Academia.eduAcademia.edu

Hubungan Status Gizi dengan Derajat Pneumonia pada Balita di RS. Dr. M. Djamil Padang

2016, Jurnal Kesehatan Andalas

http://jurnal.fk.unand.ac.id Artikel Penelitian Hubungan Status Gizi dengan Derajat Pneumonia pada Balita di RS. Dr. M. Djamil Padang Mia Nurnajiah1, Rusdi2, Desmawati3 Abstrak Pneumonia merupakan infeksi saluran pernapasan akut yang menjadi penyebab kematian utama pada balita di dunia, terutama di negara berkembang. Salah satu faktor risiko dari pneumonia adalah status gizi yang kurang. Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan status gizi dan derajat pneumonia pada balita di RS. Dr. M. Djamil Padang. Desain penelitian adalah retrospektif analitik dengan pendekatan cross-sectional dan menggunakan uji statistik Chi-square. Pengambilan data dilakukan dari Agustus hingga September 2014 di pusat rekam medis RS. Dr. M. Djamil Padang. Subjek penelitian adalah 105 balita yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Indikator status gizi yang digunakan adalah indkator BB/U kurva CDC rujukan WHO-NCHS. Subjek penelitian diklasifikasikan menurut derajat ringan-berat pneumonia. Sebanyak 51 balita (91,1%) dengan status gizi baik menderita pneumonia (ringansedang) dan 18 balita (8,9%) status gizi kurang-buruk menderita pneumonia berat. Hasil penelitian p < 0,05 menunjukkan adanya hubungan bermakna antara status gizi dengan balita penderita pneumonia. Kesimpulan penelitian ini ialah terdapat hubungan bermakna antara status gizi dan derajat pneumonia pada balita di RS. Dr. M. Djamil Padang. Sebagian besar balita dengan pneumonia derajat berat memiliki status gizi kurang dan buruk. Kata kunci: status gizi, derajat pneumonia, balita Abstract Pneumonia is an acute respiratory infection which is the leading cause of children mortality in aged less than 5 years in the world, especially in developing countries. One of pneumonia risk factors is undernutrition. The objective of this study was to determine the relationship between nutritional status and pneumonia severity of children aged less than 5 years in RS. Dr. M. Djamil Padang. Type of this research is analytics retrospective with cross-sectional design and chi-square statistic test. The research was held from Agustus until September 2014 in medical record centre of. Dr. M. Djamil Padang Hospital. Subjects of this research were 105 children aged less than 5 years which are selected by inclusion and exclusion criterias. The indicator used for nutritional status was based on weight per age with CDH chart referred by WHO-NCHS. Fifty one subjects (91,1%) with pneumonia (mil to moderate) had good nutritional status and 18 subjects (8,9%) with severe pneumonia were lack in their nutritional status. The result showed a significant relationship between nutritional status and pneumonia with p < 0,05. The conclusion is that a nutritional status has significant relationship to pneumonia severity of children aged less than 5 years in Dr. M. Djamil Padang Hospital. Most of those children suffered from severe pneumonia are in undernutrition. Key words: nutritional status, pneumonia severity, children aged less than 5 years Affiliasi penulis: 1. Pendidikan Dokter FK UNAND (Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang), 2. Bagian Anak FK UNAND, 3. Bagian Gizi FK UNAND PENDAHULUAN Pneumonia merupakan infeksi saluran pernapasan akut yang mengenai parenkim paru dan menjadi Korespondensi: Mia Telp:081947734350 Nurnajiah, email:[email protected], penyebab kematian utama pada balita di dunia. Penyakit global tersebut dapat diatasi di negara maju, namun cukup fatal di negara berkembang.1 Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(1) 250 http://jurnal.fk.unand.ac.id Insidensi pneumonia balita negara berkembang menyebabkan atrofi timus sehingga mengganggu adalah 151.8 juta kasus baru per tahunnya dan di produksi sel T. Kekurangan protein juga dapat negara maju sekitar empat juta.2 Sekitar 1,1 juta balita mengganggu produksi antibody sebagai imunitas di dunia meninggal setiap tahun karena pneumonia, humoral.10 Kekurangan protein akan disertai oleh terutama di Afrika dan Asia tenggara. 3 Period kekurangan vitamin A (Beta Karoten), vitamin E prevalence pneumonia di Indonesia yang tinggi terjadi (Alfatokoferol), vitamin B6, vitamin C (Asam Askorbat), 4 pada balita sebesar 18,5 per mil. Kasus pneumonia folat, di kota Padang meningkat dari 780 kasus pada tahun Kekurangan vitamin A mengurangi sekresi IgA dan 2010 menjadi Prevalensi 1426 status kasus pada tahun 2011. gizi berat-kurang pada 5 zink, menghalangi zat besi, fungsi tembaga sel-sel dan selenium. kelenjar yang balita mengeluarkan mukus sehingga digantikan oleh sel sebesar 19,6% pada tahun 2013 dengan rincian 5,7% epitel bersisik dan kering. Vitamin A, E, dan C untuk gizi buruk dan 13,9% untuk gizi kurang. merupakan antioksidan yang dapat menangkal radikal Sumatera Barat menempati urutan ke 18 dari 33 bebas. Kekurangan antioksidan dapat menyebabkan 4 supresi imun yang mempengaruhi mediasi sel T dan Pneumonia dapat diklasifikasikan ke dalam dua respon imun adaptif. Kekurangan vitamin B6 dapat provinsi di Indonesia dengan status gizi buruk-kurang. bentuk berdasarkan tempat terjadinya infeksi, yaitu menurunkan pembentukan antibodi. 11 Community Acquired Pneumonia (CAP) yang sering Dari berbagai uraian di atas, perlu diteliti terjadi pada masyarakat dan Hospital Acquired hubungan antara status gizi dan kejadian pneumonia Pneumonia (HAP) atau pneumonia nasokomial yang pada balita di RS. Dr. M. Djamil. Penelitian dilakukan didapat di Rumah Sakit. Selain berbeda dalam lokasi di RS. Dr. M. Djamil karena rumah sakit tersebut tempat terjadinya infeksi, kedua bentuk pneumonia ini merupakan pusat rujukan seluruh daerah di Sumatera juga berbeda dalam spektrum etiologi, gambaran Barat. klinis, penyakit dasar atau penyakit penyerta, serta prognosisnya (lebih kompleks pada HAP). Pneumonia menurut derajatnya, dapat diklasifikasikan menjadi bukan pneumonia, pneumonia dan pneumonia berat yang dilhat dari gejala klinisnya. 6 METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian retrospektif analitik dengan desain cross-sectional. Populasi adalah rekam medis 166 balita pneumonia Mikroorganisme penyebab pneumonia dapat rawat inap dan rawat jalan di RS Dr. M. Djamil berupa virus, bakteri dan jamur. Hasil penelitian Padang dari Januari 2011 sampai Desember 2013. menunjukkan pneumonia Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi bakteri, terutama Streptococcus sebanyak 105 balita. Penelitian ini dilaksanakan pada bahwa disebabkan oleh pneumonia 70% penyakit dan Hemophilus influenza tipe B. 3 Bulan Mei 2014 hingga November 2014. Variabel Pemeriksaan mikroorganisme penyebab pneumonia bebas dalam penelitian ini adalah status gizi dan pada balita masih belum sempurna karena balita sulit variabel terikat adalah derajat pneumonia balita. memproduksi sputum dan tindakan invasif seperti 7 Pengukuran status gizi dilakukan dengan aspirasi paru atau kultur darah sulit dilakukan. Faktor indikator BB/U (Akut) meggunakan grafik CDC rujukan risiko yang selalu ada (definite risk factor) pada WHO-NCHS dengan rumus: pneumonia meliputi gizi kurang, berat badan lahir 12 Status gizi BB/U = rendah, tidak mendapatkan ASI, polusi udara dalam 2 ruang, dan pemukiman padat. Balita dengan gizi kurang dan gizi buruk memperbesar risiko terjadinya pneumonia pada balita. 8 Pada balita dengan gizi kurang/buruk, sistem pertahanan tubuh menurun sehingga mudah terkena 9 infeksi. Timus adalah salah satu organ limfoid primer yang memproduksi sel T. Kekurangan protein dapat Status gizi baik menurut rumus tersebut apabila >80%, kurang 60-80%, dan buruk <60%.12 Analisis data dilakukan secara bertahap yaitu dengan melakukan analisis univariat serta uji statistik Chi-Square untuk melihat hubungan status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(1) 251 http://jurnal.fk.unand.ac.id HASIL Tabel 4. Distribusi frekuensi jenis kelamin balita Tabel 1. distribusi frekuensi status gizi balita penderita penderita pneumonia di RS. Dr. M. Djamil tahun 2011- pneumonia di RS. Dr. M. Djamil tahun 2011-2013 2013 Status Gizi n Presentase (%) Jenis Kelamin N Presentase (%) Baik 56 53,3 Laki-laki 49 46,7 Kurang 41 39,04 Buruk 8 7,61 Perempuan 56 53,3 Jumlah 105 100 Jumlah 105 100 Pada Tabel 1 didapatkan presentase gizi baik sebanyak 56 balita (53,3%). Balita penderita pneumonia yang memiliki status gizi buruk sangat Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa penderita pneumonia berjenis kelamin perempuan (53,3%) sedikit lebih banyak daripada laki-laki. sedikit (7,61%) Tabel 5. Hubungan status gizi dan derajat pneumonia Tabel 2. Distribusi frekuensi klasifikasi pneumonia pada ballita di RS. Dr. M. Djamil tahun 2011-2013 pada balita di RS. Dr. M. Djamill tahun 2011-2013 Derajat p Derajat Pneuomonia N Presentase (%) Pneumonia 81 77,15 Berat Pneumonia Berat 24 22,85 n % n % Jumlah 105 100 18 36,7 31 63,3 Baik 5 8,9 51 91,1 Total 23 21,9 82 78,1 Pneumonia Gizi Kurang Pneumonia 0,001 &buruk Kasus pneumonia lebih banyak dari pada pneumonia berat. Pneumonia pada balita sebanyak 81 (77,15%), sedangkan pada pneumonia berat sebanyak 24 balita (22,85%). Pada Tabel 5 didapatkan keterangan bahwa Tabel 3. Distribusi frekuensi umur balita penderita bergizi kurang dan buruk serta sebagian besar yang pneumonia di RS. Dr. M. Djamil tahun 2011-2013 menderita derajat ringan-sedang bergizi baik (p< Derajat Umur Pneumonia (Bulan) sebagian besar balita penderita pneumonia berat Pneumonia Jumlah 0,05). Berat 13-20 32 9 41 21-28 21 5 26 29-36 15 1 16 37-42 2 - 2 43-50 11 5 16 51-59 3 1 4 Jumlah 84 21 105 PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada tahun 2014 di Pusat Rekam Medis di RS. Dr. M. Djamil Padang. Total sampel adalah 105 rekam medis balita pneumonia dari Januari 2011 hingga Desember 2013. Studi terhadap hubungan status gizi dengan Pada Tabel 3 didapatkan hasil bahwa kelompok umur yang terbanyak menderita pneumonia dan pneumonia berat adalah 13-20 bulan. Kelompok umur terbanyak kedua adalah balita berumur 21-28 bulan dan yang paling sedikit berada di kelompok umur 37-42 bulan. kejadian pneumonia pada balita di RS. Dr. M. Djamil periode 2011-2013 telah dilakukan sesuai dengan prosedur, seperti; mencari data awal balita penderita pneumonia, membuka status sesuai nomor rekam medik pada data awal, mengeleminasi kriteria eksklusi dan melakukan pengolahan data. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(1) 252 http://jurnal.fk.unand.ac.id Kejadian Umur dengan Pneumonia Hubungan bermakna antara status gizi dengan Penderita pneumonia pada balita terbanyak klasifikasi pneumonia didapatkan juga pada penelitian ada di kelompok usia 13-28 bulan. Hal ini sejalan Penurunan dengan hasil Riskesdas pada tahun 2013 bahwa balita menurunnya penderita pneumonia terbanyak pada usia 12 hingga 4 imunitas tersebut disebabkan aktivitas leukosit maupun membunuh kuman. 17 oleh untuk memfagosit Pada penelitian Domili 35 bulan dengan period prevalence 2.6/mil. Penelitian et al di tahun 2012, terdapat hubungan antara status lain menyebutkan usia tertinggi pada balita di bawah gizi dengan kejadian pneumonia pada balita. Balita usia 2 tahun. 13 Semakin kecil usia anak-anak semakin rentan terkena infeksi dikarenakan sistem imun pada anak usia satu tahun pertama hingga usia lima tahun cenderung tidak memiliki nafsu makan sehingga berdampak pada kurang gizi dan malnutrisi.14 Balita pneumonia di RS. Dr. M. Djamil lebih masih belum matang. Kerentanan infeksi pada balita banyak juga lebih rendah dari pada anak dengan usia lebih pneumonia berat karena sebagian besar penderita tua.10 Pada tahun 2012, Domili et al menyatakan tidak memiliki status gizi baik. Berdasarkan laporan Dinkes ada hubungan umur dengan kejadian pneumonia pada Provinsi Sumatera Barat, balita penderita pneumonia balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato. 14 dibandingkan dengan balita pada tahun 2008-2012 (3,85-4.32%) lebih banyak daripada pneumonia berat (0,07-0,12%). Kejadian Jenis Kelamin dengan Pneumonia penderita 15 Pneumonia berat pada balita ditandai dengan adanya retraksi Penderita pneumonia perempuan sebanyak 56 epigastirum, interkostal dan suprasternal, kesadaran balita sedangkan penderita laki-laki sebanyak 49 menurun, serta balita dengan gizi buruk. Pada balita. Hasil Riskesdas 2013 balita laki-laki penderita pneumonia pneumonia sebanyak 19 per mil dan perempuan antibiotik lini pertama, sedangkan pneumonia derajat sebanyak 18 per mil. 4 ringan rawat jalan dapat diberikan sedang dan berat yang disertai distres pernapasan Laporan Dinkes Sumatera Barat tahun 2013, balita perempuan menderita pneumonia (89908) lebih banyak dari pada laki-laki (89496). 15 dan komplikasi perlu dirawat inap. 6 Status gizi yang kurang dan buruk dapat Dalam profil menyebabkan gangguan sistem imun. Sel-sel yang Dinas Kesehatan Kota Padang, bayi lahir hidup dari terdapat dalam sistem imun terdapat pada jaringan tahun 2011-2013 lebih banyak perempuan dari pada dan organ yang spesifik yaitu jaringan limfoid sebagai laki-laki. 16 Hal ini bisa menjadi salah satu penyebab jaringan imun. Timus adalah salah satu organ limfoid penderita perempuan lebih banyak dari penderita laki- primer.10 Sel T yang diproduksi oleh timus pada balita, laki pada penelitian ini. Status imun tidak dipengaruhi sangat berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh oleh jenis kelamin, tetapi dipengaruhi oleh genetik, dari benda asing. Organ timus sangat sensitif terhadap umur, metabolik, lingkungan dan nutrisi, anatomis, malnutrisi fisiologis, dan mikrobiologi. 10 Pada tahun 2012, Domili et al menyatakan tidak ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian pneumonia pada balita. 14 karena kekurangan protein dapat menyebabkan atrofi timus. Hampir semua mekanisme pertahanan malnutrisi. tubuh memburuk dalam keadaan 18 Vitamin A menjadi faktor penentu dalam proses Hubungan Status Gizi dengan Derajat Pneumonia diferensiasi sel, terutama sel goblet yang dapat pada Balita di RS. Dr. M. Djamil mengeluarkan mukus. Mukus melindungi sel-sel epitel Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang dari serbuan mikroorganisme dan partikel lain yang bermakna atau signifikan antara status gizi balita berbahaya. Benda asing yang masuk ke saluran dengan pneumonia pada balita (13-59 bulan) di RS. pernapasan akan terbawa keluar bersama mukus Dr. M. Djamil, dengan hasil p =0,001. Sebagian besar karena adanya epitel yang menyapu mukus keluar. balita penderita pneumonia berat bergizi kurang dan Kekurangan vitamin A menghalangi fungsi sel-sel buruk. Angka mortalitas pneumonia pada balita kelenjar yang mengeluarkan mukus dan digantikan dengan gizi buruk sangat tinggi dan kematian balita oleh sel epitel bersisik dan kering. Membran mukosa 16 karena pneumonia di Indonesia sebesar 22,8 %. tidak dapat lagi mengeluarkan cairan mukus dengan Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(1) 253 http://jurnal.fk.unand.ac.id sempurna sehingga mudah terserang bakteri. Retinol sumber proteksi pada usia dini dan mencegah infeksi pada vitamin A berpengaruh pada diferensiasi limfosit paru dan saluran cerna.22 Penyakit menahun, fakor B.19 iatrogen, Metabolisme vitamin A juga dibantu oleh adanya mineral mikro seperti seng (Zn). Zink berperan trauma pada anestesi, aspirasi, dan pengobatan antibiotik yang tidak sempurna ikut berperan dalam meningkatkan risiko pneumonia. 2 penting sebagai mediasi imun non spesifik seperti neutrofil dan sel NK dan imun non spesifik seperti keseimbangan sel Th. Defesiensi zink sebesar 100 mg menjadi salah satu penentu utama pneumonia.20 KESIMPULAN Terdapat hubungan bermakna antara status gizi dengan derajat pneumonia pada anak balita di RS. Malnutrisi yang disebabkan oleh kekurangan Dr. M. Djamil. energi protein akan disertai oleh kekurangan vitamin A (Beta Karoten), vitamin E (Alfatokoferol), vitamin B6, vitamin C (Asam Askorbat), folat, zink, zat besi, tembaga, dan selenium. Vitamin A, E dan C merupakan antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas yang menghalangi tidak stabil. terjadinya Antioksidan tekanan oksidatif dapat dan kerusakan jaringan, serta mencegah peningkatan produksi pro-inflamatori sitokin. Antioksidan juga dapat memperbaiki jaringan/sel yang telah dirusak oleh radikal bebas. Kekurangan antioksidan dapat SARAN orang tua agar memperhatikan pemberian nutrisi (mikronutrien dan makronutrien) yang cukup dan baik pada balita untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan, perkembangan serta pertahanan tubuh, sehingga balita tidak mudah terkena infeksi. Orang tua yang memiliki balita sebaiknya mengurangi faktor risiko pneumonia sehingga angka pneumonia balita di Indonesia dapat menurun. Sebaiknya ada penelitian lanjutan untuk memperdalam lagi faktor risiko lainnya. menyebabkan supresi imun yang mempengaruhi mediasi sel T dan respon imun adaptif. Kekurangan 21 vitamin B6 dapat menurunkan pembentukan antibodi. Kekurangan folat dapat menyebabkan gangguan metabolisme DNA sehingga terjadi perubahan dalam morfologi sel-sel yang cepat membelah, seperti sel UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak atas bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penelitian ini. darah merah, sel darah putih, serta epitel sel lambung dan usus.9 Malnutrisi yang berat dan kronis menjadi penyebab utama atrofi timus yang sangat penting dalam mekanisme pertahanan. 10 Pada saat sistem imun seseorang belum sempurna atau terkompresi, balita yang malnutrisi akan mudah terkena infeksi kronik dan berulang. Pengaruh terhadap mukosa dan fungsi barrier terhadap invasi patogen berubah pada saat malnutrisi. 8 Penulusuran kepustakaan menunjukkan adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita. Hal tersebut memperkuat hasil peneliian ini. Balita pneumonia yang bergizi baik dapat terkena pneumonia karena faktor risiko pneumonia tidak hanya status gizi. Faktor risiko lain dari pneumonia pada balita adalah berat badan lahir rendah, tidak ada pemberian ASI, polusi udara dalam 2 ruang, dan pemukiman yang padat. ASI merupakan DAFTAR PUSTAKA 1. Scott JAG, Brooks WA, Perisis JSM, Holtzman. Pneumonia research to reduce childhood mortality in the developing world. 2008; 188(4) (diunduh 20 November 2013). Tersedia dari: URL: HYPERLINK http:/www.jci.org 2. Rudan I, Boschi-Pinto C, Biloglav Z, Mulholiand K, Campbell H. Epidemiology and etiology of childhood pneumonia. Bull World Health Organ. 2008; 86(5):408-16. 3. WHO. Pneumonia. WHO media centre. 2013 (diunduh pada 30 November 2013); Tersedia dari: URL: HYPERLINK http://www.who.int/mediacentre/ factsheets/fs331/en/ 4. Kementrian Kesehatan RI. Riskesdas 2013 (diunduh 7 April 2014). Tersedia dari: URL: HYPERLINK http://www.depkes.go.id Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(1) 254 http://jurnal.fk.unand.ac.id 5. Dinas Kesahatan Kota Padang. Profil kesehatan 14. Domili MFH, Nontji W, Kasim UNA. Faktor-faktor tahun 2011. Edisi 2012-DKK Padang (diunduh 30 yang berhubungan dengan kejadian Pneumonia November (skripsi). Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo; 2013). Tersedia dari: URL: http://dinkeskotapadang1.files. HYPERLINKL 15. Irene. Laporan tahunan ISPA. Padang: Dinas wordpress.com 6. Rahajoe NN, Supriyanto B, Setyanto BB. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan 7. Rudan I, Katherine L, O’Brien, Harish Nair, H. Epidemiology Kesehatan Provinsi Sumatera Barat; 2014. 16. Dinas Kesehatan Kota Padang. Profil kesehatan tahun 2012-2013. Padang: Dinas Kesehatan Kota Penerbit IDAI; 2008. Campbell 2012. and childhood pneumonia in 2010: etiology of estimates of incidence, severe morbidity, mortality, underlying Padang. (diunduh 3 Oktober 2014). Tersedia dari: URL: HYPERLINK http://dinkeskotapadang1. files.wordpress.com 17. Said M. Pneumonia. Dalam: Rahajoe NN, risk factors and causative pathogens for 192 Supriyanto B, Setyanto BB, Buku ajar respirologi countries. Scotland: Global Healthjournal. 2013; anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 3(1):54. 2008. 8. Kartasasmita, Cissy B. Pneumonia pembunuh 18. Ghozali A. Hubungan status gizi dengan klasifikasi balita. Dalam: Martin W, Cissy B, Marjanis S, pneumonia pada balita di Puskesmas Gilingan Fransisca HA, Kusbiyanto. Jendela Epidemiology: Kecamatan Pneumonia Balita. Jakarta: Kementrian Kesehatan Banjarsari (skripsi). Surakarta: Fakultas Kedokteran UNS. 2012. 19. Keperien J, Bastiaan S, Gunther B, Linette EM, RI. 2010;3:22. 9. Almatsier S. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Johan G. Development of the immune systemearly nutrition and consequences for later life Gramedia Pustaka Utama; 2010. 10. Darwin E. Imunologi dan infeksi. Padang: Andalas (diunduh 5 November 2013). Tersedia dari: URL: HYPERLINK http://www.IntechOpen.com University Press; 2006. 11. Cripss AW, Diana CO, Jane P, Deborah L, Michael P, Alpers. The relationship between undernutrition 20. Brunt H, Coleman G. Immune disease and children. Uruguay: Amalia Laborde MD; 2011. and humoral immune status in children with 21. Brambilla D, Mancoso C, Scudiri MR, Boso P, pneumonia in Papua New Guinea. PNG Med J. Camarella G, Lemperar L, Beneditto G. The role 2008;51(3-4):120-30. antioxidant aupplement in immune system, S. neoplastic, and neurodegenerative disorders a Dianosis fisik pada anak. Edisi ke-2. Jakarta: point of view for an assesment of the risk/benefit Sagung Seto; 2013. profile. England: Biomed Central Ltd. 2008;7(39): 12. Matondang CS, Waihdiyat, Sastroamoro 13. Turner C, Turner P, Carrara V, Burgoine K. High risks of pneumonia in children two years of age in 1-9. 22. Jackson KM. Breastfeeding. The Immune South East Asean refugee population. United Response and Long-term Health. Amerika: J Am Kingdom: University College London.2013;8(1):1-7. Osteopath Association. 2006;106(4):203-7. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(1) 255