,
sebagian penonton masih menyalakan televisi karena sekedar memiliki
perangkat televisi yang telah menjadi barang kepemilikan mereka.
Televisi Terkadang Menjelma Menjadi Radio
Mayoritas penonton televisi menyaksikan siaran televisi dan
mendengarkannya, namun tidak benar-benar menyimak. Jumlah
tersebut adalah sebanyak 53%. Namun, sebanyak 38% penonton masih
menyaksikannya televisi dengan penuh perhatian. Sebagian penonton
menyalakan televisi untuk mengusir suasana sepi di rumah, namun
terkadang mereka tidak menontonnya dan hanya mendengarkan
suaranya.
Pada kondisi ini, televisi menjelma sebagai radio. Mereka juga
terkadang menonton televisi sebagai sarana diet gadget karena merasa
telah terpapar gadget sepanjang waktu saat di luar rumah. Namun, jumlah
ini terhitung minor, yakni 9%. Mereka mengaku suasana tempat tinggal
menjadi sepi tanpa menyalakan televisi. Mesipun terkadang mereka juga
sambil mengakses konten video digital multiplatform.
Potensi YouTube dianggap sebagai “Televisi Baru”
Penonton yang memiliki keterbatasan akses pada perangkat televisi
masih menontonnya secara streaming melalui situs-situs streaming tidak
berbayar (8%). Mereka menonton konten televisi dalam negeri melalui
streaming karena masih menganggap bahwa konten tersebut layak
dikonsumsi. Acara-acara besar ataupun acara olah raga menjadi konten
yang diminati saat mereka streaming.
Penonton milenial yang tidak menonton televisi kemudian
menemukan platform lain yang lebih mereka sukai, seperti YouTube,
Netflix, dan lain-lain. Melalui berbagai platform tersebut, mereka
memiliki keleluasaan dalam mengakses dan menemukan konten yang
mereka cari dengan sengaja. YouTube menjadi saluran online yang
diakses oleh penonton milenial dalam jumlah yang mayoritas yakni 41%.
Sejumlah 17% penonton mengakses YouTube untuk menonton konten
114 | Komunikasi dalam Media Digital
ulasan atau review yang membahas kegemaran mereka, seperti: games,
otomotif, fashion, kuliner, teknologi, pariwisata, dan lain-lain.
YouTube memberikan interaktivitas, fleksibilitas, dan ragam konten
bagi konsumennya, bahkan tanpa harus melanggan dengan biaya tertentu.
Mayoritas konsumen menyukai YouTube karena menyediakan berbagai
variasi konten yang mereka kehendaki dan lebih spesifik pada hal-hal
yang menjadi kegemaran individu. Bahkan, sebagian juga menganggap
bahwa YouTube adalah sarana kebebasan berekspresi, terlebih karena
kemampuannya yang memungkinkan setiap penggunanya dapat
mengunggah konten video dan dapat disaksikan pula oleh pengguna
lainnya. Kecenderungan konsumen YouTube adalah pengguna yang
bermedia secara dua arah.
Fleksibilitas akses sangat disukai oleh pengguna YouTube. Mereka
yang tidak memiliki banyak waktu luang untuk menonton televisi
kemudian mengandalkan YouTube di sela-sela waktu luang mereka
yang terbatas. Hal tersebut membuat mereka dapat mengakses YouTube
dimanapun dan kapanpun secara selektif. Melalui YouTube, pengguna
mampu mendapatkan hiburan yang masih segar dan unik sekalipun
tanpa menonton televisi sama sekali.
Tren Menonton Film dan Serial Luar Negeri
Konten video berjenis film dan serial turut menjadi prioritas dalam
daftar menonton di kalangan milenial dan pasca milenial. Sebanyak 26%
responden menyukai menonton film dan serial televisi produksi luar negeri
dan 6% masih menyukai dan menonton film dan serial televisi produksi
Indonesia. Tren tersebut diimbangi dengan tingginya minat konsumen untuk
mengakses Situs download konten film dan serial televisi tidak berbayar, yakni
sebesar 16%. Sebagian yang lain melanggan Netflix (8%), ataupun menonton
konten serupa melalui Viu (8%), HOOQ (4%), iflix (5%), Maxstream (3%),
dan Vidio (3%). Sehingga, total keseluruhan minat konsumen pada saluran
film dan serial televisi luar negeri adalah 31%.
Para pengguna mengaku suka menonton film luar negeri rilisan
terbaru tanpa harus pergi ke gedung bioskop. Sebagian yang lain justru
ingin menonton film-film lama yang sudah tidak tayang lagi di bioskop
maupun televisi. Kesenangan lainnya yang ditawarkan oleh situs-situs
menonton film dan serial, baik yang berbayar maupun tidak, adalah
tidak adanya iklan ketika menonton konten tersebut. Fleksibilitas akses
juga menjadi daya tarik tersendiri untuk platform jenis ini.
Komunikasi dalam Media Digital | 115
Keputusan Belanja Media
Setiap penonton televisi dalam penelitian ini adalah sekaligus
pengguna multiplatform. Hal tersebut mulai diimbangi dengan aktivitas
belanja media oleh pengguna. Sebanyak 58% responden mengaku tidak
berlangganan internet service provider (ISP) secara khusus. Mereka
mengandalkan layanan wi-fi bebas akses di tempat-tempat umum,
seperti tempat bekerja dan layanan pendidikan. Sisanya, 42% konsumen
mengaku berlangganan secara khusus sekaligus dengan paket televisi
berbayar. Di sisi lainnya, pengguna rela menganggarkan pembelian
paket data untuk gawai mereka. Sejumlah 63% pengguna melakukan
hal tersebut. Sisanya, 37% tidak melanggan paket internet pada gawai
mereka.
Namun, kegiatan belanja media tersebut tidak sepenuhnya terjadi.
Pada aspek lainnya, hanya ditemukan 21% pengguna yang bersedia
berlangganan saluran daring yang berbayar, seperti Netflix, ataupun
paket premium situs menonton film dan serial lainnya. Sisanya, sebanyak
79% tidak bersedia membayar dan lebih memilih untuk menonton
konten dari situs-situs film dan video tak berbayar. Alasan serupa pula lah
yang membuat sebagian penonton televisi dan YouTube bertahan pada
platform tersebut. Mereka tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan
untuk mengakses konten televisi ataupun YouTube.
Pengguna yang bersedia membayar saluran khusus seperti Netflix
memiliki beberapa alasan. Pertama, mereka dapat mengakses konten
eksklusif dan premium yang tidak diproduksi pada saluran lainnya.
Kedua, mereka mengapresiasi karya yang dinilai berkualitas oleh mereka.
Ketiga, layanan akses penuh tanpa terganggu oleh iklan. Keempat,
terkadang terdapat fasilitas berbagi akun untuk menonton layanan
tersebut sehingga pengguna dapat berbagi biaya berlangganan dengan
orang lain.
Penonton lainnya tidak bersedia membayar karena mereka
menginginkan hiburan yang terjangkau. Mengeluarkan biaya tambahan
demi tontonan bukanlah kebutuhan utama mereka. Terlebih ketika
mereka menganggap biaya yang dibutuhkan terasa mahal. Alasan
lainnya adalah karena mereka tidak mengakses secara regular sehingga
berlangganan dengan berbayar juga tidak diperlukan. Pengguna lainnya
beranggapan bahwa mereka masih mudah menemukan konten video
pada platform tak berbayar sehingga mereka tidak perlu melanggan
saluran berbayar.
116 | Komunikasi dalam Media Digital
Penutup
Temuan-temuan pada penelitian ini mengerucut pada kesimpulan
bahwa penonton milenial dan pasca milenial masih sama-sama
belum meninggalkan televisi. Terlebih ketika mereka masih memiliki
kecenderungan menikmati konten televisi secara komunal sehingga
kebiasaan tersebut dapat dilakukan oleh beberapa orang sekaligus dalam
suatu waktu.
Namun, mereka menemukan saluran tambahan yang mampu
memenuhi kebutuhan mereka yang terkadang tidak didapatkan melalui
televisi. YouTube hadir sebagai televisi dalam versi online karena
kelebihannya yang dapat diakses secara cuma-cuma dan menyediakan
pilihan konten yang beraneka ragam. Bahkan pengguna juga terkadang
dipaksa untuk menonton iklan yang disajikan.
Sekalipun konsumen konten video kini juga memiliki kecenderungan
yang besar pada saluran-saluran berbayar yang menyajikan layanan akses
non-stop pada film dan serial dari berbagai negara, namun hal tersebut
belum diimbangi dengan keputusan belanja media yang tinggi. Layanan
berbayar tersebut saat ini masih menjadi ceruk pasar dengan pelanggan
yang terbatas dan eksklusif.
Daftar Pustaka
Buku:
Albarran, Alan B. (2010). The Media Economy. New York: Routledge.
Albarran, Alan B., dan Arrese, Angel. (2003). Time and Media Markets.
Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.
Alexander, Alison (Eds). (2004). Media Economics: Theory and Practice.
Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.
Babbie, Earl. (2010). The Practice of Social Research, Twelfth Edition.
Wadsworth: Cengage Learning.
Straubhaar, Joseph, LaRose, Robert, dan Davenport, Lucinda. (2012).
Media Now: Understanding Media, Culture, and Technology, Seventh
Edition. Wadsworth: Cengage Learning.
Artikel Jurnal:
Albarrans, Alan B. (2005). Media Economics Research: Methodological
Perpectives and Areas for Future Development. Palabra Clave,
núm. 13, diciembre, p. 0.
Komunikasi dalam Media Digital | 117
Internet:
Arieza, Ulfa. (2017). Kuasai 60% Market Share TV Berbayar, Indovision
Miliki 2,5 Juta Pelanggan. Diakses pada 5 Juni 2019, dari https://
economy.okezone.com/read/2017/11/22/320/1818840/kuasai-60market-share-tv-berbayar-indovision-miliki-2-5-juta-pelanggan.
Fajar, Taufik. (2019). Studi Nielsen: Pemirsa Indonesia Habiskan 5 Jam
Nonton TV, 3 Jam Berselancar di Internet. Diakses pada 5 Juni 2019,
dari https://economy.okezone.com/read/2019/03/05/320/2025987/
studi-nielsen-pemirsa-indonesia-habiskan-5-jam-nonton-tv-3jam-berselancar-di-internet
Kasus Smack Down Terus Bermunculan. (2006). Diakses pada 5 Juni
2019, dari https://news.detik.com/berita/713271/kasus-smackdown-terus-bermunculan.
Perkembangan Industri TV Berbayar Ditengah Persaingan Ketat.
(2008). Diakses pada 5 Juni 2019, dari http://www.datacon.co.id/
Internet2008Ind%20TVcable.html.
Penetrasi Media Televisi Masih yang Tertinggi. (2017). Diakses pada 5 Juni
2019, dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/07/27/
penetrasi-televisi-masih-yang-tertinggi.
Perkiraan Jumlah Pelanggan TV Berlangganan 2010-2017. (2016).
Diakses pada 5 Juni 2019, dari https://databoks.katadata.co.id/
datapublish/2016/08/08/perkiraan-jumlah-pelanggan-tvberlangganan-2010-2017.
Tirto Visual Report: Masa Depan di Tangan Generasi Z. (2017). Diakses
pada 5 Juni 2019, dari https://tirto.id/tirto-visual-report-masadepan-di-tangan-generasi-z-ctMM.
118 | Komunikasi dalam Media Digital
Memahami Strategi Bisnis Media Olahraga Berlabel
News Aggregator di Indonesia
(Studi Kasus Portal Berita Olahraga BolaBanget.id.id)
Nugraha Cahya Pratama, dan Faridhian Anshari
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Pancasila
e-mail
[email protected]
Pendahuluan
Latar Belakang
Mudahnya akses terhadap media online menjadikan pubik sebagai
pengakses dapat dengan cepat mendapatkan dan mencari informasi
serta berita. Tren yang juga merasuki model pencarian informasi dalam
dunia olahraga. Orang kemudian mungkin akan berpikir lebih baik
mengalokasikan uang untuk berlangganan internet, daripada harus
membeli eceran media olahraga seperti Koran maupun majalah olahraga.
(Anshari & Prastya 2014). Penelitian yang dituangkan oleh kedua peneliti
tersebut menjelaskan bagaimana jaringan internet menghadirkan
informasi terbaru beragam aktifitas olahraga. Perubahan teknologi
membuat kita dapat mengakses beberapa macam aspek informasi
olahraga, baik itu dari media online olahraga yang terus bermunculan
yang mempunyai kekuatan bebas tidak terbatas oleh jumlah halaman,
maupun hadirnya sosial media yang menelurkan berbagai akun berita
olahraga yang resmi maupun tidak resmi.
Peristiwa penting yang terkait dunia olahraga dengan mudahnya
kita ketahui dalam satu genggaman melalui media online. Selain
mendapatkan informasi lebih cepat, bahkan real time, mengakses
internet juga menawarkan keuntungan lebih, misalnya dapat mengakses
informasi tentang olahraga dari berbagai sumber tanpa terpaku kepada
salah satu media saja sebagai sumber utama dalam mendapatkan
informasi. Salah satu karakteristik yang tidak dimiliki oleh media cetak
olahraga, yang secara tidak langsung berpengaruh kepada perubahan
pemilihan media dan runtuhnya eksistensi media cetak olahraga secara
perlahan khususnya di Indonesia (Anshari Fauzhar, & Oktafiani, 2018).
Layaknya media cetak yang pernah berkibar pada masa keemasannya,
119
media online sangat terlibat dalam penciptaan keberagaman isu olahraga
dan hubungan kusut antara pemain, agen, promotor dan supporter yang
menjadi ciri dari banyak praktik jurnalistik olahraga modern (Boyle,
2006). Sehingga pembuatan berita media online sama-sama memuat
berita yang sama dan sesuai dengan apa yang terjadi, akan tetapi lebih
dikemas secara berbeda ketika ditulis di media online. Dimana penulisan
dalam media online dibuat lebih sederhana, mudah dimengerti dan
hemat kata (Romli, 2012). Akan tetapi tetap dalam media online juga
harus mengikuti apa yang sudah ditetapkan dalam penulisan berita dan
juga kaidah-kaidahnya agar tidak timbul ambiguitas maupun rancu
makna pesan berita.
Budaya memlih berita yang akan dibaca berkembang sehubungan
dengan selera publik, yang dihasilkan dari kombinasi faktor sosial seperti
etnis dan kelas (Hugshon, 2005). Portal berita pastinya akan dibuat sesuai
dengan kebutuhan pasar dan memperhatikan kejelasan dari berita yang
dibuat dan kemudian akan dilihat untuk siapa berita tersebut dibuat.
Ada dua sifat dalam portal berita dilihat dari isi dan juga penulisannya.
Pertama, portal berita makro yang penulisan beritanya secara menyeluruh
dan memuat informasi secara mendalam serta terdapat macam-macam
rubrik pembahasan. Kedua, portal berita mikro yang penulisan atau
pembahasanya mengenai satu pembahasan saja misal entertainment saja,
olahraga saja, atau yang lainnya (Anshari & Hafiz, 2018).
Menurut Wiarto (2014), media massa mengirimkan pesan dan
gambaran olahraga yang benar dalam acara dan programnya. Portal
berita mengenai olahraga sangat diminati dan merupakan pendekatan
yang didalamnya terdapat unsur hiburan serta salah satu cara untuk
merefleksikan dirinya terkait dengan berita-berita olahraga. Masyarakat
Indonesia sangat menyukai olahraga sepakbola, bulutangkis, olahraga
otomotif (MotoGP atau balap mobil), basket, merupakan cabang olahraga
yang cukup digemari. Menurut Anshari dan Prastya (2014), dalam
beberapa tahun terakhir dunia media di Indonesia mulai ramai dengan
kehadiran media online olahraga yang mulai menggusur popularitas
media cetak olahraga. Salah satunya adalah portal berita olahraga yang
ada di Indonesia yaitu BolaBanget.id.id.
Melihat potensi dari masyarakat Indonesia yang menyukai olahraga,
portal berita olahraga ini terus berkembang dengan memberikan
informasi-informasi yang update dan juga bisa diakses dengan cepat.
Penyebaran informasi dan juga berita-berita olahraga ini dengan
120 | Komunikasi dalam Media Digital
mudahnya ditemukan di dalam situs BolaBanget.id.id. Berbeda halnya
dengan portal berita secara keseluruhan dengan menggunakan aggregator
juga yaitu Babe (BacaBerita) maupun Kurio, portal berita BolaBanget.
id.id lebih spesifik dengan hanya mencantumkan dan menggabungkan
seluurh berita olahraga dari berbagai media olahraga di Indonesia.
Media massa baik cetak maupun elektronik, merupakan sarana
penting dalam proses pengembangan olahraga (Muhammad, 2016).
Pengemasan informasi dan juga berita yang dilakukan terfokus pada
pemberitaan mengenai olahraga saja. Bisa dikatakan ini adalah salah
satu portal berita mikro dengan pembahasan yang terfokus pada
berita olahraga. Dengan begitu, bisnis mengenai portal berita olahraga
ini patut diperhitungkan karena animo yang besar dari masyarakat
terkait pemberitaan-pemberitaan mengenai dunia olahraga. Cara
pemberian informasi dari situs BolaBanget.id.id ini adalah dengan cara
pengumpulan berita-berita olahraga yang ada di media-media online
lain yang kemudian dijadikan satu halaman website tersebut. Lewat cara
tersebut, situs ini dapat berkembang menjadi portal berita olahraga yang
terpercaya dan juga dengan cepat memberikan informasi. Melihat hal
tersebut, bisnis media sekarang sudah berubah seiring perkembangan
waktu.
Penyajian berita yang biasanya menggunakan seorang reporter
untuk mencari berita, dengan adanya bisnis media baru ini dengan
mudahnya mendapatkan berita-berita yang datang dari berbagai macam
sumber media-media online untuk dijadikan bisnis media melalui satu
portal berita olahraga tanpa adanya pencarian berita yang seharusnya
menggunakan reporter untuk mendapatkan berita-berita tersebut.
Pengumpulan berita (news aggregator) dari media-media online ini
juga merupakan salah satu cara mengembangkan dan juga mengikuti
perkembangan jaman yang semakin canggih untuk menjadikan peluang
bisnis portal berita olahraga ini. Untuk mempertahankan bisnisnya,
media tidak lagi bertahan pada pengelolaan media konvensional, namun
sudah merambat pada pengelolaan sistem modern yang berujung kepada
penguatan bisnis media
Menurut Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia (KEWI),
pengumpulan data-data berita harus menggunakan reporter dan tata
cara yang sesuai untuk mendapatkannya. Akan tetapi, pengumpulan
data-data dari media online tersebutlah yang dirasa tidak harus
menggunakan reporter atau jurnalis khusus olahraga, namun cukup
Komunikasi dalam Media Digital | 121
menjaring beragam berita dari media online olahraga lainnya yang sudah
beredar. Selain itu di portal berita online BolaBanget.id.id ini dapat terus
menerus memperbaharui data-datanya dengan sangat cepat dengan
menggunakan model news aggregator yang diolah secara algoritma
dunia maya, sehingga dapat melahirkan beragam berita olahraga setiap
menitnya yang berujung kepada perolehan pembaca dan eksistensi
dalam persaingan industri media. Berdasarkan uraian tersebut, maka
penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian terkait
bagaimana strategi bisnis media yang diterapkan oleh BolaBanget.id.id
sebagai media olahraga berlabel news aggregator di Indonesia. Adapun
hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menciptakan signifikansi
penelitian yang mengarah kepada inspirasi yang dapat diterapkan oleh
media online olahraga lain dalam memanfaatkan news aggregator sebagai
salah satu pilihan model dalam menjalankan bisnis media.
Literatur dan Metodologi
Strategi Bisnis Media
Jika dilihat dari peran media sebagai institusi ekonomi, media
dapat dipandang sebagai alat untuk mencari keuntungan. Razak (2016)
menambahkan bahwa media memang memiliki pemikiran dan strategi
tersendiri dalam membangun wacana pada berita yang ditampilkan.
Media memiliki budaya tersendiri, yaitu budaya industri, diorganisasi
atas model produksi massa dan diproduksi untuk massa. Sebagai institusi
ekonomi, media akan selalu berkaitan dengan masalah produksi dan
konsumsi media.
Menurut McQuail (2011) pasar merupakan target atau sasaran
produk, baik barang ataupun jasa yang dihasilkan oleh media. Industri
media dapat dikatakan unik, karena memiliki pasar ganda, yaitu
khalayak dan pengiklan. Media dalam operasinya membidik khalayak
dan pengiklan serta media memasarkan produk untuk khalayak dan
pengiklan. Usman (2009) mengatakan di dalam sebuah pasar media selalu
memiliki identitas tersendiri untuk memilih konsumennya. Konsumen
yang dipilih oleh perusahaan dinamakan konsumen konten media, yang
merupakan pihak yang setiap saat disodorkan beragam pesan media
setiap hari. Untuk mengetahui siapa konsumen yang akan dituju, media
pasti menyesuaikan pasar berdasarkan struktur pasar, perilaku pasar,
kinerja pasar dan evaluasi pasar.
122 | Komunikasi dalam Media Digital
Struktur pasar dapat terbagi menjadi beberapa penjelasan,
diantaranya jumlah pembeli atau penjual, diferensiasi produk, rintangan
bagi kompetitor, struktur biaya dan integrasi vertikal (Usman, 2009).
Perilaku pasar merupakan tindakan atau kebijakan yang diperlihatkan
oleh produsen dan konsumen dalam pasar. Perilaku pasar juga dapat
dikategorikan menjadi beberapa bagian, diantara perilaku harga, strategi
produk dan iklan, riset dan inovasi, investasi, taktik legal. Kinerja pasar
dalam pembahasan ini mencakup analisis kemampuan perusahaan
untuk mencapai tujuan berdasarkan kriteria tertentu. Suatu usaha
biasanya dapat dinilai oleh lingkungan eksternal perusahaan. Pada
konteks ini, kinerja pasar dinilai berdasarkan orientasi makroekonomik,
yang diantaranya ada efisiensi, kemajuan dan teknologi.
Evaluasi pasar merupakan tahap di mana perusahaan akan
mengevaluasi mengenai apa yang sudah dijalankan oleh perusahaan
tersebut. Bagi media, perusahaan media wajib melakukan tahap evaluasi
untuk mengetahui apakah kinerja perusahaan yang sudah berjalan dapat
dikatakan berhasil untuk khalayak atau masih ada yang perlu dibenahi oleh
perusahaan media tersebut. McQuail (2011) juga menambahkan bahwa
bisnis media bukan bisnis biasa, karena aktivitas yang dilakukan tidak dapat
dipisahkan secara ekonomi maupun politik. Terlepas dari hal tersebut, media
harus beroperasi secara keseluruhan menurut dikte ekonomi pasar, dengan
adanya perkembangan media, perusahaan kini memang dituntut harus
peka terhadap kondisi lingkungan pasar sekitar. Perkembangan teknologi
khususnya teknologi komunikasi dan informasi, memberikan dorongan
pada media untuk mengubah strategi bisnisnya.
Media Online Olahrga dalam Bentuk News Aggregator.
Portal berita merupakan kategori media yang berbasis telekomunikasi
dan multimedia dari media online (Romli, 2013:31). Portal berita selalu
memunculkan informasi yang baru saja terjadi di sekitar kita. Walau kita
tidak ada di tempat, dengan membuka portal berita di media online,
kita dengan mudahnya mengetahui apa saja yang baru terjadi dan juga
ikut merasakan kejadiannya tersebut. Sebagai wartawan olahraga yang
membuat berita di media online, apabila ada suatu pertandingan olahraga
akan dilaksanakan, mereka diharuskan untuk membuat berita mengenai
persiapan untuk pertandingan tersebut, statistik dari kedua belah pihak,
pemain-pemain yang cidera atau bahkan kondisi dari para pemainnya
yang akan bertanding (Kusumaningrat, 2014:209).
Komunikasi dalam Media Digital | 123
Dalam perkembangannya, media online melahirkan beragam
model, salah satunya news aggregator yang lebih bersifat pengumpulan
berita dari media nline lain yang dirangkum dalam satu wadah tersendiri
(Wendratama 2017). Tujuan awal dari model news aggregator ini adalah
memudahkan pembaca untuk melihat beragam judul berita terkait
hanya kedalam salah satu media atau aplikasi saja, tanpa harus membuka
beragam media online sebagai sumber berita. Waterman (2013:728)
menjelaskan bahwa aggregation berarti memasok konten dalam jumlah
yang besar melalui satu situs, biasanya dari beberapa pencipta atau
pemilik hak cipta. Sedangkan menurut Foust (2015) dalam pengertian
dari agregator ialah individu atau organisasi yang mengumpulkan konten
website (atau terkadang aplikasi) dari sumber online yang berbeda untuk
digunakan kembali atau dijual kembali, dalam hal ini untuk ditayangkan
ulang dalam wadah yang berbeda. News aggregator mengacu ke situs
web atau perangkat lunak komputer yang mengumpulkan jenis tertentu
informasi dari berbagai sumber online.
Adapun untuk membedah dan menjawab rumusan masalah yang
ada, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Neuman (2015),
percaya bahwa pendeketan kualitatif dapat menggali secara dalam
fenomena yang diteliti. Sehingga peneliti dalam menjawab rumusan
masalah dalam penelitian ini memilih metode indepth interview dengan
narasumber utama yakni Sonny Arianto Kurniawan selaku creator
sekaligus founder dari BolaBanget.id.id. Selain itu beragam dokumen
juga digunakan sebagai data sekunder dalam proses pengambilan data
penelitian ini yang dipercaya dapat memunculkan hasil secara mendalam
dan mendapatkan makna tersendiri tentang bagaimana strategi bisnis
media dalam BolaBanget.id.id dapat berjalan.
Pembahasan
BolaBanget.id.id merupakan news aggregator dalam pemberitaan
olahraga satu-satunya di Indonesia, yang spesifik hanya menampilkan
segala berita yang berkaitan dengan dunia olahraga. BolaBanget.id.id ini
membangun portal berita sebagai bisnis media dengan modal sendiri yang
didapat dari perorangan. Creator sekaligus Founder dari BolaBanget.id.id
memiliki latar belakang IT serta digital marketing, yang berhubungan
dengan perkembangan media online. Sang founder melihat peluang yang
besar di dunia olahraga pemilik sering membandingkan dan mempelajari
124 | Komunikasi dalam Media Digital
cara yang dilakukan dalam bisnis media khususnya dengan saingan yang
memiliki konsep yang sama dengan media aggregator. Semenjak nama
BolaBanget.id.id ini dikenal oleh para pembaca, banyak tawaran iklan
yang mulai masuk. Iklan yang masuk ke dalam BolaBanget.id.id ini
terdapat dua jenis, yakni iklan terkait bursa judi dan taruhan serta yang
klan google ads.
BolaBanget.id.id tidak memproduksi konten secara mandiri, namun
dengan cara menggunakan news aggregator yang dikumpulkan dari mediamedia online. Caranya ialah dengan menyiapkan berita atau informasi
apa yang akan di-aggregate dari media olahraga mainstream dengan
melakukan seleksi yang ketat. Dengan cara seperti ini dapat diperoleh
berita lebih dari ratusan sumber media online. pertama-pertama dengan
melihat judul dan script yang dibuat oleh media-media lain yang akan diaggregate, kemudian membuat algoritma yang sesuai dengan judul dan
script yang ada sehingga berita dapat dengan mudah terkumpul. Target
khalayak yang dituju oleh BolaBanget.id.id ini adalah anak-anak remaja
sampai dewasa yang memang menyukai sepakbola. Kelebihan memilih
khalayak seperti itu adalah internet mindet yang setiap harinya pasti
membuka internet. Umur 15 tahun sampai dengan dewasa merupakan
khalayak yang lagi senang-senangnya bermain internet. Promosi yang
dilakukan adalah dengan cara meminta akun-akun media sosial dari
public figure untuk mengikuti BolaBanget.id,id, cara seperti itu membuat
nama BolaBanget.id.id menjadi dengan mudah dikenal.
BolaBanget.id.id merasa tidak perlu memproduksi konten sendiri,,
menjadi keunggulan dan pembeda dengan media online ollahraga lainnya.
Sehingga resiko yang dimiliki oleh BolaBanget.id.id adalah duplikasi dari
masing-masing konten. Pertimbangan yang dilakukan BolaBanget.id.id
sebelum membuat pembeda dari media lain ialah melihat fitur dari media
lain serta menganalisa focus media-media tersebut. Keuntungan yang
bisa didapat dari BolaBanget.id.id ini ialah membuat spesifikasi khusus.
BolaBanget.id.id ini pun selain meng-aggregate juga mempunyai data seperti
livescore, sebuah fitur yang jarang dimanfaatkan oleh media olahraga lain.
BolaBanget.id ini mendapat biaya yang pertama ialah dari iklan
kemudian dari listing. Masing-masing media tidak ada yang meminta
keuntungan dari BolaBanget.id.id ini dikarenakan sistem yang dianut
adalah win-win solution dimana pembaca online akan otomatis juga
terhubung danmengakases emdia online yang menjadi sumber berita.
Pembiayaan terbesar dari BolaBanget.id.id adalah infrastruktur server
Komunikasi dalam Media Digital | 125
yang sangat menunjang untuk kecepatan website tersebut. Infrastruktur
yang dimaksud adalah membeli seluruh domain di internet atas nama
BolaBanget.id.id, hal in iperlu dilakukan untuk mengantisipasi apabila
suatu saat terjadi pemblokiran akses..
Salah satu unggulan dari bisnis news aggregator ini adalah tidak
perlunya peran reporter untuk meliput berita, namun justru peran
editor menjadi yang paling diandalkan karena harus tersu bias menjaga
kualitas berita yang di aggregate. Selain itu, sebagai media dengan bisnis
yang berbeda, BolaBanget.id.id ini memanfaatkan media sosial sebagai
distribusi konten dengan mencantumkan hyperlink data kepada sumber
resmi. Berbagai kesimpulan startegi bisnis media yang dijalankan oleh
BolaBanget.id.id terangkum dalam tabel berikut.
No.
Konsep
Elemen Konsep
Bentuk Implementasi
1
Sumber Ekonomi
Media
Sumber media
Modal perorangan
Jumlah Produsen
Tidak ada Kompetitor yang
khusus olahraga
Diferensiasi produk
Tidak memproduksi berita dan
menggunakan news aggregator
Struktur Biaya
Pengeluaran utama terkait infrastruktur tanpa mengeluarkan
biaya SDM untuk liputan
Integrasi Vertikal (Kerja
Sama)
Kerjasama dnegan media online olahraga
Strategi Produk dan
Iklan
Mengumpulkan berita olahraga
sebanyak mungkin. Iklan berasal google ads dan bisnis judi
serta bursa taruhan.
Riset dan Inovasi
Melihat konten yang paling
ramai. Inovasi teknis, kecepatan
dan struktur berita
Investasi (Sarana dan
Prasarana)
Nama dan kepemilikan domain
BolaBanget.id dalam berbagai
media.
Efisiensi
Hosting dan juga kapasitas
yang sudah mendukung.
Keadilan
Berhbungan dengan media online olahraga lain yang menjadi
sumber berita.
Kemajuan
Merangkum pemberitaan
dalam satu wadah utama.
2
Pasar Media
3
4
Perilaku Pasar
Kinerja Pasar
126 | Komunikasi dalam Media Digital
No.
Konsep
Elemen Konsep
Bentuk Implementasi
5
Evaluasi
Investasi dan Identifikasi Pesaing Utama
Memiliki pesaing umum yang
horizontal dan mengetahui cara
news aggregator.
Kepemilikan
Masih dimiliki perorangan.
Diversifikasi usaha
Fokus kepada perluasan konten
dalam dunia olahraga.
Pengaruh perkembangan teknologi
Menciptakan model baru yang
mengurangi biaya untuk SDM,
terkait proses pencarian berita.
Menggunakan strategi bisnis media news aggregator memunculkan
beragam keuntungan. Pertama ialah biaya yang lebih murah, serta
tidak memerlukan resource yang besar. BolaBanget.id hanya meminta
izin dari resource (media online olahraga lain) untuk menarik berita
yang telah mereka buat. Lewat model news aggregator BolaBanget.id.id
tidak harus melewat proses produksi berita yang terlalu susah, layaknya
media olahraga lain. Keuntungan berikutnya adalah sisi operasional
dalam menjalankan aggregator berita lebih ramping dan mudah. Cara
kerja aggregator berita di BolaBanget.id.id ini adalah dengan cara
mengidentifikasi apa yang akan di aggregate, lalu membuat struktur dalam
engine software website yang akan di aggregate dengan mengatur seberapa
cepat aggregate berita (contoh setiap 5 hingga 10 menit akan otomatis
mengambil berita dari berbagai media online lain). Cara news aggregator
berita ini dilakukan secara otomatis, dengan menggunakan hyperlink
yang dapat langsung terhubung dengan konten aslinya. BolaBanget.id.id
tidak merubah konten sama sekali karena sesuai dengan sumber aslinya.
Akan tetapi BolaBanget.id justry merangkum seluruh berita yang ada
dan menyediakan akses yang terpusat.
Hambatan yang didapat dalam menjalankan bisnis media berlabel
aggregator adalah mengenai hak cipta suatu media. Ketika suatu
perusahaan media menciptakan konten berita dan di aggregate oleh news
aggregator maka seharusnya ada izin serta kerjasama dari kedua belah
pihak. Hal ini diperlukan agar terhindar dari pelanggaran hak cipta di
media online. Pelanggaran hak cipta dapat dihindarkan selama pihak
news aggregator tidak mengubah isi atau foto dari sumber media online
tersebut. Ketika ada pihak news aggregator dengan sengaja meng-aggregate
berita tanpa sepengatahuan media onlinenya sebagai sumber resmi maka
tidak dibenarkan. Ketika ada kesepakatan terjadi isinya tidak hanya soal
Komunikasi dalam Media Digital | 127
pengunjung halaman, akan tetapi juga masalah keuntungan. Apabila
diketahui berindikasi mencuri atau mengambil berita, pihhak news
aggregator akan mendapat teguran dari media online yang di-aggregate.
Hal ini memunculkan proses kerjasama yang panjang dan menjanjikan
sebah solusi bersama dengan seluruh media online olahraga. Sebuah
proses panjang yang ditempuh oleh BolaBanget.id dalam menggandeng
110 sumber media online olahraga yang tersebar di Indonesia.
Penutup
Munculnya BolaBanget.id.id dengan konsep yang berbeda dari
media yang lain membuat persaingan dalam industri media online
olahraga untuk unggul semakin lebih membuat persaingan dengan
portal berita yang lainnya. Untuk dapat bersaing dengan media lain,
konsep news aggregator dapat menjadi pembeda dalam menjalanakan
bisnis media. BolaBanget.id.id memulai bisnis dengan menggunakan
pembiayaan dari sendiri, dan bebas melakukan riset mendalam sehingga
menyimpulkan bahwa mereka menjadi pelopor hingga bertahan sebagai
satu-satunya media aggregator olahraga di Indonesia. BolaBanget.
id.id tidak memproduksi konten berita untuk disajikan dalam portal
beritanya, namun mengumpulkan berita-berita olahraga dari berbagai
sumber media olahrga yang lain yang telah menjalin kerjsama terlebih
dahulu. Hal in idiperlukan untuk meminimalisir kasus pelanggaran hak
cipta berita. Dalam perjalanannya BolaBanget.id.id tidak memerlukan
reporter untuk dapat memperoleh dan membuat berita, namun masih
memerlukan peran editor untuk menyortir dan menjaga kualitas
keabsahan berita.
Kelebihan yang dimiliki BolaBanget.id.id dengan teknologi otomatis
news aggregation yang sudah menyaring dan mengumpulkan berita
setiap durasi waktu yang diinginkan. Namun dibalik kelebihan tersebut
ancaman yang dapat dimunculkan adalah maslaah hak cipta berita dari
media online olahraga yang dijadikan sumber berita. Selain itu masalah
kredibiltas dan keabsahan berita menjadi perhatian utama dari media
dengan jenis aggregator. Berita yang diunggah dan diambil dari media
online lain terkadang bias saja bukan berita yang terjamin kebenarnnya,
sehingga media online dengan jenis ini perlu lebih teliti lagi dalam
menyaring berita yang ada. Pemilihan sumber berita dari media online
olahrag ayang terpercaya menjadi slaah satu jalan keluar yang tepat.
128 | Komunikasi dalam Media Digital
Namun, penawaran kerjasama yang tepat dan menguntungkan kedua
belah pihak menjadi acuan yang perlu dipertimbangkan. Rekomendasi
mengenai penelitian lanjutan yang dapat ditempuh oleh peneliti lain
terkait tema penelitian ini adalah terkait proses redaksi dalam pemilihan
media yang menjadi sumber berita dikarneakan teknologi news aggregator
pasti memiliki perbedaan dibandingkan kemampuan redaksi dan editor
yang dapat menyeleksi berita yang valid.
Daftar Pustaka
Anshari, F, Fauzhar, D & Oktafiani, N. (2018). The Implementation of
Convergence and Promotion Strategis by “BOLA” as the Oldest
Sport Newspaper in Indonesia. Human Communication A Journal
of Pacific and Asian Communication Association. Vol 01 No.2. Page
126 – 140.
Anshari F & Hafiz, A (2018). Bahasa Sarkasme dalam Berita Olahraga
(Studi Kasus Bolatory.com). Prosiding Konferensi Nasional
Komunikasi Vol 02 No 01, 2018. E-ISSN: 2113-9790.
Anshari, F & Prastya, N. (2014). Membaca Kompetisi Harian Olahraga di
Indonesia, Menggunakan Pendekatan Structure, Conduct, Performance,
Proceeding Indonesia Media Research Awards Summit 1st. Serikat
Pekerja Suratkabar Indonesia.
Boyle, R. (2006). Sport Journalism Context and Issues. California. SAGE
Publications.
Foust, C.J. (2009). Online Journalisme: Principles and Practices of News for
the Web. Scottsdale: Holcomb Hathaway Publishers. Hal 7-12.
Hugshon, J., Inglis, D, & Free, M. (2005). The Uses Of Sport. New York.
Routledge.
Kusumaningrat, H. (2014). Jurnalistik: Teori&Praltik. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
McQuail. D. (2011). Teori Komunikasi Massa: Edisi 6. Jakarta: Salemba
Humanika.
Neuman, L. W. (2013). Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif
dan Kuantitatif. Eds 7. Jakarta: PT. Indeks.
Razak, R. (2016). Perspektif Ekonomi Politik Media Massa (Kajian
Literatur Varian dan Locus Media Massa dalam Lingkup
Pemberitaan). Jurnal Lentera Komunikasi, Vol.2 No.1, Agustus
2016/ ISSN 2442-2991.
Komunikasi dalam Media Digital | 129
Romli, A. S. (2012). Jurnalistik Online Panduan Praktis Mengelola Media
Online. Bandung: Nuansa Cendikia.
Usman. (2009). Ekonomi Media: Pengantar Konsep dan Aplikasi. Depok.
Ghalia Indonesia.
Waterman, D. & Sung, W.J. (2013). The Economics of Online Television:
Revenue models, Aggregation, and “TV Everywhere”, Vol. 37,
Oktober 2013/ ISSN 0308-5961. doi: 10.1016/j.telpol.2013.07.005.
Wiarto, G. (2015). Olahraga: Dalam Perspektif Sosial, Politik, Ekonomi,
IPTEK dan Hiburan. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Wendratama, E. (2017). Jurnalisme Online: Panduan Membuat Konten
Online yang Berkualitas dan Menarik. Yogyakarta: B first.
130 | Komunikasi dalam Media Digital
Domestifikasi Perempuan dalam Internet
(Studi Deskriptif pada Perempuan Pengguna
Media Sosial di Medan)
Nurbani
Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara
e-mail:
[email protected]
Pendahuluan
Gamble (2010) menyatakan bahwa pada dasarnya teknologi
komunikasi seperti Internet dapat terbebas dari bias gender, tanpa
membedakan apakah penggunanya laki-laki atau perempuan. Namun
realitasnya, bias gender tetap memainkan perannya. Konstruksi
tradisional perbedaan peran antara perempuan dan laki-laki juga
mempengaruhi bagaimana kita memandang hubungan gender dengan
teknologi. Misalnyaa, perempuan dianggap hanya sebagai objek
pengguna dan bukan sebagai ahli teknologi.
Internet merupakan salah satu bentuk perkembangan teknologi
komunikasi. Internet menyediakan cara baru untuk cara yang lebih
cepat dan lebih kaya untuk mengakses informasi dan terhubung ke
pengguna lain. Kekayaan akses informasi membuat pola penggunaan
internet semakin beragam. Tramell dan Keshelavill (2005) menemukan
dalam penelitian mereka, bahwa pria cenderung menggunakan internet
untuk informasi yang berhubungan dengan masalah pribadi (seperti
berita, film, olahraga), sementara wanita menggunakan internet sebagai
buku harian aktivitas kehidupan Dalam konteks di Indonesia, fenomena
ini dapat dilihat pada penggunaan Instagram dimana perempuan
mengunggah aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan informasi
personal, misalnya mengenai keluarga dan anak.
Beberapa peneliian terdahulu juga menemukan bahwa sebagian besar
penggunaan internet oleh perempuan bertujuan untuk memudahkan
pekerjaan rumah tangga. Sementara bagi pengguna laki-laki bertujuan
untuk hiburan (Ahrens,2013; Soon dan Lim, 2010).
Dalam tulisan ini, akan membahas bagaimana internet digunakan
oleh perempuan di Medan dalam berbagai usia dan profesi dan
131
penggunaan internet tersebut semakin mendomestifikasikan perempuan
dan penggunanya tidak mendapatkan manfaat pemberdayaan dari
internet. Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan paradigma
konstruktivis.
Peneliti memilih teknik purposive sampling di mana informan
diseleksi berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang dibuat oleh
peneliti berdasarkan tujuan penelitian untuk memperoleh informasi
yang kaya dan mendalam mengenai sejumlah orang atau kasus
tertentu sehingga meningkatkan pemahaman mengenai kasus atau
fenomena yang diteliti (Patton, 2002: 230). Kriteria informan dalam
penelitian ini adalah perempuan di Medan yang menikmati akses bebas
ke internet. Informan berjumlah 10 orang, terdiri dari ibu rumah tangga
dan perempuan lajang dan bekerja. Seluruh informan berpendidikan
minimal Sarjana (S1), karena dianggap memiliki pengetahuan mumpuni
mengenai kesetaraan gender.
Pembahasan
Apa yang Dilakukan Perempuan dalam Partisipasi Online
Thurlow, dkk (2004: 134) menyatakan bahwa perempuan
berpartisipasi di dunia maya untuk mendapatkan dialog yang
mendukung, pertukaran informasi dan bergabung dengan komunitas.
Semua informan setuju bahwa partisipasi dalam jejaring sosial online
sangat penting dan mereka menghabiskan waktu untuk online dan
terlibat dalam berbagai jenis kegiatan terutama yang berkaitan dengan
akses inforrmasi urusan rumah tangga dan informasi perawatan tubuh.
Berinteraksi dengan pengguna lain bagi informan dianggap sebagai salah
satu bentuk “me time” dan melepas kepenatan dalam mengurus rumah
dan anak seharian.
Internet juga dimanfaatkan untuk berdagang tapi bukan dalam rangka
berbisnis, tetapi hanya sebagai penyaluran hobi.. Salah satu informan
bernama Nur (30 tahun), menggunakan media sosial instagram untuk
berdagang tas dan sepatu. Hal itu dilakukan karena ia hobi berbelanja
ketika belibur ke luar negeri dengan anak dan suaminya. Sementara
bagi 3 informan lainnya Tia, Febrina dan Sarah, bentuk penyaluran
hobi melaluli internet lain juga tidak jauh dari ranah domestik, seperti
menggunakan Youtube untuk mencari resep masakan serta mengunggah
hasil masakan ke Instagram dan membuat video tutorial makeup
132 | Komunikasi dalam Media Digital
Bagaimana Internet Mendomestifikasi Perempuan
Informan mengakui bahwa aktivitas online pengguna internet lainnya
dapat mempengaruhi keputusan mereka di dunia nyata, khususnya
terkait masalah rumah tangga dan pengasuhan anak. Salah satu informan
bernama Nadia (28 tahun) awalnya bekerja sebagai marketing di sebuah
perusahaan besar. Setelah kelahiran anak pertama, Nadia bingung akan
berhenti atau kembali bekerja. Setelah berdiskusi dengan para Ibu lainnya
di komunitas online, Nadia mantap menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya
karena dukungan dari anggota komunitas yang menganggap pengasuhan
anak adalah hal utama dibanding karir. Padahal, anggota komunitas online
tersebut tidak pernah bertemu langsung dengan Nadia.
Penggunaan Instagram juga memberikan dampak pada aktivitas
pengasuhan anak penggunanya. Kegiatan edukatif untuk anak yang
diunggah oleh selebriti di Instagram menjadi inspirasi bagi para informan
yang memiliki anak. Selain itu, semakin menjamur akun-akun parenting
maupun akun dakwah yang secara konsisten menampilkan streotip
bahwa prioritas utama seorang perempuan adalah di rumah, mengurus
anak dan suami. Akhirnya, pengguna internet pun menginternalisasikan
streotip tersebut sebagai sebuah standar yang harus dipenuhi. Dalam
penelitian ini, informan berusaha untuk memenuhi definisi “ibu ideal”
yang dikontruksi masyarakat dunia maya.
Budaya patriarki masih mempengaruhi bagaimana perempuan
memilih tujuan penggunaan internet. Urusan domestik menjadi fokus
perhatian perempuan dalam penggunaan media sosial, terutama di
kalangan Ibu rumah tangga. Informan yang telah menikah, memanfaatkan
internet untuk memudahkan pekerjaan mereka dalam hal domestik
seperti memasak, mengurus rumah dan pengasuhan anak.
Lim dan Soon (2010) menemukan bahwa konsep budaya tentang
keibuan dan tanggung jawab keibuan, sangat memengaruhi pilihan
Ibu dalam menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Dalam penelitian ini, terlihat bahwa Informan yang berstatus sebagai
Ibu rumah tangga mengaku merasa bersalah jika menghabiskan
terlalu banyak waktu di internet untuk hal yang dianggapnya kurang
bermanfaat seperti bermain game atau menonton youtube selain resep
masakan. Informan yang belum menikah dan bekerja sebagai karyawan
juga masih memanfaatkan internet untuk hal-hal yang bersifat domestik
seperti informasi kecantikan dan berbelanja pakaian dan kosmetik.
Komunikasi dalam Media Digital | 133
Kesimpulan
Internet belum dimanfaatkan sebagai sebuah proses pemberdayaan
bagi para perempuan. Kesempatan untuk mengembangkan diri,
misalnya mengakses berita, dan informasi di luar aktivitas domestik
serta peluang berwirausaha secara profesional belum dimanfaatkan
secara optimal. Akses yang bebas terhadap internet tidak menjadikan
perempuan bebas dari kultur patriarki yang maskulin. Pengalaman
dan interaksi perempuan dengan internet tetap berbeda dengan lakilaki seperti halnya pengalaman dan interaksi di dunia nyata. Internet
yang diharapkan mendukung pemberdayaan perempuan ternyata tetap
mendorong perempuan ke wilayah-wilayah domestik
Daftar Pustaka
Ahrens, Julia. 2013. Between ‘Me-Time’ and Household Duty: Male and
Female Home Internet Use. Media International Australia vol 146
issue 1 2013. Swinburne University of Technology Australia
Gamble, Sarah. 2010. Feminisme dan Posfeminisme. Yogyakarta: Jalasutra.
Lim, Sun dan Soon, Carol. 2010. The influence of social and cultural
factors on mothers’ domestication of household ICTs – Experiences
of Chinese and Korean women. Journal Telematics and Informatics
Volume 27, Issue 3 Pages 205-362 - August 2010
Patton, Michael Quinn. 2002. Qualitative Research & Evaluation
Methods,3rd Edition. California : Sage Publications, Inc
Thurlow, Crispin. Et all. 2004. Computer Mediated Communication: Social
Interaction And The Internet. London: SAGE Publication.
Trammell, K. D., & Keshelashvili, A. 2005. Examining the new influences:
A self-presentation study of A-list blogs. Journalism & Mass
Communication Quarterly, 82, 968–982.
134 | Komunikasi dalam Media Digital
Komunikasi Interpersonal Youtuber Video Parodi
dengan Subscriber di Bandung
Rahma Nabilla, dan Asaas Putra
Fakultas Komunikasi dan Bisnis Universitas Telkom
e-mail
[email protected]
Pendahuluan
YouTube sebagai media sosial video sharing menjadi salah satu
media sosial yang sering digunakan oleh pengguna internet. Dalam
media sosial ini, para video creator atau content creator dikenal dengan
sebutan youtuber sedangkan pengikutnya disebut subscriber. Dalam
situsnya, YouTube sebagai media sosial video sharing memberikan
penjelasan bahwa YouTube menggolongkan channel berdasarkan
beberapa kategori. Kategori tersebut diantaranya adalah otomotif &
kendaraan, mode & kecantikan, komedi, pendidikan, hiburan, hiburan
keluarga, film & animasi, makanan, game, petunjuk & gaya, musik,
berita & politik, nirlaba & aktivisme, orang & blog, hewan & peliharaan,
ilmu pengetahuan & teknologi, olahraga, dan perjalanan & acara. Dari
banyaknya kategori yang dibuat oleh YouTube, ada banyak pula turunan
jenis-jenis video yang dihasilkan oleh para content creator. Contohnya
dari kategori musik, salah satu jenis videonya adalah video parodi musik.
Salah satu jenis video yang diminati adalah video parodi. Istilah
parodi biasanya digunakan untuk menggambarkan situasi atau peristiwa
tertentu yang dikemas dan disajikan dalam nuansa humor atau komedi.
Berkenaan dengan pengertian tersebut, video parodi dapat diartikan
sebagai video yang menampilkan plesetan dari video versi aslinya
sehingga menimbulkan kelucuan (Kholifah, 2014).
Youtuber yang berhasil mencapai kepopulerannya berkat karya video
parodi adalah Kery Astina. Dalam channel YouTubenya, Kery Astina
yang memiliki nama asli Kery Kartika Fajar menyebutkan bahwa channel
YouTube miliknya tersebut merupakan channel parodi musik. Youtuber
yang berasal dari Kota Bandung, Jawa Barat ini sudah membuat 110 video
parodi dengan berbagai macam judul. Maka dari itu dapat disimpulkan
bahwa channel YouTube Kery Astina merupakan salah satu channel yang
konsisten dengan kontennya yang bergenre parodi. 59 video diantaranya
135
merupakan video parodi musik, sedangkan video lainnya adalah video
parodi kegiatan lain seperti tutorial make up, trailer film, dan lain-lain.
Berbeda dengan youtuber lain yang biasanya sudah memiliki tim
produksi, atau mengajak orang-orang disekitarnya dalam produksi
video, Kery Astina justru mengajak subscribernya untuk terlibat dalam
videonya sebagai talent.
Tidak ada kegiatan yang lebih mendasar untuk kehidupan kita secara
pribadi, sosial, atau profesional kecuali komunikasi (Brent D. Ruben&Lea
P. Stewart 2013). Ketika membutuhkan sesuatu dan kita meminta
tolong pada orang lain, kita melakukan komunikasi. Ketika melakukan
wawancara untuk suatu pekerjaan, kita melakukan komunikasi. Ketika
berpidato, kita melakukan komunikasi. Bahkan ketika kita bertatapan
dengan kawan dan memberikan sebuah isyarat, kita melakukan
komunikasi. Dan ada banyak kegiatan lainnya yang tentunya tak lepas
dari komunikasi. Tentunya dalam melakukan kegiatan produksi video
parodi terjadi proses komunikasi interpersonal antara youtuber dengan
subscribernya. Komunikasi terjadi pada saat briefing pra produksi hingga
akhir proses produksi. Berdasarkan keterlibatan subscriber Kery Astina
dalam pembuatan video parodi musik, peneliti tertarik untuk meneliti
bagaimana komunikasi interpersonal yang terjadi diantara youtuber
video parodi dan subscribernya tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola komunikasi
interpersonal, pendekatan hubungan interpersonal, dan bagaimana
youtuber Kery Astina dan subscribernya memaknai proses komunikasi
interpersonal yang terjadi pada saat proses produksi video parodi.
Manfaat dari penelitian ini adalah hasil penelitian diharapkan dapat
memberikan gambaran kepada para youtuber dan subscriber dalam
berkomunikasi secara interpersonal sehingga dapat tercipta hubungan
yang erat antara youtuber dengan subscribernya. Selain itu hasil penelitian
ini dapat digunakan sebagai bahan referensi penelitian untuk penelitian
selanjutnya. Peneliti berharap agar penelitian ini mampu memberi
masukan dan pengetahuan bagi peneliti lain yang ingin meneliti bidang
kajian yang sama dengan penelitian ini.
Untuk menganalisis fenomena ini peneliti menggunakan teori pola
komunikasi, pendekatan hubungan interpersonal, dan makna hidup.
Pola komunikasi didefinisikan oleh Soejanto sebagai suatu gambaran
yang sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan
136 | Komunikasi dalam Media Digital
antara satu komponen komunikasi dengan komponen lainnya (Ramadhan
A., 2015). Pola komunikasi menurut Effendy (dalam Raihan, 2018) adalah
proses yang dirancang untuk mewakili kenyataan keterpautannya unsurunsur yang di cakup beserta keberlangsungannya, guna memudahkan
pemikiran secara sistematik dan logis. Effendy membagi pola komunikasi
menjadi tiga, yaitu pola komunikasi satu arah, pola komunikasi dua arah
atau timbal balik, dan pola komunikasi multi arah. Pola komunikasi satu
arah adalah proses komunikasi antara komunikator dan komunikan yang
terjadi tanpa adanya umpan balik dari komunikan. Pola komunikasi dua
arah atau timbal balik adalah proses komunikasi antara komunikator
dan komunikan yang saling tukar fungsi dalam menjalani fungsi mereka.
Pola komunikasi multi arah adalah proses komunikasi yang terjadi dalam
satu kelompok yang lebih banyak, dimana komunikator dan komunikan
saling bertukar pikiran secara dialogis.
Barnlund mendefinisikan bahwa komunikasi interpersonal selalu
dihubungkan dengan pertemuan antara dua, tiga atau mungkin empat
orang yang terjadi secara spontan dan struktur (Anindiastuti, 2017).
Dalam buku De Vito ada lima pendekatan agar hubungan interpersonal
efektif. Lima pendekatan tersebut adalah Keterbukaan (opened), empati
(empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness),
dan kesetaraan (equality).
Menurut Kruger makna hidup adalah “manner”, suatu cara atau gaya
yang digunakan untuk menghadapi kehidupan, untuk menunjukkan
eksistensi, dan cara pendekatan individu terhadap kehidupannya sendiri
berbeda-beda dan unik (Adirachman, 2013). Ada lima langkah untuk
menemukan makna hidup, yaitu: Pemahaman pribadi, bertindak positif,
pengakraban hubungan, pendalaman tiga nilai, dan ibadah.
Teori pola komunikasi, pendekatan hubungan interpersonal, dan
makna hidup dianggap relevan karena rumusan masalah dari penelitian
ini dapat terpecahkan dengan menganalisis fakta-fakta di lapangan
menggunakan tiga teori tersebut.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan metode fenomenologi. Metode penelitian kualitatif
berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi
tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti
sendiri (Husaini Usman & Akbar, 2017). Metode penelitian kualitatif
dipilih karena memiliki dasar deskriptif, yang mana penelitian ini
Komunikasi dalam Media Digital | 137
bertujuan untuk mendeskripsikan secara mendalam tentang pola
komunikasi interpersonal, pendekatan hubungan interpersonal, dan
bagaimana subjek memaknai komunikasi tersebut.
Menurut Edmund Husserl (Kuswarno, 2009) fenomenologi adalah
ilmu mengenai pokok-pokok kesadaran (the science of the essence of
consciousness) sehingga dengan fenomenologi kita dapat mempelajari
bentuk-bentuk pengalaman dari sudut pandang orang yang mengalaminya
secara langsung, seolah-olah kita mengalaminya sendiri. Peneliti
menggunakan pendekatan fenomenologi karena dalam penelitian ini,
peneliti ingin mempelajari komunikasi interpersonal dari pengalaman
seseorang. Dalam penelitian ini tentunya dilakukan pengumpulan
data. Tidak mungkin penelitian dapat dilanjutkan jika tidak dilakukan
pengumpulan data. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang
paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian
adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2017). Peneliti menggunakan
sumber data primer dengan teknik pengumpulan data berupa observasi,
wawancara mendalam, dan dokumentasi. Bentuk observasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif (participant
observation) dan observasi terus terang kepada sumber data. Observasi
dilakukan pada saat Kery dan subscriber sedang melakukan produksi
video parodi. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara terstruktur (structured interview). Dalam penelitian
ini dokumentasi yang digunakan oleh peneliti sebagai sumber data adalah
gambar foto yang dihasilkan langsung oleh peneliti sewaktu berada di
lokasi penelitian. Selain menggunakan sumber data primer, peneliti juga
menggunakan sumber data sekunder sebagai sumber data penelitian.
Data sekunder dalam penelitian ini didapatkan dari buku, jurnal nasional,
skripsi atau penelitian terdahulu yang memiliki relevansi yang berkaitan
dengan penelitian yang peneliti lakukan. Peneliti juga menjadikan media
sosial Instagram dan youtube sebagai sumber data sekunder.
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (dalam Ghony, 2012).
Pada penelitian ini, informan yang dipilih untuk dijadikan narasumber
adalah Kery Kartika Fajar (youtuber), Deni Sukirna (subscriber), dan
Ahmad Nuari Ramadhan (subscriber).
Pada penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan peneliti
menggunakan model Miles and Huberman atau interactive model.
Analisis data dengan model Miles and Huberman terdiri dari tiga alur
138 | Komunikasi dalam Media Digital
kegiatan yang secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, serta
penarikan kesimpulan atau verifikasi (Husaini Usman dan Akbar, 2017).
Pembahasan
Pola Komunikasi
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti menemukan
bahwa pada proses komunikasi interpersonal antara youtuber Kery
Astina dengan subscribernya terjadi pola komunikasi satu arah, pola
komunikasi dua arah atau timbal balik, dan pola komunikasi multi arah.
Pola komunikasi satu arah diutarakan oleh Kery pada waktu briefing
pra produksi, ketika dirinya menjelaskan akan seperti apa video yang
akan dibuat hari itu dan melakukan pembagian peran untuk masingmasing subscriber tidak ada respon dari para subscriber. Mereka hanya
mendengarkan apa yang Kery jelaskan. Sesuai dengan pengertian pola
komunikasi satu arah yaitu proses penyampaian pesan dari komunikator
yang dalam hal ini adalah Kery kepada komunikan yang dalam hal ini
adalah subscriber tanpa menggunakan media, tanpa ada umpan balik
dari komunikan. Yang jika disimpulkan, komunikan bertindak sebagai
pendengar saja.
Selain itu pola komunikasi satu arah terjadi pada komunikasi antara
Rama dan Kery. Hal ini diutarakan oleh Rama yang menjelaskan dirinya
pernah memberi masukan pada Kery untuk video saat syuting video
hari ini kita lebaran. Namun tidak ada respon dari Kery. Pada proses
komunikasi ini Rama berperan sebagai komunikator dan Kery sebagai
komunikan. Karena Kery tidak memberikan respon apapun, sehingga
Kery sebagai komunikan yang tidak memberikan umpan balik atau
hanya berperan sebagai pendengar.
Pola komunikasi dua arah terjadi pada saat sebelum syuting dimulai.
Kery mengutarakan ada subscriber yang menanyakan untuk memastikan
harus seperti apa adegan yang dilakukan. Pada saat ini, subscriber
berperan sebagai komunikator dan kery berperan sebagai komunikan.
Kemudian Kery merespon pertanyaan tersebut. Pada saat ini, Kery dan
subscriber bertukar fungsi, Kery menjadi komunikator dan subscriber
menjadi komunikan.
Kery juga melakukan komunikasi dua arah saat subscriber baru
tiba dirumahnya. Kery menanyakan kabar dan bagaimana perjalanan
Komunikasi dalam Media Digital | 139
subscriber tersebut. Pada proses ini, Kery berperan sebagai komunikator.
Kemudian ketika subscriber menjawab pertanyaan Kery, mereka bertukar
fungsi, Subscriber menjadi komunikator dan Kery sebagai komunikan.
Pola komunikasi dua arah juga terjadi menurut informan 3 yaitu
Rama. Rama menjawab komunikasi dua arah terjadi pada saat youtuber
atau Kery memberinya saran untuk berdialog sesuai dengan yang Rama
suka. Pada proses komunikasi ini Kery berperan sebagai komunikator
dan Rama sebagai komunikan. Kemudian setelah itu mereka bertukar
fungsi, Kery menjadi komunikan dan Rama sebagai komunikator.
Berdasarkan hasil observasi, ketika dalam proses produksi terdapat
kendala ketika Rama kesulitan memerankan peran yang didapatkannya
sehingga menyebabkan harus retake berkali-kali. Saat itu Rama meminta
maaf pada Kery, kemudian Kery menjawab dengan “Santai santai. Ayo
semangat semangat!”. Pada proses tersebut, Rama awalnya berperan
sebagai komunikator dan Kery sebagai komunikan. Ketika Kery merespon
omongan Rama, mereka bertukar fungsi. Kery sebagai komunikator dan
Rama sebagai komunikan.
Sesuai dengan pengertian pola komunikasi dua arah yaitu
komunikator dan komunikan menjadi saling tukar fungsi dalam menjalani
fungsi mereka. Dalam hal ini jelas, pada empat proses komunikasi yang
sudah dipaparkan diatas, komunikan tidak hanya berperan sebagai
pendengar.
Komunikasi multi arah juga terjadi dalam proses komunikasi
interpersonal antara Kery Astina dan subscriber. Komunikasi multi
arah ini terjadi di dalam kelompok kecil yang terdiri dari youtuber dan
beberapa subscribernya.
Pola komunikasi multi arah dapat diidentifikasi dari jawaban
Kery yang menjelaskan bahwa pada saat produksi video berlangsung,
subscribernya saling berlempar giliran untuk syuting. Pada saat saling
berlempar giliran tersebut terdapat saling bertukar pikiran secara dialogis.
Informan kedua dan ketiga yaitu Deni dan Rama sama-sama
menjelaskan ada proses diskusi pada saat berkumpul sebelum dimulai
briefing dan pada saat selesai syuting. Di ruang tamu rumah milik Kery
Kartika Fajar komunikasi multi arah tersebut terjadi.
Selain itu, berdasarkan observasi, para subscriber juga ikut
berkontribusi memberikan ide tentang spot-spot yang cocok untuk
digunakan sebagai lokasi syuting. Beberapa subscriber memberikan ide
140 | Komunikasi dalam Media Digital
tempat yang cocok untuk dipilih menjadi tempat syutingnya seperti saat
scene yang membahas hadiah menginap, seorang subscriber memberikan
ide tempat yang pas adalah di kamar Kery. Saat itulah komunikasi multi
arah terjadi.
Menurut Effendy, komunikasi multi arah yaitu proses komunikasi
terjadi dalam satu kelompok yang lebih banyak di mana komunikator
dan komunikan akan saling bertukar pikiran secara dialogis. Berdasarkan
pengertian ini, sesuai dengan pengertian komunikasi multi arah, maka
empat proses komunikasi tersebut merupakan komunikasi yang memiliki
pola komunikasi multi arah.
Pendekatan Hubungan Interpersonal
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti
menemukan bahwa lima pendekatan hubungan interpersonal
yang efektif yaitu keterbukaan (opened), empati (empathy), sikap
mendukung(supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan
(equality) ditemukan pada proses komunikasi interpersonal antara
youtuber Kery Astina dengan subscribernya.
Keterbukaan mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi
secara jujur terhadap stimulus yang datang. Berdasarkan hasil wawancara,
hasil observasi yang dilakukan peneliti, dan verifikasi yang dilakukan
peneliti, baik youtuber (Kery Kartika Fajar) maupun subscriber (Deni
Sukirna dan Ahmad Nuari Ramadhan) merupakan orang yang cukup
terbuka. Mereka bukan orang yang diam dan tidak tanggap. Sehingga
percakapan tidak menjadi menjemukan. Sehingga dapat disimpulkan
Kery, Deni, dan Rama merupakan seorang komunikator yang melakukan
pendekatan hubungan efektif, yaitu keterbukaan.
Henry Backrack mendefinisikan empati sebagai “kemampuan
seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada
saat tertentu. Berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang
mengalaminya berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang
sama dengan cara orang yang empatik mampu memahami motivasi dan
pengalaman orang lain, perasaan dan sikap.
Berdasarkan hasil wawancara, hasil observasi yang dilakukan
peneliti, dan verifikasi yang dilakukan peneliti, Kery Kartika Fajar dan
Deni Sukirna merupakan orang yang memiliki rasa empati satu sama lain.
Sedangkan Rama justru merasa dirinya tidak memiliki rasa empati pada
Komunikasi dalam Media Digital | 141
youtuber. Namun peneliti dapat menemukan rasa empati yang mungkin
tidak disadari oleh Rama. Rasa empati tersebut adalah Rama bersedia
datang ke rumah Kery untuk membantu Kery yang membutuhkan talent
untuk video parodi karyanya. Sehingga dapat disimpulkan Kery, Deni,
dan Rama merupakan seorang komunikator yang melakukan pendekatan
hubungan efektif, yaitu empati.
Hubungan antar pribadi yang efektif adalah hubungan dimana
terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang
perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Dalam karyanya,
Jack Gibb menyatakan seseorang memperlihatkan sikap mendukung
dengan (1) deskriptif, bukan evaluative, (2) spontan, bukan strategic, dan
(3) provosional, bukan sangat yakin.
Kery melalui jawabannya saat melakukan wawancara menyampaikan
bahwa bentuk dukungan dirinya untuk subscriber adalah melalui dirinya
yang mencantumkan username Instagram subscriber yang terlibat dalam
proses produksi. Ia mengatakan pencantuman tersebut sebagai bentuk
dukungannya agar para subscriber memiliki karya. Berdasarkan observasi
yang dilakukan peneliti, Kery menunjukkan sikap mendukung untuk
salah satu subscribernya yaitu Rama, yang pada saat produksi merasa
gugup sehingga harus retake berkali-kali dalam satu scene. Saat itu Kery
mendukung dengan menyemangati subscribernya tersebut.
Deni melalui jawabannya saat melakukan wawancara menyampaikan
bahwa bentuk dukungan dirinya untuk youtuber atau Kery Kartika Fajar
berupa memberikan ide untuk Kery.
Rama melalui jawabannya saat melakukan wawancara menyampaikan
bahwa bentuk dukungan dirinya untuk youtuber atau Kery Kartika Fajar
berupa dengan menyukai video yang diupload oleh youtube, kemudian
menyebarkan kepada teman-temannya menggunakan link. Alasannya
adalah agar penonton video tersebut bertambah banyak. Dan berdasarkan
faktanya, memang Rama terlihat interest dengan Kery. Buktinya adalah
peneliti pertama tahu video Kery dari Rama.
Berdasarkan fakta yang dipaparkan tersebut, maka Kery
menunjukkan sikap mendukung pada subscribernya, kemudian Deni dan
Rama menunjukkan sikap mendukung pada youtuber.
Sikap positif dapat dijelaskan lebih jauh dengan istilah stroking
(dorongan). Dorongan adalah istilah yang berasal dari kosakata umum,
yang dipandang sangat penting dalam analisis transaksional dan dalam
142 | Komunikasi dalam Media Digital
interaksi antarmanusia secara umum. Perilaku mendorong menghargai
keberadaan dan pentingnya orang lain, perilaku ini bertentangan dengan
ketidakacuhan.
Kery Kartika Fajar melalui jawabannya saat melakukan wawancara
menyampaikan bahwa bentuk dorongan positif yang ia berikan pada
subscriber adalah berupa menyemangati para subscriber saat syuting
berlangsung.
Deni Sukirna melalui jawabannya saat melakukan wawancara
menyampaikan bahwa bentuk dorongan positif yang ia berikan pada
youtuber adalah berupa dorongan untuk Kery agar membuat video baru.
Ahmad Nuari Ramadhan melalui jawabannya saat melakukan
wawancara menyampaikan bahwa bentuk dorongan positif yang ia
berikan pada youtuber adalah memberikan semangat juga doa agar apa
yang dilakukan saat syuting dapat berjalan baik.
Berdasarkan fakta yang dipaparkan tersebut, maka Kery
memberikan dorongan positif pada subscribernya, kemudian Deni dan
Rama memberikan dorongan positif pada youtuber.
Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala
hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi antar pribadi akan
lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan
secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai, berharga dan
bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk
disumbangkan.
Peneliti menanyakan tentang kesetaraan pada Kery sebagai youtuber,
Deni dan Rama sebagai subscriber. Kery mengungkapkan penilaiannya
tentang kesetaraan yang terdapat pada dirinya dan subscriber. Alasannya
adalah karena sama-sama manusia. Deni juga mengungkapkan
penilaiannya tentang kesetaraan yang terdapat pada dirinya dan youtuber.
Alasannya didasari pada Kery tidak pernah menyuruh Deni untuk
mengedit video. Padahal saat itu Kery memiliki kesibukan yang lain.
Berbeda dengan Kery dan Deni, Rama justru merasa ada ketidaksetaraan
antara dirinya sebagai subscriber dengan Kery sebagai youtuber, namun
bukan dalam konteks komunikasi, karena alasan dari jawabannya adalah
karena youtuber lebih profesional di bidangnya.
Berdasarkan fakta yang dipaparkan tersebut, maka Kery merasa ada
kesetaraan dengan subscribernya. Kemudian Deni merasa ada kesetaraan
dengan youtuber. Namun berbeda dengan Rama yang justru merasa ada
Komunikasi dalam Media Digital | 143
ketidaksetaraan antara dirinya sebagai subscriber dengan Kery sebagai
youtuber.
Makna
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti menemukan
bahwa lima langkah untuk menemukan makna hidup yaitu pemahaman
pribadi, bertindak positif, pengakraban hubungan, pendalaman tiga
nilai, dan ibadah ditemukan pada masing-masing informan dalam
proses komunikasi interpersonal antara youtuber Kery Astina dengan
subscribernya.
Pada pemahaman pribadi terdapat beberapa hal yang dapat
diperoleh. Salah satu yang dapat diperoleh adalah merumuskan secara
lebih jelas dan nyata mengenai hal-hal yang diinginkan untuk masa
mendatang, serta menyusun rencana yang realistis untuk mencapainya.
Melalui wawancara yang dilakukan dengan Kery, Kery
mengungkapkan apa harapan dirinya dari melibatkan subscriber pada
videonya. Kery menjelaskan sebenarnya didasari alasan dirinya yang
malas untuk collabs seperti orang lain. Kery hanya collabs ketika ada ide
di waktu yang tepat. Ketika dirinya memiliki ide dan tidak tahu ingin
mengajak siapa, akhirnya ia mengajak subscriber. Harapannya adalah
selain membantu dirinya membuat video, ia juga berharap subscribernya
senang dan memiliki pengalaman memproduksi video parodi.
Melalui wawancara yang dilakukan dengan Deni, Deni
mengungkapkan apa harapan yang ingin dicapai dari keterlibatan
dirinya pada video Kery. Deni menjelaskan harapan dirinya adalah ingin
memiliki pengalaman di bidang video, ingin melihat proses pembuatan
video, dan ingin berkenalan dengan teman baru.
Melalui wawancara yang dilakukan dengan Rama, Rama
mengungkapkan apa harapan yang ingin dicapai dari keterlibatan dirinya
pada video Kery. Harapan dari Rama disampaikan dengan singkat yaitu
agar bisa belajar dari yang sudah berpengalaman.
Berdasarkan wawancara tersebut, maka ketiga informan memiliki
pemahaman pribadi tentang harapan yang diinginkan oleh dirinya
masing-masing.
Terdapat dua jenis tindakan positif ke dalam diri dan tindakan positif
ke luar diri. Pada penelitian ini, peneliti menekankan tindakan positif ke
luar diri yang ingin diketahui. Pengertian tindakan positif ke luar diri
144 | Komunikasi dalam Media Digital
berarti melakukan sesuatu yang berharga untuk orang lain, membuat
orang lain merasa senang dan menghindari perbuatan yang menyakiti.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, youtuber Kery Kartika
Fajar menunjukkan tindakan positif pada subscribernya berupa dukungan
dan menyemangati para subscriber saat syuting berlangsung.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, Deni Sukirna sebagai
subscriber menunjukkan tindakan positif pada youtuber berupa dirinya
seringkali menawarkan bantuan pada Kery pada saat proses editing.
Deni merasa kasihan pada Kery ketika ia harus begadang untuk mengedit
video padahal keesokan harinya Kery harus pergi jauh.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, Ahmad Nuari
Ramadhan sebagai subscriber menunjukkan tindakan positif pada
youtuber dengan mengingatkan Kery saat ia terlihat lelah syuting.
Dari hasil ketiga wawancara tersebut, maka ketiga informan
menunjukkan tindakan positif dari dirinya masing-masing untuk orang
lain.
Hubungan akrab yang dimaksud adalah hubungan antara satu
individu lain, sehingga dihayati sebagai hubungan yang dekat, mendalam,
saling percaya dan saling memahami. Hubungan individu dengan orang
lain merupakan sumber nilai-nilai dan makna hidup yang melandasi
metode pengakraban hubungan.
Kery melakukan pengakraban hubungan dengan subscriber melalui
cara berkenalan pada awalnya agar tidak terasa kaku, kemudian Kery
menanyakan bagaimana perjalanan ke rumahnya, dan berbincang
tentang video yang ingin dibuat.
Deni melakukan pengakraban hubungan dengan youtuber pada
awalnya dengan cara sksd (sok kenal sok dekat), kemudian selanjutnya
berjalannya waktu.
Rama melakukan pengakraban hubungan dengan youtuber melalui
cara membuat postingan video di media sosial. Selain itu Rama juga
banyak bertanya-tanya seputar youtube.
Berdasarkan hasil wawancara, ternyata ketiga informan telah
melakukan pendekatan hubungan satu sama lain dengan caranya masingmasing.
Frankl mengemukakan tiga pendekatan yang merupakan sumber
makna hidup, yang apabila diterapkan dan dipenuhi maka seorang itu
Komunikasi dalam Media Digital | 145
akan menemukan makna hidupnya. Ketiga pendekatan itu adalah nilai
kreatif, nilai penghayatan dan nilai bersikap.
Berdasarkan hasil wawancara, nilai kreatif ditunjukkan Kery
dengan dirinya memimpin proses produksi. Kery pun menjelaskan
pada saat produksi, kamera yang digunakan untuk merekam biasanya
dipasang pada tripod. Atau kadang ia meminta tolong temannya untuk
menjadi camera man. Kemudian nilai kreatif ditunjukkan Deni dengan
dirinya mengikuti peran yang didapatkannya dan berakting semaksimal
mungkin. Nilai kreatif juga ditunjukkan Rama dengan menuruti instruksi
dari youtuber.
Berdasarkan hasil wawancara, nilai penghayatan ditunjukkan Kery
dengan dirinya sangat senang karena subscriber bersedia datang bahkan
dengan menempuh jarak yang jauh untuk ke rumahnya dan membantu
Kery yang memang sedang butuh talent. Kemudian nilai penghayatan
ditunjukkan Deni dengan merasa senang karena mendapatkan pengalaman
membuat video dan bisa memiliki teman baru. Nilai penghayatan juga
ditunjukkan Rama dengan perasaannya yang sangat senang.
Berdasarkan hasil wawancara, nilai bersikap ditunjukkan Kery dengan
tindakan yang dilakukannya ketika pada saat proses syuting terdapat
masalah. Kery menekankan masalah yang terjadi adalah pada saat ada
subscriber yang harus retake berkali-kali, tindakan yang dilakukannya
adalah dengan mengganti adegan. Kemudian nilai bersikap ditunjukkan
Deni dengan tindakan yang dilakukannya ketika pada saat proses syuting
terdapat masalah. Deni menjelaskan bahwa pernah ada cerita, saat itu
Kery mengajaknya untuk syuting. Deni mengiyakan dan mereka sudah
berdiskusi tentang video yang akan dibuat. Namun karena ada halangan
di hari H yang bersifat dadakan, sehingga Deni akhirnya tidak bisa
mengikuti syuting tersebut. Setelah itu sikap yang Deni ambil adalah
ia meminta maaf pada Kery. Selain itu nilai bersikap juga ditunjukkan
Deni pada saat peneliti melakukan observasi, pada saat produksi di
halaman rumah Kery, kebetulan tetangga seberang rumahnya sedang ada
pekerjaan yang cukup berisik, seperti sedang memalu kayu. Tentunya hal
itu menjadi noise pada saat pembuatan video. Akhirnya Deni mengambil
tindakan untuk menjelaskan pada tetangga Kery dan meminta izin serta
meminta tolong pada tetangganya untuk berhenti melakukan pekerjaan
memalu kayu tersebut sekitar 15 menit untuk syuting. Nilai bersikap juga
ditunjukkan Rama dengan sikap atau tindakan yang dilakukannya ketika
pada saat proses syuting terdapat masalah. Rama menjelaskan dirinya
146 | Komunikasi dalam Media Digital
berkontribusi untuk memecahkan masalah bersama youtuber dan tim.
Dari fakta yang ditemukan di lapangan, maka ketiga informan sudah
memenuhi tiga pendekatan yang dapat menjadi sumber makna hidup.
Dengan pendekatan kepada Tuhan, individu akan menemukan
berbagai makna hidup yang dibutuhkan. Dengan beribadah, individu
akan mendapatkan kedamaian, ketenangan dan pemenuhan harapan.
Karena individu juga perlu mengembangkan kebermaknaan spiritual
sehingga dapat memperoleh makna yang lebih mendalam dalam hidup.
Cara Kery bersyukur pada Tuhan atas apa yang dilakukannya
dalam proses syuting adalah dengan berdoa bareng mereka pas sebelum
produksi semoga lancar sama sesudahnya.
Cara Deni bersyukur pada Tuhan atas apa yang dilakukannya dalam
proses syuting adalah dengan tetap menjalankan ibadah shalat meskipun
syuting sedang berlangsung.
Cara Rama bersyukur pada Tuhan atas apa yang dilakukannya dalam
proses syuting adalah dengan berkata “ya tuhan makasih udah ngasih
saya kesempatan belajar syuting dan terjun langsung bersama youtuber”
di dalam hati.
Dapat disimpulkan ketiga informan menunjukkan cara bersyukur
pada Tuhan telah diberi kesempatan collabs membuat video dengan cara
masing-masing.
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah peneliti lakukan, dari hasil
wawancara, observasi, dan sumber data sekunder, dapat disimpulkan
bahwa pola komunikasi interpersonal yang terjadi antara youtuber Kery
Astina dengan subscribernya adalah pola komunikasi satu arah, pola
komunikasi dua arah atau timbal balik, dan pola komunikasi multi arah.
Pendekatan hubungan interpersonal yang terjadi antara youtuber Kery
Astina dengan subscribernya sudah efektif. Karena lima pendekatan
sudah dilakukan oleh informan. Yang terakhir adalah youtuber Kery
Astina dan subscribernya memaknai proses komunikasi interpersonal
yang terjadi pada saat proses produksi video parodi melalui lima langkah
untuk menentukan makna hidup.
Melalui penelitian ini, peneliti dengan segala kerendahan hati
memberikan saran kepada pihak-pihak yang telah terlibat dalam penelitian
Komunikasi dalam Media Digital | 147
ini maupun pihak yang akan menggunakan penelitian ini sebagai referensi.
Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat mengembangkan fenomena
yang ada dan terlihat namun kurang atau bahkan belum pernah dibahas.
Untuk peneliti selanjutnya disarankan mengaji lebih dalam mengenai
youtuber lain dan cara mereka berkomunikasi secara langsung dengan
subscribernya. Selain itu peneliti juga menyarankan untuk youtuber lain
agar dapat membangun hubungan yang baik atau berkomunikasi secara
langsung dengan subscribernya. Hal ini agar terjalin hubungan yang erat dan
tidak ada jarak antara youtuber dengan subscriber. Selain itu ditujukan pada
masyarakat agar jangan takut untuk memiliki rasa ingin tahu, mendalami,
mempelajari, dan berkontribusi dalam kegiatan yang dapat meningkatkan
ilmu pengetahuan.
Daftar Pustaka
Adirachman, Norman. (2013). Hubungan Antara Makna Hidup Dengan
Dimensi Kognitif Subjective Well Being Mahasiswa Fakultas Psikologi
UIN Maliki Malang Angkatan 2010. Skripsi, Fakultas Psikologi,
Malang: Universitas Islam Negeri Malang.
Anindiastuti, Rosi. (2017). Pola Komunikasi Kelompok Guna Menciptakan
Kebersamaan di Kalangan Generasi Muda Buddha Dharma
Indonesia di Makassar. Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik, Makassar: Universitas Hasanuddin.
Ghony, M. Djunaidi&Almanshur, Fauzan. (2012). Metodologi Penelitian
Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Kuswarno, Engkus. (2009). Fenomenologi. Bandung: Widya Padjadjaran.
Morissan. (2013). Teori Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Raihan, Jade Putra. (2018). Pola Komunikasi Group Discord PUBG.INDO.
FUN Melalui Aplikasi Discord. Skripsi, Fakultas Komunikasi dan
Bisnis, Bandung: Universitas Telkom.
Ramadhan A., Djamil. (2015). Pola Komunikasi Antarpribadi Pecinta
Klub Sepakbola AC Milan di Kota Makassar. Skripsi, Fakultas Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik, Makassar: Universitas Hasanuddin.
Ruben, Brent D.&Stewart, Lea P. (2013). Komunikasi dan Perilaku
Manusia. Depok: Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Usman, Husaini&Akbar, Purnomo Setiady. 2017. Metodologi Penelitian
Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
148 | Komunikasi dalam Media Digital
Jurnalisme Antar Budaya Sebagai Ruang Publik
di Era Digital
Richard G. Mayopu
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
e-mail:
[email protected]
Pendahuluan
Beberapa waktu terakhir, Indonesia disibukan dengan isu politik
identitas yang sangat mengerucut. Identitas yang dimaksud adalah
identitas agama. walaupun dan pandangan kebudayaan agama merupakan
salah satu hasil “ciptaan” budaya, namun tidak demikian kondisinya di
Indonesia. Agama seakan-akan berdiri terpisah dengan Budaya sehingga
berbagai pandangan rasional sudah tidak memiliki tempat ketika ruangruang diskusi intelektual sudah di isi oleh isu agama. berbagai pihak
berusaha untuk mencari tahu apa penyebab kondisi politik indonesia
bisa seperti ini dan banyak ketakutan serta kecemasan seakan menjadi
pengendali otak untuk tidak membuka pikiran berdiskusi dengan isu ini.
Berbagai pengamat mulai mengaitkan awal mula politik identitas
ini terjadi pada saat menjelang pemilihan kepala daerah DKI Jakarta
pada tahun 2016. Sebagian pendapat mengatakan Salah satu calon pada
waktu itu yaitu Basuki Tjahya Purnama atau yang lebih dikenal dengan
nama Ahok melakukan penistaan agama (yang kemudian terbutki
bersalah pada proses pengadilan) sehingga hal ini dimanfaatkan oleh
lawan politiknya, dilain sisi sebagian pengamat mengatakan bahwa ini
merupakan bentuk solidaritas umat beragama menanggapi tindakan
penistaan yang dilakukan oleh Ahok.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk mencari siapa yang salah dan
siapa yang benar dalam kompleksitas isu politik yang terjadi di DKI
jakarta dan kemudian meluas hingga pada tingkat Nasional yaitu pada
proses Pemilihan presiden 2019, namun justru ingin melihat seberapa
penting kontribusi yang harus diperankan oleh jurnalisme Indonesia
dalam menyingkapi isu ini. sudah bukan barang baru lagi bahwa
pemberitaan diberbagai media massa baik Tv, Radio, Cetak, On-Line
dan termasuk media sosial, membuat masyarakat Indonesia kemudian
149
“terbelah” menjadi dua pihak. Cebong dan Kampret adalah sebutan bagi
para pendukung kedua kubu politik yang bertarung sejak Pilkada DKI
Jakarta 2016 Hingga Pemilihan Presiden 2019.
Tidak jelas bermula dari mana istilah ini muncul ke publik dan viral
di masyarakat dunia maya, namun yang pasti istilah ini seakan-akan
melekat pada setiap pendukung politik para kontestan. Saling serang
di media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter dan media sosial
lainnya seakan mengerucut pada pertikaian kedua kubu ini dan seakan
tidak bisa di damaikan. Belum lagi ditambah dengan strategi para Buzzer
politik yang ikut bermain di dunia maya.
Melihat sekelumit fenomena ini, pertanyaan yang timbul dalam
benak penulis adalah apa yang sebenarnya terjadi? mengapa peristiwa ini
bisa terjadi? dan Bagaimana Peristiwa ini Terjadi? mengapa masyarakat
nampak sangat “liar” dalam menanggapi isu politik yang sebenarnya jika
harus berkata jujur, apa yang didapatkan masyarakat secara langsung jika
politisi yang didukungnya memenangkan kontestasi politik ini? Hampir
tidak ada. Mengapa? karena terlalu banyak jurang yang muncul ketika
politisi memenangkan pemilu. Tentu saja argumentasi ini tidak untuk
mendiskreditkan peran politisi dalam proses pembangunan bangsa dan
masyarakat, namun lebih jauh adalah proses politisi untuk bisa menjawab
serta memberikan solusi terhadap persoalan masyarakat memerlukan
waktu yang relatif lama serta tenaga ekstra.
Tentu harus ada solusi dan tindakan nyata yang perlu dilakukan
agar persoalan ini tidak mengakar dan berkembang. Persoalan politik
identitas yang memaksimalkan agama ini haruslah diberikan porsi yang
cukup agar tidak berlebihan. Pandangan mengenai politik identitas
adalah politik yang wajar terjadi dibelahan dunia manapun sebut saja
yang paling baru terjadi adalah politik pemilihan presiden Amerika
Serikat dimana Donald Trump keluar sebagai pemenang, merupakan
hal yang lumrah. Politik agama pun dimainkan, dengan mengakomodir
Kelompok Ekstrem kanan dalam kampanye. Namun juga tidak bisa
dengan serta merta membenarkan kondisi di Amerika Serikat sama
persis dengan Indonesia. Indonesia memiliki sejarahnya sendiri dan juga
tradisi politiknya sendiri sehingga Indnesia pun tentunya meiliki solusi
khas dalam perspektif etis serta kontekstual dalam menyikapi persoalan
ini.
150 | Komunikasi dalam Media Digital
Pembahasan
Jurnalisme Antar Budaya sebagai Ruang Publik konteks Indonesia
Indonesia merupakan negara yang sangat beragam dan karena
keberagaman itu, maka tidak bisa terlepas dari konflik keberagaman itu
sendiri. Keberagaman Budaya ini merupakan warisan kondisi kultural
dan geografis Indonesia. Para pendiri bangsa pun tak “berdaya” melawan
atau setidaknya menolak keberadaan keragaman ini. Oleh karena
itu warisan ini tentunya memiliki daya sengat yang luar biasa besar
untuk mempengaruhi segala sendi kehidupan masyarakat Indonesia.
Contohnya, tidak ada yang bisa melawan kondisi alam untuk menentukan
waktu, pembagiannya adalah untuk Jawa dan Sumatra menggunakan
Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB) untuk Kalimantan, Bali, Nusa
Tenggara dan Sulawesi, menggunakan Waktu Indonesia Bagian Tengah
(WITA) sedangkan untuk Wilayah Ambon Hingga Papua, menggunakan
Waktu Indonesia Bagian Timur (WITA). Dengan adanya perbedaan
waktu ini, maka cukup jelas mempengaruhi kehidupan masyarakat di
wilayah tersebut dalam mengkonsusmsi informasi dari berbagai sumber
termasuk media massa. Dalam menyaksikan tayangan populer seperti
Indonesia Lawyers Club yang ditanyangkan Oleh Stasiun Tv Swasta TV
ONE setiap hari senin pukul 20.00 WIB, maka masyarakat di Papua akan
menyaksikan tayangan ini pukul 22.00 WIT (Selisih dua Jam). Hal ini
tentu mempengaruhi cara dalam menikmati informasi media massa.
Selain itu perbedaan nilai dan pola pikir masyarakat Indonesia
berdasarkan latar belakang budaya pun menjadi hal yang tidak bisa
dikesampingkan begitu saja (Liliweri 2007: 204) . Nilai masyarakat
Sunda tentu berbeda dengan masyarakat Jawa pun dengan Masyarakat
Bali, Nusa Tenggara hingga Papua. Sehingga nilai-nilai ini juga harus
menjadi pemantik untuk memberikan warna pemberitaan bagi kegiatan
jurnalistik dalam hal ini jurnalistik yang peka terhadap keragaman. Jika
dalam hal keragaman dukungan politik diatas menjadi hal yang lumrah,
maka jurnalisme yang menayangkan informasi mengenai dukungandukungan itu pun haruslah sadar dan peka terhadap nilai mereka baik
itu nilai cebonger’s maupun nilai kampreter’s.1
Kasus atau contoh diatas hanya satu dari sekian banyak contoh
perbedaan dan keberagaman selain yang sering dibahas dalam
analisis komunikasi antar budaya yang sering terjadi di Indonesia. Jika
1
sebutan bagi para pendukung Calon Politik tertentu.
Komunikasi dalam Media Digital | 151
kecenderungan Relasi antar budaya melihat aspek budaya meteril seperti
tarian, pakaian dan lain yang nampak, maka dalam pembahasan ini lebih
melihat aspek nilai dan tatanan yang diam dalam fenomena ini.
Lalu apa yang dimaksud dengan Jurnalisme Antar budaya?
pemahaman yang komprehensif bisa dijabarkan sebagai berikut :
Pertama, hakekat ilmu komunikasi adalah melihat komunikasi sebagai
proses penyampaian pesan dan melihat makna dibalik pesan tersebut
(Mulyana 2004:42). sehingga dalam jurnalisme antar budaya, yang harus
dipahami adalah jurnalisme yang didalam proses penyampaian pesannya
sadar akan keragaman budaya khalayak atau audiens. selanjutnya Segala
penggunaan teks atau pesan, haruslah menyesuaikan dengan konteks
masyarakat yang sedang terjadi. Fenomena yang dibahas pada bagian
pendahuluan memberikan gambaran kondisi masyarakat Indonesia
saat ini sehingga media massa melalui kegiatan jurnalismenya pun
memiliki peran penting untuk kembali merajut tali persaudaraan bangsa
dengan pemberitaan yang sadar akan budaya. Media massa secara aktiv
melaporkan liputan politiknya memberi dampak yang sangat signifikan
memberikan pendidikan politik dimasa yang akan datang (Yodiansyah
2017:12) Jika kasus cebong dan kampret sudah mendarah daging, maka
jurnalisme yang perlu dilakukan adalah melakukan pendekatan budaya
khas Indonesia dalam melakukan pemberitaan yaitu budaya saling
memahami satu dengan yang lainnya. Penggunaan diksi cebong dan
kampret perlu untuk di hilangkan atau dialihkan kepada istila-istilah
yang relatif sejuk.
Ruang Publik Konteks Indonesia
Media Massa harus menjadi ruang publik yang dimiliki seutuhnya
oleh publik dan menjadi pelayan informasi yang faktual dan aktual
bagi publik (Mufid 2009 : 72). publik memiliki hak untuk mendapatkan
informasi. Konteks Fenomena Indonesia ini, Pendekatan Jurnalisme antar
Budaya pun perlu disesuaikan dengan konteks masyarakat Indonesia
(adaptasi). Walaupun Manusia yang merupakan makhluk sosial selalu
memiliki kemampuan dasar untuk beradaptasi dengan lingkungan
sosialnya dan sebagai makhluk sosial, kemampuan beradaptasi ini
harus selalu dilatih, Jurnalisme antar budaya perlu melihat kondisi ini.
Kemampuan beradaptasi manusia memang sudah menjadi “Given” dari
sang pencipta, namun jika kemampuan ini tidak dilatih secara baik dan
terus menerus, maka akan menimbulkan kesulitan bagi manusia itu
152 | Komunikasi dalam Media Digital
sendiri, sehingga media massa juga hadir untuk melatih dan meningkat
kemampuan ini dengan cara memberikan informasi yang edukatif.
Interaksi Sosial dalam media massa bisa menjadi salath satu
solusi. Sebagai makluk sosial, manusia secara tidak disengaja
memiliki naluri (instinc) untuk bersosialisasi dengan sesama manusia.
Kegiatan ini bukan saja untuk sekedar memenuhi kebutuhan
mencari teman, sahabat, kerabat untuk bertukar informasi atau
pesan, melainkan lebih dari itu. Kegiatan bersosialisasi ini lebih
akrab dikenal dalam pemahaman sosiologi komunikasi dengan
istilah interaksi sosial. Gillin & Gillin (dalam Soekanto 1987 : 51)2
menjelaskan Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitasaktivitas sosial dan juga merupakan hubungan-hubungan sosial yang
dinamis, yang menyangkut hubungan antar orang-orang perorangan,
antara kelompok-kelompok manusia maupun antar orang perorangan
dengan kelompok manusia. Selanjutnya mereka menambahkan bahwa
apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai; pada saat itu mereka
saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin
berkelahi.
Dalam tulisan ini, interaksi yang dimaksud bisa dilakukan dalam
media massa melalui kegiatan jurnalistik yang sadar akan budaya.
Jika berkaitan dengan interaksi sosial maka khalayak harus bisa saling
terkoneksi satu dengan yang lainnnya melalui media massa. media massa
bertanggung jawab menyediakan ruang untuk berdialog. Ruang dialog
ini harus dilakukan dengan tidak melupakan kaidah-kaidah jurnalistik.
Syarat-syarat terjadinya interaksi adalah suatu interaksi sosial tidak
akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu Adanya
kontak sosial (social contact) dan adanya Komunikasi. Kata kontak berasal
dari bahasa latin con atau cum yang artinya bersama-sama dan tango yang
artinya menyentuh jadi artinya secara hafiyah adalah “bersama-sama
menyentuh”. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan
badaniyah, namun secara sosiologis kontak bisa terjadi tanpa adanya
hubungan badaniyah, misalnya dengan cara berkomunikasi. Syarat yang
kedua adalah adanya komunikasi yang mana komunikasi adalah proses
pertukaran pesan antar komunikator dan komunikan.
Perkembangan
2
teknologi
komunikasi
dan
informasi
telah
Soekanto Soerdjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru Ke Tiga Rajawali Pers,
Jakarta 1987
Komunikasi dalam Media Digital | 153
mendukung percepatan dalam proses penyampaian pesan antar
individu maupun kelompok. Perkembangan teknologi juga secara
tidak langsung mampu merangsang daya beli dan daya pakai manusia
menjadi semacam “candu”yang memberikan efek penasaran dan
tidak pernah puas terhadap teknologi itu sendiri. Kemajuan media
komunikasi modern dewasa ini telah memungkinkan manusia
diseluruh dunia untuk dapat saling berkomunikasi tanpa dibatasi
oleh ruang dan waktu. Hal ini dimungkinkan karena adanya berbagai
media (channel) yang dapat digunakan sebagai sarana penyampaian
pesan. Radio dan televisi sebagai media penyiaran merupakan salah
satu bentuk media massa yang efisien dalam mencapai audiensnya3
dalam jumlah yang sangat banyak. Karenanya media penyiaran
memegang peranan yang sangat penting dalam ilmu komunikasi pada
umumnya dan khususnya ilmu komunikasi massa.
Berikut adalah bagan yang menggambarkan Jurnalisme Antar
Budaya Sebagai Ruang Publik
Sumber : Richard G. Mayopu 2019
Tantangan Teknologi
Pada akhir tahun 1990an internet yang merupakan salah satu
bagian terpenting dalam dunia telekomunikasi mulai berkembang dan
di gemari di tanah air. Hadirnya internet seperti memberikan angin
segar bagi perkembangan dunia komunikasi. Hampir seluruh informasi
3
Sebelumnya media massa terdiri dari dua jenis yaitu media elektronik dan media
cetak. Contoh media cetak : surat kabar, majalah, tabloid, buletin, dll sedangkan
contoh media elektronik adalah radio, televisi.
154 | Komunikasi dalam Media Digital
bisa kita dapatkan dalam portal ini. Oleh karena itu maka para ilmuwan
komunikasi pun menyebut internet sebagai salah satu media massa
bentuk baru yang juga masuk dalam salah satu jenis media elektronik.
Internet banyak menawarkan berbagai kemudahan dalam
mengakses informasi, dan hal ini juga menentukan lahirnya
fitur-fitur yang bisa menjadi trend
dikalangan masyara
kat (Sandang 2013:8). Contoh nyata yang bisa kita temui adalah lahirnya
situs-situs jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, My Space, dan masih
banyak lagi sosial media yang bisa ditelusuri lebih lanjut. Masyarakat
secara masiv digiring untuk menjadi user bahkan hingga sampai pada
titik menjadi “Pecandu” media sosial tersebut. Menurut data yang
Asosiasi Penyedia Jasa Internet di Indonesia (APJII) dirilis oleh kompas4,
idari total populasi sebanyak 264 juta jiwa penduduk Indonesia, ada
sebanyak 171,17 juta jiwa atau sekitar 64,8 persen yang sudah terhubung
ke internet. Angka ini meningkat dari tahun 2017 saat angka penetrasi
internet di Indonesia tercatat sebanyak 54,86 persen.
Penutup
Ruang publik adalah suatu konsep yang baru berkembang di
indonesia pada akhir tahun 1980an. Littlejohn & Foss, 2008 (dalam Fajar
Junaedi 2011:17) menjelaskan periode teknologi interaktif menandai era
baru dalam berkomunikasi. selanjutnya Konsep ruang publik ini pertama
kali dikemukakan oleh Jurgen Habermas ketika ia melihat situasi di
jerman pada era setelah perang dunia kedua dimana pada saat itu
demokrasi sangatlah penting (menurut Habermas). Konsep ruang publik
merupakan konsep lanjutan dari demokrasi jadi bisa dipastikan setiap
negara yang memberlakukan sistem demokrasi, pasti terdapat kontongkantong yang berisikan ruang publik. Point utama dari konsep ini bukan
pada pengertian ruang secara fisik namun ruang yang bisa muncul kapan
dan dimana saja tanpa dibatasi oleh sekat ataupun pembatas lainnya.
Oleh karena itu interaksi yang dibangun adalah interaksi Non-Face to
Face sehingga efektivitas interaksi ini menjadi tantangan teknologi pada
masa yang akan datang.
Selanjutnya pendekatan Jurnalisme Antar Budaya yang di usulkan
pada tulisan ini adalah bagaimana melihat media massa berfungsi
4
https://tekno.kompas.com/read/2019/05/16/03260037/apjii-jumlah-penggunainternet-di-indonesia-tembus-171-juta-jiwa
Komunikasi dalam Media Digital | 155
sebagai ruang publik untuk memfasilitasi interaksi antara kaum-kaum
yang bertikai namun disaat yang bersamaan media masa juga berperan
sebagai mediator dengan cara melakukan pemberitaan yang tidak
tendensius dan mengerucutkan persoalan-persoalan dalam fenomena
ini. Fenomena dukungan politik yang kemudian menjadi mengerucut
seperti yang dibahas dalam artikel ini hanyalah satu dari sekian banyak
isu lain yang terjadi pada masyarakat Indonesia. Masih banyak fenomena
yang bisa ditelaah lebih detail dan lebih menyeluruh untuk melengkapi
tulisan ini dari sudut pandang yang beragam.
Daftar Pustaka
Hefri Yodiansyah,Komunikasi Politik Media Surat Kabar Dalam Studi
Pesan Realitas Politik Pada Media Cetak Riau Pos dan Tribun
Pekanbaru, Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 5, No. 1, Juni 2017
Junaedi Fajar, Komunikasi 2.0 Teoritisasi dan Implikasi, Aspikom,
Yogyakarta 2011
Liliweri Alo, Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya, yogyakarta Pustaka
Pelajar 2004
Liliweri Alo, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya,
Yogyakarta PT. LkiS Pelangi Aksara , 2007
Mufid Muhamad, Etika dan Filsafat Komunikasi, Jakarta Kencana 2009
Mulyana Deddy, Rakhmat Jalaludin, Komunikasi Antar Budaya , Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang Berbeda Budaya, Bandung PT.
Remaja Rosdakarya 2003
Sandang Yesaya, Dari Filsafat Ke Filsafat Teknologi, Sebuah Pengantar
Awal), Kanisius, Yogyakarta 2013
Soekanto Soerdjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru Ke Tiga
Rajawali Pers, Jakarta 1987
156 | Komunikasi dalam Media Digital
Post Truth dalam Media Sosial Komunitas LGBT
di Samarinda
Rizky Amalia Syahrani
Program Studi Ilmu Komunikasi,
Universitas Nahdlatul Ulama Kalimantan Timur
Email:
[email protected]
Pendahuluan
Era globalisasi telah menjadikan gaya hidup sebagai hal yang sangat
penting dan menjadi ajang untuk menunjukkan identitas diri. Berbagai
hal dilakukan setiap orang untuk menunjukkan jati dirinya masingmasing, baik itu dari segi cara berpakaian, pola hidup, bahkan hingga
ke perilaku seksual yang saat ini semakin menyimpang dari etika dan
norma yang ada.
Saat ini Indonesia merupakan salah satu negara terbanyak dalam
mengakses media sosial seperti Instagram, Facebook dan Twitter. Hasil
survei tahun 2018 dari APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia), dari total populasi sebanyak 264 juta jiwa, ada sebanyak
171,17 juta jiwa atau 64,8 persen masyarakat Indonesia yang sudah
terhubung ke internet (APJII, 2018). Hal ini sebenarnya menjadi suatu
indikasi yang baik jika digunakan dengan benar. Akan tetapi, jika
penggunaan internet tidak didukung dengan kemampuan literasi yang
baik, maka bisa mendapatkan informasi-informasi yang tidak valid dan
mengakibatkan munculnya efek post truth di dalam sosial media.
Derasnya arus informasi yang masuk melalui media sosial, efek post
truth ini tidak dapat dianggap remeh. Post truth bukan bermakna hilangnya
fakta sebagai bagian dari kebenaran atau ketidakpedulian terhadap kebenaran,
melainkan mengaburkan perbedaan di antara keduanya, yaitu kebenaran dan
kebohongan (Kalpokas, 2019). Media sosial banyak dipilih menjadi tempat
untuk menyebarkan ide dari aktor/narator post truth tersebut. Sebab dalam
post truth, permasalahan yang dilihat bukan kuat atau berpengaruhnya
si narator, tetapi kemampuan narator tersebut mengendalikan emosi dan
menggiring opini dari pengikutnya. Ide-ide yang di konstruksikan dan
kebenaran yang di sebut oleh narator inilah yang kemudian dianggap
kebenaran mutlak oleh para pengikutnya.
157
Banyak aktor yang menggunakan metode post truth dalam
menyampaikan sebuah ‘kebenaran’ dengan tujuan untuk mendapatkan
simpati dari pengikut mereka. Terutama dalam isu-isu politik, post truth
sering digunakan untuk mendapatkan jumlah pengikut yang banyak.
Tidak hanya isu politik, dalam lingkungan sosial, fenomena post truth
juga terjadi, salah satunya digunakan dalam komunitas Metamorfosa
United, sebuah komunitas LGBT di Kota Samarinda.
Masalah LGBT menjadi fenomena di Indonesia sebab propaganda
dan penggalangan dukungan terhadap mereka yang dilakukan kelompok
LGBT dan pendukungnya kini mulai menyasar media sosial. Kelompok
LGBT dinilai ‘menantang’ publik dan kelompok agama yang menganggap
LGBT sebagai penyakit.
Menurut ketua pimpinan pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil
Ahzar Simanjuntak, komunitas LGBT merasa tidak sakit, kemudian
‘menantang’ publik untuk mengatakan LGBT tidak sakit dan mencoba
kampanye menebar soal LGBT. Sikap itu dianggap berbahaya ketika
sudah menyasar ke media sosial (Qommaria, 2016).
Post truth bukan bermakna hilangnya fakta sebagai bagian dari
kebenaran atau ketidakpedulian terhadap kebenaran, melainkan
mengaburkan perbedaan di antara keduanya, yaitu kebenaran dan
kebohongan (Kalpokas, 2019) Post Truth bukan sekadar kebohongan,
melainkan bentuk supremasi ideologi, melalui mana si pelaku mencoba
memaksakan seseorang untuk percaya pada sesuatu, entahkah ada
buktinya atau tidak ada. (Mcintyre, 2018).
Di Samarinda, Kalimantan Timur, kelompok LGBT juga menggunakan
media sosial sebagai wadah komunikasi dan berinteraksi sesama mereka.
Komunitas LGBT di Samarinda saling bertukar informasi lewat media sosial.
Salah satu komunitas LGBT di Kota Samarinda yang aktif
menyuarakan suaranya adalah komunitas Metamorfosa United.
Komunitas yang terbentuk sejak 2006 ini menyuarakan tentang hak-hak
dari kaum LGBT melalui media baik media massa maupun media online
seperti pada akun sosial media facebook, twitter dan instagram yang
hingga kini pengikutnya di media sosial telah mencapai 600 pengikut.
Fenomena tentang LGBT masih menimbulkan pro dan kontra
maupun ajaran-ajaran agama yang pada umumnya ditafsirkan secara
konservatif sehingga tidak setuju homoseksualitas dan mempengaruhi
pandangan masyarakat secara keseluruhan dengan cara yang negatif.
158 | Komunikasi dalam Media Digital
Di era post truth, kita harus menantang setiap upaya untuk mengaburkan
masalah faktual dan menantang kepalsuan sebelum diizinkan untuk
berkembang. Saat ini komunitas LGBT masih tetap eksis menunjukkan
dirinya baik melalui dunia nyata maupun media sosial yang digunakan. Hal
ini bisa dilihat bahwa dengan adanya terpaan media mengenai fenomena
LGBT, komunitas LGBT tetap bebas dalam menyuarakan pendapatnya. Hal
ini kemudian menjadi permasalahan ketika pemimpin dari komunitas LGBT
menyampaikan berita-berita positif sehingga anggotanya merasa bahwa tidak
adanya pertentangan dari dunia luar.
Hal yang menarik untuk diteliti disini adalah anggota komunitas
Metamorfosa United berada dalam posisi yang baik dan tidak merasa
terancam akan tanggapan negatif yang beredar di luar lingkungan mereka.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif. metode
pendekatan kualitatif merupakan penelitian dengan memahami
individu atau kumpulan dalam masalah sosial. Penelitian ini dilakukan
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian
fenomenologi (Creswell, 2009).
Pemilihan metode fenomenologi dalam penelitian ini dilatarbelakangi
oleh beberapa hal, yaitu keberadaan komunitas Metamorfosa United ini
menggunakan media sosial untuk mengkonstruksi identitas mereka. Teori
fenomenologi mempelajari tentang dunia kehidupan seperti yang biasa
manusia alami, tanpa konsep, teori, atau kategori (Kuswarno, 2009).
Untuk itu peneliti memilih 6 (enam) orang subjek dalam penelitian
ini dengan latar belakang status yang mereka miliki. Keseluruhan subjek
penelitian berada pada kawasan yang tersebar di Kota Samarinda.
Rujukan enam orang subjek penelitian diambil dari hasil observasi yang
dilakukan terhadap komunitas LGBT di Kota Samarinda melalui anggota
dari Metamorfosa United sebagai langkah awal perkenalan peneliti
dengan subjek penelitian.Teknik pengumpulan data yang digunakan
penulis dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan wawancara
mendalam.
Teknik analisis data dilakukan berdasarkan teori Miles dan
Huberman, ada tiga proses tahapan dalam analisa data (1) reduksi data,
(2) display data, dan (3) konklusi data menurut interpretasi peneliti
(Tamin, 2011). Reduksi dilakukan dengan cara merangkum, memilih halKomunikasi dalam Media Digital | 159
hal yang pokok, dan memfokuskan pada hal-hal yang penting. Penyajian
data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,
flowchart dan sejenisnya. Penarikan kesimpulan/verifikasi merupakan
alur ketiga dalam teknik analisis data setelah reduksi dan penyajian data.
Keabsahan data penelitian dilakukan dengan triangulasi. Triangulasi
adalah suatu cara mendapatkan data yang benar-benar absah dengan
menggunakan metode ganda (Bachri, 2010). Teknik pengumpulan data
yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik dan sumber data yang
ada. Triangulasi data dalam penelitian ini adalah triangulasi metode yang
dilakukan dengan cara menggabungkan teknik observasi dan wawancara,
dan menggabungkan sumber data dari beberapa subjek penelitian.
Pembahasan
Fokus penelitian yang dilakukan adalah menginpretasikan konstruksi
realitas komunitas LGBT di Kota Samarinda melalui media sosial.
Pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan fenomenologi
dengan fokus pada kategori konstruksi sosial berdasarkan ketiga ide
dasar konstruksi sosial oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann
(1991), yaitu:
1.
Proses sosial momen eksternalisasi adalah suatu proses pencurahan
kedirian manusia secara terus menerus ke dalam dunia, baik dalam
aktivitas fisik maupun mentalnya.
2.
Proses sosial momen objektivasi adalah proses mengkristalkan ke
dalam pikiran suatu obyek, atau segala bentuk eksternalisasi yang
telah dilakukan dilihat kembali pada kenyataan di lingkungan secara
obyektif. Jadi dalam hal ini bisa terjadi pemaknaan baru ataupun
pemaknaan tambahan.
3.
Proses sosial momen internalisasi adalah proses individu sebagai
kenyataan subyektif menafsirkan realitas obyektif. Atau peresapan
kembali realitas oleh manusia, dan mentransformasikannya sekali
lagi dari struktur-struktur dunia obyektif ke dalam struktur-struktur
dunia subyektif.
Dalam proses sosial momen eksternalisasi, penerapan dari hasil
proses internalisasi yang selama ini dilakukan atau yang akan dilakukan
secara terus menerus kedalam dunia, baik dalam aktivitas fisik maupun
mentalnya. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa subjek
penelitian mengaku telah menyadari bahwa mereka adalah bagian dari
160 | Komunikasi dalam Media Digital
LGBT dengan seluruh ekspresi berbeda. Peneliti melihat bahwa hal yang
paling berpengaruh pada pengetahuan informan dalam mendapatkan
informasi LGBT adalah teman dan lingkungan, dimana teman di dalam
lingkungan yang sama; lingkungan yang memiliki ekspresi gender
berbeda dengan gender yang miliki saat lahir. Selain itu, media sosial
(internet) juga memliki pengaruh besar dimana para subjek penelitian
menyatakan bahwa dengan berjejaring melalui media sosial mereka bisa
mendapatkan informasi mengenai LGBT dengan mudah.
Proses objektivasi ialah proses mengkristalkan ke dalam pikiran
tentang suatu obyek, atau segala bentuk eksternalisasi yang telah
dilakukan dilihat kembali pada kenyataan di lingkungan secara obyektif.
Dalam proses ini peneliti menghubungkan antara hubungan subjek
penelitian dengan komunitas Metamorfosa United. Penggunaan sosial
media yang sering digunakan informan dan pendapat mereka mengenai
tujuan komunitas Metamorfosa United dibentuk. Ada tiga jenis posisi
yang ditawarkan di dalam komunitas ini, yaitu anggota aktif, anggota
pasif dan volunteer. Walaupun komunitas Metamorfosa United adalah
komunitas non-profit, dimana seluruh pekerjaannya tidak dibayar
dan hanya bersifat kegiatan sosial, posisi ini menentukan pemahaman
informan mengenai keberadaan komunitas, selain itu anggota aktif
bertugas untuk menentukan kegiatan komunitas yang sedang dan
akan dilaksanakan kedepannya. Anggota pasif hanyalah anggota yang
siap hadir dalam seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh komunitas.
Volunteer adalah angota yang hanya ikut bergabung pada saat kegiatan
tertentu.
Dengan adanya perbedaan posisi dalam komunitas, maka tujuan dari
pembentukan komunitas dirasakan berbeda oleh setiap anggota, seperti
ketua dari Metamorfosa United yang menyatakan bahwa komunitas ini
dibentuk dengan tujuan ingin membantu hak-hak anggota komunitas
dalam masyarakat yang pada akhirnya dikhianati oleh anggotanya
sendiri dan membahayakan dirinya sendiri. Peneliti melihat bahwa
beberapa informan yang baru bergabung dan baru mengikuti beberapa
kegiatan dalam komunitas masih memiliki rasa takut untuk bergabung,
karena komunitas ini dirasa terlalu terbuka. Terbuka dalam artian ini
adalah kegiatan yang dilaksanakan memang bersifat menolong, tetapi
keberadaan anggota komunitas LGBT lainnya adakan diekspos dan
identitas mereka akan terlihat oleh masyarakat luas.
Saat peneliti bergabung dalam sosial media instagram komunitas,
Komunikasi dalam Media Digital | 161
peneliti melihat banyak pembahasan yang diangkat oleh akun @
metamorfosa.id, terutama di bagian sosial dan pembelaan hak-hak
LGBT, selain itu ada pula program penggalangan dana untuk pelaksanaan
kegiatan komunitas kedepannya. Seluruh subjek penelitian mengakui
bahwa adanya sosial media komunitas yang membahas tentang hak-hak
LGBT lebih sering mereka baca dibandingkan mencari sendiri beritaberita tersbeut melalui google. Karena akun sosial media @metamorfosa.
id membahas hal-hal yang sedang diangkat pula dalam media online dan
media cetak. Sementara itu ketua Metamorfosa United mengakui bahwa
berita yang diangkat di sosial media komunitas @metamorfosa.id juga
berdasarkan website media online yang terpercaya dan lebih bersifat
netral dalam menyajikan pemberitaan tentang LGBT.
Berita-berita tentang LGBT yang dibagikan dari dalam sosial media
komunitas lebih besar peluangnya dibaca oleh komunitas dibandingkan
mencari berita sendiri melalui media online maupun media cetak yang
ada. Hal inilah yang membuat komunitas Metamorfosa United berperan
lebih dalam membentuk opini komunitas LGBT. Karena, berita-berita
yang dibagikan oleh komunitas Metamorfosa United berperan lebih
dalam membentuk opini komunitas LGBT. Karena, berita-berita yang
dibagikan oleh komunitas telah dipilih dan menampilkannya dengan
judul yang menarik. Seperti gambar berikut:
Gambar I. Berita yang dibagi dalam Komunitas
162 | Komunikasi dalam Media Digital
Menurut dari psikolog Lisda Sofia, Ketua Program Studi Psikologi
Universitas Mulawarman, mereka yang mengalami penyimpangan,
umumnya, disebabkan trauma, pengasuhan orang tua yang salah, dan
lingkungan. Mereka punya tempat berkumpul sendiri dan bahasa dengan
istilah khusus mereka sendiri (Andy, 2016). Dari segi pemilihan berita
dan judul dari unggahan oleh komunitas Metamorfosa United bisa
dilihat bahwa unggahan tersebut sudah mulai mengarahkan anggotanya
kepada nilai-nilai positif terhadap LGBT.
Fase terakhir dari proses konstruksi sosial adalah proses
internalisasi. Proses ini sudah mengarah pada terbentuknya identitas.
Identitas dianggap sebagai unsur kunci dari kenyataan subyektif, yang
juga berhubungan secara dialektis dengan masyarakat. Terbentuknya
identitas subjek penelitian di dalam masyarakat secara keseluruhan
kurang diterima, hal-hal seperti sindiran keluarga di sosial media,
pemberitaan di media cetak lokal yang lebih bersifat negatif, lapangan
pekerjaan yang sempit dan kurangnya pengetahuan masyarakat Kota
Samarinda mengenai LGBT itu sendiri.
Media massa sebagai sarana dalam proses sosialisasi karena
media banyak memberikan informasi yang dapat menambah wawasan
komunitas. Media online dipilih komunitas sebagai media yang paling
efektif untuk mendapatkan informasi mengenai LGBT. Sosial media juga
berperan penting dalam pengembangan komunitas dalam menambah
wawasan mengenai LGBT. Informasi yang didapatkan di sosial media
awalnya disebarkan oleh teman-teman komunitas lainnya yang
berjejaring dan menanamkan nilai-nilai LGBT di dalamnya.
Ada empat produsen kebohongan di dalam Post Truth. Pertama,
kebohongan itu diproduksi oleh para politisi dan kekuasaan. Kedua,
yaitu media lama atau media arus utama. Media tradisional memainkan
peran penting dalam membentuk pandangan publik. Ketiga, hadirnya
media baru dan terakhir adalah fake news, bersumber dari media sosial
yang secara rutin memproduksi berita-berita bohong.
Hadirnya media baru, seperti akun sosial media @metamorfosa.id
yang dimana unggahannya dipilah secara khusus oleh pemimpin dari
ketua komunitas membuat anggotanya hanya memilih untuk mengakses
berita melalui sosial media tersebut. Hal ini dikarenakan keterbatasan
waktu subjek penelitian untuk mengakses sosial media setiap harinya.
Sebagian besar anggota dari komunitas sudah bekerja, maka dianggap
Komunikasi dalam Media Digital | 163
lebih mudah jika bisa mendapatkan berita terbaru tentang LGBT melalui
sosial media di waktu senggang.
Sementara, jenis unggahan berita yang masuk ke dalam akun sosial
media tersebut hanya berisikan sisi positif dan prestasi yang dimiliki oleh
sosok LGBT. Jika kembali lagi kepada sifat dari sebuah post truth, sesuatu
menjadi benar ketika orang-orang mempercayainya dan bertingkah
seperti hal itu merupakan suatu kebenaran karena mereka ingin hal
tersebut menjadi benar (Kalpokas, 2019). Maka bisa dilihat bahwa
unggahan berita yang masuk hanyalah sebagian dari keberhasilan yang
dimiliki oleh sosok LGBT, dimana keinginan pengunggah, dalam hal ini
pemimpin dari komunitas Metamorfosa United, untuk memperlihatkan
sisi baik dari sosok LGBT saja, dimana motivasi, dukungan, dan rasa
aman diberikan demi membuat pengikut dari akun tersebut percaya
bahwa keberadaan mereka baik-baik saja.
Berbanding terbalik dengan hasil penerimaan yang didapat oleh
subjek penelitian, dimana keberadaan mereka di dalam masyarakat
luas masih belum diterima dan banyaknya berita-berita yang mengulas
tentang sisi negatif dari sosok LGBT, pemimpin dari komunitas
Metamorfosa United berperan besar untuk meyakinkan pengikutnya
dengan memberikan unggahan-unggahan yang positif dan mendukung
dalam membela hak-hak LGBT.
Penutup
Berdasar hasil penelitian dan pembahasan di atas, bisa disimpulkan
bahwa terbentuknya identitas subjek penelitian di dalam masyarakat
secara keseluruhan kurang diterima, hal-hal seperti sindiran keluarga di
sosial media, pemberitaan di media cetak lokal yang lebih bersifat negatif,
lapangan pekerjaan yang sempit dan kurangnya pengetahuan masyarakat
Kota Samarinda mengenai LGBT itu sendiri.
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi post truth dilakukan
oleh pemimpin dari komunitas, yakni pemilihan berita dan judul yang
diunggah ke dalam sosial media komunitas lebih mengarah kepada
sisi positif yakni prestasi, keberhasilan, dan motivasi dari sosok LGBT
dibandingkan menyajikan keseluruhan dari kenyataan yang ada, dimana
sosok LGBT masih menjadi minoritas di Kota Samarinda. Pemilihan
berita dan judul yang bersifat positif tersebut tidak lepas dari peran
pemimpin dari komunitas, yang menginginkan bahwa anggotanya
164 | Komunikasi dalam Media Digital
merasa aman berada di dalam komunitas.
Substansi penelitian ini berupa penerimaan masyarakat secara umum
pada anggota komunitas LGBT masih bersifat pro dan kontra. Dimana
komunitas LGBT masih tetap eksis dan berkiprah dalam menaungi
hak-hak anggotanya, sementara di sisi lain keberadaannya masih
ditolak karena LGBT masih dilihat sebagai penyimpangan. Dibutuhkan
kebijakan dalam melihat bagaimana komunitas LGBT menyajikan post
truth di dalam unggahannya melalui sosial media.
Daftar Pustaka
Andy. (2016, Februari 24). Berdasarkan Penelitian, LGBT di Samarinda
itu Ada. Prokal Online. Diakses dari http://kaltim.prokal.co/
Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia . (2018). Hasil Survei Penetrasi
dan Perilaku Pengguna Internet Tahun 2018. Diakses 30 Juni 2019,
dari https://apjii.or.id/survei
Bachri, Bachtiar S. (2010). Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi
pada Penelitian Kualitatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Berger, Peter L. (1991). Langit Suci. Jakarta: LP3ES.
Cresswell, John W. (2009). Research Design Pendekatan Penelitian
Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kalpokas, I. (2019). A Political Theory of Post Truth. Switzerland:
Palgrave Macmillan.
Kuswarno, E. (2009). Metode Penelitian Komunikasi: Fenomenologi,
Konsepsi, Pedoman dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya
Padjajaran.
McIntyre. L. (2018). Post Truth. Massachusets: The MIT Press.
Qommaria, R.. (2016, Februari 22). Propaganda LGBT ‘Menantang’
Publik di Media Sosial. Republika Online. Diakses dari http://
nasional.republika.co.id/
Tamin, I.H. (2011). Peran Filantropi dalam Pengentasan Kemiskinan di
dalam Komunitas Lokal. Jurnal Sosiologi Islam, I(1), 35-58.
Komunikasi dalam Media Digital | 165
166 | Komunikasi dalam Media Digital
Pentingnya Kemampuan Personal Branding
di Era Digital
(Kegiatan Penyuluhan Di SMAN 39 Jakarta)
Septia Winduwati, dan Roswita Oktavianti
Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Tarumanagara
E-mail
[email protected] [email protected]
Pendahuluan
Komunikasi adalah hal mendasar yang menjadi penting dalam
setiap aspek kehidupan bermasyarakat, khususnya guna mempersiapkan
generasi muda. Siswa setingkat SMA dalam hal ini adalah para siswa
termasuk ke dalam generasi muda yang dengan demikian maka penting
untuk memahami dan mempelajari tentang komunikasi dalam berbagai
hal dan bentuk. Selain bermasyarakat, komunikasi mengambil andil
penting dalam kegiatan profesional. Ketika komunikasi menjadi kunci
utama dalam kesuksesan dalam segala bidang di kehidupan manusia,
maka menjadi penting bagi siswa untuk memahami tentang komunikasi,
khususnya tidak hanya dalam interaktivitas di dunia maya dalam era
digital seperti saat ini tapi juga bagaimana kemampuan komunikasi
dimaksimalkan dalam hal kewirausahaan di kemudian hari.
Hal tersebut menjadi penting mengingat saat ini remaja usia
sekolah merupakan khalayak yang aktif menggunakan Internet di dalam
keseharian mereka, atau yang biasa disebut sebagai native generation
of netizen. Namun, sangat disayangkan pendidikan penggunaan atau
dengan kata lain pemanfaatan sarana Internet yang baik dan benar jarang
sekali diberikan di sekolah-sekolah. Padahal, kemajuan teknologi dan
informasi dengan keberadaan Internet tanpa bisa dipungkiri kini telah
menjadi satu unsur penting dalam keseharian remaja saat ini.
Tidak hanya berdampak pada perubahan baik seperti memudahkan
aktivitas keseharian masyarakat, tapi juga berdampak buruk, misalnya,
kegiatan mengumbar privasi orang lain hingga penipuan transaksi
keuangan melalui Internet. Menjadi hal yang miris ketika hal-hal tersebut
dilakukan marak dilakukan oleh remaja. Remaja sebagai generasi native
teknologi menghabiskan sebagian besar waktunya dengan berinteraksi
satu sama lain melalui jejaring media sosial yang diakses melalui Internet.
167
Dari survey yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII) pada Februari awal tahun ini, yang melakukan survei
penetrasi dan perilaku pengguna internet di Indonesia,tercatat jumlah
pengguna internet tahun 2017 telah mencapai 143,26 juta jiwa atau setara
dengan 54,68 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Jumlah
tersebut menunjukkan kenaikan sebesar 10,56 juta jiwa dari hasil survei
pada tahun 2016. Dari survei tersebut juga didapati bahwa penetrasi
terbesar berada pada umur 13-18, yakni sebesar 75,50 persen. Dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan pengguna
terbanyak yang mengakses Internet. (Sumber: kominfo.go.id)
Pemanfaatan akun pribadi media sosial di Internet yang tidak tepat
justru dapat membawa remaja penggunanya ke dalam kejahatan di dunia
maya dan berujung pada penindakan hukum. Sebut saja kasus Florence
mahasiswa yang menghina masyarakat Jogja di akun media sosial Path
miliknya. Selain itu, sejak beberapa tahun belakangan memang pula
terdapat kasus yang melibatkan pelajar SMA, misalnya kasus empat
siswa SMA di Tanjung Pinang pada tahun 2010 yang mencaci gurunya di
akun Facebook berujung keempat siswa tersebut dirumahkan. Setahun
sebelumnya, Farah seorang pelajar SMA di Bogor dijerat Pasal 310 dan
311 KUHP dan UU ITE, Pasal 27 ayat 3 dan dijatuhi vonis 2 bulan 15 hari
dengan masa percobaan 5 bulan karena menghina teman sekolahnya di
akun Facebook miliknya (sumber: merdeka(dot)com, 1/9-2014).
Belum lagi kasus yang terkait dengan pornografi dan pornoaksi yang
disebarluaskan di dunia maya. Selama tahun 2013 saja terdapat paling
tidak 84 laporan pornografi dan pornoaksi yang masuk ke lembaga
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang seluruhnya dilakukan
oleh anak-anak yang juga pelajar di bawah umur. Tak berhenti di situ,
Jakarta pernah digegerkan dengan penyebaran video mesum aktivitas
seks siswa siswi salah satu SMP di ibu kota, masih di tahun yang sama1.
Dengan demikian, berdasarkan fakta-fakta peristiwa tersebut,
maka bisa ditarik kesimpulan bahwa perlu diberikan pengarahan dan
pembinaan terkait penggunaan media baru seperti akun media sosial di
kemajuan teknologi informasi saat ini. Tujuan hal tersebut adalah supaya
siswa atau para anak didik bisa dengan bijaksana memilih informasi
yang mendidik dari Internet serta bisa dengan cerdas memuat wujud
kebebasan ekspresinya dengan tepat di dunia maya.
1
(sumber:http://sp.beritasatu.com/home/pornografi-di-kalangan-pelajarmengerikan/44891diakses 10 Juli 2015).
168 | Komunikasi dalam Media Digital
Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan
pengetahuan dan pemahaman mengenai bagaimana mepresentasikan
diri saat beraktivitas di dunia maya, atau bagaimana menciptakan selfbranding atau personal branding yang baik sehingga siswa menjadi lebih
berhati-hati menampilkan dirinya. Tidak berhenti di personal branding
sebagai individu di media sosial, personal branding juga bisa dikelola
untuk kepentingan branding produk bisnis sehingga para siswa juga
terpacu untuk mengelola bisnis yang sudah mereka miliki atau pun di
masa yang akan datang.
Melalui kegiatan penyuluhan yang bertema “Pentingnya Kemampuan
Personal-Branding Remaja di Era Digital” ini serta dengan menggunakan
pendekatan pemberdayaan siswa sebagai upaya pemberdayaan masyarakat
dalam meningkatkan wawasan dan pengetahuan, diharapkan siswa SMA
39 Jakarta dapat memiliki pemahaman dan pengetahuan tentang personal
branding serta bisa mengaplikasikannya dalam kesehariannya.
Pembahasan
Personal Branding adalah suatu proses ketika orang menggunakan
dirinya atau karirnya sebagai merek (brand). Personal Branding adalah
bagaimana kita memasarkan diri kita pada orang lain secara sistematis
(Ganiem dalam Wasesa, 2011 : 282). Personal Branding merupakan seni
untuk menarik dan menjaga persepsi publik secara aktif. Sama halnya
dalam pengelolaan bisnis, personal branding dapat dibangun dari orang,
nama, tanda, simbol, atau desain yang dapat dijadikan pembeda dengan
kompetitor (Rampersad, 2008).
Branding adalah aktivitas yang kita lakukan untuk membangun
persepsi orang lain terhadap kita mengenai siapa kita. Sebenarnya tanpa
disadari nahwa kegiatan kita sehari-hari yang kita lakukan itu sebenarnya
kita sedang melakukan branding yang nantinya akan menjadi brand kita
dikemudian hari. Brand atau merek dapat diartikan sebagai tanda, simbol,
desain yang tujuanyan sebagai definisi sehingga memiliki perbadaan
antara satu dan yang lainnya.. (Haroen, 2012).
SMAN 39 Jakarta memulai proses belajar mengajar pada 1974 dengan
nama SMA 14 Filial. Saat ini SMA Negeri 39 Jakarta merupakan sekolah
Plus tingkat Propinsi, berdasarkan SK Dinas Dikmenti DKI Jakarta no.
206a/2004, sekolah dengan Akreditasi A untuk tahun 2009-2014 serta
bersertifikasi ISO 9001:2008 No. QS 6769 tanggal 27 Februari 2009. SMA
Negeri 39 Jakarta menjadi sekolah yang unggul dalam mutu, berwawasan
Komunikasi dalam Media Digital | 169
global dengan dilandasi iman dan taqwa. Sejumah prestasi telah diraih
mulai dari menghasilkan siswa berprestasi tidak hanya prestasi di tingkat
daerah tetapi juga prestasi di tingkat nasional. Sejak Oktober 2018, SMAN
39 dipimpin oleh Drs. H. Maknawiyah, M. Si sebagai kepala sekolah.
SMAN 39 memiliki visi yakni mewujudkan sekolah efektif,
berkarakter, cerdas dan berdaya saing. Misi sekolah diantaranya
membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, jujur, berbudi pekerti luhur dan
peduli lingkungan, meningkatkan prestasi akademik lulusan secara
berkelanjutan (https://sman39jkt.sch.id).
Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Tarumanagara dilaksanakan pada Sabtu, 20 April 2019 di
SMAN 39 Jakarta. Kegiatan ini dilaksanakan dari pukul 09.00 hingga
pukul 12.00 WIB. Sebanyak 22 siswa mengikuti kegiatan dengan tema
“Pentingnya Kemampuan Personal Branding di Era Digital”. Peserta tidak
hanya berasal dari SMAN 39 tetapi beberapa siswa SMA lain yang pada
saat itu tengah mempersiapkan diri dalam mengikuti lomba debat tingkat
DKI Jakarta. SMAN 39 menjadi lokasi diselenggarakannya persiapan
lomba debat tersebut.
Guru sekaligus perwakilan SMAN 39, Ibu Tarmiwati, S.Pd., M. Pd, dan
Ibu Dwi Harmelia, S.Pd., M. Biomed, memberi kata sambutan sekaligus
membuka kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Selanjutnya, Ketua
Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Septia Winduwati, S.Sos., M.Si,
memberikan plakat kepada Ibu Dwi sebagai tanda dimulainya kegiatan.
Gambar 1. Tim Pengabdian Kepada Masyarakat FIKOM UNTAR, Septia Winduwati,
M.Si., Roswita Oktavianti, M.Si., dan mahasiswa FIKOM UNTAR berfoto bersama
guru pendamping dari SMAN 39 Jakarta
170 | Komunikasi dalam Media Digital
Pada awal penyuluhan, tim pengabdian kepada masyarakat memberikan
pengertian personal branding melalui Youtube sekaligus mengungkap fakta
mengenai jumlah pengguna media sosial di Indonesia. Tim pengabdi
menyampaikan sejumlah strategi personal branding bagi Youtuber, hingga
keuntungan memiliki personal branding di media sosial. Youtuber Indonesia
yang dijadikan contoh salahsatunya yaitu Atta Halilintar, yang memiliki
slogan “Ahsiaaap”. Atta merupakan Youtuber dengan subscriber terbesar
di Indonesia bahkan Asia Tenggara, dan memiliki sejumlah usaha berkat
kepiawaiannya melakukan personal branding di media sosial. Selain itu juga,
Youtuber Ria Ricis dengan personal branding berupa penyampaian salam
“Assalamualaikum” pada setiap videonya.
Mahasiswa FIKOM UNTAR, Novianto Phangestu sebagai MC sekaligus
pengisi acara mengajak peserta untuk aktif bertanya dan menanggapi
dengan memberi hadiah. Sesekali tim pengabdi bertanya mengenai materi
dan wawasan peserta terkait Youtuber dan konten yang disukai. Setelah
menyampaikan materi terkait personal branding di Youtube, tim pengabdi
menyampaikan materi personal branding di Instagram.
Mahasiswa FIKOM UNTAR, Jessica Laurance sebagai MC sekaligus
pengisi acara untuk materi personal branding di Instagram. Salah satu figur
publik sekaligus selebgram yang dijadikan contoh yakni Ayu Tingting
dengan pengikut (follower) terbanyak di Indonesia yakni 31,6 juta. Ayu
juga memiliki saluran Youtube sebagai strategi personal branding walau
memiliki jumlah pengikut yang tidak sebesar akun di Instagram. Ayu
menyampaikan personal branding positif, namun juga seringkali negatif.
Peserta diajarkan bagaimana membuat feed yang aesthetic di
Instagram untuk meningkatkan jumlah follower, berinteraksi dengan
follower melalui pemberian give away, tips menggunakan hashtag, dsb.
Gambar 2. Salah satu mahasiswa yang terlibat dalam Kegiatan Pengabdian Kepada
Masyarakat, Novianto Phangestu membagikan pengalamannya membuat konten di
Instagram dan Youtube.
Komunikasi dalam Media Digital | 171
Gambar 3. Ketua Tim Pengabdian Kepada Masyarakat FIKOM UNTAR Septia
Winduwakti, M.Si, menyampaikan materi sekaligus menutup kegiatan.
Kegiatan ini diikuti oleh 22 siswa dan didampingi 7 guru. Peserta
diminta untuk mengisi dua kuisioner yakni sebelum kegiatan pengabdian
kepada masyarakat dan setelah kegiatan. Sebanyak 20 siswa mengisi
kuisioner dengan perincian 10 siswa (putra) dan 10 siswi (putri). Dari
jumlah tersebut seluruh siswa siswi memiliki akun Instagram, sementara
7 orang memiliki akun Instagram dan akun Youtube pribadi.
Berikut ini jawaban para siswa sebelum dan setelah kegiatan
pengabdian kepada masyarakat:
Tabel 1. Pengetahuan tentang Personal Branding sebelum kegiatan Pengabdian
Masyarakat dari FIKOM UNTAR
No
Personal Branding
1.
Bagaimana memperkenalkan diri ke public
2.
Menawarkan kemampuan mempengaruhi banyak orang
3.
Meningkatkan popularitas, elektabilitas melalui media sosial dan iklan
4.
Pembentukan karakter yang diinginkan oleh khalayak umum
5.
Pencitraan terhadap publik dan khalayak agar orang-orang melihat kita
6.
Cara memasarkan diri/mempromosikan diri dan karier sebagai sebuah merek
7.
Cara memasarkan konten kepada orang lain
8.
Cara menampilkan “image/citra” diri sendiri
9.
Cara membuat diri menarik di mata orang lain yang menjadi sasaran
10.
Persepsi orang terhadap diri yang berkaitan dengan kepribadian, kemampuan,
dan prestasi yang dibangun dalam diri kita
11.
Cara untuk mengekspresikan diri
12.
Baru akan mempelajari personal branding
13.
Belum mengetahui sama sekali.
Tabel 1 menunjukkan rangkuman jawaban peserta sebelum kegiatan
pengabdian kepada masyarakat. Dari kuisioner tersebut menunjukkan
172 | Komunikasi dalam Media Digital
sebagian besar peserta sudah memiliki definisi mengenai personal
branding, namun pengetahuan mengenai personal branding masih
beragam. Terdapat dua peserta yang belum memiliki pengetahuan
mengenai personal branding. Sementara itu, setelah kegiatan, pengetahuan
personal branding ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengetahuan tentang Personal Branding setelah kegiatan Pengabdian
Masyarakat dari FIKOM UNTAR
No
Personal Branding
1.
Bagaimana memasarkan diri
2.
Bagaimana membangun image/citra diri
3.
Cara membedakan diri kita dengan orang lain
Tabel 2 menunjukkan rangkuman jawaban peserta setelah kegiatan
pengabdian kepada masyarakat. Dari kuisioner menunjukkan seluruh
peserta memiliki pengetahuan tentang personal branding. Pengetahuan
yang diperoleh pun sesuai dengan materi yang disampaikan. Berdasarkan
penyuluhan, personal branding adalah sebuah cara memasarkan diri atau
imej kita secara individu.
Tabel 3. Strategi melakukan Personal Branding melalui Youtube sebelum kegiatan
Pengabdian Masyarakat dari FIKOM UNTAR
No
Personal Branding di Youtube
1.
Membuat konten yang menarik, kreatif, bermanfaat, disukai, dan inspiratif
2.
Meningkatkan kuantitas pelanggan (subscriber), serta membuat konten video
yang berkualitas serta menarik penonton
3.
Saya tidak tahu karena tidak memiliki akun Youtube, dan hanya sebagai subscribers dan viewers.
4.
Tidak melanggar norma-norma yang dianut di negara Indonesia
5.
Membuat konten yang unik, thumbnail yang banyak tetapi tidak clickbait, title
yang menarik perhatian.
6.
Menunjukkan ciri khas positif di setiap channel Youtube
7.
Membuat konten sesuai passion.
8.
Saya belum mempelajarinya
9.
Upload video
10.
Membuat konten positif, tidak mengandung rasisme, pornografi, provokasi, kekerasan, dll
11.
Menekankan karakter diri dalam konten
Komunikasi dalam Media Digital | 173
Tabel 3 menunjukkan rangkuman jawaban peserta sebelum kegiatan
pengabdian kepada masyarakat. Dari kuisioner tersebut menunjukkan
sebagian besar peserta mengatahui strategi personal branding melalui
Youtube. Terdapat satu peserta tidak tahu, dan tiga peserta yang tidak
mengisi, yang berarti tidak mengetahui strategi personal branding di
Youtube. Sementara itu, setelah kegiatan, pengetahuan personal branding
ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Strategi melakukan Personal Branding melalui Youtube setelah kegiatan
Pengabdian Masyarakat dari FIKOM UNTAR
No
Personal Branding di Youtube
1.
Mengupload konten video yang bermanfaat sesuai passion
2.
Menawarkan konten yang positif dan memberikan manfaat dengan teknik marketing yang bagus
3.
Membuat konten yang menunjukkan spesialisasi dengan menunjukkan hal-hal
positif
4.
Mengoptimalkan Search Engine Optimization
5.
Thumbnail yang menarik
6.
Mendeskripsikan nilai yang Anda tawarkan
7.
Mempromosikan lintas platform
8.
Membangun koneksi
9.
Kata kunci yang diingat banyak orang
10.
Gunakan tanda tagar/hashtag yang menarik
11.
Tunjukkan nilai-nilai yang ditawarkan
Tabel 4 menunjukkan rangkuman jawaban peserta setelah kegiatan
pengabdian kepada masyarakat. Dari kuisioner menunjukkan seluruh
peserta memiliki pengetahuan tentang strategi personal branding melalui
Youtube. Pengetahuan yang diperoleh pun lebih beragam dan sesuai
dengan materi yang disampaikan. Berdasarkan penyuluhan, strategi
personal branding di Youtube yakni membuat konten yang menunjukkan
spesialisasi, menunjukkan hal-hal positif, mengoptimalkan SEO,
thumbnail yang menarik, mendeskripsikan nilai yang Anda tawarkan,
mempromosikan lintas platform, dan membangun koneksi untuk
meningkatkan personal branding.
174 | Komunikasi dalam Media Digital
Tabel 5. Strategi melakukan Personal Branding melalui Instagram sebelum kegiatan
Pengabdian Masyarakat dari FIKOM UNTAR
No
Personal Branding di Instagram
1.
Mem-posting yang bermanfaat dan menarik
2.
Meningkatkan jumlah pengikut dengan cara mengunggah foto/video yang
menarik
3.
Mengunggah posting-an yang positif dan menginspirasi banyak orang
4.
Saya tidak tahu, karena saya hanya membagikan apa saja yang saya rasakan dan alami
5.
Menyunting gambar yang memuat prestasi-prestasi
6.
Feeds yang bagus dan kreatif
7.
Memanfaatkan media sosial untuk bisnis
8.
Saya tidak tahu
9.
Membuat interaksi dengan followers
10. Membuat ciri khas pada feeds
11. Mengupload foto
Tabel 5 menunjukkan rangkuman jawaban peserta sebelum
kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Dari kuisioner tersebut
menunjukkan beberapa peserta mengetahui strategi personal branding
melalui Instagram. Namun, terdapat tiga peserta yang tidak tahu, dan
empat peserta yang tidak mengisi, yang berarti tidak mengetahui strategi
personal branding di Instagram. Padahal, seluruh peserta memiliki
akun Instagram. Sementara itu, setelah kegiatan, pengetahuan personal
branding ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Strategi melakukan Personal Branding melalui Instagram setelah Kegiatan
Pengabdian Masyarakat dari FIKOM UNTAR
No
Personal Branding di Instagram
1.
Mem-posting yang bermanfaat dan menarik
2.
Menawarkan konten yang positif dan memberikan manfaat dengan teknik marketing yang bagus
3.
Memaksimalkan visual aesthetic
4.
Posting rutin setiap hari
5.
Menggunakan hashtag/tagar agar mudah dicari
6.
Buat bersosialisasi
7.
Menggunakan etika yang baik di media sosial, menjaga sikap
8.
Memanfaatkan media sosial sesuai dengan karakterstik
9.
Posting yang konsisten
10.
Tingkatkan jumlah follower
Komunikasi dalam Media Digital | 175
No
Personal Branding di Instagram
11.
Jalin relasi dengan follower
12.
Gunakan untuk memperbanyak koneksi
13.
Tunjukkan identitas dengan jujur, identitas jelas
14.
Menulis profil/bio yang menarik
15.
Tunjukkan keunikan Anda
Tabel 6 menunjukkan rangkuman jawaban peserta setelah kegiatan
pengabdian kepada masyarakat. Dari kuisioner menunjukkan seluruh
peserta memiliki pengetahuan tentang strategi personal branding melalui
Instagram. Pengetahuan yang diperoleh pun lebih beragam dan sesuai
dengan materi yang disampaikan.
Penutup
Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini menemukan bahwa para
siswa merupakan pengguna aktif media sosial Instagram namun tidak
semua pengguna memiliki akun Youtube. Kegiatan penyuluhan telah
mampu meningkatkan pengetahuan para siswa mengenai personal
branding di media sosial baik Youtube maupun Instagram. Hal ini diukur
dari kuisioner sebelum dan setelah kegiatan.
Setelah kegiatan, seluruh peserta memiliki pengetahuan tentang
personal branding, memiliki pengetahuan tentang strategi personal
branding melalui Youtube, dan memiliki pengetahuan tentang strategi
personal branding melalui Instagram. Pengetahuan yang diperoleh pun
lebih beragam dan sesuai dengan materi yang disampaikan. Sementara
sebelum kegiatan, beberapa siswa tidak memiliki pengetahuan personal
branding yang tepat, tidak mengetahui strategi personal branding melalui
Youtube dan Instagram.
Daftar Pustaka
Haroen, Dewi. 2012. Personal Branding: Kunci Kesuksesan Berkiprah di
Dunia Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Kotler, P, 2000, Marketing Management. 10thedition. Prentice Hall
International. New Jersey. Lock
Hubert. K. Rampersad (2008) Authentic Personal Branding: A New
Blueprint for Building and Aligning A Powerful Leadership Brand.
Information Age Publihsing Inc.
176 | Komunikasi dalam Media Digital
Montoya, Peter. 2002. The Personal Branding Phenomenon: Realize
Greater Influence, Explosive Income Growth and Rapid Career
Advancement by Applying the Branding Techniques of Michael,
Martha & Oprah. US: Personal Branding Press Publishing
Sarathu, Ravi (2012) International Marketing. Naper Publishing Group
LLC
Vaccarino, Patricia (2010) PR for People: Be Famous for Who You Are
and What You Do.Book Publisher Network
Wasesa, S. A. 2011. Political Branding & Public Relations. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
William Arruda, Kirsten Dixson (2007) Career Distinction: Stand Out by
Building Your Brand.
Jurnal:
Khedher, Manel (2010) Personal Branding: Towards Conceptualization.
International Conference on Business, Economics, Marketing &
Management Research (BEMM’13) Volume Book: Economics &
Strategic Management of Business Process (ESMB) Copyright _
IPCO 2013
Riaz, Saqib. Effects of New Media Technologies on Political Communication.
Journal of Political Studies, Vol. 1, Issue 2, 161-173.
Internet
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/12640/siaran-pers-no53hmkominfo022018-tentang-jumlah-pengguna-internet-2017meningkat-kominfo-terus-lakukan-percepatan-pembangunanbroadband/0/siaran_pers
Komunikasi dalam Media Digital | 177
178 | Komunikasi dalam Media Digital
Post-Truth, Masyarakat Digital, dan Media Sosial
Sigit Surahman
Universitas Serang Raya
Pendahuluan
Kebenaran saat ini sedang diserang bersama oleh agenda-agenda
politik tertentu yang berada di balik proses. Kita yang masih percaya
pada kekuatan nalar, dan ingin memperkenalkan sebanyak mungkin ke
ruang publik, jelas memiliki masalah besar dengan post-truth dan gagasan
serta sikap yang menyelinap ke dalam budaya kita. Kemunculannya
jelas untuk memperumit masalah, kita harus bertanya pada diri sendiri
apakah mungkin kita punya masalah dengan kebenaran itu sendiri, atau
hal ini menjadi masalah yang jauh lebih suram daripada yang pertama
kali kemunculannya. Konsep kebenaran didasarkan pada sesuatu itu
sendiri yang diketahui benar melampaui segala kemungkinan keraguan
untuk menjamin. Dari awal perkembangan filsafat Barat kebenaran telah
menjadi bahan perdebatan di kalangan praktisi, khususnya masalah
kriteria apa yang bisa menjamin kebenaran. Apa pun yang menjamin
konsep kebenaran harus dijamin oleh sesuatu yang lain. Proses yang
tidak pernah bisa berakhir, artinya bahwa yang terbaik adalah yang
memiliki derajat kebenaran, atau mungkin hanya keyakinan tentang
tingkat kegunaan yang lebih besar atau lebih kecil.
Kebenaran, dengan kata lain harus diperlakukan sebagai bagian dari
konsep absolut. Para pengikut aliran dekonstruksi poststrukturalis asal
Perancis “Derrida”, untuk siapa makna harus dipertimbangkan dalam
keadaan konstan, mengubah secara halus dari pernyataan ke pernyataan,
dari waktu ke waktu, dan dari peserta ke peserta dalam proses berwacana.
Kebenaran di bawah dispensasi semacam itu adalah kualitas variabel,
tidak pernah diperbaiki, atau dapat diperbaiki; terus bergerak, tidak
pernah bisa mencapai keadaan berada di luar semua kemungkinan
keraguan. Bagi para dekonstruksionis ini adalah cara kerja wacana, dan
kita tidak punya pilihan selain mengakomodasi. Implikasi dari posisi
politik dan ideologi cukup mengkhawatirkan. Kepastian pengetahuan
tampaknya merupakan keinginan yang tidak dapat dicapai. Bawa
179
argumen ini ke kesimpulan logisnya, dan tidak ada nilainya penilaian
dapat memiliki klaim validitas yang lebih besar daripada yang lain. Jika
semua kebenaran itu relatif, lalu bagaimana kita mengetahui mana yang
terbaik untuk dipilih?
Bagaimanapun, penilaian dari nilai masih akan menuntut untuk
dibuat skeptisisme, meskipun tidak dapat dihindari dalam kehidupan
sosial, keberadaan sehari-hari di mana kita selalu harus memilih di
antara tindakan, menimbang kemungkinan konsekuensi di masingmasing kasus. Namun, bagi para relativis, mereka tidak pernah dapat
didefinisikan sebagai apa pun selain ada hoax, dan itu sepertinya tidak
cukup untuk memuaskan sebagian besar masyarakat yang percaya
kebenaran menjadi lebih stabil.
Fenomena dari itu alternatifnya adalah kita semua mengada-ada
saat kita berjalan, yang bagi kebanyakan orang adalah keadaan yang
mengganggu urusan, mengubah wacana menjadi sesuatu yang lebih
mirip dengan anarki. Skeptisisme, dan varian kontemporernya, tetap
merupakan kehadiran yang menjengkelkan dalam perdebatan tentang
sifat kebenaran, dalam hal itu sangat sulit untuk membantah argumennya
secara meyakinkan.
Sebenarnya, sebagai skeptis tetap bersikeras, konsep yang jauh
lebih problematis daripada yang cenderung kita asumsikan. Skeptisisme
sangat persuasif pada titik itu, meskipun pada dasarnya itu adalah
bentuk negatif dari kritik filosofis. Apa yang skeptis tidak bisa lakukan
adalah memberitahu bagaimana membuat penilaian dengan rasa
kepercayaan diri besar, yang mungkin sebagian besar dari kita ingin tahu
ketika berhadapan oleh dilema moral, hanya apa yang mencegah untuk
melakukannya atau membuat setiap keputusan.
Untuk skeptis, tidak pernah ada jaminan utama untuk menyelesaikan
proses. Hal ini akan muncul dan bermain ke tangan post-truth, dan pasti
menghormatinya; namun berbagai perbedaan harus dibuat antara posisi
mereka dan sikap skeptis, dan itu akan menjadi perhatian utama. Bahkan
jika kita menerima bahwa semua orang mengartikannya informasi
dengan cara yang berbeda, sesuai dengan minat pribadi mereka dan
kekhawatiran, bagaimana anda bisa menafsirkan “kebenaran” yang
ditemukan?
Berita palsu yang berkembang di internet terlebih di media sosial
(yang tentu saja memunculkan prospek yang sangat menarik bagi
180 | Komunikasi dalam Media Digital
pengiklan, yang kontribusinya akan dipertahankan situs dan berjalan
selama pembaca terakumulasi). Bisa saja prasangka memberikan
penilaian nilai yang dapat diandalkan ketika datang ke isu-isu politik.
Atau ketika menyangkut masalah etika yang kompleks. Di sanalah
masalah filosofis dengan konsep kebenaran, dengan apa adanya dan
apa yang kita inginkan. Semua tindakan dan perilaku manusia yang
diakibatkan karena pengaruh perkembangan teknologi adalah akibat dari
determinisme teknologi. Awal perkembangannya teknologi diciptakan
untuk mempermudah pekerjaan komunikasi, akan tetapi jurstu berakibat
sebaliknya lambat laun malah keberadaan manusia dalam sebuah sistem
industri media kini tergeser perannya (Surahman, 2016:31-42).
Munculnya teori masyarakat massa dan industri media massa pada
puncaknya, teori masyarakat massa melukiskan gambaran mengerikan
tentang masa depan totaliter di mana elit sinis bertekad menciptakan
dan mempertahankan kekuasaan absolut yang dimanipulasi media. Kita
hidup hari ini di era yang ditransformasikan oleh media baru yang kuat
— oleh komunikasi satelit mengelilingi dunia sementara media berbasis
komputer menyerang tidak hanya milik kita rumah, tetapi setiap sudut
dan setiap menit dari hari-hari kita. Teknologi ini memberi bangkit ke
harapan yang tidak realistis dan menginspirasi ketakutan yang tak terkira.
Meskipun kita tidak terancam oleh propaganda totaliter, kita secara
teratur dibanjiri oleh negatif berita dan iklan politik yang memberi kita
sinisme tentang politik (Baran & Davis, 2010:280-281).
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa teknologi komunikasi sejak awal
abad 21 muncul Pro–kontra dalam perjalanannya sebagai pendatang atau
fenomena baru dalam industri media. Perubahan secara menyeluruh
secara kolektif dirasakan oleh hampir semua pemilik atau industri media,
dan kehadirannya memengaruhi banyak orang yang pada akhirnya
juga mempengaruhi pola perilaku dalam mengakses berita. Connected
World tidak ada lagi batasan dimensi ruang dan waktu selalu berubah
dan globalisasi adalah dunia terus bergulir tanpa ada batasnya; atau
meminjam istilahnya McLuhan sebagai global village (McLuhan,1994:12;
Fakih, 2006:87; Surahman,2016a:88).
Hampir setiap aspek kehidupan kita sehari-hari semakin dimediasi
melalui berbagai bentuk konten digital antara lain; akses ke pengetahuan,
ekspresi budaya, hubungan interpersonal, pekerjaan, politik, dan
bahkan perdagangan. Dalam upaya memperkenalkan beberapa yang
paling signifikan dan seringkali bertentangan. Munculnya masyarakat
Komunikasi dalam Media Digital | 181
digital, merupakan peristiwa dan konsep historis yang mendasar seperti
munculnya komputasi terdistribusi pribadi dan internet, determinisme
teknologi, evolusi konsep “pengguna” dan tipologinya, dan representasi
audiens serta komunitas masing-masing yang terletak dalam konteks
sosiohistoris dan latar belakang akademik masing-masing.
Teknologi komunikasi semakin menawarkan kesempatan seperti
itu, sebagai teknologi perkembangan telah membuat kriteria seperti
“satu arah” versus “dua arah,” “dimediasi” versus “non-perantara,” dan
“khalayak besar yang sama” versus “sejumlah kecil “interaksi yang akrab”
kurang tepat dan dengan demikian kurang berguna untuk membedakan
komunikasi massa dan komunikasi interpersonal (Peters, 1994).
Perkembangan ini didorong Chaffee dan Metzger (2001) mengusulkan
bahwa masyarakat dapat menyaksikan akhir misal komunikasi
sebagai teknologi digital interaktif membongkar siaran tradisional dan
memberikan interaktivitas, personalisasi, dan kontrol audiens ke tingkat
yang belum pernah terjadi sebelumnya (Athique:2013:163).
Rasanya seolah-olah sesuatu yang mendasar telah berubah di
ranah publik, dan berubah menjadi buruk. Karena itu kebenaran perlu
dipertahankan, dan itulah yang menjadi tujuan dari sisa buku ini. Ada
terlalu banyak dipertaruhkan untuk membiarkan post-truth mendominasi
panggung politik dan mendikte karakter perdebatan: ‘kebenaran akan
hilang’ hanya jika tawaran pengambilalihan ini ditampilkan untuk
bahaya yang sangat signifikan bagi idealisme dan demokrasi cara hidup
liberal (sekali lagi, mengambil gagasan itu dalam arti luas). Momok ini
milik kita sendiri, dan itu harus dikonfrontasi dan diusir, semakin cepat
lebih baik.
Beberapa pengaruh pandangan McLuhan pada karya orang lain
termasuk Jean Baudrillard dan Nicholas Negroponte juga dibahas.
Disampaikan bahwa meskipun McLuhan mengatakan bahwa “kita
membentuk alat kita dan alat kita membentuk kita”, dia tidak terlalu
memperhatikan komponen pertama dari pernyataan ini, membuatnya
bertentangan dengan aliran pemikiran yang disebut sebagai
“pembentukan sosial teknologi”/Social Shaping of Technology (SST).
Gagasan sentral SST, sosiologi media, keberatan terhadap determinisme
teknologi, dan pembentukan sosial media kemudian dieksplorasi lebih
lanjut. Konsep “pengguna” dan evolusinya diperlakukan dan pandangan
tentang “pengguna sebagai anggota kerumuna’’ serta “audiens sebagai
komunitas” diperkenalkan. Sekolah Frankfurt kemudian disajikan untuk
182 | Komunikasi dalam Media Digital
bekerja sebagai latar belakang dalam mendiskusikan audiensi aktif,
aktivitas digital, komunitas praktik, dan komunitas virtual (Athique,
2013:5-49).
Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi mengikis
pandangan jurnalistik lama akibat ketidakberdayaan dalam beradaptasi
dan menerima arus budaya global yang kuat dari kemajuan teknologi
informasi. Kajian media cenderung menonjolkan kritik terhadap budaya
popular yang termediasi. Ketika budaya telah bergeser menjadi industri
maka budaya yang bersangkutan akan dominan merepresentasikan
modernitasnya. Konsep budaya modernitas sendiri tidak bisa menolak
hadirnya ideologi kapitalisme liberal. Dalam konteks ini budaya
kapitalisme liberal lebih dimaknai atas nilai materialnya ketimbang nilai
spiritualnya (Arifiannto, 2015:12-13).
Sebuah fakta bisa menjadi kebenaran atau menjadi kebohongan yang
sepenuhnya jika melampaui fakta itu sendiri. Post-Truth memanipulasi
secara kreatif dan penemuan faktanya dapat membawa ke dalam sebuah
manipulasi yang akurasi kebenarannya merupakan kebenaran naratif.
Post-Truth menggambarkan pendangan tertentu saja, akan tetapi istilah
post-truth ini juga digunakan untuk menggambarkan secara umum. Era
ini kemudian disebut era pasca kebenaran karena merupakan zaman di
mana yang mencerminkan keadaan ketika batas-batas antara benar dan
bohong, kemudian antara jujur dan kejujuran dan curang, atau antara
fiksi dan nonfiksi (Keyes, 2004:113-114)
Sementara itu asumsi dari pasca kebenaran menurut McComiskey
jika retorika pasca kebenaran tersebut tidak terkendali maka
akan mempengaruhi wacana publik. Pasca kebenaran ini banyak
menyampaikan berita palsu, omong kosong, penyangkalan palsu, dan
propaganda, yang disiarkan melalui media-media baru seperti media
sosial karena kekuatan penyebarannya yang relatif cepat berbeda dengan
media konvensional (media cetak/jurnalistik lama) (McComiskey,
2017:37-38).
Pembahasan
Post Truth dan Media Sosial
Kemunculan media sosial tidak lagi menjadi sesuatu yang baru
di masyarakat, bahkan sangat dekat dengan semua pengguna internet.
Media sosial memberikan kemudahan bagi user atau membernya dengan
Komunikasi dalam Media Digital | 183
mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi baik dalam bentuk
vlog, blog, jejaring sosial, forum, atau pun dalam bentuk komunitas
virtual lainnya. Semakin mudahnya fasilitas untuk mengakses internet
membuat perkembangan media sosial sangat pesat bahkan tidak yang
memanfaatkan media ini untuk keperluan pribadi, bisnis dan penyebaran
informasi Hoax.
Kekuatan platform berita internet atau media online diperkuat oleh
pengguna/penyebar dan penerima. Aktor yang menggunakan media
sosial untuk memulai pertengkaran, membuat marah orang, dan menabur
kebingungan di antara mereka penerima pesan dengan menyebarkan
informasi yang seringkali dan palsu dan membuat pembacanya
meradang. Banyak penggunan berpura-pura menjadi siapapun dengan
membuat banyak akun di media sosial untuk menyebarkan berita palsu
dan cerita-cerita menyesatkan.
Berdasarkan sudut pandang paradigma psikologis sosial klasik,
komunikasi efektif akan terjadi ketika sumber yang dapat dipercaya
menyampaikan argumen yang kuat kepada target audiens yang menerima
informasi disertai bukti. Akan tetapi pada lingkungan seperti saat ini
yang terpolarisasi, kuatnya politik identitas membuat partisan melihat
lawan politik dan ideologi mereka sebagai ancaman dari eksistensial.
Sebagai contoh fenomena polarisasi di Indonesia misalnya
polasrisasi partai politik telah meningkat selama pemilihan presiden
periode 2019-2024 karena sejumlah alasan, antara lain; pertama,
korespondensi antara divisi partai dan perbedaan sosial ekonomi dan
ideologi. Koalisi paslon 01 adalah partai wong cilik, penduduk desa,
dan, merakyat. Sebaliknya, koalisi paslon 02 mewakili orang-orang elit,
pintar, dan orang kaya. Pertemuan afiliasi partai dan lampiran kelompok
lainnya, tentu saja, memperkuat rasa “kami lawan mereka.” Intensifikasi
pengaruh partisan, tentu saja, tidak berlaku untuk segmen pemilih yang
tidak mengidentifikasi dengan partai. Kedua, evolusi dan revolusi media
digital telah menghasilkan banyak hal yang luar biasa bagi perubahan
pasar media. Saat ini, partisan memiliki banyak peluang untuk mencari
informasi dari penyedia yang memiliki perspektif yang sama dengan
selera mereka sendiri. Dengan cara seperti ini, mereka menjangkau
individu yang relatif memiliki motif partisan yang lemah.
Jutaan orang Indonesia membaca atau menemukan laporan palsu
tentang pemilu 2019, baik di Instagram, Facebook, Twitter, dan, media-
184 | Komunikasi dalam Media Digital
media online lainnya. Mengingat kenaifan politik, banyak kemungkinan
pemilih percaya pada keakuratan berita-berita yang tersebar tersebut,
meskipun bukti yang tersedia tiddak cukup untuk membenarkan berita
tersebut.
Jadi pasca kebenaran bisa juga diartikan segala sesuatu yang
disampaikan oleh seseorang melalui media online atau media sosial
ketika melihat kebenaran yang sesungguhnya di media konvensional.
Kebenaran yang ada di media kemudian dekonstruksi ulang sesuai
dengan pemikiran dan asumsi pembacanya yang merasa apa yang
diketahuinya adalah hal yang paling benar. Hal inilah yang pada akhinya
dapat mengaburkan nilai isi berita yang menghiasi media itu bisa menjadi
benar dengan kebenarannya dalam semangat yang lebih benar daripada
kebenaran itu sendiri.
Masyarakat Digital dan Media Sosial
Arus putaran revolusi industri teknologi komunikasi dan informatika
yang belum cukup kuat dengan adanya penguatan literasi media justru
membentuk kondisi kejiwaan yang tidak sehat dalam mengemukakan
pendapat atas nama kebebasan mengemukakan pendapat. Jutaan orang
Indonesia membaca atau menemukan laporan palsu tentang pemilu 2019,
baik di Instagram, Facebook, Twitter, dan, media-media online lainnya.
Mengingat kenaifan politik, banyak kemungkinan pemilih percaya pada
keakuratan berita-berita yang tersebar tersebut, meskipun bukti yang
tersedia tidak cukup untuk membenarkan berita tersebut.
Informasi yang membajiri halaman media sosial terjadi secara simultan
dan berkesinambungan menimbulkan kebiasaan dan perilaku baru bagi para
penggunanya, ada reaksi yang diakibatkan oleh aksi dan ada juga aksi yang
diakibatkan oleh reaksi dalam sebuah komunitas virtual yang terbentuk.
Keberadaan komunitas virtual tidak bisa lepas dari ketergantungannya
dengan internet. Komunitas virtual adalah ruang komunikasi dan saluran
paling atas untuk kata-kata yang dibagikan secara online dari halaman ke
halaman atau dari mulut ke mulut (Surahman, 2018:55).
Masyarakat dalam ruang virtual menjadi gagasan baru yang hendak
diketengahkan dalam artikel ini. Suatu gagasan yang ingin menawarkan
kontribusi baru tentang prospek muslim kosmo-politan sebagai netizen
yang kesehariannya terjerat jejaring media sosial. Hal ini secara spesifik
berkaitan dengan berbagai aktivitas di media sosial, terutama pada
beberapa isu yang menjadi perbincangan netizen terkait dengan isu
Komunikasi dalam Media Digital | 185
moral universal kosmopolitan. Tentu saja artikel ini tidak akan mengulas
satu persatu pengguna media sosial secara menda-lam terkait aktivitas
mereka di media sosial, tetapi akan menyajikan berbagai aktivitas di
media sosial yang fenomenal sebagai salah satu bentuk yang mendorong
gagasan muslim kosmopolitan.
Netizen pengguna jejaring media sosial semua bisa bergabung
dan berbagai komunitas virtual lainnya untuk bisa terlibat dalam
aktivitas jejaring tersebut. Termasuk menjelajah di dunia virtual apapun
yang dikehendaki, serta berbagi informasi apapun yang hadir dalam
komunitas. Salah satu media online yang paling digandrungi anak muda
saat ini adalah media sosial (Surahman, 2016:54).
Aktivitas masyarakat digital di media sosial bisa dipahami
sebagai masyarakat siber dalam memproduksi segala bentuk konten
yang dipublikasikan melalui media sosial. Masyarakat digital sebagai
bentuk dari “pe-label-an” untuk formasi sosial baru yang merupakan
dampak dari perkembangan teknologi komunikasi. Masyarakat digital
bergantung pada computer mediated communication (CMC), seperti
instagram, twitter, facebook, email, blog, vlog, youtube, dan lainnya,
dalam menumpahkan berbagi pemikiran atau informasi secara instan
yang tidak lagi dibatasi jarak, ruang, dan waktu. Aktivitas netizen
di media sosial dapat menjadikan seorang netizen sebagai produsen
informasi, distributor informasi, dan juga sekaligus menjadi konsumen
informasi itu sendiri. Materi atau konten tersebut dapat berupa teks
tulisan, berbagai jenis gambar, visual, audio atau video. Makin meluasnya
penggunaan media sosial di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir
merupakan variasi yang sifatnya temporal.
Variasi temporal dan intensitas di media sosial mampu mendorong
munculnya aksi dan reaksi massa. Pada waktu tertentu dan kasus yang
berbeda, percakapan di media sosial dapat muncul kembali untuk
meningkatkan intensitasnya. Intensitas tersebut akan memiliki kekuatan
yang lebih besar dari aktivitas di media sosial yang sebelumnya. Hal
ini memberikan bukti mengenai hubungan antara aktivitas di media
sosial dengan aksi dan reaksi massa sebagai gerakan sosial masyarakat
digital. Pada konteks masyarakat digital dan perkembangan teknologi
terkait pemanfaatan telekomunikasi dan informasi, tentu pengaruhnya
besar dalam perubahan tatanan kehidupan kemasyarakatan. Baik dalam
hubungan sosial disebabkan oleh sifat komunikasi yang fleksibel dan
memasuki aspek-aspek kehidupan manusia.
186 | Komunikasi dalam Media Digital
Penutup
Post-truth tidak dapat dianggap sebagai bagian yang dapat diterima
dari masyarakat demokrasi, yang seharusnya dijalankan atas dasar alasan
dan rasa hormat hak asasi manusia. Post-truth tidak seharusnya dan tidak
boleh mengisi kekosongan untuk mendominasi dan memanipulasi berita
untuk mempengaruhi audiens terlebih di media sosial. Secara emosional
hal tersebut terlalu rentan untuk bisa merusak hak asasi manusia dalam
upaya mencapai tujuan mereka. Oleh karena itu kemunculan post-truth
harus dilawan dan itu berarti dibutuhkan penekanan yang lebih besar
dalam pemeriksaan fakta ketika muncul dalam penryataan politik,
pernyataan kritis, situs berita online, dan media-media sosial. Ada
kebutuhan mendesak untuk membentuk lebih banyak organisasi yang
didedikasikan dalam tugas ini, siapa yang akan terus menyiarkan temuan
mereka. Bahkan jika terlihat proses penyiaran temuan itu lebih lambat,
maka kebenaran juga mampu menjadi viral sebagai pasca-kebenaran.
Proses transformasi komunikasi melalui media digital pada akhirnya
membentuk masyarakat digital, dan media digital telah menguasai
hampir semua ruang kehidupan manusia dalam berkomunikasi. Media
digital adalah media yang dikodekan dalam format mesin yang dapat
dibaca (machine-readable). Media digital membentuk masyarakat digital
sehingga ini menjadi awal era baru dari sejarah industri teknologi
komunikasi dan informasi. Masyarakat dan dunia digital saat ini
bertransformasi sebagai masyarakat paperless, karena semua produk
informasi mampu dengan berbasis computer dan jaringan internet.
Daftar Pustaka
Arifiannto, S. (2015). Kontruksi teori-teori dalam perspektif ”kajian
budaya dan media”. Jurnal Ilmu Komunikasi, 3(2), 1–16.
Athique, Adrian. Digital media and society: an introduction. . Cambridge:
Polity Press, 2013. ix, 295 pp. ISBN: 978-0-7456-6229-9.16.99.
Baran, Stanley.J & Davis, Dennis K. (2010). Teori Dasar Komunikasi
Pergolakan, dan Masa Depan Massa. Ed.5. Jakarta; Salemba
Humanika.
Keyes, R. (2004). The Post-Truth Era. New York: St. Martin’s Press, 175
Fifth Avenue, New York, N.Y.
Iyengar, Shanto and Douglas S. Massey. (2018). Scientific communication
in a post-truth society. 7656–7661 | PNAS | April 16, 2019 | vol. 116
| no. 16 www.pnas.org/cgi/doi/10.1073/pnas.1805868115
Komunikasi dalam Media Digital | 187
McComiskey, B. (2017). Post-Truth Rhetoric and Composition. Colorado:
Univesity Press of Colorado.
Surahman, S. (2016). Determinisme Teknologi Komunikasi dan Globalisasi
media Terhadap Seni Budaya Indonesia. Jurnal Rekam, 12(1), 31–42.
Retrieved from http://journal.isi.ac.id/index.php/rekam/article/
view/1385
Surahman, S. (2018). Publik Figur Sebagi Virtual Opinion Leaderdan
Kepercayaan Informasi Masyarakat. Jurnal Wacana, 17 (1), 53-63.
188 | Komunikasi dalam Media Digital
Filter Gelembung, Ruang Bergema,
dan Personaliasi Algoritma
1
Sinta Paramita, 2Riris Loisa, 3Yugih Setyanto, dan 4Verani Indiarma
1,2,3
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara
4
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi
Unversitas Bengkulu
1
E-mail
[email protected] 2
[email protected]
3
[email protected] [email protected]
Pendahuluan
“We shape our tools, and thereafter our tools shape us”
Marshall McLuhan
Meresapi kalimat Marshall McLuhan terkait tools atau alat yang
diciptakan manusia, pada dasarnya alat digunakan untuk mempermudah
manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Namun kenyataanya
saat ini, alat yang diciptakan manusia, justru mengikat dan membelengu
kehidupan manusia. Sebagai contoh adalah penemuan jam tangan oleh
Peter Henlein pada tahun 1510, mengubah dunia hingga saat ini (Luthfi,
2018). Manusia pada jaman itu sepakat menentukan menit, detik, dan
jam sebagai ukuran satuan waktu yang dapat memudahkan manusia
untuk bertemu, bercocok taman dan lain-lain. Namun kini, Jam sebagai
tools telah membentuk struktur kehidupan manusia untuk menunjukan
waktu makan, kerja, tidur, dan lain-lain. Sadar atau tidak alat telah
membentuk kehidupan manusia.
Analogi terkait penemuan jam tangan terkecil pada saat itu,
relevan dengan penemuan teknologi yang mengubungkan manusia
diseluruh dunia. Penemuan sosial media nyatanya dapat mengubah
dan membentuk kehidupan hingga saat ini. Menurut Meike dan Young
media sosial adalah konvergensi antara komunikasi personal dalam arti
saling berbagi antara individu atau to be shared one to one dan media
publik untuk berbagi kepada siapapun tanpa ada kekhususan individu
(Candraningrum, 2018). Pola kehidupan yang baru saat ini selain
memiliki dampak positif khususnya dibidang ekonomi digital, tetapi juga
memiliki dampak negatif. Dampak negatif masuk melalui smartphone
189
yang selalu berada di dekat kita dan masuk dalam pikiran penggunanya.
Kebutuhan akan informasi membuat manusia terjebak dalam lingkaran
filter gelembung atau filter bubbles.
Eli Pariser mengatakan bahwa filter gelembung bersifat pribadi
dan sebuah budaya yang menimbulkan konsekuensi sosial ketika
manusia mulai menjalani kehidupan sharing (Pariser, 2011). Seperti
yang dikatakan Danah Boyd melalui pidato di Web 2.0 Expo 2009 yang
menyatakan bahwa:
“Our bodies are programmed to consume fat and sugars because they’re
rare in nature.... In the same way, we’re biologically programmed to
be attentive to things that stimulate: content that is gross, violent, or
sexual and that gossip which is humiliating, embarrassing, or offensive.
If we’re not careful, we’re going to develop the psychological equivalent
of obesity. We’ll find ourselves consuming content that is least beneficial
for ourselves or society as a whole.” (Pariser, 2011)
Tubuh kita sudah memiliki sistem yang terprogram untuk
mengkonsumsi makanan lemak dan gula. Dengan cara yang sama
seperti program biologi, tubuh akan memberikan perhatian pada konten
negatif, kekerasan, seksual, gossip, menyinggung, dan lain-lain. Jika
manusia tidak berhati-hati dalam mengatur kondisi psikologisnya akan
menyebabkan obesistas, bahkan merusak pikiran dengan konten yang
tidak bermanfaat.
Lebih lanjut Pariser memaparkan terserah pada alat apa yang
digunakan, filter gelembung menciptakan personalisasi pada
penggunanya dalam bentuk autopropaganda yang tidak terlihat, bahkan
filter gelembung dapat mengdoktrinasi penggunakanya dengan ideide pengguna sosial media. Filter gelembung dapat memperkuat hasrat
pengunannya akan suatu hal yang ingin mereka ketahui tanpa disadari
pengguna terjebak dalam wilayah gelap yang tidak diketahui. Filter
gelembung menyediakan ruang berdasarkan hasrat atau keingginan
pengguna sosial media untuk mendapatkan informasi yang mereka
inginkan. Sebagai contoh jika pengguna sosial media tersebut menyuka
informasi tentang memasak, maka seluruh informasi tentang memasak
akan muncul dari seluruh sosial media atau search engine yang mereka
gunakan. Lebih lanjut Pariser menjelaskan seseorang yang mencari
informasi memasak, filter gelembung tidak akan mungkin memberikan
informasi tentang memancing.
190 | Komunikasi dalam Media Digital
Secara ilmiah, kesalahpahaman dalam menyimpulkan informasi
dipengaruhi oleh keterbatasan individu dalam berelasi dengan individu
lain dalam ekosistem digital (Wisnuhardana, 2018). Kesalahpahaman
dalam menyimpulkan atau memaknai informasi dapat berakibat buruk
bagi pengguna internet tersebut. Seperti yang sering kita dengar tentang
kasus hoax dan ujaran kebencian belakangan ini. Menurut laporan data
Daily social: distribusi hoax di media sosial 2018 menunjutkan platform
atau aplikasi sosial media yang digunakan untuk menyebarkan hoax
diurutan pertama adalah Facebook 77.76%, selanjutnya Whattsup
72.92%, Instagram 60.24%. Masih dari data yang sama menurut laporan
data Daily social: distribusi hoax di media sosial 2018. Terdapat 77.76%
pengguna sosial media mengirimkan pesan ujaran kebencian tersebut
kepada individu lain atau group lain.
Ekosistem digital (digital ecosystem) didefinisikan sebagai suatu
lingkungan yang bersifat kolaboratif dan berjejaring untuk mengatasi
kelemahan arsitektur lama yang bersifat sentralistik dan kaku. Dengan
lahirnya ekosistem digital setiap individu adalah produsen sekaligus
konsumen dari informasi yang diciptakan melalui berbagai macam
platform media sosial (Wisnuhardana, 2018). Lebih lanjut dalam
ekosistem digital, mengklasifikasikan individu dalam ruang bergema
echo-chamber. Setiap individu akan diisi dengan oleh individu lain yang
memiliki pandangan, sikap, preferensi yang sama atas suatu topik dan
objek. Jika suatu topik memiliki dua pilihan ekstrem, maka masingmasing individu akan cenderung untuk menegaskan, menguatkan, dan
meneruskan, setiap informasi yang sesuai dengan pandangan mereka.
Begitu juga wadah bergema yang lain (Wisnuhardana, 2018).
Eli Pariser menjelaskan algoritma website dapat membentuk suatu
mekanisme tertentu, data yang masuk akan menyesuaikan dengan situs
apa yang paring sering individu kunjungi, komentar apa saja yang paling
kita sukai, dan berita-berita apa yang paling sering kita baca (Pariser,
2011). Algoritma website, akan menganalisis kebiasaan-kebiasaan
tersebut, sehingga individu akan cenderung diberikan informasi yang
sebelumnya pernah dikonsumsi. Individu akan mendapat dapatkan
saringan informasi yang relevan dengan keinginan. Relevan atau tidaknya
informasi yang diperoleh didasarkan pada jejak digital yang pernah
diakses (Pariser, 2011).
Komunikasi dalam Media Digital | 191
Diagram 1: Echo- Chamber
(Sumber: Rahkman, 2019)
Dari diagram satu echo-chamber di bawah dapat dijelaskan bahwa,
pengguna media sosial memiliki kecenderungan untuk mencari search,
click, dan like. Ketiga kecenderungan ini akan menjadi data yang
terekam secara otomatis dalam sebuah teknologi algoritma technology
algorithm. Teknologi algoritma akan terus memberikan informasi
kepada pengguna User media sosial berdasarkan rekam jejak digital
tersebut, bisa saja muncul data-data tersebut ketika pengguna internet
atau User sedang membuka berita online melalui aplikasi google search,
bisa juga data tersebut tiba-tiba muncul ketika pengguna sedang asing
bermain instagaram, Facebook, Twitter, dan lain-lain. Dalam keadaan
inilah pengguna sosial media masuk dalam wadah bergema echochamber. Lebih lanjut echo-chamber memiliki efek tersendiri, mulai dari
efek distorsi informasi berdasarkan personalisasi penggunanya. Juga efek
polarisasi pendapat. Namun dalam riset sederhana ini, peneliti hanya
melihat Bagaimana filter gelembung dan ruang bergema membentuk
personalisasi pengguna internet melalui teknolgi algoritma.
Melihat fenomena tersebut, penelitian ini menggunakan metode
etnografi virtual (Nasrullah, 2017). Etnografi memiliki kemampuan
untuk melakukan eksplorasi dalam hubungan digital. Lebih lanjut,
penelitian yang mengekplorasi dunia digital memberinya dengan
istilah netnografi (Kozinets, 2002). Proses etnografi pada tiap penelitian
memiliki perbedaan, dan tidak ada konsensus yang mendasari proses
192 | Komunikasi dalam Media Digital
etnografi. Hal ini berperan memberikan kegagalan pada etnografer.
Secara tegas, Hine menolak untuk mengidentifikasi tahap-tahap tertentu
dalam melakukan etnografi (Hine, 2000). Namun sejumlah ahli telah
berusaha memberikan beberapa definisi formal terhadap etnografi.
Hurley menjelaskan beberapa kesepakatan yang muncul dari para
ahli tentang prosedur etnografi virtual. Pertama, bahwa netnografi
berpusat pada komunikasi berbasis teks sebagai sarana fokus penelitian.
Kedua, proses pengambilan catatan lapangan rinci tetap dilakukan oleh
peneliti sebagai pengamat partisipan. Kemudian diikuti oleh review yang
akurat, selanjutkan melakukan identifikasi pada pola-pola yang muncul,
kajian literatur lokal yang mungkin ada, serta penggunaan literatur untuk
mengembangkan perspektif teoritis (Achmad & Ida, 2018). Walau pun
banyak kritik yang muncul dari lahirnya metode netografi ini, setidaknya
metode ini bisa menjadi landasan untuk mendekati objek yang diteliti
dalam ruang siber.
Teknik pengumpulan data dalam melakukan metode netnografi
virtual adalah. Pertama, mengidentifikasi permasalah apa yang muncul
dalam ruang siber. Kedua, melakukan negosiasi akses kepada para
narasumber atau user. Ketiga, melalukan wawancara dan observasi
mendalam kepada narasumber baik online maupun offline. Keempat,
mengembalikan hasil riset tersebut kepada narasumber dan masyarakat.
Pembahasan
Menjadi menarik ketika setiap individu ternyata memiliki
ketertarikan yang berbeda dalam mendapatkan informasi. Pariser
mengatakan orang yang berbeda pendapat akan mendapatkan hal yang
berbeda pula “is now personalized, different people get different things”
(Pariser, 2011). Algoritma sangat mengatur dunia penggunanya, mereka
yang akan memutuskan apa saja yang akan kita lihat dan memastikan
kita hanya terpaku dengan apa yang kita lihat pada relevanasi. Algoritma
juga memastikan bahwa mereka menunjukan kepada kita hal-hal
nyaman berdasarkan sudut pandang kita. Lebih lanjut (Pariser, 2011)
mengkategorikan informasi sebagai berikut:
1) Relevant : Sistem algoritma akan cenderung mencari informasi yang
relevan dengan kehidupannya.
2) Important : Sistem algoritma jugaakan hanya mencari informasi
yang penting bagi kehidupannya.
Komunikasi dalam Media Digital | 193
3) Uncomfortable: selain itu algoritma juga tidak mungkin memaparkan
informasi-informasi yang tidak nyaman. Sistem tersebut akan
membuat pengguna internet terpaku pada hal-hal yang nyaman.
4) Challenging: Algoritma memberitakan
penggunakanya seusia dengan minta.
tantangan
untuk
5) Other point of view: hal yang terpenting juga adalah algoritma akan
mencari data sesuai dengan sudut pandang penggunanya.
Sebagai contoh aplikasi media sosial yaitu Instagram. User (1)
memiliki kesukaan pada informasi terkait kuliner, olah raga Tae Kwon
Do, Traveling, dan Arsitektur seni bangunan. Sedangkan User (2)
memiliki kesukaan pada online shoping dan film Cartoon We Are Bare.
Sistem algoritma secara otomatis, akan menyajikan data-data yang
berkaitan dengan inginan penggunanya dalam menu beranda pada
aplikasi Instagram yang mengambarkan personalisasi dari user. Berikut
ini adalah halaman beranda Instagram masing-masing penggunanya.
User (1)
User (2)
Gambar 1: Beranda Instragram User (1) dan User (2)
194 | Komunikasi dalam Media Digital
Begitu juga pada pengguna sistem algoritma pada pengguna Netlix.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas aplikasi Netflix adalah aplikasi yang
memiliki keunggulan berupa menampilkan film-film dari seluruh dunia.
Aplikasi Netflix memiliki program family Netflix yang menggabungkan
5 user ddalam satu rumah. Peneliti mengamati kepada 3 user pengguna
apalikasi Netflix. Sebagai contoh User (1) mempunyai karakteristik
menyukai film Hollywood comedy. Teknologi algoritma akan mencari filmfilm yang sesuai dengan kesukaannya dan menyajikannya pada halaman
utama Netflix User (1). Pada user (2) yang memiliki ketertarikan pada
film atau drama Korea, Teknologi algoritma cenderung akan mencari
film dan drama Korea pada halaman utama Netflix User (2). Begitu pula
pada User (3) memiliki kesukaan pada film-film anime Jepang. Teknologi
algoritma akan mencari film-film terkait anime Jepang dan juga akan
menyajikan referensi tersebut dalam halaman utama Netflix User (3).
Dari ketiga user Netflix dalam satu rumah terlihat personalisasi dari
ketiga user. Pesonalisasi tersebut tercermin dari kesukaan dan genre yang
berbeda dalam menonton film. Dengan sistem algoritma secara otomatis
Netflix akan menyajikan film-film sesuai dengan inginkan penggunanya
dalam beranda Netflix ketika pengguna membuka aplikasinya. Berikut
ini adalah halaman beranda Netflix masing-masing penggunanya.
User (1)
User (2)
User (3)
Gambar 2: Beranda Netflix User (1), User (2), dan User (3)
Komunikasi dalam Media Digital | 195
Tidak hanya pada pengguna Netflix dan Instagram yang juga masuk
dalam Algoritma, tetapi aplikasi e-commerce juga memiliki sistem serupa
dengan menampilakan barang-barang yang pernah dicari oleh user melalui
rekam jejak digital. Sepertinya halnya pada aplikasi Tokopedia.com. User (1)
sedang mencari informasi terkait produk tas apa yang akan ia beli melalui
aplikasi Tokopedia melalui handphone. Peneliti mengamati tampilan
layar beranda pada aplikasi Tokopedia terlihat berbagai jenis tas terlaris di
Tokopedia dipamerkan. Pada user (2) menggunakan aplikasi Tokopedia
hanya untuk membeli tiket bioskop dan top up pulsa dan lain-lain yang
berkaitan dengan uang digital. Peneliti mengamati tampilan layar beranda
pada aplikasi Tokopedia pun juga berbeda dengan user (1). Berikut ini adalah
halaman beranda Instagram masing-masing penggunanya.
User (1)
User (2)
Gambar 3: Beranda Tokopedia User (1) dan User (2)
Dari tiga contoh di atas, pandangan Pariser terhadap filter gelembung
nampaknya dapat dibuktikan. Teknologi algoritma akan mengisolasi user
dalam filter gelembung. Ketika user sudah masuk dalam filter gelembung,
196 | Komunikasi dalam Media Digital
berdasarkan relevant, important, uncomfortable, challenging, dan other point
of view. Teknologi algoritma akan memberikan informasi serupa secara
terus menurus oleh berbagai aplikasi kepada user kembali, proses itulah
yang akan membentuk ruang bergema echo-chamber. Aktivitas tersebut
akan membentuk personalisasi dari user. Jika digambarkan dalam diagram
berdasarkan hasil pengamatan user dalam penelitian ini sebagai berikut
Gambar 4: Model Personalisasi User dalam filter gelembung
Personalisasi pengguna internet yang berada ditengah dunia informasi
pada hakekatnya akan memilih sendiri informasi apa yang akan mereka
butuhkan. Aritkel ini memang belum membahas tentang echo-chamber
secara keseluruhan hingga terciptanya Information distortion based on
personalization dan polarization opinion effect. Serta belum membahas
hal-hal konkrit yang terjadi dalam isu sosial dan politik Indonesia saat ini.
Namun demikian, artikel ini dapat memberikan pandangan sedeharna
kepada pembaca tentang fenomena filter gelembung, ruang bergema, dan
algoritma personalisasi. Meminjam pemikiran McLuhan terkait situasi saat
ini adalah Media elektronik seperti sosial media telah membuat revolusi di
tengah masyarakat, menurut McLuhan dengan kehadiran media elektornik
masyarakat sangat bergantung pada teknologi sehingga struktur sosial
masyarakat dipengaruhi oleh teknologi tersebut (Richard & Turner, 2017).
Penutup
Dari pertanyaan penelitian di atas maka terjawab bahwa, filter
gelembung dan ruang bergema ternyata dapat membentuk personalisasi
Komunikasi dalam Media Digital | 197
pengguna internet dengan bantuan teknolgi algoritma. Hal tersebut telah
dijabarkan sebelumnya terkait User yang menggunakan aplikasi media
sosial instragram, Netflix, dan Tokopedia. Apa yang dilakukan user dalam
menggunakan teknologi internet seperti click, like, share merupakan data
awal yang digunakan teknologi algoritma untuk membentuk pola digital.
Pola digital secara terus menurus akan membentuk filter gelembung,
ruang bergema, dan algoritma personalisasi seperti yang digambarkan
pada gambar 4 di atas. Dengan teknologi algoritma ketiga aplikasi
tersebut akan selalu dan berkesinambungan memberikan informasi
sesuai dengan keinginan user, seperti informasi yang relevan, penting,
nyaman, memberikan tantangan, dan informasi berdasarkan sudut
pandang penggunanya.
Tantangan terbesar dalam penelitian ini selanjutnya adalah
menjelaskan secara holistik terkait situasi pengguna teknologi komunikasi
khususnya media sosial. Munculnya hoax, ujaran kebencian, dan lainlain merupakan buah dari pemanfaat teknologi yang salah. Hoax dan
ujaran kebencian yang diproduksi menjadi pintu masuk bagi user untuk
mendapatkan segala informasi. Penelitian lanjutan penting dilakukan,
karena pemanfaatan teknologi yang salah dapat merugikan masyarakat
bahkan dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Daftar Pustaka
Ardi, Rahkman. (2019). Memahami Kognisi Sosial Individu dalam Era
Revolusi Industri 4.0. Dalam Seminar Nasional Riset Multidisiplin
(SNRM) III, Jakarta, 26 April 2019.
Achmad, Z. A., & Ida, R. (2018). Etnografi Virtual Sebagai Teknik
Pengumpulan Data Dan Metode Penelitian. The Journal of Society
& Media, 2(2), 130. https://doi.org/10.26740/jsm.v2n2.p130-145
Dailysocial. (2018). Laporan Dailysocial: Distribusi Hoax di Media Sosial
2018. Retrieved June 10, 2019, from https://dailysocial.id/post/
laporan-dailysocial-distribusi-hoax-di-media-sosial-2018
Candraningrum, D. A. (2018). Jurnal komunikasi. Jurnal Komunikasi
(Vol. 10). Retrieved from https://journal.untar.ac.id/index.php/
komunikasi/article/view/2727/1702
Luthfi, A. (2018). Peter Henlein Penemu Jam Tangan Lawas Sejak
1510. Retrieved June 10, 2019, from https://techno.okezone.com/
read/2018/02/01/56/1853409/peter-henlein-penemu-jam-tanganlawas-sejak-1510
198 | Komunikasi dalam Media Digital
Pariser, E. (2011). The Filter Bubble: How The New Personalized Web
Is Changing What We Read And How We Think. New York: The
Penguin Press
Pariser, E. (2011). Beware Online “Filter Bubble”. Retrieved June 10, 2019,
from https://www.ted.com/talks/eli_pariser_beware_online_filter_
bubbles/transcript?language=en
Richard, W., & Turner, H. L. (2017). Pengantar Teori Komunikasi Analisis
dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.
Wisnuhardana, Alois. (2018). Anak Muda & Medsos Memahami Geliat
Anak Muda, Media Sosial, dan Kepemimpinan Jokowi dalam
Ekosistem Digital. Jakarta: Kompas Gramedia.
Komunikasi dalam Media Digital | 199
200 | Komunikasi dalam Media Digital
Literasi Media Sosial Sebagai Tindakan Preventif
Pada Radikalisme dan Hoax
Wulan Purnama Sari
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara
E-mail
[email protected]
Pendahuluan
Radikalisme diartikan sebagai paham atau aliran yang radikal
dalam politik atau yang menginginkan perubahan sosial dan politik
dengan cara kekerasan atau drastis. Kamus Besar Bahasa Indonesia
mengartikan radikalisme sebagai sikap ekstrim dalam berpolitik atau
paham yang menginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik
dengan cara kekerasan atau drastic (“Hasil Pencarian - KBBI Daring,”
n.d.). Terdapat beberapa karakteristik dari paham radikalisme ini, yaitu:
(1) bersifat fanatik terhadap suatu pendapat yang dianggap benar oleh
kelompok tersebut; (2) kelompok radikal memiliki kecenderungan
untuk mempersulit segala sesuatu, memaksakan kehendak kelompoknya
dalam masyarakat; (3) menempatkan paham atau kehendak kelompok
tidak sesuai dengan konteks waktu dan tempatnya; (4) komunikasi
dilakukan dengan pemaksaan, berkaitan dengan penanaman paham
kepada orang lain; (5) kelompok lain dianggap buruk.(Hamzah, 2018)
which eventually lead to a\r\nnegative view of Islam. As a consequence,
Islam is considered\r\nas having no blessing to the universe (rahmahtan
lil alamin
Alasan seseorang dapat menjadi radikal, menurut Asriana Elizabeth
seperti yang ditulis oleh Riani Sanusi Putri ada empat penyebabnya.
Pertama karena alasan personal, biasanya berkaitan dengan urusan
ideologi atau finansial. Alasan kedua adalah fasilitas pelatihan dan
transportasi. Berikutnya adalah alasan penyucian diri yang dapat
membuat seseorang masuk kedalam lingkaran radikalisme. Terakhir
adalah karena perilaku buruk yang diperlihatkan oleh elite politik
sehingga masyarakat menjadi apatis terhadap demokrasi dan memilih
radikalisme sebagai sebuah alternatif (Putri, 2018).
Pada masa era digital seperti sekarang ini, penyebaran radikalisme
juga marak dilakukan dengan memanfaatkan internet, khususnya
201
sosial media. Aini (2018) menuliskan bahwa Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Teroris (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius mengatakan
penyebaran radikalisme marak dilakukan melalui media sosial sehingga
masyarakat diminta agar lebih berhati-hati. Dunia digital membuat
penyebaran informasi menjadi sangat pesat dan luas, sehingga banyak
bermunculan berita-berita palsu atau hoaks dan ujaran kebencian yang
didalamnya terdapat benih-benih radikalisme.
Pada dasarnya media sosial merupakan sebuah situs yang
memungkinkan setiap individu untuk membuat web page pribadinya dan
kemudian terhubung dengan individu lainnya untuk berbagi informasi
dan menjalin komunikasi (Kaplan & Haenlein, 2010). Namun tampaknya
saat ini media sosial tidak lagi difungsikan seperti semula yakni seperti
yang tertulis di dalam Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia No. 11
Tahun 2008 mengenai informasi dan transaksi elektronik (ITE). Menurut
pasal 4 Undang Undang ini tujuan penyebaran informasi yang pertama
adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari
masyarakat informasi dunia. Tujuan kedua adalah untuk mengembangkan
perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan publik. Tujuan ketiga adalah untuk membuka kesempatan
seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan
kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi
seoptimal mungkin dengan bertanggung jawab. Tujuan keempat adalah
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik. Dan terakhir
tujuan kelima adalah memberikan rasa aman, keadilan dan kepastian
hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi (UndangUndang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik, 2008).
Fenomena ujaran kebencian (hate speech) dan hoax bermula dari
Pemilihan Presiden tahun 2014 yang diikuti oleh dua calon yaitu, Joko
Widodo dengan Jusuf Kalla pada satu sisi; dan Prabowo Subianto dengan
Hatta Rajasa pada sisi yang lain. Sejak itulah marak terjadi penyebaran
informasi palsu serta isu-isu yang tidak benar yang dikenal dengan
istilah hoax yang sering terjadi di dalam media sosial saat ini. Terpilihnya
Presiden Joko Widodo tidak membuat penyebaran kebencian dan hoax
ini menurun. Bahkan semakin memprihatinkan ketika kasus penistaan
agama dituduhkan pada Gubernur DKI Jakarta Basuki Cahya Purnama
sejak tahun lalu. Bangsa ini seolah terbelah tajam oleh ujaran kebencian
dengan mengedepankan sentiment ras dan keagamaan.
202 | Komunikasi dalam Media Digital
Secara singkat kata hoax dalam Cambridge Dictionary memiliki arti
tipuan atau lelucon. Jadi hoax merupakan sebuah kegiatan untuk menipu
atau mencetak cerita dan informasi palsu yang terjadi di dalam sosial
media. Hoax dan ujaran kebencian ini memberikan dampak negatif bagi
siapapun. Shafiq Pontoh, Co-Founder Provetic, seperti dikutip dalam
Susilawati (2017) menyebutkan bahwa hoax berdampak pada timbulnya
disintegrasi bangsa. Hoax juga memberikan provokasi dan agitasi negatif,
yaitu menyulut kebencian, kemarahan, hasutan kepada orang banyak
(untuk mengadakan huru-hara, pemberontakan, dan sebagainya).
Berdasarkan data yang dihimpun oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara
Jasa Internet Indonesia) pada tahun 2017 kemarin diketahui bahwa
sebanyak lebih dari 50% populasi di Indonesia telah terhubung dengan
jaringan internet, dengan mayoritas pengguna sebanyak 72,41% berasal
dari masyarakat urban. Pemanfaatannya sendiri telah beragam mulai dari
berkomunikasi, membeli barang, transportasi, hingga bisnis. Berdasarkan
geografisnya masyarakat yang berada di Pulau Jawa merupakan yang
banyak terpapar dengan internet yakni sebesar 57,70%. Kemudian
berdasarkan usianya sebayak 49,52% pengguna internet berusia 19 – 34
tahun, posisi kedua sebanyak 29,55% berusia 35 – 54 tahun. Remaja usia
13 – 18 tahun menempati posisi ketiga dengan jumlah 16,68%. (Bohang,
2018)
Berdasarkan data tersebut kelompok usia remaja menempati posisi
ketiga sebagai pengguna internet di Indonesia, namun juga merupakan
kelompok yang paling rentan untuk terpapar dengan radikalisme. Usia
pelajar yang masih muda membuat kalangan pelajar rentan terpapar
paham radikal. Paham radikal ini biasanya masuk melalui kegiatan
kerohanian yang disusupi garis keras. Radikalisme menyusup ke sekolah
dikuatkan oleh penelitian Maarif Institut yang mengatakan paham
radikalisme disusupkan melalui kegiatan kerohanian agama di sekolahsekolah (“Pelajar SMA di Padang, Sukabumi, dan Solo dianggap paling
rentan terpapar radikalisme - BBC News Indonesia,” 2018).
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menangkal atau
menghindari paham radikalisme ini terus berkembang di kalangan pelajar
secara khusus, para pelajar perlu diberi pemahaman tentang radikalisme
dan bagaimana paham tersebut dapat dengan mudah masuk dan tersebar
dalam media sosial. Atau dengan kata lain perlu dilakukannya literasi
media digital bagi pelajar sebagai usaha pencegahan untuk menolak
paham radikalisme dan hoax.
Komunikasi dalam Media Digital | 203
Pembahasan
Peneliti melakukan kegiatan penelitian dengan mengadakan
kegiatan literasi media digital di sebuah sekolah kemudian melakukan
evaluasi atas kegiatan tersebut, apakah bermanfaat sebagai pencegahan
paham radikalisme. Sekolah yang menjadi lokasi kegiatan adalah
sekolah MTs Desa Cikidang yang berada di Kabupaten Bandung Barat,
hanya berjarak sekitar 1 jam perjalanan dari pusat kota Bandung.
Hasil perolehan data awal melalui wawancara dengan pihak sekolah
menunjukkan tingginya tingkat potensi yang dimiliki oleh siswa untuk
terpapar dengan radikalisme atau paham garis keras, terutama melalui
sosial media. Hal ini didasarkan pada adanya fakta bahwa mayoritas para
siswa berasal dari keluarga dengan ekonomi bawah tetapi sebagai remaja
pada umumnya siswa juga sangat aktif dalam bersosial media, tetapi hal
ini tidak diiringi dengan pembekalan atau literasi yang cukup mengenai
cara bersosial media yang baik dan bahaya yang dimilikinya.
Kegiatan literasi media digital ini dilakukan dalam bentuk
pemberian penyuluhan.
Menurut A.W Van Den ban dan Hawkins
(1999) penyuluhan adalah keterlibatan seseorang untuk melakukan
komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya,
memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar
(Definisi Penyuluhan, n.d.). Berdasarkan pengertian tersebut kegiatan
penyuluhan ini akan berfokus pada bagaimana cara untuk menangkal
radikalisme dalam sosial media. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
mengenali berita-berita hoax, ancaman hukum bila menyebarkan berita
hoax, mewaspadai ujaran kebencian.
Kemudian tujuan akhir dari diadakannya kegiatan penyuluhan ini
adalah penekanan pada paham radikalisme, hoax, dan ujaran kebencian
yang disebarkan melalui sosial media, sehingga para siswa harus dapat
bersikap kritis dan tidak mudah untuk terpengaruh dan cenderung ikutikutan. Kemudian juga agar para siswa memiliki kemampuan untuk
mengenali berita bohong dan bukan dam bagaimana cara mengeceknya
serta melaporkan bagaimana bila menemui berita bohong.
Kegiatan penyuluhan yang dijadikan solusi ini juga dilakukan
dalam bentuk literasi media. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
mendefiniskan literasi sebagai kemampuan menulis dan membaca;
pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu;
kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan
204 | Komunikasi dalam Media Digital
untuk kecakapan hidup. Sedangkan media diartikan sebagai alat; alat
atau sarana komunikasi. (“KBBI Daring - Literasi Media,” n.d.)
Yusuf (2017) menuliskan tentang lima langkah sederhana yang
dapat dilakukan untuk mendeteksi atau mengidentifikasi berita fitnah
atau hasut (hoax), yaitu:
1.
Hati-hati dengan judul provokatif
Judul berita hoax seringkali bersifat sensasional atau menarik
perhatian dengan cara langsung menunjuk kepada satu pihak
tertentu. Isi berita dapat diambil dari berita resmi. Karenanya, bila
menjumpai judul berita yang bersifat provokatof sebaiknya lakukan
pengecekan dengan cara mencari referensi dari situs online resmi
untuk membandingkan isinya.
2.
Perhatikan alamat situs
Saat membaca berita online, perhatikan alamat URL dari berita tersebut,
apakah alamatnya sudah terverifikasi atau belum. Dewan Pers mencatat
setidaknya ada 43.000 situs yang menyatakan sebagai portal berita,
sedangkan yang sudah terverifikasi hanya sekitar 300 situs.
3.
Periksa fakta
Dalam membaca berita perlu diperhatikan darimana asal sumber
informasi tersebut, apakah dari institusi yang dapat dipercaya atau
tidak, seperti KPK dan Polri. Perhatikan juga apakah berita terbut
menjelaskan fakta atau hanya berupa opini, fakta harus ditunjang
dengan adanya bukti dan kesaksian.
4.
Pengecekan keaslian foto
Foto hasil editan atau pengambilan dari sumber lain kerap digunakan
di dalam berita palsu. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah
seperti mengunduh foto dari artikel kemudian memasukkannya ke
dalam search engine yakni Google Images untuk melihat sumber dan
caption asli dari foto tersebut.
5.
Mengikuti fanpage anti-hoax
Sekarang ini banyak bermunculan ruang diskusi dan tanya jawab
di media sosial seperti di dalam Facebook yang di ciptakan oleh
kelompok anti-hoax. Dalam ruang diskusi tersebut banyak memuat
klarifikasi perihal berita palsu yang beredar. Misalnya, Forum Anti
Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian
Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.
Komunikasi dalam Media Digital | 205
Yusuf (2017) juga menuliskan untuk mencegah berita hoax
merugikan banyak pihak, maka bila menemukan berita hoax harus
dilaporkan. Sekarang ini, beberapa media sosial telah memiliki fitur
sendiri yang dapat digunakan untuk melaporkan berita atau informasi
hoax. Sebagai contoh media Facebook dapat menggunakan fitur report
status; Google dapat menggunakan fitur feedback; Twitter dengan fitur
report tweet demikian juga dengan Instagram. Cara lain yang dapat
digunakan adalah dengan melaporkan pada Kominfo melalui email ke
[email protected].
Oleh karena itu perlu adanya literasi media khususnya kepada
kaum pemuda yang merupakan opinion leaders serta penerus generasi
bangsa Indonesia selanjutnya. Sebab kaum muda adalah agent of
change dalam sebuah masyarakat. Menurut Konferensi Kepemimpinan
Nasional di Amerika Serikat pada tahun 1992 definisi literasi media
menjadi kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan
mengkomunikasikan pesan (KPI, 2012). Lebih lanjut James W. Potter
mendefinisikan literasi media sebagai satu perspektif seseorang secara
aktif guna memberdayakan dirinya sendiri dalam menafsirkan sebuah
pesan-pesan yang diterima serta cara mengantisipasinya (Potter, 2010).
James W. Potter (2010) mengatakan bahwa terdapat tujuh
kemampuan yang diupayakan untuk muncul dari sebuah kegiatan literasi
media yaitu:
1.
Analyze/Menganalisa
Kemampuan yang harus dimiliki yakni mampu menganalisa
struktur pesan yang dikemas dalam media serta mendayagunakan
konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan untuk memahami konteks
dalam pesan pada media tersebut.
2.
Evaluate/Menilai
Setelah mampu menganalisa maka kompetensi berikutnya adalah
membuat sebuah penilaian (evaluasi). Seseorang yang mampu
menilai artinya mampu menghubungkan informasi yang ada di
media massa dengan kondisi dirinya dan membuat penilaian
mengenai keakuratan dan kualitas relevansi informasi tersebut
dengan dirinya.
3.
Grouping/Pengelompokkan
Menentukan setiap unsur yang sama dalam beberapa cara salah satu
caranya adalah dengan mengelompokkan informasi tersebut.
206 | Komunikasi dalam Media Digital
4.
Induction/Induksi
Menyimpulkan suatu pola yang biasanya disebarkan oleh media
sosial salah satunya dalam bentuk informasi.
5.
Deduction/Deduksi
Menggunakan prinsip-prinsip umum dalam menjelaskan hal-hal
yang khusus yakni dari informasi yang disampaikan.
6.
Synthesis/Sintesis
Membiasakan diri dalam merakit unsur-unsur dari pesan tertentu
ke dalam sebuah struktur yang baru.
7.
Abstracting/abstrak
Menjadikan sebuah pesan dengan singkat, jelas dan dengan tepat
menangkap esensi atau tujuan dari pesan yang disampaikan tersebut.
Sekolah yang menjadi lokasi kegiatan penelitian terletak di Desa
Cikidang, Kecamatan Lembang, secara administratif Desa Cikidang
termasuk dalam kecamatan Lembang dan Kabupaten Bandung Barat.
Desa Cikidang memiliki kondisi tanah yang subur, sehingga menjadikan
sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani,
khususnya petani sayur. Selain menjadi petani, mata pencaharian
penduduk juga menjadi peternak sapi dan kambing. Berdasarkan hasil
wawancara dengan guru dan murid di MTs Desa Cikidang, kondisi
perekonomian warga desa dapat dikatakan rendah. Sering kali para
murid terlambat membayar uang sekolah karena harus menunggu hasil
panen dijual terlebih dahulu. Terlepas dari kondisi ekonomi yang masih
dapat dikatakan kurang, seluruh siswa di sekolah tersebut memiliki
smartphone dan aktif dalam sosial media, terutama Facebook.
Pelaksanaan kegiatan penyuluhan literasi media digital ini sendiri
menggunakan beberapa metode, yaitu ceramah, pemutaran film, dan juga
praktek untuk mengecek judul berita apakah mengandung unsur HOAX
atau tidak. Kegiatan penyuluhan literasi media digital dimulai dengan
memutar dua film pendek yang bercerita tentang pentingnya kerukunan
dan juga toleransi antar sesama Bangsa Indonesia. Hal ini dilakukan
untuk memberikan pemahaman dasar kepada para siswa tentang kondisi
Indonesia yang sangat multikultural, terdiri dari beragam suku dan
agama. Pemahaman akan nilai ini penting untuk dilakukan, Susilawati
(2017) menuliskan banyaknya berita hoax dan ujaran kebencian yang
beredar sekarang ini dapat berdampak pada munculnya konflik dan
Komunikasi dalam Media Digital | 207
disintegrasi bangsa. Lebih lanjut, Aini (2018) menuliskan berita hoax
dan ujaran kebencian seringkali dijadikan sarana penyebaran dari paham
radikalisme, sehingga pemahaman akan nilai kerukunan menjadi salah
satu cara untuk menangkal dampak dari berita hoax, ujaran kebencian,
serta paham radikalisme.
Film dipilih sebagai salah satu bentuk media pembelajaran dalam
kegiatan ini. (“Children, Adolescents, and the Media,” 2013)agreement
with, and implementation of the American Academy of Pediatrics (AAP
menuliskan bahwa media mulai dari televisi sampai dengan media baru
memiliki kekuatan yang besar dalam kehidupan anak. Pemanfaatan media
sebagai bagian dari media literasi dan prososial dapat meningkatkan
pengetahuan, keterhubungan, dan bahkan kesehatan. Beberapa hasil
penelitian, seperti dalam (Astuti & Mustadi, 2014); (Umrotul &
Nulhakim, 2015) juga telah menunjukkan bahwa pengunaan media film
berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan siswa.
Kegiatan literasi media juga mencakup pemberian ceramah, dimana
materi yang diberikan berupa pemaparan kondisi saat ini bahwa berita
hoax banyak beredar, ditambah juga dengan banyaknya hate speech,
terutama di dalam media sosial. Hal ini menjadikan khalayak harus
sangat kritis dalam menyikapi setiap informasi yang ada dan juga
aktif dalam mengecek keaslian sumber berita. Kemudian, dijelaskan
juga bagaimana cara untuk mengecek kebenaran suatu berita, dan
melaporkan bila menemukan konten informasi yang terbukti tidak benar
atau mengandung hoax. Langkah-langkah ini diberikan sesuai dengan
rujukan dari Yusuf (2017) yang menjelaskan tentang bagaimana cara
mengidentifikasi berita hoax.
Kegiatan, kemudian dilanjutkan dengan praktek langsung tentang
membuka fanpage anti hoax dan bagaimana media sosial seringkali
dijadikan sarana untuk penyebaran hoax, ujaran kebencian, dan juga
disusupi oleh paham radikalisme, sehingga khalayak harus menjadi lebih
aktif dan kritis dalam menyikapi setiap berita dan informasi yang ada.
Kegiatan juga dilanjutkan dengan acara diskusi dan tanya jawab dengan
para siswa. Pada awalnya para siswa cenderung untuk diam dan ragu
untuk bertanya, sehingga tim berimprovisasi untuk memberikan stimulus
dengan pemberian hadiah kepada yang memberikan pertanyaan. Hadiah
memang semenjak awal telah disiapkan. Hal ini berhasil menarik minat
para siswa untuk bertanya dan juga membuat suasana lebih hidup.
208 | Komunikasi dalam Media Digital
Tujuan dari dilakukannya kegiatan literasi media ini adalah untuk
mendapatkan deskripsi mengenai manfaat dari literasi media sebagai usaha
pencegahan paham radikalisme dan hoax. Potter (2010) menyebutkan tujuh
kemampuan yang diharapkan untuk muncul dengan dilakukannya literasi
media, yaitu: menganalisa, menilai, pengelompokkan, induksi, deduksi,
sintesis, dan abstrak. Kemampuan menganalisa yang dimaksud dengan
kegiatan literasi media ini adalah kemampuan untuk menganalisa struktur
pesan, kemudian menganalisa pesan tersebut mengenai keakuratan dan
relevansi informasi di dalamnya, mengelompokkan setiap informasi yang
sama, menyimpulkan pola atau hasil dari pesan tersebut, dapat menjelaskan
kembali informasi yang ada, terbiasa untuk melakukan semua hal tersebut,
dan dengan waktu singkat dapat menangkap keseluruhan informasi, unsur
dan pola yang ada dalam suatu pesan.
Penutup
Berdasarkan keseluruhan hasil dan pembahasan yang dijelaskan
pada bagian sebelumnya, secara singkat dapat disimpulkan bahwa seluruh
kegiatan literasi media digital, mulai dari tahap pengumpulan data awal
sampai proses pelaksanaan berjalan dengan baik.. Berikut dikemukakan
beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari kegiatan ini. Pertama,
kegaiatn literasi media menambah pengetahuan khalayak sasaran
tentang cara mengidentifikasi berita hoax, dan juga cara melaporkannya
bila menemukan berita hoax. Selain itu, kegiatan ini juga memberikan
kesadaran kepada khalayak sasaran tentang pentingnya nilai kerukunan
dan toleransi dalam menjaga integrasi bangsa.
Kedua, rekomendasi diberikan kepada pihak sekolah terkait dengan
para siswanya, para siswa, berada dalam usia yang rentan, karenanya
membutuhkan pengawasan lebih dari pihak sekolah. Kemudian, juga
perlu diingatkan kembali mengenai dampak negatif yang dapat diperoleh
dari sosial media. Rekomendasi ini sekaligus menjadi bagian monitoring
dan evaluasi dari kegiatan PKM. Untuk hasil jangka panjang dibutuhkan
waktu yang lebih.
Saran yang dapat diberikan oleh tim kepada pihak mitra adalah
untuk memasukkan pelajaran tentang pentingnya kerukunan dan
toleransi dalam kegiatan belajar di sekolah, agar para siswa memiliki
kesadaran, pemahaman dan dapat menolak atau terhindar dari paham
radikalisme yang banyak berkembang dalam sosial media.
Komunikasi dalam Media Digital | 209
Daftar Pustaka
Aini, N. (2018). BNPT Sebut Radikalisme Disebarkan Lewat Media
Sosial | Republika Online. Retrieved June 30, 2019, from https://
republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/03/01/p4x4kc382bnpt-sebut-radikalisme-disebarkan-lewat-media-sosial
Astuti, Y. W., & Mustadi, A. (2014). Pengaruh Penggunaan Media Film
Animasi Terhadap Keterampilan Menulis Karangan Narasi Siswa
Kelas V SD. Jurnal Prima Edukasia, 2(2), 250–262. Retrieved from
https://journal.uny.ac.id/index.php/jpe/article/view/2723/2273
Bohang, F. K. (2018). Berapa Jumlah Pengguna Internet Indonesia?
Retrieved June 30, 2019, from https://tekno.kompas.com/
read/2018/02/22/16453177/berapa-jumlah-pengguna-internetindonesia
Children, Adolescents, and the Media. (2013). PEDIATRICS, 132(5),
1235–1241. https://doi.org/10.1542/peds.2003-1121-L
Definisi Penyuluhan. (n.d.). Retrieved from http://digilib.unila.
ac.id/5731/14/Bab 2.pdf
Hamzah, A. R. (2018). Radikalisme dan Toleransi Berbasis Islam
Nusantara. Sosiologi Reflektif, 13(1), 19–35. Retrieved from
http://ejournal.uin-suka.ac.id/isoshum/sosiologireflektif/article/
view/131-03/1297
Hasil Pencarian - KBBI Daring. (n.d.). Retrieved June 30, 2019, from
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/radikalisme
Kaplan, A. M., & Haenlein, M. (2010). Users of the world, unite! The
challenges and opportunities of Social Media. Business Horizons.
https://doi.org/10.1016/j.bushor.2009.09.003
KBBI Daring - Literasi Media. (n.d.). Retrieved June 30, 2019, from
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/literasi media
KPI. (2012). Buku Panduan Literasi Media. Retrieved June 30, 2019,
from
http://www.kpi.go.id/index.php/id/32-peraturan/undangundang/30385-buku-panduan-literasi-media
Pelajar SMA di Padang, Sukabumi, dan Solo dianggap paling
rentan terpapar radikalisme - BBC News Indonesia. (2018).
Retrieved March 4, 2019, from https://www.bbc.com/indonesia/
indonesia-42832938
Potter, W. J. (2010). The state of media literacy. Journal of Broadcasting
and Electronic Media. https://doi.org/10.1080/08838151.2011.5214
62
210 | Komunikasi dalam Media Digital
Putri, R. S. (2018). LIPI Ungkap 4 Alasan Mengapa Radikalisme
Berkembang di Indonesia - Nasional Tempo.co. Retrieved March 4,
2019, from https://nasional.tempo.co/read/1062388/lipi-ungkap4-alasan-mengapa-radikalisme-berkembang-di-indonesia
Susilawati, D. (2017). Begini Dampak Berita Hoax. Retrieved June 30, 2019,
from
https://republika.co.id/berita/trendtek/internet/17/04/11/
oo7uxj359-begini-dampak-berita-hoax
Umrotul, H., & Nulhakim, L. (2015). Pengembangan Media
Pembelajaran Film Animasi Sebagai Media Pembelajaran Konsep
Fotosintesis. Jurnal Penelitian Dan Pembelajaran IPA, 1(1), 91–106.
Retrieved from http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JPPI/article/
view/283/184
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik. (2008). Retrieved from https://
kemenag.go.id/file/dokumen/UU1108.pdf
Yusuf, O. (2017). Begini Cara Mengidentifikasi Berita "Hoax"
di Internet. Retrieved June 30, 2019, from https://tekno.kompas.
com/read/2017/01/09/12430037/begini.cara.mengidentifikasi.
berita.hoax.di.internet.
Komunikasi dalam Media Digital | 211
212 | Komunikasi dalam Media Digital
Media Sosial dan Multikulturalisme
di Kalangan Pemuda Surakarta
Buddy Riyanto
Universitas Slamet Riyadi Surakarta
email:
[email protected]
Pendahuluan
Perkembangan ICT (Information, Communication, Technology) begitu
pesat sehingga mengakibatkan borderless dari sisi geografis. Hal ini pun terjadi
di Indonesia dengan dukungan dari operator selular yang begitu gencar
memperluas jaringannya sampai ke daerah pelosok pedesaan. Disamping itu
adanya program USO (Universal Service Obligation) dari pemerintah untuk
daerah tertinggal dan terpencil telah membuat komunikasi baik suara dan
data begitu mudah dilakukan.
Disisi lain perkembangan konten-konten kreatif di internet juga
begitu pesatnya. Dengan dukungan perkembangan internet terutama
Web 2.0 telah membuat informasi dan konten menjadi lebih kaya dan
interaktif sehingga membuat interaksi antara aplikasi di internet dengan
manusia menjadi lebih menarik dan aktraktif. Hal ini memunculkan
banyaknya aplikasi yang berjalan di internet seperti internet banking, news
online, internet advertising dan yang paling populer tentunya munculnya
media baru yaitu social network, seperti facebook, twitter, isntagram dan
whatsapp.
Seiring dengan meningkatnya penggunaan media sosial telah
mengakibatkan perubahan sosial di masyarakat. Dari sisi perubahan
tersebut ada yang dampaknya positif namun ada juga yang negatif.
Presiden Jokowi tak pernah bosan menggambarkan besar dan luasnya
Indonesia sebagai nusa dan bangsa kepada siapapun. Hampir setahun
terakhir dalam berbagai kesempatan, Presiden Jokowi menyampaikan
betapa kayanya Indonesia. Punya 714 suku, 1.100 bahasa daerah, juga
17.000 pulau. Kebhinekaan yang begitu besar membuat praksis hidup
berlandaskan Pancasila yang toleran dengan tepa selira tinggi menjadi
modal dan panutan bagi negara lain menjaga kerukunan masyarakatnya
(Hamid, 2018).
213
Perkembangan jumlah penduduk di berbagai kota besar utamanya
disebabkan derasnya arus urbanisasi serta perpindahan penduduk dari
kota lain. Alasan mencari kehidupan yang lebih baik di tempat baru ini
mendominasi motif perpindahan penduduk tersebut, baik dari desa
ke kota ataupun antar kota, demikian pula fenomena pertumbuhan
penduduk yang terjadi di kota Surakarta. Keraton Surakarta yang
didirikan pada tahun 1745 hingga kini berfungsi sebagai pusat peradaban
Jawa secara tradisional membuat kota Surakarta menjadi magnet yang
mampu mengundang orang dari berbagai daerah serta luar negeri untuk
datang berkunjung dan bahkan menetap.
Menyandang predikat sebagai “the spirit of Java” kota Surakarta
yang lebih populer dengan sebutan Solo, berkembang menjadi kota yang
penduduknya ada etnis Jawa yang asli Solo, ada pula Jawa yang dari luar
Solo, berbagai etnis dari wilayah lain di Indonesia bahkan etnis dari luar
negeri. Adanya fenomena tersebut secara alamiah terbentuk masyarakat
multikultur dengan berbagai problematikanya. Dampak kontak
antarbudaya di kalangan penduduk terjadi pada level individu ataupun
kelompok, yang positif adalah adanya proses akulturasi dan asimilasi
dari beberapa budaya sebagai hasil interaksi antar etnis yang membentuk
kebudayaan baru yang diterima sebagai kebudayaan bersama. Sedangkan
dampak yang negatif adalah berulangkali terjadi konflik rasial, antara
lain pada tahun 1911-1912 kerusuhan antara Kongsi Cina dengan Kongsi
Jawa, kemudian Pemogokan dan kerusuhan buruh kereta api pada tahun
1923, Pergolakan antiswapraja 1946-1950, Kerusuhan anti Cina tahun
1966, Kerusuhan anti Cina tahun 1980, dan Kerusuhan anti Cina saat
reformasi pada Mei 1998.
Dengan maraknya penggunaan media sosial dikalangan masyarakat
Surakarta memudahkan interaksi sosial dengan berbagai kalangan
yang tak terbatas, bahkan dengan individu ataupun kelompok, dari luar
daerah bahkan luar negeri. Hal ini tentunya juga berpengaruh pada
perubahan nilai-nilai budaya masyarakat multikultur, walau kultur Jawa
tetap dominan. adalah bahwa di media sosial juga.
Tulisan yang merupakan hasil peneltian ini membahas bagaimana
dampak tersebarnya konten isue pro-multikultur ataupun yang
kontra-multikultur di media sosial terhadap pemahaman dan sikap
multikulturalisme dikalangan pemuda kota Surakarta.
214 | Komunikasi dalam Media Digital
Pembahasan
Dalam dunia yang berkembang pesat, penggunaan internet menjadi
suatu keniscayaan, media massa pun mengalami perubahan bentuk
dan fungsi, dari yang awalnya satu arah menjadi interaktif, individu
khalayak awalnya hanya sebagai konsumen kini dapat berperan sebagai
produsen informasi. Situasi demikian membutuhkan pemahaman yang
komprehensif terhadap media (Abreu dkk, 2017)
Pada dasarnya manusia hidup selalu mengalami perubahan, dan
komunikasi diyakini menjadi faktor penentu perubahan tersebut.
Dengan komunikasi massa peradaban manusia semakin cepat dapat
disebarluaskan ke penjuru dunia. Perkembangan teknologi media
massa pada tahun 1980an dengan teknologi satelit telah mempercepat
perubahan diberbagai belahan dunia sebagai akibat masuknya budaya
asing melalui konten media. Kini pada era tahun 2000an media sosial
karena kecanggihan teknologi dan karakter interaktif global telah
menggantikan peran media massa konvensional.
Di Indonesia, perkembangan media sosial meningkat dengan pesat.
Perkembangan ini didukung dengan mudahnya mengakses internet
melalui ponsel. Kini untuk mengakses facebook atau twitter misalnya,
bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja hanya dengan menggunakan
sebuah ponsel. Demikian cepatnya orang bisa mengakses media sosial
mengakibatkan terjadinya fenomena besar terhadap arus informasi
tidak hanya di negara-negara maju, tetapi juga di Indonesia. Karena
kecepatannya media sosial juga mulai tampak menggantikan peranan
media massa konvensional dalam menyebarkan berita-berita.
Bahkan banyak perubahan sosial dan politik yang disebabkan
oleh pengaruh media social network. Metode internet marketing
yang digunakan oleh Barack Obama dalam memenangkan pemilu
di Amerika Serikat adalah contoh pengaruh social media network
yang bisa mempengaruhi preferensi seorang pemilih untuk memilih
kandidat presiden di negara adikuasa tersebut. Contoh paling nyata di
Indonesia dari efektivitas media sosial dalam menyebarluaskan isu dan
mempengaruhi opini publik adalah ‘gerakan menolak Ahok’ dalam
Pilgub DKI. Juga bagaimana media sosial ini dioptimalkan dalam perang
branding dari dua kubu calon presiden, Jokowi-Ma’ruf dan PrabowoSandi dalam menghadapi Pilpres tahun 2019.
Dalam proses pengumpulan data melalui FGD ataupun wawancara
diketahui bahwa walaupun mereka sebagian besar umurnya sejak lahir
Komunikasi dalam Media Digital | 215
hingga saat ini tinggal di kota yang sama namun ada kondisi yang
beragam dikalangan pemuda terkait dengan pemahaman mereka tentang
multikulturalisme. Kondisi tersebut berupa latar belakang keluarga,
lingkungan pergaulan, proses pendidikan di sekolah dan aktivitas dalam
organisasi. Namun secara relatif pemuda memahami bentuk tindakan
yang berlawanan dengan prinsip multikulturalisme pada umumnya
berupa diskrimasi rasial, antara lain pengutamaan, pengecualian,
pembedaan, peniadaan, dan pemusnahan (genosida).
Dari analisis yang dilakukan diketahui bahwa media sosial cukup
berperan dalam memberikan pengetahuan dan pengalaman multikutur.
Hasil ini paralel dengan Bhakti dkk.( 2018) dalam penelitian mereka
dikalangan mahasiswa UI Jakarta tentang keterkaitan antara penggunaan
media sosial dengan pengalaman multikultural, dan kecerdasan budaya
seseorang, dengan kesimpulan ada hubungan antara penggunaan media
sosial secara informasional terhadap kecerdasan budaya seseorang,
walaupun hubungannya lemah.
Kota Surakata dikenal sebagai pusat kebudayaan Jawa yang hingga
kini bersama dengan Yogyakarta berperan dalam pelestarian dan
pengembangan budaya Jawa. Sebagai pusat pemerintahan Keraton dimasa
lalu yang juga menjaadi pusat perekonoian, maka menjadi magnet orang
dari berbagai daerah datang dan menetap sehingga kota ini berkembang
sebagai salah satu kota multikultur di Indonesia.
Interaksi antar etnis berlangsung setiap saat dalam berbagai
kesempatan, proses akulturasi dan asimilasi terjadi secara alamiah, para
pendatang menyesuaikan dengan budaya lokal dan sebaliknya penduduk
asli berusaha memahami budaya para pendatang. Hasil dari proses ini
membentuk harmoni diantara penduduk asli dengan pendatang. Namun
sejarah juga mencatat kenyataan bahwa masyarakat Solo (asli) juga
memiliki karakter “sumbu pendek” mudah meledak, marah, atau ngamuk
sehingga kota ini sempat terbakar beberapa kali karena kerusuhan anti
Cina, dan juga pernah dengan etnis Arab. Hal ini menunjukkan bahwa
paham Multikulturalisme belum tertanam dengan baik dalam kesadaran
bathin masyarakatnya.
Hernawan (2012) menyatakan dalam proses komunikasi disebarkan
suatu ide (lama ataupun baru) yang diharapkan dapat diterima oleh
komunikan untuk dapat dilaksanakan sesuai dengan apa yang diharapkan
oleh komunikator. Ide pembaharuan dalam konsep pembangunan
216 | Komunikasi dalam Media Digital
tidak mudah menggantikan atau menggeser ide/nilai lama yang sudah
tertanam di dalam masyarakat. Dalam hal ini maka media massa
sangat diharapkan kehadirannya untuk menempati posisi strategis dan
menjalankan peranannya untuk dapat mencegah terjadinya konflikkonflik di dalam kehidupan sosial masyarakat.
Faktor Latar Belakang Pemuda Dalam Terpaan Isue Multikulturalisme
di Media Sosial
Pemuda Surakarta memiliki latar belakang yang beragam, antara
lain dalam hal perbedaan budaya keluarga, etnis, lingkungan pergaulan,
tempat sekolah, dan organisasi sosial masyarakat yang diikuti serta agama
dan keyakinannya. Perbedaan-perbedaan tersebut menjadi faktor yang
signifikan yang mempengaruhi pemaknaan pesan-pesan Multikultural
di media sosial, baik pesan-pesan yang pro atau yang kontra. Tentunya
perbedaan latar belakang ini juga membentuk perbedaan dampak dari
terpaan isue multikultural, berbeda dalam pemahaman berpengaruh
pada perbedaan sikap dan perbedaan sikap tersebut muaranya adalah
perbedaan perilaku pemuda Surakarta terkait isue multikultural.
Karakteristik komunikasi salah satunya adalah dinamik, yaitu
bahwa semua orang yang berkomunikasi maka dirinya akan selalu
berubah. Perubahannya masing-masing individu dapat berbeda dengan
individu lain dikarenakan pada saat menerima pesan ia mengalami
proses decoding, proses menterjemahkan, memahami dan memaknai
pesan (simbol) yang diterima sesuai dengan frame of reference dan field
of experience sehingga pesan yang sama dapat dimaknai secara berbeda
oleh individu lain, dan bahkan bisa bertentangan.
Surakarta sudah berkembang menjadi kota besar yang
heterogenitasnya tinggi, sehingga di kalangan pemuda pun
memungkinkan memiiki latar belakang yang berbeda-beda pula. Mereka
terlahir dan bertumbuh-kembang tidak dalam keluarga yang sama,
yang mana setiap keluarga telah mengembangkan kebiasaan-kebiasaan
tertentu yang juga tidak sama dengan keluarga lain. Dalam keluarga ada
interaksi sesama anggota keluarga, saling mempengaruhi. Termasuk
didalamnya pemahaman dan sikap multikulturalisme pemuda sedikit
banyak juga merupakan refleksi dari nilai-nilai keluarga. Demkian pula
interaksi di lingkungan sekolah, lingkungan pergaulan, organisasi serta
keyakinan agama berpengaruh pada proses memahami dan memaknai
isue multikulturalisme.
Komunikasi dalam Media Digital | 217
Berbagai kondisi latar belakang tersebut secara alamiah
mempengaruhi persepsi pemuda Surakarta. Secara garis besar mereka
dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok pemuda, Pertama adalah
pemuda multikultur yang bertumbuh kembang dalam lingkungan
budaya yang beragam sebagai individu yang memiliki sikap toleran, dapat
memahami dan menghargai sikap dan perilaku orang lain yang tidak
sama dengan dirinya. Pada kelompok ini pesan pro-multikulturalisme
melalui media sosial dapat diterima bahkan memperkuat sikap dan
perilaku multikulturnya, dan sebaliknya mereka menolak konten yang
kontra-multikulturalisme.
Kedua adalah pemuda monokultur, yaitu para individu yang
dbesarkan dalam lingkungan budaya tunggal, baik dalam keluarga
ataupun lingkungan pergaulannya. Mereka mendapat “indoktrinasi”
sehingga tahunya hanya ada satu kebenaran, satu cara, satu hal yang
baik, dan berbeda dengan nilai-nilainya berarti tidak baik atau salah..
Mereka memiliki keyakinan yang sangat kuat, bersifat chauvinistic,
mengagungkan budayanya dan menolak budaya lain yang berbeda atau
bertentangan. Pada kelompok pemuda yang demikian paparan promultikultulisme di media sosial justru ditolak dan mereka cenderung
mendukung monokulturalisme.
Sedangkan kelompok yang ketiga adalah pemuda neokultur, yaitu
para pemuda yang dibesarkan dalam keluarga dan lingkungan pergaulan
yang kurang peduli dengan kultur-budaya. Menurutnya nilai-budaya
bukan hal penting, mereka menentukan pilihan hidup berdasarkan
senang atau tidak senang, untung atau rugi, bukan baik-buruk, bukan
benar atau salah. Mereka cenderung menyukai budaya populer dan
budaya massa. Paparan isue multikulturalisme pada kelompok ini
umumnya relatif tidak berdampak, namun ada kalanya bisa dasyat
manakala dipersepsikan bermuatan kesenangan dan menguntungkan.
Media memainkan peran penting dalam proses perubahan sosial
budaya dalam masyarakat. Dengan dukungan teknologi, media telah
membantu mematahkan jarak antara makrososial dan mikrososial juga
antara makrobudaya dan mikrobudaya. Media membawa tema-tema
publik ke dalam lingkungan privat tempat ia memasuki dan dipengaruhi
oleh kondisi, orientasi dan kebiasaan lokal (Kango, 2015).
218 | Komunikasi dalam Media Digital
Faktor Karakteristik Pemuda Dalam Implementasi Multikulturalisme
Pemahaman pemuda Surakarta terhadap isue multikuturalisme
dalam konten media sosial serta bagaimana penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya dalam berinteraksi dengan sesama
warga masyarakat kota Surakarta dipengaruhi faktor karakteristik, yaitu
apakah seorang pemuda tersebut sebagai individu yang memiliki karakter
terbuka atau sebaliknya karakter tertutup.
Individu terbuka memiliki sifat yang dapat mudah menerima
informasi atau pesan dari orang lain ataupun dari media massa dan
media sosial. Individu yang memiliki karakter terbuka dapat menerima
perbedaan, baik perbedaan pengatahuan, perbedaan sikap dan peredaan
perilaku. Sikap dan perilaku pemuda dengan sifat karakter terbuka ini juga
lebih mudah memahami, menerima dan menerapkan multikulturalisme.
Mereka memiliki sikap toleran terhadap perbedaan, mereka bisa hidup
damai dalam keberagaman.
Sebaliknya individu yang memiliki karakter tertutup mereka
cenderung protektif dan menolak hal-hal baru, termsuk informasi atau
pesan yang berasal dari seseorang secara langsung atau melalui media
massa atau media sosial yang diduga memiliki konten yang bertentangan
dengan penggetahuan serta nilai-nilai yang telah mereka miliki. Dengan
demikian maka pemuda sebagai individu yang memiliki karakter tertutup
ini cenderung bersikap menolak Multikulturalisme.
Perubahan sosial budaya meliputi perubahan fungsi kebudayaan dan
perilaku manusia dalam masyarakat dari keadaan tertentu ke keadaan
lain. Hal ini mengandung arti bahwa perubahan yang terjadi meliputi
perubahan sosial dan budaya, terjadi di masyarakat, serta menghasilkan
keadaan baru bagi manusia. Kebudayaan harus dipahami menurut tiga
lapisan berikut: lapisan teknologi adalah yang terendah, lapisan sosiologis
yang menengah, lapisan filosofis yang tertinggi. Dampak lain adalah
munculnya budaya berbagi yang berlebihan dan pengungkapan diri
(self diselosure) di dunia maya. Budaya ini muncul dan terdeterminasi
salah satunya karena hadirnya media sosial yang memungkinkan secara
perangkat siapa pun dapat mengunggah apa saja. Hal tersebut menjadi
sebuah budaya yang pada akhrinya memberikan pengaburan terhadap
batas-batas antara ruang pribadi dan ruang publik. Hal ini merupakan
konsekuensi adanya media online dan semakin maraknya pengguna
media sosial (Sarkawi, 2016).
Komunikasi dalam Media Digital | 219
Penutup
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa media sosial
berperan dalam menyebarluaskan multikulturalisme, namun perubahan
pengetahuan, sikap dan perilaku tertait isue multikuturalisme dipengaruhi
faktor latar belakang dan karakteristik individu. Secara umum sebagian
besar pemuda Surakarta memiliki latar belakang dan karakter yang
mendukung multikulturalisme.
Daftar Pustaka
Bhakti, Alexander Hridaya, Paradizsa, Irlandi, Alkaf, Isa, Irwansyah,
2018, Pengaruh Media Sosial Terhadap Pengalaman Multikultural
Dan Kecerdasan Budaya, METAKOM ONLINE Vol 2, No 1 (2018),
Publisher : METAKOM ONLINE
http://garuda.ristekdikti.go.id/search/document?q=media+sosial+dan+multikultur
De Abreu, BS., Mihailidis,P., Lee, A.YL., Melki, J. Mc Dougall, J., 2017,
International Handbook of Media Literacy Education, Routledge
Hamid, Hamiewan, 2018, Pesan Kebangsaan Dari Selatan, Kompas,
Minggu 14 Januari 2018, Jakarta, Kompas Gramedia
Hernawan, Wawan, 2012, Pengaruh Media Massa Terhadap Perubahan Sosial Budaya Dan Modernisasi Dalam Pembangunan , KOM & REALITAS SOSIAL Vol 4, No 4: April 2012
http://garuda.ristekdikti.go.id/search/document?select=title&q=media+sosial+dan+perubahan+budaya&pub=
Kango, Andries, 2015, Media dan Perubahan Sosial Budaya, Jurnal Farabi
ISSN 1907- 0993 E ISSN 2442-8264, Volume 12 Nomor 1 Juni 2015,
Halaman 20-34, http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/fa
Mulyana, Deddy, dan Jalaluddin Rakhmat, 2001, Komunikasi Antar Budaya, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Sarkawi, Dahlia, 2016, Perubahan Sosial dan Budaya Akibat Media Sosial,
Jurnal Administrasi Kantor Bina Insani Vol 4 No 2 (2016): Publisher:
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Akademi Sekretari dan Manajemen Bina Insani http://garuda.ristekdikti.go.id/search/document?select=title&q=media+sosial+dan+perubahan+budaya&pub=
220 | Komunikasi dalam Media Digital
Cegah Hoax, Pemerintah Batasi Akses Media Sosial
dan Instant Messaging
Gushevinalti
Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Bengkulu
Pendahuluan
Penciptaan teknologi mengalami perkembangan yang linier dalam
inovasi. Inovasi ini merupakah hasil dari interaksi antara faktor sosial,
budaya, dan teknikal. Lingkaran interaksi ini dimulai dari kemunculan
ide atau perubahan radikal dalam organisasi (Pacey, 2000). Proses
inovasi ini tidak akan pernah berhenti dan selalu berkembang dari waktu
ke waktu. Perubahan ini juga akan mempengaruhi kehidupan manusia,
karena teknologi mampu membentuk cara berpikir, berperilaku dalam
masyarakat, dan bahkan mampu untuk menggerakkan kehidupan
manusia dari abad teknologi yang satu ke abad teknologi yang lain
atau disebut juga dengan determinisme. Pacey (2000) dalam bukunya
mengungkapkan bahwa logika teknikal setiap perkembangan dari
satu level ke level berikutnya melewati proses yang unik. Bahkan
perkembangan ini tidak dapat diberhentikan oleh apapun.
Panasnya suhu perpolitikan di Indonesia akhirnya mencapai
puncaknya. Pengumuman hasil rekapitulasi suara oleh KPU menjadi
hal yang ditunggu semua pihak karena keabsahannya dalam penentuan
perhelatan akbar dalam pemilihan umum yang serentak di lakukan di
seluruh Indonesia. Pengumaman rekapitulasi tanpa diduga dipercepat
oleh KPU, yang sebelumnya direncanakan diumumkan pada tanggal
22 mei 2019 kemudian dipercepat tepat sehari sebelum jadwal yang di
tetapkan. Pada tanggal 21 Mei 2019 yang lalu, KPU telah mengumumkan
hasil dari rekapitulasi surat suara yang menyatakan pasangan dari
Jokowi–Ma’ruf Amin mengungguli pasangan Prabowo–Sandi sebesar
55,50% mengungguli 44,50%. (detik.com)
Seperti layaknya sebuah kompetisi, maka menang dan kalah adalah
hal yang biasa terjadi di dalamnya. Namun, tetap saja ada pihak yang tidak
bisa menerima kekalahan dengan lapang hati sehingga menyebabkan
221
adanya ketgangan yang terjadi di tengah masyarakat. Tidak hanya pihak
yang saling memihak para kandidat yang ikut dalam perseteruan ini,
namun ada pihak - pihak tertentu juga yang memanfaatkan keadaan ini
demi kepentingan mereka, dan tidak jarang melakukan cara licik seperti
mengadu domba pihak–pihak yang saling berlawanan ini.
Aksi yang dinamakan aksi 22 Mei pun menyeruak kepermukaan.
Ketegangan pun semakin menjadi lebih dari sekedar isu menjadi
aksi nyata yang terkonsentrasi di sekitaran wilayah Ibu Kota. Para
aparat disiagakan untuk mencegah supaya aksi ini tidak berhujung
ricuh. Namun, kericuhan pun tetap terjadi dan hingga pada saat ini
diberitakan bahwa aksi yang dilakukan ini sampai memakan korban
jiwa, dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat setempat. Tidak hanya
di dunia nyata, namun keresahan juga menjalar hingga dunia maya.
Masyarakat yang sudah sangat diakrabkan dengan adanya media sosial
pun di resahkan kembali dengan adanya pemblokiran beberapa konten
aplikasi dan situs oleh pemerintah dengan alasan penanggulangan Hoax.
Akibatnya selama 22–25 Mei 2019, masyarakat tidak bisa mengakses
beberapa media sosial seperti Facebook, Instagram, dan WhatsApp,
setelah aplikasi berjalan pun penggunaan konten penyebaran gambar
dan videopun masih diblokir hingga di hari sabtu tanggal 25 Mei 2019
semua konten dan media sosial kembali normal untuk digunakan.
Suhu yang masih memanas di tengah dunia perpolitikan pun
sekarang tidak hanya membuat gusar para partisipan dan simpatisan
masing masing kubu. Namun juga masyarakat luas pun ikut terseret
akan drama yang terjadi dalam hasil akhir rekapitulasi surat suara ini.
banyak yang menyayangkan mengapa pemerintah mengambil langkah
untuk menonaktifkan beberapa layanan media sosial guna menghalau
penyebaran hoax, karena dinilai merugikan masyarakat yang memiliki
mata pencaharian yang bergantung pada aplikasi tersebut juga dianggap
cara tersebut masih saja bisa diakali dengan cara cara tertentu untuk
melewati tindakan pemblokiran ini seperti penggunaan virtual private
network.
Pemblokiran tersebut bukannya tanpa alasan, contohnya saja
selama April 2019, Sebanyak 486 hoax diidentifikasi oleh Kementerian
Komunikasi dan Informatika (Kementerian Kominfo). Tercatat, 209
hoax berasal dari kategori politik. Hoax politik yang dimaksud antara
lain berupa kabar bohong yang menyerang capres-cawapres, parpol
peserta pemilu, dan KPU serta Bawaslu. Kementerian Kominfo merilis
222 | Komunikasi dalam Media Digital
informasi mengenai klarifikasi dan konten yang terindikasi hoax melalui
portal kominfo.go.id dan stophoax.id. (detik.com)
Berdasarkan uraian di atas, maka tulisan ini merumuskan
permasalahn penelitian yaitu bagaimana respon mahasiswa tentang upaya
pemerintah melawan Hoax dengan cara memblokir atau membatasi
content di media sosial pada tanggal 23-25 Mei 2019 saat penetapan
pemenang Pilpres Republik Indonesia oleh KPU yang diwarnai dengan
kericuhan. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa FISIP Universitas
Bengkulu dengan tujuan untuk melihat responnya sebagai pengguna
media sosial dan dampaknya terhadap komunikasi antar pribadi
mahasiswa.
Pembahasan
1.
Penyebaran Hoax sebagai Ancaman Negara
Dalam cambridge dictionary, kata hoax sendiri berarti tipuan atau
lelucon. Kegiatan menipu, rencana menipu, trik menipu, disebut dengan
hoax. Dalam konteks budaya mengarah pada pengertian hoax sebagai
aktifitas menipu: Ketika sebuah surat kabar dengan sengaja mencetak
cerita palsu, seperti halnya disebut tipuan, juga menggambarkan aksi
publisitas yang menyesatkan, ancaman bom palsu, penipuan ilmiah,
penipuan bisnis, dan klaim politik palsu sebagai tipuan.
Sistem pemerintahan demokrasi adalah sistem yang kita pilih
dengan mengedepankan kebebasan berbicara sebagai wujud kebebasan
berekspresi, dengan pilihan sistem ini kita telah memilih pers yang
bebas, masyarakat yang melek media dan aktif dalam penulisan dan
berpendapat serta kita harus menerima segala bentuk pengabaian fakta
yang seakan dianggap remeh.
Dalam jagad dunia maya yang berserakan berita sampah, euforia
dalam facebook dan twitter serta jejaring lainnya memberikan ruang
untuk ajang saling menuding dan saling fitnah yang tidak disertai oleh
fakta, fitnah menjadi hal yang sangat biasa dikalangan penulis dengan
mengedepankan tujuan-tujuan mereka. Tidak hanya itu, berita dengan
nilai nol akan ada ataupun berita-berita palsu yang disebarkan melalui
jejaring sosial akan mudah tersebar dalam re-upload atau diteruskan
oleh pengguna media.Sayangnya pembaca tidak menyaring lebih
lanjut tentang berita atau artikel dengan kekosongan nilai atau berita
dan artikel palsu, pembaca hanya akan menyetujui jika itu sependapat
Komunikasi dalam Media Digital | 223
dengan ideologinya dan menerima mentah-mentah terhadap apa yang
dibaca dan disetujuinya, kemudian diteruskan ke publik dan akan
berjalan dengan ritme yang sama, serta rejected oleh pihak yang tidak
seideologi. Pemaparan tulisan dengan faktapun akan di-reject oleh
pembaca jika tulisan tersebut tidak seideologi dengan pembaca. Ini
menjadi konsekuensi yang harus diterima dan tidak boleh dikeluhkan
oleh pemerintah dan masyarakat yang telah memilih demokrasi dengan
penyampaian pendapat yang kebablasan. Bagaimanapun bentuk nihil
dari berita hoax tidak bisa dihilangkan secara semi ataupun permanen.
2.
Pembatasan Media Sosial Oleh Pemerintah
Hoax, kemarin dan hari ini serta ke depan, merupakan ‘senjata’
efektif dalam mempengaruhi masyarakat luas. Hoax terus tumbuh dan
berkembang seiring dengan kecanggihan teknologi, termasuk di bidang
komunikasi umat manusia. Konten media sosial merupakan salah satu
tempat tumbuh dan berkembangnya hoax dengan sangat cepat dan
efektif dalam menjangkau sasarannya. Media sosial yang lambat laun
mulai menghapus adanya batasan jarak diantara manusianantinya akam
mampu menggeser interaksi manusia yang tadinya secara langsung
menjadi komunikasi tak langsung atau komunikasi bermedia.
Dalam tahun ini, perkembangan media sosial yang sangat pesat
dimanfaatkan para petarung politik demi kepentingan mereka. Mereka
mengeksekusi isu politik dengan kebohongan dan hoax. Hoax bukan
hanya ingin membohongi, akan tetapi ingin melahirkan simpati bahkan
empati yang di dalamnya terdapat Konsepsi hoax yang dalam hal ini akan
menciptakan adanya dua persepsi benar dan salah dalam masyarakat.
Harga sebuah domain internet yang sangat kompetitif serta
mudahnya membuat sebuah akun medsos adalah bantuan tekhnologi
bagi hoax. Virus informasi yang satu ini membutuhkan anti-virus yang
hanya dimiliki segelintir manusia. Usaha-usaha pencerahan tidak cukup
memanusiakan kembali manusia. Pendidikan di sekolah dan universitas
juga belum mampu melahirkan pemikir dan analis, karena sistem
pendidikan kita masih menciptakan ‘robot’.
Tanggal 17 April 2019, pemilu presiden dan legislatif telah
dilaksanakan. Setelah rekapitulasi suara dapat kita lihat sudah berapa
banyak hoax beredar. Peredaran hoax tak bisa dihadang dengan regulasi
ITE, oleh karenanya pemerintah pun mengambil salah satu opsi dari
sekian banyak opsi yang ada. Pemblokiran konten pun lagi - lagi menjadi
224 | Komunikasi dalam Media Digital
cara pemerintah Indonesia.
Berdasarkan laporan dari NetBlocks.org (sumber: CNN Indonesia),
berikut media sosial yang tidak bisa diakses:
1.
Facebook.
2.
Facebook Messanger.
3.
Whatsapp.
4.
Telegram.
5.
Instagram
Berdasarkan situs jaringan, web utama dalam beberapa layanan tetap
dapat dijangkau. Meskipun layanan back end tertentu dibatasi untuk
mencegah operasi situs web dan aplikasi seluler yang biasa.
Sebelum kepada pemblokiran seharusnya sudah kita cermati
bahwa hingga saat ini semua teori sudah sering dibagikan melalui
medsos dan media online. Langkah taktis apa pun masih saja tidak bisa
menghadapi gempuran hoax. Dampak hoax yang kian dahsyat tak bisa
dianggap remeh, dan tanpa kita sadari bahwa komunikasi interpersonal
di tengah masyarakat kita mulai dalam fase perpecahan bangsa hingga
ke lini terkecil yaitu keluarga. Tanpa disadari dengan adanya Hoax,
kita menuju bangsa barbar, bangsa yang senang mencaci, bangsa yang
sensitif dan mudah tersinggung. Sebuah bangsa yang hilang keramahan,
dan akhirnya kehilangan karakter hanya karena berbeda pilihan dalam
politik kita terpecah belah.
Oleh karena itu pemblokiran media sosial demi mananggulangi
hoax pun diterapkan pada tanggal 22–25 Mei 2019. Namun, Pemblokiran
Media sosial demi penanggulangan Hoax justru menimbulkan dampak
yang beraneka ragam ditengah masyarakat, khususnya dalam komunikasi
interpersonal. Komunikasi interpersonal yang seakan terikat erat dalam
penggunaan media sosial menjadi yang sangat terdampak dalam tindakan
ini sehingga memicu pro dan kontra di tengah masyarakat.
Pada dasarnya, pemblokiran ini bertujuan guna menanggulangi
Hoax yang semakin marak berkembang di masyarakat. Dengan adanya
pemblokiran ini diharapkan dapat mencegah penyebaran isu–isu yang
dapat berasal dari foto, video, dan pesan multimedia lainnya yang berisikan
hal–hal yang dapat memprovokasi pihak-pihak tertentu. Oleh karenanya
pada tahap pertama pemblokiran dilakukan secara menyeluruh bagi tiap–
tiap media sosial terdampak yaitu Facebook, Instagram, dan whatsapp.
Komunikasi dalam Media Digital | 225
Namun, akibat dikeluhkan oleh banyak penggunanya pemblokiran pun
di batasi hanya sebatas konten pengiriman foto dan video saja.
Dampak yang dikeluhkan oleh masyarakat, umumya adalah
terganggunya komunikasi anatar masyarakat yang memiliki kepentingan
tertentu. Mulai dari memberi kabar pada sanak famili, kegiatan jual beli
dan usaha, hingga di tingkat pendidikan. Hal ini dikarenakan adanya
komunikasi interpersonal yang dimasa kini memiliki keterikatan serta
bergantunga dengan adanya media sosial yang mengalami dampak dari
pemblokiran server dari media sosial tersebut.
Selain berdampak pada dinamikanya juga berdampak pada faktor–
faktor komunikasi interpersonal yaitu kepercayaan, sikap suportif, dan
sikap terbuka. Dalam kepercayaan antar masyarakat pada pemerintah
dengan adanya tindakan pemblokiran ini pun secara tidak langsung
membuat masyarakat menjadi kehilangan rasa kepercayaan diantara
satu sama lain karena semakin dibuat takut dengan kebenaran dari
berita – berita yang tersebar di tengah masyarakat. Hal ini sangatlah
berpengaruh pada komunikasi antar probadi ditengah masyarakat yang
mulai kehilangan rasa percaya satu sama lain, yang dimana dalam situasi
ini mereka harus menggunakan hati nurani dan idealisme mereka untuk
dapat menyaring informasi yang ada di tengah–tengah masyarakat itu
sendiri, sehingga secara tak sadar membuat suatu pembatas dan jarak
diantara satu dengan yang lain karena rasa kepercayaan yang kurang
diantara mereka. Kemudian, dampak dari hilangnya rasa percaya di
tengah masyarakat ini adalah mereka juga kehilangan keinginan untuk
bertindak suportif, karena mereka merasa belum merasa yakin apakah
orang yang akan mereka bantu atau dukung mereupakan pihak yang
benar. Karena jika mereka salah mengambil keputusan, merekapun bisa
jadi nantinya akan terseret jika perbuatan dari orang yang mereka bantu
ternyata adalah perbuatan yang salah dimata hukum. Dan terakhir,
akhibat dari tindakan ini adalah rasa terbuka ditengah masayarakat
akan menurun dikarenakan mereka merasa bahwa keterbukaan dan
kebebasan pendapat ditengah masayarakat bisa saja membawa masalah
jika nantinya informasi yang mereka sebarkan itu adalah salah dan bisa
berujung dengan urusan bersama pihak berwajib. Oleh karena itu, dapat
kita simpulkan bahwa di balik protes dari masyarakat sebagai pengguna
media sosial atas tidak setujunya dengan pemberlakuan aturan ini adalah
secaara tidak langsung dikarenakan komunikasi interpersonal mereka
menjadi terbatas, terbelunggu, dan tidak leluasa lagi dikarenakan dengan
226 | Komunikasi dalam Media Digital
adanya peraturan tegas dari pemerintah dan juga ketidak jelasan dari
informasi yang mereka dapatkan, singkatnya pemblokiran ini berdampak
pada pemangkasan ruang gerak dalam komunikasi interpersonal
masyarakat Indonesia.
Upaya ini, menurut pemerintah disampaikan oleh Menkopolhukam
dan Menkominfo, agar kondisi negara tetap aman tak hanya dengan
aparat keamanan yang akan diperketat tapi juga perlu peran masyarakat
yaitu dengan cara tidak termakan hoaks dan rasional, ini sudah
membantu keamanan negeri ini. media sosial dan layanan perpesanan
menjadi media untuk penyebaran hoax. Modusnya, postingan tak benar
di media sosial. Pembatasan akses ke media sosial bersifat sementara
dan bertahap. Fitur-fitur media sosial tidak semuanya dan messaging
system juga dilakukan. Karena modusnya adalah posting di medsos.
FB [Facebook], Instagram dalam bentuk video, meme, foto, kemudian
screen capture hoax itu disebarkan melalui WhatsApp. Dan karena
viralnya maka dibatasi oleh pemerintah.
3.
Respon Mahasiswa Pengguna Media Sosial
Dikalangan pengguna media sosial seperti mahasiswa menilai secara
umum dapat dibagi pada dua kategori berdasarkan Hasil wawancara
dan penyampaian angket terbuka pada 118 orang mahasiswa FISIP
Universitas Bengkulu, terdapat dua kategori respon yaitu mendukung
apa yang dilakukan pemerintah dan tanggapan tidak setuju.
Bagi mahasiswa yang memandang kebijkan tersebut sebagai upaya
yang positif, merespon pembatasan unggah dan unduh foto serta video
ini dilakukan untuk memperlambat penyebaran hoaks dari foto dan
video. Sebab, penyebaran hoaks lewat foto dan video dianggap sangat
cepat memengaruhi emosi seseorang. Selain itu, jika seseorang ingin
tetap menggunakan media sosial dengan lancar bisa mendowload
aplikasi PVN, sehingga tidak ada alasan untuk menyalahkan kebijakan
pemerintah.
Umumnya, mahasiswa menilai bahwa kebijakan pemerintah
memblokir media sosial dan pesan singkat sebenarnya harus
mempertimbangkan banyak hal karena sangat merugikan masyarakat.
Hal ini bukan tanpa alasan, bahwa penyebaran hoax tidak bisa dijamin
hanya akan terjadi pada saat kerusuhan itu saja tetapi kapan pun bisa
terjadi. Menurut mahasiswa pemerintah terkesan takut terhadap hoax
yang dapat merugikan pemerintah, selain itu yang dinilai mahasiswa
Komunikasi dalam Media Digital | 227
adalah selama content merupakan fakta maka pemerintah tidak etis
memblokir media sosial sebaliknya dapat menjadi titik balik masyarakat
untuk tahu tentang apa yang terjadi di wilayah lain. Pemblokiran media
sosial juga dapat merugikan media massa yang seringkali juga mencari
atau mendapatkan sumber berita mereka dari media sosial. menganggap
sikap pemerintah memblokir sejumlah media sosial dengan alasan untuk
menghindari kericuhan sebagai hal yang berlebihan dan bertentangan
dengan demokrasi. Padahal, kebebasan berpendapat termasuk di media
sosial adalah bagian dari demokrasi.
Mahasiswa di daerah seperti yang ada di FISIP Universitas Bengkulu
juga menilai bahwa aktivitas pengguna media sosial bertepatan dengan
pemblokiran tersebut bukan hanya ingin mengetahui kejadian di Jakarta
namun kebutuhan seperti pekerjaan, bisnis dan kepentingan lain juga
ikut terganggu padahal secara geografis kerusuhan tersebut bukan di
Bengkulu. Media Sosial sangat penting bagi masyarakat dalam sisi
Informasi, Komunikasi dan bagi demokrasi tentunya.
Penutup
Pemblokiran media sosial yang terjadi pada tanggal 22–25 Mei 2019
merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah demi kebaikan
masyarakat, namun tetap saja dianggap belum menjadi opsi yang terbaik
yang bisa diterapkan. Hal ini dapat dicermati dengan timbul dampak
terganggunya komunikasi interpersonal yang terikat dengan media
sosial yang sedang diblokir oleh pemerintah. Dampak ini sepertinya
terganggunya kepentingan-kepentingan dalam hal pekerjaan yang
menggantungkan kemajuan teknologi seperti adanya online shop yang
harus menggunakan WhatsApp, Facebook, dan ataupun Instagram. Semua
dampak ini karena tidak lain diakibatkan, Komunikasi interpersonal
di jaman yang mulai maju ini mulai bergeser kepada komunikasi
interpersonal yang berperantarakan teknologi khususnya media sosial,
dan terikatnya dinamika komunikasi dengan teknologi.
Daftar Pustaka
Buku :
Boyd, & Ellison (2007),”Social Network Sites: Definition, History, and
Scholarship. Journal of Computer -Mediated Communication
228 | Komunikasi dalam Media Digital
Gilles, Judi and Timothy Middletown. 1996. Identity and difference.
Studying Culture; A Practical Introduction. Oxford: Balckwell
Publisher.
Mulyana, Deddy. 2008. Komunikasi efektif “Suatu pendekatan lintas
budaya”. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Pacey, Arnold. 2000. The Culture of Technology, Massachussetts: The MIT
Press Cambridge
CALD. (2008). Cambridge Advanced Learner’s Dictionary. Cambridge:
Cambridge University Press.
Situs :
https://portal.mahkamahkonstitusi.go.id/eLaw/mg58ufsc89hrsg/
UUD_1945_Perubahan.pdf (Diakses pada 26 Juni 2019. Pukul
20.46)
https://news.detik.com/berita/d-4532182/kominfo-identifikasi-486hoax-sepanjang-april-2019-209-terkait-politik (diakses 26 Juni
2019. Pukul 22.05)
https://www.cnbcindonesia.com/fintech/20190522144725-37-74298/
whatsapp-medsos-dibatasi-pemerintah-sampai-25-mei-2019
(diakses 27 Juni Pukul 13.00)
https://w w w.cnnindonesia.com/teknologi/20190523073143-185-397654/daftar-media-sosial-yang-dibatasi-sejak-ricuh-22-mei (akses 27 Juni Pukul 14.00)
Komunikasi dalam Media Digital | 229
230 | Komunikasi dalam Media Digital
Pengaruh Terpaan Iklan di Instagram dan Brand Image
Cake Kekinian Mamahke Jogja Terhadap Keputusan
Pembelian Followers Instagram Mamahke Jogja
Dhea Ayu Virtazia, Puji Hariyanti
Program Studi Ilmu Komunikasi, FPSB, Universitas Islam Indonesia
[email protected];
[email protected]
Pendahuluan
Cake kekinian merupakan trend bisnis makanan yang dilakukan oleh
beberapa selebritis Indonesia. Tercatat berdasarkan hasil penelitian Tri
Susanto dan M Sahyaka Dirga Harahap (Susanto & Harahap, Jurnal Riset
Terapan Universitas Singaperbangsa Karawang, November 2017: Hal
82-87) ada sebanyak 75 binis cake kekinian yang telah beredar dipasaran.
Menjamurnya selebritis yang menjalani bisnis ini hadir di beberapa kota
sebagai pilihan oleh-oleh khas. Tidak hanya itu, ada pula beberapa artis
yang membuka cake kekinian tanpa label daerah dan memiliki cabang
di berbagai kota dengan brand yang sama. Hadirnya trend cake kekinian
ini menambah perhatian publik yang penasaran dengan perbedaan dari
setiap cake.
Fenomena antri panjang untuk mendapatkan cake kekinian ini
sempat viral dan menjadi pembahasan beberapa media sosial yang ada.
Maraknya masyarakat yang beramai-ramai serta rela menunggu berjamjam merupakan pemandangan yang dapat dilihat di gerai brand kue yang
berbeda. Salah satunya kisah pelanggan yang sempat mengeluh karena
harus menunggu selama 8 jam pada rabu 5 Juli 2017 (Khoiruddin, Brilio.net:
https://m.brilio.net/duh/keluhan-netizen-saat-mau-beli-produk-mamahkejogja-antre-sampai-8-jam-170706y.html, akses 3 Maret 2018). Cake kekinian
yang menjadi pusat usaha para artis ini merupakan bisnis di bawah naungan
manajemen Jannah Corp yang dikelola oleh Zaskia Sungkar dan Irwansyah
sebagai penggerak utama dari 12 brand bisnis kue kekinian.
Mamahke Jogja merupakan bisnis cake kekinian artis yang membuka
gerai di kota istimewa Yogyakarta. Dijalankan oleh Zaskia Adya Mecca,
231
resmi didirikan pada 20 Mei 2017. Walaupun terlihat sama seperti selebritis
lainnya, Zaskia menyampaikan bahwa bisnis cake tersebut memiliki makna
yang “ Jogja Banget “. Hal ini terdapat dalam pemilihan varian rasa serta nama
Mamahke sendiri. Secara bahasa Indonesia Mamah berarti Ibu, namun dalam
bahasa Jawa sendiri berarti “ Kunyah(Dewie,Kompasiana.com:https://www.
kompasiana.com/rianadewie/mamake-jogja-tren-oleholeh-masa-kini-yangjogja-banget_591dd1e97597731b6222d7df,akses 3 Maret 2018). Terhitung
satu tahun dari pembukaan gerai pertama, kini Mamahke Jogja memiliki 4
gerai penjualan.
Mamahke Jogja mengiklankan produknya hanya dengan media
sosial instagram. Media instagram kini menjadi salah satu media yang
dipakai sebagai media promosi, iklan, penyampaian informasi juga
eksistensi oleh berbagai perusahaan. Tampilan yang di sajikan juga harus
menarik agar followers terus bertambah dan meningkatkan penjualan.
Iklan yang ditampilkan oleh Mamahke juga tidak hanya seputar produkproduknya saja, tetapi juga menyampaikan beragam informasi yang
dapat bermanfaat, beragam informasi hari besar, dan beberapa tampilan
film.
Memiliki jumlah followers sebanyak 108.000 orang, Mamahke Jogja
memanfaatkan momen ini sebagai wadah untuk beriklan secara gratis
hanya dengan menggunakan akun media sosial. Dalam sehari akun kue
tersebut dapat menyebarkan iklan produk 4-5 post gambar yang berbeda
dengan laporan penjualan langsung pada fitur snapstory.
Dari uraian diatas, peneliti tertarik mengadakan penelitian lebih
lanjut untuk mengkaji seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan dari
terpaan iklan serta brand image secara bersamaan dalam mempengaruhi
keputusan pembelian dari followers instagram Mamahke Jogja.
Maka dari itu, penelitian ini menggunakan paradigma positivism
, jenis penelitian eksplanasi kuantitatif, dengan metode penyebaran
kuisioner yang dibagikan kepada responden penelitian. Responden dalam
penelitian ini adalah seluruh followers akun instagram Mamahke Jogja.
Menggunakan teknik berupa purposive sampling dan melewati proses
penghitungan sample, didapatkan hasil sebayak 100 orang followers yang
pernah menginsumsi produk yang akan dibagikan kuisioner sebagai
responden penelitian.
Dalam proses penyusunan penelitian ini, menggunakan data
gabungan dari data primer, sekunder dan data online yang telah
232 | Komunikasi dalam Media Digital
digabungkan dan disusun untuk kelengkapan peneltian. Merupakan
penelitian kuantitaif, analisis data yag dilakukan merupakan analisis
yang digunakan dengan SPSS untuk mendapatkan hasil dari uji validitas,
realibelitas, analisis regresi dan korelasi, uji asumsi klasik dan mencari
hasil dengan uji T dan uji F.
Jawaban dari permasalahan yang telah di paparkan sebelumnya
diharapkan dapat menjadi bahan untuk perusahaan Mamahke Jogja
dalam mengembangkan penjualan serta komunikasi dengan followers
yang mengonsumsi produk cake kekinian ini juga menjelaskan kepada
konsumen tentang bagaimana terpaan iklan serta brand image dalam
mempengaruhi sikap pembelian. Selain itu, pada penelitian ini dapat
digunakan sebagai referensi dari penelitian-penelitian lainnya yang
membahas mengenai hal serupa.
Pembahasan
Dalam penyusunan penelitian ini menggunakan 5 jurnal penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya dan memiliki kesamaan yang dapat
dijadikan sebagai sebagai refensi di dalam penelitian. Penelitian tersebut
diantaranya adalah penelitian yang membahas mengenai terpaan
iklan, brand image dan keputusan pembelian dari produk-produk
kue yang ada. Salah satunya seperti penelitian yang dilakukan oleh Tri
Susanto dan M Sahyaka Dirga yang meleliti mengenai celebrity brand
ambassador produk Gigieatcake. Dari hasil yang didapatkan dapat
diketahui bahwa Gigieatcake memiliki manajemen media yang menjadi
kunci efektif penunjang penjualan produknya (Susanto & Harahap,
Jurnal Riset Terapan Universitas Singaperbangsa Karawang , November
2017: Hal 82-87). Penjelasan tersebut juga didapatkan dalam penelitian
yang dilakukan oleh Ulum Yanuar Purwanto dan Suhayono (Jurnal
Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya Vol. 56 No. 1, Maret 2018, Hal
1-5) membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan
antara celebrity endorser terhadap citra merek dan dampaknya pada
keputusan pembelian produk Malang Strudel Malang.
Selain itu penelitian yang digunakan membahas mengenai faktor
dari keputusan pembelian roti J’co Manado yang dilakukan oleh Fure,
Joyce Lapian serta Rita Taroreh (Jurnal EMBA Vol. 3 No. 1, Maret 2015,
Hal 367-377) salah satunya adalah pengaruh dari brand image. Dari
penelitian tersebut memang benar bahwa brand image dapat menjadi
Komunikasi dalam Media Digital | 233
salah satu faktor konsumen melakukan pembelian produk. Terdapat
satu penelitian lain yang membahas mengenai brand image terhadap
keputusan pembelian adalah penelitian mengenai roti ganeps yang
dilakukan oleh Margaretha Fiani S dan Edwin Japarianto (Jurnal Strategi
Pemasaran Universitas Kristen Petra Vol. 1 No. 1 , 2012 Hal. 1-6) hasil
adanya pengaruh yang ditimbulkan dari kedua variabel brand image dan
food quality terhadap keputusan pembelian. Hal ini didapatkan dari hasil
uji regresi linear sebesar 40,1 % keputusan pembelian terpengaruh oleh
kedua variabel.
Kemudian penelitian lainnya membahas mengenai terpaan iklan
di instagram produk dessert Jepang yaitu SumoBoo yang diteliti oleh
Rustono Farady Marta dan Denise Monica William (Jurnal Komunikasi
Universitas Bunda Mulia Vol. 8 No. 1, Juli 2016 Hal. 68 – 82). Hasil yang
didapatkan peneliti selama pengumpulan data lapangan menjelaskan
bahwa terpaan postingan yang dilakukan oleh SumoBoo! Memiliki
pengaruh yang signifikan dan kuat dengan tingkat ekuitas merek. Hal
ini dapat dilihat dari hasil uji regresi yang dilakukan, didapatkan sebesar
21,1 %
Iklan merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh pemasar untuk
mengomunikasikan atau memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai produk yang mereka miliki. Iklan juga dapat menjangkau pasar
yang luas dengan upaya membujuk serta mempengaruhi konsumen.
Biasanya iklan disebarkan di media cetak, media televisi dan dengan
berkembangnya teknologi kini iklan juga dapat disebarkan di media
berjaringan internet seperti media sosial.
Periklanan sendiri menurut Belch dalam Syarief dan Suprapto
(2012:24) menyatakan bahwa iklan sebagai segala bentuk komunikasi
nonpersonal berbayar, tentang sebuah organisasi produk, jasa, atau ide
oleh sponsor yang terindikasi. Periklanan masih dianggap sebagai media
yang paling efektif dan efisien dalam menjangkau khalayak luas dengan
tujuan pemasaran tertentu.
Menurut Baskoro (2008 : 8) terpaan iklan yang menarik dan secara
terus menerus menerpa khalayak akan mampu menciptakan asosiasi
tertentu terhadap produk yang diiklankan. Terpaan secara terus menerus
yang dilakukan perusahaan akan membentuk persepsi tersendiri dalam
benak konsumen. Hal ini selaras dengan penjelasan bahwa pengaruh yang
ditimbulkan dari terpaan iklan dapat berdampak pada sikap konsumen
234 | Komunikasi dalam Media Digital
tentang produk. Kesan baik atau buruk yang tercipta dari terpaan iklan
yang dilakukan akan berdampak pada sikap konsumen dalam pemilihan
dan pengambilan keputusan (Batra, Myers, & Aaeker, 1996: 48)
Pengukuran terpaan iklan dapat dilihat dari 3 batasan yaitu frekuensi,
atensi serta intensitas iklan. Dari batasan tersebut keefektifan terpaan
akan terlihat yang menimbulkan kuatnya ingatan pada merek (Burnet,
Wells, & Moiarty, 2000: 156)
Saat ini, komunikasi antara perusahaan dengan pelanggan atau
konsumen menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat.
Peningkatan ini tentunya didorong oleh luasnya penggunaan internet
dimasyarakat (Morissan, 2010: 23). Perkembangan internet yang semakin
maju dengan terknologi yang semakin canggih kini mulai melahirkan
banyaknya media sosial yang digunakan tidak hanya untuk menetahui
informasi tetapi juga digunakan sebagai media promosi sebuah produk
atau jasa.
Instagram merupakan salah satu media sosial berjaringan internet
yang menampilkan fitur utama berupa postingan foto, video dengan
durasi 60 detik, dan instastory. Inilah kelebihan yang disediakan didalam
instagram yang kemudian digunakan oleh para perusahaan produk dan
jasa sebagai media promosi. Cepatnya informasi yang dibagikan, mudah,
dan praktis merupakan nilai-nilai yang disediakan media sosial ini
(Camara, 2017: 2).
Brand image adalah persepsi konsumen dari suatu merek yang
menunjukan sekumpulan (kesatuan) brand di dalam ingatan atau benak
konsumen. Kesatuan merek dapat juga memberikan informasi lainnya
yang masih berhubungan dengan brand tersebut dalam ingatan, dan
mengandung arti dari suatu brand bagi konsumen (Lane, 1998: 3).
Brand image juga menjadi faktor penting dalam keputusan pembelian.
Hal ini selaras dengan pengertian dari brand image sendiri bahwa
brand image adalah serangkaian persepsi konsumen yang berhubungan
dengan keyakinan terhadap preferensi merek dan mempengaruhi sikap
konsumen. Maka dari itu, citra dari suatu merek yang positif dapat
menunjang keputusan konsumen dalam melakukan pemilihan atau
pembelian produk.
Keputusan pembelian adalah tahap selanjutnya setelah adanya
niat atau keinginan membeli, namun keputusan pembelian tidak sama
dengan pembelian yang sebenarnya (Morissan, 2010: 85-118).
Komunikasi dalam Media Digital | 235
1) Pengenalan Masalah
Tahapan pertama yaitu pengenalan masalah. Hal ini terjadi ketika
konsumen melihat suatu masalah yang menimbulkan kebutuhan
dan termotivasi untuk menyelesaikan masalah dengan memenuhi
kebutuhan tersebut.
2) Pencarian Informasi
Pada tahapan kedua ini, konsumen mencari informasi yang
dibutuhkan untuk membuat keputusan pembelian. Sumber
pencarian informasi pun dapat didapatkan dari pribadi (keluarga,
teman, tetangga, kenalan), komersial (iklan, pajangan toko), public
(media massa, organisasi) serta pengalaman.
3) Evaluasi Alternatif
Dengan banyaknya hasil merek, konsumen akan melakukan evaluasi
alternative dengan membandingkan berbagai merek hingga pada
akhirnya akan didapatkan satu merek untuk memuaskan kebutuhan
yang diperlukan konsumen.
4) Keputusan Pembelian
Pada tahapan ini, konsumen sudah membuat keputusan pembelian.
Konsumen akan terarah pada niat untuk membeli dan menggunakan
produk dari merek tertentu.
5) Keputusan Pasca Pembelian
Tahapan akhir konsumen akan membandingkan tingkat kinerja
suatu produk dengan harapan yang dimilikinya. Hasil yang
ditimbulkan dari tahap ini akan mendorong konsumen pada rasa
puas atau tidak puas dari produk merek tertentu.
Secara keseluruhan AISAS menjelaskan tentang perilaku konsumen
pada era digital seperti sekarang. Berdasarkan perubahan dalam
lingkungan informasi ini, The Dentsu mendukung model perilaku
konsumsi baru yang disebut AISAS (Perhatian, Ketertarikan, Pencarian,
Tindakan, Berbagi) (Sugiyama dan Andre, 2010 : 79-82)
1) Attention (perhatian)
Iklan yang tersebar kemudian dilihat, ditonton atau didengar oleh
konsumen. Disinilah tahapan pertama dimulai dan menjadi tahapan
yang penting dalam iklan, yaitu tahap perhatian. Perhatian konsumen
dapat ditinjau melalui sejauh apa konsumen mendapatkan stimuli
iklan yang biasanya terkandung dalam visual, narasi, musik dan lain
236 | Komunikasi dalam Media Digital
sebagainya.
2) Interest (ketertarikan)
Tahapan selanjutnya iklan berhasil menarik perhatian konsumen
terhadap produk yang diiklankan. Pesan secara efektif membangun
rasa keingintahuan konsumen, sehingga konsumen berhasil masuk
ketahap selanjutnya mengenai pencarian informasi produk.
3) Search (pencarian)
Tahapan pencarian adalah saat konsumen akan mencari berbagai
informasi mengenai produk sebelum melakukan keputusan
pembelian dengan bantuan dari search engine yang dapat membantu
konsumen untuk mengumpulkan seluruh informasi baik atau
buruknya produk dengan sangat jelas.
4) Action (aksi)
Tahap aksi adalah tindakan yang dilakukan konsumen berupa
pengambilan keputusan untuk mendapatkan produk.
5) Share (berbagi)
Dari keseluruhan tahapan, apabila pengalaman yang didapatkan
oleh konsumen cukup baik dan berhasil menarik perhatian
penuh konsumen maka konsumen dapat menjadi sumber yang
menyebarkan informasi kepada orang-orang yang ada disekitarnya.
Keadaan ini yang dikenal sebagai kekuatan word of mouth yang
terjadi secara langsung atau melalui media.
Dalam penelitian ini, definisi operasional merupakan pengukuran
secara spesifik dari variabel-variabel penelitian yang didapatkan dari
teori yang digunakan. Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut :
a.
Variabel Independen
Berdasarkan pendapat Wells, Burnet dan Moiarty terpaan iklan
dapat diukur melalui tingkat frekuensi, atensi dan durasi dimana dengan
3 pengukuran tersebut frekuensi melihat dari tingkat keseringan followers
dalam mengakses instagram dan melihat iklan di akun @Mamahkejogja.
Sedangkan dengan tolak ukur kedua yaitu intensitas terpaan iklan dilihat
dari seberapa jauh pemahaman dari followers Mamahke Jogja dalam
memperhatikan isi pesan iklannya serta durasi yang ingin melihat rentan
kelamaan followers akun @Mamahkejogja dalam mengakses instagram
untuk membuka dan melihat iklan yang ada di akun Mamahke Jogja.
Setelah terpaan iklan, dalam definisi operasional ini juga mengukur
Komunikasi dalam Media Digital | 237
variabel brand image dengan pengukuran pertama yaitu kepercayaan.
Kepercayaan diukur berdasarkan tingkat reputasi, kualitas dan layanan
dari Mamahke Jogja dalam membentuk kepercayaan followersnya .
Membicarakan mengenai brand image, salah satu pengukurannya yang
terdapat dalam penelitian ini adalah simbol atau label yang dilihat dari
desain serta packaging yang digunakan dalam produk Mamahke Jogja.
Setelah itu adalah persepsi, bagaimana tingkat pemaknaan tentang
produk berdasarkan informasi dari pengalaman yang berhubungan
dengan Mamahke Jogja oleh followers.
Tolak ukur dalam variabel brand image lainnya adalah ingatan, dimana
ingatan ini berisi tentang kesatuan informasi dari konsumen yang terdapat
didalam merek yang dapat dinilai dari jargon, model, jenis produk serta
rasa dari produk Mamahke Jogja. Selain itu juga diukur mengenai kesan .
Kesan merupakan sebuah proses dari keseluruhan penilaian yang tercipta
dari pesan-pesan, pengalaman yang didapatkan dalam informasi merek.
Kemudian tolak pengukuran terakhir adalah keyakinan yang dimaksud
dalam variabel ini merupakan dasar yang membuat followers terhadap tingkat
kepercayaannya dalam produk Mamahke Jogja seperti factor model dalam
iklan yang menyebabkan followers melakukan pembelian.
b.
Variabel Dependen
Pada penelitian ini, pengukuran variabel dependen yaitu keputusan
pembelian oleh followers akun @Mamahkejogja adalah, kecenderungan
followers akun untuk mengambil tindakan dalam mendapatkan atau
membeli produk kue dari Mamahke Jogja. Menurut penjelasan dari
The Dentsu Way, tingkat keputusan pembelian online dapat diukur
berdasarkan 5 tahapan yang dimulai dari tahapan pertama yaitu Attention
(perhatian) dimana followers mendapatkan perhatian khalayak terhadap
iklan yang diukur melalui visualisasi, narasi, musik atau lain sebagainya
yang ditampilkan dalam iklan produk .
Setelah memiliki perhatian, akan diukur berdasarkan tahapan kedua
yaitu Interest (ketertarikan) berdasarkan perhatian didapatkan informasi
yang mendorong konsumen untuk melakukan pencarian informasi lebih
lanjut mengenai produk yang akan mendorong followers maju ketahap
keyoga yaitu Search (pencarian). Hal itu diukur saat followers mencari
informasi sebanyak-banyaknya dari internet berupa artikel-artikel, web
perusahaan, keluarga, teman serta pada akun instagram @MamahkeJogja.
Selanjutnya merupakan tolak pengukuran dalam aksi bisa dilihat dari
238 | Komunikasi dalam Media Digital
beragam informasi mengenai informasi dari jenis produk dan didukung
oleh review produk yang telah ada hingga menimbulkan tindakan untuk
membeli. Seletah semua tahapan terlengkapi, pada penelitian ini juga
melihat tahapan akhir yaitu Share (Berbagi) yang dilihat dari bagaimana
informasi yang dibagikan dapat menciptakan word of mouth. Berbagi
informasi secara langsung atau melalui berbagai media yang tersedia.
Pembahasan
Pengaruh Terpaan Iklan di Instagram Terhadap Keputusan Pembelian
oleh Followers Mamahke Jogja
Terdapat beberapa pendapat dari berbagai ahli mengenai iklan dan
juga terpaan iklan. Perkembangan waktu dan teknologi terus-menerus
membangun perusahaan dalam beriklan tidak hanya di satu media,
melainkan mencoba media baru yang dianggap lebih efektif dan luas
dalam menyebarkan informasi produk. Salah satu media yang banyak
digunakan oleh perusahaan untuk beriklan adalah instagram. Ratusan
juta pengguna dan kemudahan mencari informasi dengan tampilan serta
caption yang menarik yang membuat iklan melalui media instagram kini
banyak digunakan oleh perusahaan besar hingga perusahaan kecil. Seperti
itu pula cara Mamahke Jogja mengiklankan atau menginformasikan
produk-produknya melalui instagramnya.
Terpaan iklan dalam penelitian ini diukur berdasarkan frekuensi,
atensi serta durasi followers sebagai responden penelitian dalam
mengakses instagram mamahke jogja. followers Mamahke Jogja
menyatakan bahwa keputusan mereka dalam melalukan pembelian
diperngaruhi oleh terpaan iklan yang dibagikan pada instagram
Mamahke Jogja. Dimana tingkat terpaan iklan yang didapatkan oleh
followers masuk dalam kategori cukup tinggi sebanyak 36 dari 100 orang
responden. Tidak hanya mengukur tingkat kategori variabel, dalam hasil
olahan data tabulasi silang dapat diketahui bahwa terpaan dari kategoti
terpaan iklan yang cukup tinggi tersebut menimbulkan minat yang cukup
untuk melakukan keputusan pembelian dari para followers Mamahke
Jogja, terbukti dari hasil olahan data yang menunjukan angka terbesar
yaitu 22 orang atau 61,1%.
Hasil secara keseluruhan membuktikan bahwa memang terpaan
iklan yang menerpa seseorang dapat membentuk sikap tersendiri
terhadap suatu produk atau jasa. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji
Komunikasi dalam Media Digital | 239
statistic yang menunjukan nilai sebesar 6.388 dan nilai propabilitas
0.000 ( 0.000 < 0.05 ). Sementara itu, besarnya pengaruh terpaan iklan
di instagram terhadap keputusan pembelian followers dapat dilihat pada
kolom R Square sebesar 0.294 atau 29,4 %. Demikian, dapat disimpulkan
bahwa hipotesis pertama terbukti diterima bahwa ada pengaruh yang
positif dan signifikan dari terpaan iklan di instagram terhadap keputusan
pembelian oleh followers instagram Mamahke Jogja.
Pengaruh Brand Image Cake Kekinian Terhadap Keputusan Pembelian
oleh Followers Mamahke Jogja
Brand image juga menjadi faktor penting dalam keputusan
pembelian. Hal ini selaras dengan pengertian dan hasil yang didapatkan
dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian ini mendukung konsep dari
brand image menurut para ahli dapat dikatakan bahwa brand image
adalah serangkaian persepsi konsumen yang berhubungan dengan
keyakinan terhadap preferensi merek dan mempengaruhi sikap
konsumen. Semakin baik suatu image dari sebuah brand, maka semakin
baik keyakinan konsumen untuk melakukan keputusan pembelian
terhadap produk tersebut.
Dimiliki oleh selebriti tentunya menjadi nilai tambah yang
menguatkan image dari brand Mamahke Jogja sebagai salah satu pilihan
oleh-oleh khas kota Yogyakarta. Menurut salah satu penelitian yang
digunakan sebagai referensi penelitian ini, dikatan bahwa nilai dari artis
yang kuat akan menanamkan kepercayaan dari konsumen. Semakin
positif citra artis, akan memudahkan pembangunan brand image atau
kepercayaan atas produk tersebut. Terbukti citra artis Zaskia yang baik
juga menopang penguatan brand image dari produk Mamahke Jogja,hal
ini dapat dilihat dari hasil tabulasi silang brand image dari Mamahke
Jogja masuk dalam kategori baik seperti yang terdapat dalam persentase
skor responden sebanyak 56 % dan sebanyak 35 orang (61,4%) yang
memiliki minat yang cukup berminat dan 19 ( 33,3%) berminat untuk
melakukan pembelian produk Mamahke Jogja karena brand image
Mamahke Jogja yang dinilai baik. Baiknya citra perusahaan yang dinilai
oleh para followers juga dapat menjadi salah satu kekuatan yang dapat
diciptakan dari word of mouth.
Secara keseluruhan uji analisis yang dilakukan dalam penelitian ini
membuktikan bahwa brand image yang baik menjadi salah satu faktor
dari followers Mamahke Jogja melakukan keputusan pembelian. Hal ini
240 | Komunikasi dalam Media Digital
dibuktikan dengan nilai sebesar 9.044 dan nilai propabilitas 0.000 ( 0.000
< 0.05 ). Sementara itu, besarnya pengaruh brand image cake kekinian
terhadap keputusan pembelian followers dapat dilihat pada kolom R
Square yang menunjukan angka 0.455 atau sebesar 45.5%. Disimpulkan
bahwa hipotesis kedua terbukti diterima bahwa ada pengaruh yang
positif dan signifikan dari brand image cake kekinian “ Mamahke Jogja “
terhadap keputusan pembelian oleh followers instagram Mamahke Jogja.
Pengaruh Terpaan Iklan di Instagram dan Brand Image Cake Kekinian
Terhadap Keputusan Pembelian oleh Followers Mamahke Jogja
Pada penjelasan sebelunya dapat diketahui bahwa memang terpaan
iklan dan brand image memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian.
Hal tersebut dapat dijelaskan dari hubungan antar 2 variabel independen
dimana dengan iklan akan muncul rangkaian penilaian atau persepsi
perusahaan yang disebut sebagai brand image. Semakin baik citra yang
ditampilkan dalam iklan akan mendorong kepercayaan serta seluruh
asset penilaian terhadap brand yang tentunya dapat meningkatkan
keputusan pembelian dari konsumen.
Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa jawaban dan hasil
pengolahan data mendukung diterimanya hipotesis ketiga bahwa ada
pengaruh yang positif dan signifikan dari terpaan iklan di instagram
brand image cake kekinian “ Mamahke Jogja “ terhadap keputusan
pembelian oleh followers instagram Mamahke Jogja. Hasil menunjukan
bahwa terdapat atau ada pengaruh yang ditimbulkan dari terpaan iklan
di instagram dan brand image cake kekinian secara bersamaan terhadap
keputusan pembelian followers. Hal ini dibuktikan dengan nilai sebesar
61.895 dan nilai propabilitas 0.000 ( 0.000 < 0.05 ). Sementara itu,
besarnya pengaruh terpaan iklan di instagram dan brand image cake
kekinian terhadap keputusan pembelian followers dapat dilihat pada
kolom R Square yang menunjukan angka 0.561 atau sebesar 56,1 % yang
menunjukan hubungan kuat antara hubungan terpaan iklan dan brand
image yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian dan sisanya
sebesar 43,9 % lainnya dipengaruhi oleh faktor lainnya.
Penutup
a.
Berdasarkan hasil uji keseluruhan, dapat diketahui bahwa hipotesis
pertama penelitian ini diterima. Hal tersebut berarti bahwa ada
Komunikasi dalam Media Digital | 241
pengaruh positif dan signifikan dari terpaan iklan di instagram ( X1
) terhadap keputusan pembelian oleh followers instagram Mamahke
Jogja ( Y )
b.
Berdasarkan hasil uji keseluruhan, dapat diketahui bahwa hipotesis
kedua penelitian ini diterima. Hal tersebut berarti bahwa ada
pengaruh positif dan signifikan brand image cake kekinian ( X2 )
terhadap keputusan pembelian oleh followers instagram Mamahke
Jogja (Y)
c.
Kesimpulan ketiga ini merupakan kesimpulan terakhir yang
memperlihatkan pengaruh dari kedua variabel independent secara
stimultan terhadap variabel dependen penelitian ini. Berdasarkan
hasil uji keseluruhan, dapat diketahui bahwa hipotesis ketiga
penelitian ini diterima. Hal tersebut berarti bahwa ada pengaruh
positif dan signifikan dari terpaan iklan di instagram ( X1 ) dan
brand image cake kekinian ( X2 ) terhadap keputusan pembelian
oleh followers instagram Mamahke Jogja (Y).
Daftar Pustaka
Baskoro, Adhi.(2008).Analisis Hubungan Terpaan Iklan.Jakarta :
Universitas Indonesia
Batra, R., Myers, J., & Aaeker. (1996). Advertising Manajemen. New
Jersey: Prentice Hall.
Burnet, J., Wells, W., & Moiarty. (2000). Advertising : Principles and
Practice. New Jersey: Prentice Hall.
Camara, L. (2017). 4 Cara Mendapatkan Uang dari Instagram. Jakarta:
Lananta Camara Digital Corps.
Dewie, R. (2017, Mei 18). “ Mamahke Joga, Tren Oleh-Oleh Masa Kini
yang ‘ JogjaBanget’”.Kompasiana.com:https://www.kompasiana.
com/rianadewie/mamahke-jogja-tren-oleholeh-masa-kini-yangjogja-banget_591dd1e97597731b6222d7d (Akses Maret 3, 2018)
Fiani S. & Japarianto, “ Analisa Pengaruh Food Quality dan Brand Image
Terhadap Keputusan Pembelian Roti Kecik Toko Roti Ganep’s di
Kota Solo “. Jurnal Strategi Pemasaran Universitas Kristen Petra Vol.
1 No. 1 , (2012) Hal. 1-6
Fure, Lapian, & Taroreh, “ Pengaruh Brand Image, Kualitas Produk dan
Harga Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen di J.CO Manado”.
Jurnal EMBA Vol. 3 No. 1, (Maret 2015), Hal 367-377
242 | Komunikasi dalam Media Digital
Keller, K. Lane. (1998). Strategic Brand Management Building, Measuring
and Managing Brand Equity. Upper Saddle River: Nj : Prentice Hall.
Khoiruddin, I. (2017, Juli 6). “Keluhan Nitizen Saat Mau Beli Produk
Mamahke Jogja, Antre Hingga 8 Jam”. Brilio.net: https://m.brilio.
net/duh/keluhan-netizen-saat-mau-beli-produk-mamahke-jogjaantre-sampai-8-jam-170706y.html.(Akses : Maret 3, 2018)
Marta & William, “ Studi Terpaan Media Pemasaran Melalui Posting
Instagram Terhadap Ekuitas Merek Pelanggan Sumoboo! (Analisis
Eksplanasi pada Komunitas Food Blogger #WTFoodies)”. Jurnal
Komunikasi Universitas Bunda Mulia Vol. 8 No. 1, (Juli 2016) Hal.
68 – 82
Morissan. (2010). Periklanan : Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta:
Kencana.
Purwanto & Suharyono, “ Pengaruh Celebrity Endorser Terhadap
Citra Merek dan Dampaknya pada Keputusan Pembelian”.Jurnal
Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya Vol. 56 No. 1, (Maret
2018), Hal 1-5
Straub, J. T., & F.Attner, R. (1994). Introduction to Business. Amerika:
Wadsworth Publishing Company.
Sugiyama, K., & Andree, T. (2010). The Dentsu Way. New York: Mc Graw
Hill.
Susanto & Harahap, “ Analisis Penggunaan Celebrity Brand Ambasador
(Studi Kasus Celebrity Brand Ambasador Nagita Slavina, Rafii
Ahmad dalam Gigieatcake”. Jurnal Riset Terapan Universitas
Singaperbangsa Karawang , ISBN: 978-602-73672 (November
2017), Hal 82-87
Syarief, L. K., & Suprapto, R. (2012). Periklanan dan IMC. In Integrated
Marketing Communications : Komunikasi Pemasaran di Indonesia
(pp. 98 - 105). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Komunikasi dalam Media Digital | 243
244 | Komunikasi dalam Media Digital
Fenomena Penggunaan Facebook
di Kalangan Ibu-Ibu Rumah Tangga
Yuliati
Staf Pengajar Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Bengkulu
Email:
[email protected]
Pendahuluan
Perkembangan teknologi informasi mengalami kemajuan yang
sangat cepat dari tahun ke tahuan, dari masa ke masa, hingga saat ini.
Hal ini sepertinya disambut dengan gembira oleh masyarakat di semua
kalangan. Tidak bisa dihindari, di era globalisasi sekarang ini manusia
sudah tergantung dengan teknologi yang semakin maju dan canggih.
Gadget merupakan salah satu bentuk kecanggihan teknologi informasi
masa kini. Hadirnya gadget dalam kehidupan masyarakat, maka ,uncullah
media sosial yang sekarang ini digemari masyarakat. Media sosial tersebut
meliputi facebook, instagram, whatsApp, youtube, dan lain sebagainya.
Gadget dengan fiturnya yang ”always on” internet membuat masyarakat
dengan mudah mengakses media sosial kapan saja dan dimana saja..
Gadget bukan lagi menjadi barang yang untuk memiliki harus
itung-itung dulu. Sakarang ini, gadget sudah beralih menjadi trend yang
harus diikuti oleh semua kalangan masyarakat termasuk ibu-ibu rumah
tangga. Kehadiran smartphone dan notebook yang selalu memberikan
kemudahan, membuat kita tidak boleh ‘gaptek’. Gadget merupakan
sebuah simbol intelektualitas yang tinggi dan juga sebagai simbol “gengsi”.
Hal ini sejalan dengan pendapat William (1992), beberapa teknologi
telah mengubah cara orang berkomunikasi untuk antar personal, grup,
organisasi, publik dan komunikasi internasional.
Hasil penelitian ari UNESCO menyimpulkan bahwa 4 dari 10 orang
Indonesia aktif di media sosial facebook, yang memiliki 3,3 juta pengguna,
kemudian whatsApp dengan jumlah 2,9 juta jiwa danlain-lain,” ungkap
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementrian Komunikasi
dan Informatika, Rosita Niken Widiastuti dalam kegiatan Bimbingan Teknis
SDM Penyiaran angkatan 30 yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
di Jakarta (www.majalahict.com, diakses 31 Maret 2019).
245
Grafik Penggunaan Media Sosial Di Indonesia
Platform medsos yang sangat digandrungi oleh orang Indonesia, di antaranya YouTube 43%,
Facebook 41%, WhatsApp 40%, Instagram 38%, Line 33%, BBM 28%, Twitter 27%, Google+
25%, FB Messenger 24%, LinkedIn 16%, Skype 15%, dan WeChat 14%. Sumber : https://
khetek.com/grafik-pengguna-media-sosial-di-indonesia-pada-2018%EF%BB%BF/ diakses
Maret 2019)
Penggunaan media sosial di kalangan masyarakat sudah menjadi
trend dewasa ini, yang rata-rata hampir semua masyarakat mempunyai
akun media sosial. Bahkan satu orang mempunyai lebih dari satu akun
sosial media. Tidak terkecuali ibu-ibu rumah tangga. Dalam pengamatan
peneliti lakukan terhadap akun facebook, ibu-ibu rumah tangga juga tidak
kalah eksis dalam penggunaan sosial media. Hampir setiap hari mereka
update status yang terkadang berisi tentang ujaran kebencian, share fotofoto selfie dirinya ataupun orang-orang sekitarnya, bahkan tanpa mereka
sadari juga telah ikut andil dalam menyebarkan berita-berita hoax yang
sedang marak dewasa ini melalui akun sosial media mereka.
Selanjutnya dengan melihat fenomena penggunaan media sosial
di kalangan ibu-ibu rumah tangga murni, maksudnya adalah ibu-ibu
rumah tangga yang tidak bekerja diluar rumah, bagaimana penggunaan
media sosial di kalangan ibu-ibu rumah tangga tersebut?
Tujuan penelitian ini adalah untuk emetakan aktivitas iu-ibu rumah
tangga dalam menggunakan media sosial facebookdalam keseharian.
Selain itu juga untuk melihat kecenderungan perilaku ibu-ibu rumah
tangga dalam menggunakan media sosial facebook.
Manfaat penelitian ini adalah sebagai literasi bagi ibu-ibu rumah
tangga untuk bijak dalam menggunakan sosial media dalam hal ini
246 | Komunikasi dalam Media Digital
adalah facebook. Bijak dalam hal ini adalah dari segi konten dan dari
segi waktu penggunaannya.
Media sosial merupakan media baru yang mendukung ibteraksi
sosial dengan menggunakan teknologi berbasis web yang dapat mengubah
komunikasi menjadi dialog interaktif. Di media sosial khalayak merupakan
khalayak aktif. Maksudnya, bukan hanya mengkonsumsi atau menggunakan
konten, tetapi juga memproduksi dan menyebar konten. Media soaial
memberikan ruang pada pengguna untuk menyuarakan pikiran dan opini
mereka yang selama ini tidak didengar. Media sosial mmembawa nilai-nilai
baru ditengah penggunanya. Tidak hanya dimanfaatkan dalam menceritakan
diri (self disclosure) tetapi juga telah meningkat menjadi medium aspirasi
warga secara online (Nasrullah. 2017: 128).
Facebook merupakan salah satu akun media sosial yang berkembang
saat ini. Facebook adalah website jaringan sosial dimana memungkinkan
penggunanya tidak hanya satu melainkan beberapa jaringan. Jaringan
yang dimaksud bisa berdasarkan daerah, atau juga jaringan antar anggota
suatu sekolah, universitas, tempat tinggal, tempat kerja, dan lainnya.
Syaratnya cukup mendaftarkan menggunakan alamat email yang masih
aktif dan berumur minimal 13 tahun (Kurniali, 2009: 21).
Seperti didunia nyata, dalam facebook seseorang juga akan
membangun identita diri dan membentuk eksistensi dirinya. Dengan
membuat id, kemudian memasang foto profil yang menarik sehingga
bisa dikenali oleh teman-temannya dan dianggap keren oleh temantemannya. Pengguna facebook akan mudah mengetahui semua aktivitas
pengguna lain yang menjadi temannya, karena setiap kali pengguna
facebook berganti status, foto profil, mengunggah status atau foto,
membagikan kiriman dari orang lain akan muncul di news feed.
Tujuan utama fenomenologi adalah mempelajari bagaimana
fenomena dialami dalam kesadaran, pikiran, dan dalam tindakan.
Fenomenologi mencoba mencari pemahaman bagaiomana manusia
membangun makna dan konsep-konsep penting dalam kerangka
intersubjektivitas. Intersubjektivitas karena pemahaman mengenai dunia
dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain (Kuswanto, 2009:2).
Teori ketergantungan berasumsi bahwa semakin seeorang
menggantungkan kebutuhannya untuk dibenuhi oleh media maka semakin
penting peran media dalam hidup orang tersebut, sehingga media akan
semakin memiliki pengaruh kepada orang tersebut. Ketergantungan
Komunikasi dalam Media Digital | 247
media dimaksud berhubungan dengan kompleksitas masyarakat dimana
seseorang tinggal, dengan menyediakan sejumlah fungsi esensial informasi
yang berguna. Kesimpulan dari teori ketergantungan media adalah sistem
pendekatan yang menguji interaksi khalayak, sistem media, sistem soaial
dalam menentukan pilihan, tujuan, dan ketergantungan yang diciptakan.
Teori ini dapat digunakan dalam menganalisis gejala atau fenomena
masyarakat (individu, kelompok, organisasi) yang berkaitan dengan media.
(Stanley J. Baran dan Dennis K Davis, 2010: 340-346)
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan tipe kualitatif.
Metode penelitian ini dilakukan dengan maksud agar dapat menemukan
semua jawaban dari setiap yang dipertanyakan sesuai dengan yang
diharapkan
Sumber data dalam penelitian ini adalah sata primer dan sekunder, data
primer diperoleh melalui wawancara dengan informan, dan observasi. Data
sekunder diperolah dengan melakukan studi pustaka terhadap literaturliteratur terkait. Informan dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan
teknik purposive sampling, yakni informan ditetapkan berdasarkan
pertimbangan tertentu sesuai dengan kebutuhan penelitian.
Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan
teknik analisis Miles dan Huberman, yaitu reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan. Uji keabsahan data menggunakan teknik
trianggulasi.
Pembahasan
Fenomena Pengunaan Facebook di Kalangan Ibu-ibu Rumah Tangga
Ibu-ibu rumah tangga aktif menggunakan acebook karena facebook
mudah dipahami, mudah dalam mencari informasi, dan paling populer
diantara media sosial lainnya. Facebook merupakan media yang menjadi
salah satu sarana komunikasi lebih cepat, sebagai sarana hiburan, sebagai
sarana mencari ilmu pengetahuan, sebagai buku harian, dan juga sebagai
ladang mencari rejeki.
Facebook merupakan media sosial, dimana dengan facebook
pengguna bisa lebih cepat mendapatkan inormasi, lebih mudah mencari
teman baru, ataupun teman lama dari teman yang disarankan melalui
facebook. Facebook juga merupakan media sosial yang bisa digunakan
sebagai alat komunikasi untuk menyalurkan perasaan yang ingin
248 | Komunikasi dalam Media Digital
diungkapkan baik senang, sedih, marah, dan lain sebagainya. Melalui
facebook pengguna bisa mengunggah foto-foto tentang aktivitas yang
dilakukannya agar bisa dilihat oleh pengguna facebook lainnya. Ada rasa
kebanggaan tersendiri ketika unggahan mereka disukai oleh orang lain
sesama pengguna facebook dan mendapatkan komentar dari sesama
pengguna facebook. Semakin banyak disukai dan semakin banyak
komentar akan menjadikan pengguna lebih bangga.
Penggunaan facebook dikalangan ibu-ibu rumah tangga merupakan
suatu fenomena yang saat ini terjadi sebagai bentuk eksistensi diri
mereka. Hal ini menunjukkan bahwa ibu-ibu rumah tangga juga butuh
ruang untuk mendapatkan pengakuan dari banyak orang.
Fenomena sosial ini terjadi sebagai salah satu akibat dari pesatnya
perkembangan tenologi komunikasi. Munculnya gadget yang berbasis
android mengakibatkan aplikasi facebook mudah diakses kapan saja
dan dimana saja. Didukung dengan harga gadget yang semakin ramah
di kantong. Kemajuan teknologi yang semakin berkembang pesat secara
tidak langsung menuntut ibu-ibu rumah tangga untuk ikut berkontribusi
dan berteman dengan teknologi, termasuk facebook.
Aktivitas penggunaan facebook dikalangan ibu-ibu rumah tangga
menunjukkan suatu fenomena baru dikalangan mereka. Penggunaan
facebook di kalangan ibu-ibu rumah tangga sebagai salah satu bentuk
eksistensi diri mereka untuk mendapatkan pengakuan dari lingkungan
sosialnya.
Facebook yang awalnya sebagai media menjalin hubungan dengan
keluarga, dan teman lama yang sudah lama hilang kontak, beralih menjadi
sarana hiburan bagi ibu-ibu rumah tangga, untuk menghilangkan
rasa bosan dan jenuh. Selanjutnya facebook digunakan sebagai diary
tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan mengunggah foto-foto
kegiatan keseharian mereka. Lebih lanjut facebook digunakan sebagai
media curhat, mengunggkapkan kesedihan, kekesalan, kegembiraan,
dan sebagainya, bahkan sebagai media berdoa. Facebook juga digunakan
sebagai sarana mencari rejeki, yakni sebagai media berjualan online oleh
kebanyakan ibu-ibu rumah tangga.
Fenomena penggunaan facebook di kalangan ibu-ibu rumah
tangga merupakan suatu bentuk eksistensi diri mereka. Eksistensi diri
di facebook saat ini telah menjadi suatu budaya baru di kalangan ibuibu rumah tangga yang dianggap populer dan kekinian. Facebook hadir
membawa nilai-nilai baru bagi penggunanya.
Komunikasi dalam Media Digital | 249
Facebook menjadi trend tersendiri dikalangan ibu-ibu rumah tangga,
sebagai media untuk memnuhi kebutuhan sosial, yakni sebagai media
untuk menunjukkan eksistensi diri mereka. Eksistensi yang ditunjukkan
oleh ibu-ibu rumah tangga melalui media sosial facebook disebabkan
oleh pengaruh ketergantungan ibu-ibu rumah tangga terhadap facebook.
Selain itu semakin berkembangnya peran facebook sebagai media untuk
menyalurkan kebahagiaan dan emosi.
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa fenomena penggunaan
akun sosial media facebook dikalangan ibu-ibu rumah tangga merupakan
dampak dari perkembangan teknologi dan merupakan kecenderungan
atau trend masa kini. Aktivitas penggunaan akun sosial media facebook
oleh ibu-ibu rumah tangga lebih kepada update status dan unggah
foto terkait kegiatan yang mereka lakukan. Ada kecenderungan bahwa
hal tersebut sebagai salah satu bentuk eksistensi diri mereka agar lebih
dikenal oleh orang banyak.
Fenomena penggunaan facebook dikalangan ibu-ibu rumah tangga
merupakan suatu bentuk ketergantungan seseorang terhadap media dan
menimbulkan suatu budaya baru di kalangan masyarakat.
Daftar Pustaka
Sumber Buku
Baran, Stanley J. dan Dennis K Davis. 2010. Teori Komunikasi Massa
(Dasar, Pergolakan, dan Masa Depan). Jakarta: Salemba Humanika.
Kuswarno, Engkus. 2009. Metodologi Penelitian Komunikasi:
Fenomenologi. Bandung: Widya Padjajaran.
Nasrullah, Rulli. 2017. Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan
Sosioteknologi. Bandung: Simbiosa Rekatama.
Sartika, Kurniali. 2009 Step by Step Facebook [Book Section]. Edisi revisi
Vol. III. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.(Kurniali, 2009: 21).
Sumber Online
https://khetek.com/grafik-pengguna-media-sosial-di-indonesia-pada2018%EF%BB%BF/
www.majalahict.com
250 | Komunikasi dalam Media Digital
Tentang Editor
Fajar Junaedi, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta (UMY) dan pengurus pusat ASPIKOM pada divisi
publikasi. Menulis buku tentang komunikasi dan sepakbola, diantaranya
Komunikasi Politik : Teori, Aplikasi dan Strategi (2013), Manajemen
Media Massa : Teori, Aplikasi dan Riset (2014), Komunikasi Multikultur
: Melihat Multikulturalisme dalam Genggaman Media (2014), Jurnalisme
Penyiran dan Reportase (2015), Jurnalisme Sensistif Bencana : Panduan
Peliputan Bencana (2017), Komunikasi Kesehatan (2018), Merayakan
Sepakbola : Fans, Identitas dan Media edisi 1 dan 2 (2015/2017), Buku
terbarunya berjudul Etika Komunikasi di Era Siber (2019). Lebih dari 250
artikelnya telah terbit di berbagai jurnal, buku dan media massa. Aktif
melakukan riset tentang sepakbola. Alamat e-mail di fajarjun@gmail.
com dan
[email protected]
Filosa Gita Sukmono, dosen Ilmu Komunikasi Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), sekaligus Editor in Chief Jurnal
Komunikator. Aktif dalam sejumlah penelitian terkait kajian media,
film dan isu-isu multikultur. Selain itu sempat menulis dibeberapa buku
bersama koleganya dalam Ekonomi Politik Media : Sebuah kajian Kritis
(2013), Sport, Komunikasi dan Audiens (2014). Di tahun yang sama juga
menulis buku Komunikasi Multikultur : Melihat Multikulturalisme dalam
Genggaman Media (2014), Cyberspace and Culture : Melihat Dinamika
Budaya Konsumerisme, Gaya Hidup dan Identitas dalam Dunia Cyber
(2015), Jurnalisme Sensistif Bencana : Panduan Peliputan Bencana (2017),
Komunikasi Kesehatan (2018). Beberapa tulisan ilmiah terkait dengan
Jurnalisme Warga, Jurnaslime Sensistif bencana, Ruang Publik, New
Media, Film Indonesia dan Komunikasi Multikultur telah dipublikasikan
di beberapa jurnal nasional dan jurnal internasional. Saat ini sedang
fokus dalam penelitian-penelitian tentang film Indonesia dan isu-isu
multikultur di media, bisa dihubungi melalui email:
[email protected]
251