Academia.eduAcademia.edu

PMK No. 29 Th 2019 ttg Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2019 TENTANG PENANGGULANGAN MASALAH GIZI BAGI ANAK AKIBAT PENYAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang secara optimal; b. bahwa anak dengan kekurangan asupan gizi dan/atau penyakit dapat menimbulkan masalah gizi yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan sehingga diperlukan upaya penanggulangan masalah gizi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 2. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian Kesehatan (Lembaran Indonesia Tahun 2015 Nomor 59); Negara Republik -2- 3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 945); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PENANGGULANGAN MASALAH GIZI BAGI ANAK AKIBAT PENYAKIT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk Anak yang masih dalam kandungan. 2. Bayi Sangat Prematur adalah bayi yang lahir sebelum usia kehamilan mencapai genap 32 minggu. 3. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram. 4. Gagal Tumbuh adalah suatu keadaan terjadinya keterlambatan pertumbuhan fisik pada bayi dan Anak usia bawah dua tahun yang ditandai dengan kenaikan berat badan di bawah persentil 5 dari standar tabel kenaikan berat badan. 5. Gizi Kurang adalah keadaan gizi balita yang ditandai dengan kondisi kurus, berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan kurang dari -2 sampai dengan -3 standar deviasi, dan/atau lingkar lengan 11,5-12,5 cm pada Anak usia 6-59 bulan. -3- 6. Gizi Buruk adalah keadaan gizi balita yang ditandai dengan kondisi sangat kurus, disertai atau tidak edema pada kedua punggung kaki, berat badan menurut panjang badan atau berat badan dibanding tinggi badan kurang dari -3 standar deviasi dan/atau lingkar lengan atas kurang dari 11,5 cm pada Anak usia 6-59 bulan. 7. Alergi Protein Susu Sapi adalah suatu reaksi yang tidak diinginkan yang diperantarai secara imunologis terhadap protein susu sapi. 8. Kelainan Metabolisme Bawaan adalah kelainan gen tunggal yang menyebabkan defisiensi atau disfungsi protein yang berfungsi sebagai enzim atau protein transpor yang diperlukan sebagai katalisator metabolisme. 9. Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus yang selanjutnya disingkat PKMK adalah pangan olahan yang diproses atau manajemen diformulasi medis yang secara dapat khusus sekaligus untuk sebagai manajemen diet bagi Anak dengan penyakit tertentu. 10. Surveilans Gizi adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap masalah gizi masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sebagai dasar bagi pengambil keputusan untuk perumusan kebijakan, perencanaan program, penentuan tindakan dan pelaksanaan intervensi serta evaluasi terhadap pengelolaan program gizi. 11. Pemeriksaan Antropometri adalah penimbangan berat badan, pengukuran panjang atau tinggi badan, dan pengukuran lingkar lengan atas, untuk menilai status gizi Anak. 12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. -4- BAB II PENYELENGGARAAN Pasal 2 (1) Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan penanggulangan masalah gizi bagi Anak akibat penyakit secara terpadu dan berkesinambungan. (2) Penanggulangan masalah gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan terhadap penyakit yang memerlukan upaya khusus untuk penyelamatan hidup dan mempunyai dampak terbesar pada angka kejadian stunting. (3) Penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. berisiko Gagal Tumbuh; b. Gizi Kurang atau Gizi Buruk; c. Bayi Sangat Prematur; d. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah; e. Alergi Protein Susu Sapi; dan f. Kelainan Metabolisme Bawaan. Pasal 3 (1) Penyelenggaraan penanggulangan masalah gizi bagi Anak akibat penyakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dilakukan melalui: (2) a. Surveilans Gizi; dan b. penemuan dan penanganan kasus. Dalam hal sebagaimana penemuan dimaksud dan pada penanganan ayat (1) kasus huruf b memerlukan upaya khusus, dilakukan pemberian PKMK. Pasal 4 (1) Surveilans Gizi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilaksanakan melalui: a. pengumpulan data; b. pengolahan dan analisis data; dan c. diseminasi informasi. -5- (2) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperoleh melalui kegiatan: a. pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita; (3) b. pemantauan status gizi; c. pelaporan hasil penemuan kasus; d. survei; dan/atau e. kegiatan lainnya. Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh dari Posyandu, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, masyarakat, dan/atau sumber data lainnya. (4) Berdasarkan perkembangan hasil pemantauan balita dan pertumbuhan pemantauan status dan gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b diperoleh data: a. bayi dan Anak usia bawah 2 (dua) tahun risiko Gagal Tumbuh; (5) b. balita Gizi Kurang atau Gizi Buruk; c. Bayi Sangat Prematur; d. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah; e. balita dengan status perkembangan meragukan; f. balita dengan status perkembangan menyimpang. Berdasarkan pelaporan hasil penemuan kasus dan survei sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d diperoleh data: a. bayi dan Anak usia bawah 2 (dua) tahun risiko Gagal Tumbuh dan balita Gizi Kurang atau Gizi Buruk; b. Bayi Sangat Prematur dan Bayi Berat Lahir Sangat Rendah; c. bayi dan Anak Alergi Protein Susu Sapi; dan d. bayi dan Anak dengan Kelainan Metabolisme Bawaan. (6) Pelaksanaan teknis Surveilans Gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. -6- Pasal 5 Berdasarkan hasil pelaksanaan teknis Surveilans Gizi, dilakukan intervensi untuk mengatasi masalah gizi bagi Anak akibat penyakit. Pasal 6 (1) Penemuan kasus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dilakukan secara aktif dan pasif. (2) Penemuan kasus secara aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pelacakan kasus ke masyarakat oleh tenaga kesehatan puskesmas. (3) Penemuan kasus secara pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. pemeriksaan pasien rujukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan dari posyandu ke puskesmas untuk dilakukan konfirmasi; atau b. pemeriksaan pasien yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. (4) Pemeriksaan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi Pemeriksaan Antropometri dan pemeriksaan klinis. (5) Pemeriksaan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dijadikan dasar untuk penegakan diagnosis oleh dokter atau dokter spesialis Anak. Pasal 7 Penanganan kasus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dilakukan di puskesmas dan rumah sakit. Pasal 8 (1) Penanganan kasus di puskesmas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilakukan terhadap kasus: (2) a. berisiko Gagal Tumbuh; b. Gizi Kurang; dan c. Gizi Buruk. Kasus sebagamaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditentukan penyebabnya oleh dokter di puskemas. -7- (3) Penanganan kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim tenaga kesehatan yang masingmasing memiliki kompetensi di bidang medis, gizi, kebidanan dan keperawatan. (4) Dalam hal kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat ditangani di puskesmas, pasien harus dirujuk ke rumah sakit untuk ditangani oleh dokter spesialis Anak. Pasal 9 (1) Penanganan kasus di rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilakukan melalui diagnosis penyebab dan tata laksana masalah gizi yang sesuai. (2) Penanganan kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan kedokteran. Pasal 10 Pemberian PKMK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) merupakan bagian dari tata laksana dalam penanganan kasus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. Pasal 11 (1) PKMK hanya diberikan sesuai dengan resep dokter spesialis Anak berdasarkan indikasi medis. (2) Penggunaan PKMK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus di bawah pengawasan dokter spesialis Anak. Pasal 12 (1) PKMK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 meliputi: a. PKMK untuk Gagal Tumbuh, Gizi Kurang dan Gizi Buruk berupa oral nutrition supplement dengan kandungan energi lebih besar dari 0,9 kkal/mL. b. PKMK untuk Bayi Sangat Prematur dan Bayi Berat Lahir Sangat Rendah berupa: -8- 1. formula prematur dengan ketentuan kandungan energi minimal 24 kkal/30 ml; dan/atau 2. pelengkap gizi air susu ibu (human milk fortifier). c. PKMK untuk Alergi Protein Susu Sapi berupa formula berbasis susu sapi dengan protein terhidrolisat ekstensif atau asam amino bebas. d. PKMK untuk Kelainan Metabolisme Bawaan berupa formula dengan mikronutrien komposisi yang makronutrien sesuai dengan dan Kelainan Metabolisme Bawaan yang diderita. (2) PKMK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diberikan kepada pasien secara parenteral. Pasal 13 PKMK wajib memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi dan memiliki izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 14 Penyediaan PKMK dapat dilakukan melalui pengadaan program pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III KOORDINASI, JEJARING, DAN KEMITRAAN Pasal 15 (1) Dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan masalah gizi bagi Anak akibat penyakit, Menteri dapat membangun dan mengembangkan koordinasi, jejaring, dan kemitraan antara instansi pemerintah, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan. (2) Koordinasi, jejaring, dan kemitraan dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk: sebagaimana -9- a. advokasi; b. penemuan kasus; c. penanggulangan masalah gizi; d. meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, kajian, penelitian, serta kerjasama antar wilayah, dan pihak ke tiga; e. peningkatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi; f. integrasi penanggulangan masalah gizi; dan/atau g. sistem rujukan. BAB IV PENCATATAN DAN PELAPORAN Pasal 16 (1) Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib melakukan pencatatan setiap kejadian masalah gizi bagi Anak akibat penyakit. (2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada Menteri melalui dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan dinas kesehatan daerah provinsi secara berjenjang dengan tembusan kepada Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat. (3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara berkala setiap 1 (satu) bulan sekali. BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 17 (1) Menteri, Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan, kepala dinas kesehatan daerah provinsi, dan kepala dinas kesehatan daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan organisasi terkait. -10- (3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui: a. advokasi dan sosialisasi; b. bimbingan teknis; dan/atau c. monitoring dan evaluasi. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Peraturan Menteri diundangkan. ini mulai berlaku pada tanggal -11- Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 26 Agustus 2019 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd NILA FARID MOELOEK Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Agustus 2019 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 914 Telah diperiksa dan disetujui: Plh. Kepala Biro Hukum Direktur Jenderal dan Organisasi Kesehatan Masyarakat Sekretaris Jenderal Tanggal Tanggal Tanggal Paraf Paraf Paraf