Megatrend Akuntansi : IFRS dan Konvergensinya di Indonesia
Oleh : Eka Widiastuti (As 2010 B)
Makalah Ujian Akhir Semester
Teori Akuntansi
SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM SEBI
1435 H/2013M
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr Wb
Alhamdulillah, Puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Rabb yang Maha Agung, yang menguasai alam beserta seluruh isinya, yang telah memberikan penulis waktu, kesempatan dan kemudahan yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Teori Akuntansi dengan judul Megatrend Akuntansi : IFRS dan Konvergensinya di Indonesia.
Shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi pembawa petunjuk kebenaran, Rasulullah Muhammad SAW, beserta para sahabat dan pejuang-pejuang yang senantiasa berjihad di jalan-Nya.
Alhamdulillah, penulis bersyukur atas rahmat Allah SWT dan mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prayogo, SE. Ak. MM. dan semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah kami. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala jasa dan bantuan yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dengan lapang dada kami terima sebagai suatu masukan dalam penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pribadi dan pembaca kelak. Aamiin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Depok, Januari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
BAB II LANDASAN TEORI 7
2.1 IFRS (International Financial Reporting Standard) 7
2.2 Sejarah Standar Akuntansi Indonesia 9
BAB III PEMBAHASAN 14
3.1 Konvergensi IFRS di Indonesia 14
3.2 Dampak Penerapan PSAK Setelah Konvergensi IFRS 20
3.2.1 PSAK 13 (2011) Properti Investasi 20
3.2.2 PSAK 30 (2011) Tentang Sewa guna Usaha dan PSAK 16 (2011) Tentang Asset Tetap 20
3.2.3 PSAK 14 (2008) Tentang Persediaan 21
3.2.4 PSAK 102 Tentang Murabahah dan PSAK 50, 55, dan 60 Tentang Instrumen Keuangan 22
BAB IV PENUTUP 25
4.1 Kesimpulan 25
Daftar Pustaka…………………………………...……………………….………26
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Arus globalisasi yang semakin deras pada abad 20 ini, telah menghilangkan batas-batas geografis dalam melakukan investasi dan perdagangan yang mengarah pada pembentukan satu sistem keuangan dan pasar modal global. Hal ini diindikasikan dengan berdirinya pasar modal berskala regional seperti New York Stock Exchange,London Stock Exchange, Singaporean Stock Exchange dan lain-lain. (Purba, 2010, hlm 1) Regionalisasi ekonomi pun, mendorong arus penanaman modal asing (PMA) seperti Asia China Free Trade Area (ACFTA) dan Asean Free Trade Area 2015 (AFTA) yang juga melibatkan Indonesia.
Beranjak dari fenomena di atas, muncullah sebuah permasalahan untuk menilai kinerja keuangan corporate dari berbagai negara. Hal ini dikarenakan standar sistem akuntansi dan pelaporan keuangan setiap negara berbada satu sama lain. Maka tingkat comparability laporan keuangan tersebut menjadi rendah.
Oleh karena itu, harmonisasi standar akuntansi dan pelaporan keuangan ini, telah dianggap mendesak dan harus dilakukan oleh setiap negara. Manfaat utama yang diperoleh dari harmonisasi ini adalah adanya pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan oleh pengguna laporan keuangan yang berasal dari berbagai negara. Terntunya, hal ini memudahkan suatu perusahaan menjual sahamnya secara lintas negara atau lintas pasar modal.
Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Federasi Akuntan Internasional (IFAC), sebagian besar pemimpin jasa akuntansi dari seluruh dunia menyepakati bahwa sudah diperlukan suatu standar pelaporan keuangan internasional sejalan dengan perkembangan ekonomi. Hasil survei tersebut adalah 55% responden dari berbagai negara sepakat bahwa adopsi IFRS sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi, 35% menyatakan penting, 9% menyatakan tidak terlalu penting, dan 1% menyatakan tidak penting. Berikut diagram hasil survei IFAC secara keseluruhan: (Nurhayanto, 2010, hlm 2)
Gambar 1.1
Hasil Survei IFAC tentang Urgensi IFRS
Sumber : Nurhayanto, 2010
Standar akuntansi internasional haruslah secara umum diterima sebagai aturan baku, yang didukung oleh sanksi-sanksi atas ketidakpatuhan untuk mendorong kualitas laporan keuangan yang memenuhi prinsip-prinsip komprehensif yang netral, konsisten, sebanding, relevan dan dapat diandalkan. (Situmorang, 2011, hlm 1)
Maka jawaban, untuk menyelaraskan standar akuntansi dunia dimulai melalui International Financial Reporting Standards (IFRS). IFRS merupakan hasil standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standar Board (IASB) yang ada dibawah International Accounting Standard Committee Foundation (IASCF). Menurut Gamayuni dalam Situmorang, tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keuangan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksudkan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang:
menghasilkan transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan,
menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS,
dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna. (Situmorang, 2011, hlm 2)
Selain untuk meningkatkan comparability laporan keuangan, Prihadi dalam Rohaeni dan Titik menyatakan bahwa, penerapan IFRS sebagai standar global akan berdampak pada semakin sedikitnya pilihan-pilihan metode akuntansi yang dapat diterapkan sehingga akan meminimalisir praktik-praktik accounting creative yang menyebabkan fraud dan tentunya merugikan pengguna laporan keuangan. (Rohaeni & Titik, 2012, hlm 2)
Sebagai contoh kasus fraud perbankan di Indonesia diantaranya pembobolan BRI Tarmini Square senilai Rp 29 miliar, pembobolan Bank Mandiri senilai Rp 18 miliar, pembobolan Bank Danamon Kantor Cabang Menara Danamon senilai hampir Rp 3 miliar, penggelapan dana nasabah Bank Panin senilai Rp 2,5 miliar dan pembobolan nasabah premium di Citibank senilai Rp 4,5 miliar yang melibatkan tersangka Malinda Dee. (Bank Indonesia, 2011) Khusus fraud pada bank syariah, terjadi di Bank Jateng Syariah yang kebobolan kredit fiktif senilai Rp 94 miliar. (www.solopos.com , 22 September 2011)
Pada saat ini sudah lebih dari 115 negara mengadopsi IFRS. Kesepakatan G-20 di Pittsburg, Amerika Serikat pada tanggal 24-25 September 2009 merekomendasikan otoritas lembaga pengatur pasar modal atau lembaga terkait untuk meningkatkan penggunaan standar akuntansi global (IFRS) pada Juni 2011 untuk mengurangi kesenjangan aturan pelaporan keuangan di antara negara-negara anggota G-20 termasuk Indonesia. (Supriyadi, 2013, hlm 2)
Gambar 1.2
Peta Pengguna IFRS
Sumber : Supriayadi, 2013
Terlihat pada peta di atas, negara pengguna IFRS sebagai standar akuntansinya sebagain besar merupakan negara maju dan beberapa negara berkembang, Kanada mulai pada tahun 2009, Eropa tahun 2005, China tahun 2007, Australia tahun 2005, Afrika Selatan tahun 2005, dan Amerika Serikat baru akan mengadopsi pada tahun 2014. Indonesia sendiri yang termasuk ke dalam negara anggota G-20 telah menyepakati untuk ikut serta pula dalam penerapan IFRS ini sebagai standar akuntansi keuangan yang berlaku.
Dalam proposal konvergensi yang telah dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), proses adopsi dibagi menjadi 3 tahap yaitu tahap adopsi, tahap persiapan, dan tahap implementasi. Berdasarkan road map tersebut proses konvergensi IFRS di Indonesia telah sampai ditahap implementasi akhir pada tahun 2012. Dimana Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang diterbitkan IAI telah mampu mengakomodir IFRS secara menyeluruh.
Perlu dipahami bersama, meskipun IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang telah disepakati secara global namun tetap ada kendala dalam penerapannya. Kendala – kendala tersebut berkaitan dengan faktor-faktor sebagai berikut: (Purba, 2010, hlm 8)
sistem hukum dan politik,
sistem perpajakan dan fiskal,
nilai-nilai budaya korporasi,
sistem pasar modal dan peraturan terkait dengan kepemilikan korporasi,
kondisi ekonomi dan aktivitas bisnis,
dan teknologi.
Dengan berbagai kendala penerapan IFRS tersebut, Indonesia telah berhasil menerapkan IFRS sejak 2012. Di sisi lain, sosialisasi mengenai perbedaan IFRS dan konvergensinya kepada masyarakat serta kalangan akademisi masih terbatas. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut dalam karya tulis ini, dengan judul “Megatrend Akuntansi : IFRS dan Konvergensinya di Indonesia”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah, sebagai berikut:
Bagaimana proses dan dampak konvergensi IFRS di Indonesia?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
Mengetahui proses dan dampak konvergensi IFRS di Indonesia?
Manfaat Penelitian
Penulis sangat berharap dengan penelitian ini dapat memberikan manfaat setidaknya untuk :
Ikatan Akuntan Indonesia, untuk membantu merumuskan standar akuntansi keuangan syariah yang ideal sesuai sharia compliance dan dapat dibandingkan dengan negara lain.
Pengguna laporan keuangan, untuk memberikan gambaran mengenai dampak IFRS terhadap kinerja keuangan bank syariah.
Memberikan kontribusi dalam ilmu akuntansi di Indonesia, serta dapat dijadikan referensi pengetahuan, bahan diskusi, dan bahan kajian lanjut bagi pembaca yang berkaitan mengenai standar akuntansi, konvergensi IFRS, dan pengaruhnya.
Peneliti, untuk menambah wawasan mengenai standar akuntansi keuangan dunia seperti IFRS.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisi penjelasan mengenai landasan teori yang terdiri atas landasan teori masalah yang akan diteliti.
BAB III PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang penjelasan dari deskripsi obyek penelitian dan analisis data serta pembahasan dari hasil analisis data tersebut.
BAB IV PENUTUP
Bab ini menyajikan kesimpulan akhir yang diperoleh dari hasil analisis pada bab sebelumnya dan saran-saran yang diberikan kepada berbagai pihak yang berkepentingan atas hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Pada bagian ini berisikan daftar sumber referensi yang penulis gunakan.
LANDASAN TEORI
IFRS (International Financial Reporting Standard)
IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standar Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasional (IFAC). International Accounting Standar Board (IASB) yang dahulu bernama International Accounting Standar Committee (IASC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan.
Situmorang (2011) menyatakan bahwa akuntansi internasional sebagai akuntansi untuk transaksi antar negara, pembandingan prinsip-prinsip akuntansi di negara-negara yang berlainan dan harmonisasi standar akuntansi di seluruh dunia. Suatu perusahaan mulai terlibat dengan akuntansi internasional adalah pada saat mendapatkan kesempatan melakukan transaksi ekspor atau impor. IFRS adalah standar yang dapat digunakan perusahaan multinasional untuk menjembatani perbedaan-perbedaan antar negara, dalam perdagangan global.
Sebagian besar standar yang menjadi bagian dari IFRS sebelumnya merupakan International Accounting Standars (IAS). IAS diterbitkan antara tahun 1973 sampai dengan 2001 oleh IASC. Pada bulan April 2001, IASB mengadopsi seluruh IAS dan melanjutkan pengembangan standar yang dilakukan. International Financial Reporting Standars mencakup:
International Financial Reporting Standars (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001
Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – setelah tahun 2001
Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001
International Financial Reporting Standards (IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi yang memberikan penekanan pada penilaian (revaluation) profesional dengan disclosures yang jelas dan transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan tertentu. Standar ini muncul akibat tuntutan globalisasi yang mengharuskan para pelaku bisnis di suatu negara ikut serta dalam bisnis lintas negara. Untuk itu diperlukan suatu standar internasional yang berlaku sama di semua negara untuk memudahkan proses rekonsiliasi bisnis. Perbedaan utama standar internasional ini dengan standar yang berlaku di Indonesia terletak pada penerapan revaluation model, yaitu kemungkinkan penilaian aktiva menggunakan nilai wajar, sehingga laporan keuangan disajikan dengan basis ‘true and fair (IFRS framework paragraph 46). Mengadopsi IFRS berarti menggunakan bahasa pelaporan keuangan global, yang akan membuat perusahaan bisa dimengerti oleh pasar dunia (global market).
Manfaat menggunakan suatu standar yang berlaku secara internasional (IFRS) yang bisa dirasakan oleh perusahaan adalah:
Penurunan dalam hal biaya
Penurunan / pengurangan resiko ketidakpastian dan misunderstanding
Komunikasi yang lebih efektif dengan investor
Perbandingan dengan anak perusahaan dan induk persahaan di negara yang berbeda dapat dilakukan
Perbandingan mengenai contaractual terms seperti lending contracts dan bonus atas kinerja manajemen.
Membahas tentang IFRS, saat ini lembaga-lembaga yang aktif dalam usaha harmonisasi standar akuntansi ini antara lain, tentunya IASC (International Accounting Standar Committee), Perserikatan Bangsa-Bangsa dan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Beberapa pihak yang diuntungkan dengan adanya harmonisasi ini adalah perusahaan-perusahaan multinasional, kantor akuntan internasional, organisasi perdagangan, serta IOSCO (International Organization of Securities Commissions).
Hamonisasi telah berjalan cepat dan efektif, terlihat bahwa sejumlah besar perusahaan secara sukarela mengadopsi standar pelaporan keuangan Internasional (IFRS). Banyak negara yang telah mengadopsi IFRS secara keseluruhan dan menggunakan IFRS sebagai dasar standar nasional. Hal ini dilakukan untuk menjawab permintaan investor institusional dan pengguna laporan keuangan lainnya.
Dibalik kesuksesan IFRS, banyak pula pro dan kontra dalam penerapan standar internasional, namun seiring waktu, standar internasional telah bergerak maju, dan menekan negara-negara yang kontra. Contoh : komisi pasar modal Amerika Serikat (AS) yang bernama SEC, tidak menerima IFRS sebagai dasar pelaporan keuangan yang diserahkan perusahaan-perusahaan yang mencatatkan saham pada bursa efek AS, namun SEC berada dalam tekanan yang makin meningkat untuk membuat pasar modal AS lebih dapat diakses oleh para pembuat laporan non- AS. SEC telah menyatakan dukungan atas tujuan IASB untuk mengembangkan standar akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan yang digunakan dalam penawaran lintas batas.
Sejarah Standar Akuntansi Indonesia
Akuntansi sebenarnya sudah ada sejak manusia itu mulai bisa menghitung dan membuat suatu catatan, yang pada awalnya dengan menggunakan batu, kayu, bahkan daun menurut tingkat kebudayaan manusia waktu itu. Pada abad XV terjadilah perkembangan dan perluasan perdagangan oleh pedagang-pedagang Spanyol, Portugal, dan Belanda. Perkembangan perdagangan ini menyebabkan kebutuhan akan suatu sistem pencatatan yang lebih baik (yakni pencatatan mengenai rugi dan laba tahunan serta pembuatan neraca perdagangan yang diharuskan sekali dalam dua tahun, sehingga dengan demikian akuntansi juga mulai berkembang.
Sumber : Situmorang, 2011
Di Indonesia mulai diterapkan sejak 1642 namun perkembangan yang mencolok muncul setelah undang-undang tanam paksa dihapuskan sehingga membuka kesempatan besar pada perkembangan penanaman modal pengusaha swasta belanda. Akuntansi di Indonesia pada awalnya menganut sistem kontinental, seperti yang dipakai di Belanda saat itu. Sistem ini disebut juga dengan tata buku. Tata buku menyangkut kegiatan-kegiatan yang bersifat konstruktif dari proses pencatatan, peringkasan, penggolongan dan aktivitas lain yang bertujuan menciptakan informasi akuntansi berdasarkan pada data.
Sejak tahun 1950 an akuntansi mulai berubah yakni dengan mengacu pada sistem akuntansi yang dianut oleh Amerika yakni GAAP dan pada tahun 2008 pemerintah Indonesia mencanangkan mengikuti standar internasional (IFRS) sebagai standar akuntansi Indonesia yang baru. Penerapan standar ini diperkirakan akan penuh diterapkan pada tahun 2012.
Terdapat tiga tonggak sejarah pengembangan standar akuntansi Indonesia yakni tonggak sejarah pertama pada saat pasar modal Indonesia mulai aktif yakni tahun 1973. Pada masa itulah IAI membentuk kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang tertuang pada satu buku yang disebut PAI “prinsip akuntansi Indonesia” Tonggak sejarah kedua terjadi pada saat revisi pertama PAI pada tahun 1984, serta yang ketiga adalah bahwa revisi total terhadap PAI pada tahun 1994 dan melakukan kodifikasi dalam buku “standar akuntansi keuangan (SAK) pada tanggal 1 oktober 1994. Dalam perkembangannya standar akuntansi Indonesia terus direvisi secara berkesinambungan sebanyak 6 kali yakni revisi 1 oktober 1995, 1 juni 1996, 1 juni 1999, 1 april 2002, 1 oktober 2004, dan 1 september 2007.
Dalam proses pembentukan sebuah standar akuntansi tidak terlepas dari badan pembentuknya, seperti di Indonesia badan pembentuk standar akuntansi yang pertama dinamakan badan penghimpun bahan-bahan yang dibentuk pada 1973, lalu pada tahun 1974 dibentuklah secara resmi badan yang dinamakan komite prinsip akuntansi Indonesia (PAI), PAI kemudian diubah menjadi komite standar akuntansi keuangan (komite SAK) pada tahun 1994-1998 dan komite SAK diubah menjadi komite DSAK yang memiliki hak otonomi menyusun PSAK dan ISAK IAI menjelaskan frasa “prinsip akuntansi ” adalah suatu istilah teknis akuntansi yang mencakup konvensi, aturan, dan prosedur yang diperlukan untuk merumuskan praktik akuntansi yang berlaku umum pada saat tertentu.
Dengan pengertian yang hampir sama, prinsip akuntansi berlaku umum (GAAP) merupakan rajutan dari berbagai aturan dan konsep. Aturan dan konsep ini awalnya dikembangkan dari praktik tetapi telah ditambah dan dikurangi oleh badan yang punya otoritas. Prinsip akuntansi beraku umum mengacu pada berbagai sumber. Sumber acuan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia menurut IAI adalah sebagai berikut:
Prinsip akuntansi yang ditetapkan dan/atau dinyatakan berlaku oleh badan pengatur standar dari Ikatan Akuntan Indonesia;
Pernyataan dari badan, yang terdiri dari pakar pelaporan keuangan, yang mempertimbangkan isu akuntansi dalam forum publik dengan tujuan menetapkan prinsip akuntansi atau menjelaskan praktik akuntansi yang ada dan berlaku umum, dengan syarat dalam prosesnya penerbitan tersebut terbuka untuk dikomentari oleh publik dan badan pengatur standar dari Ikatan Akuntan Indonesia tidak menyatakan keberatan atas penerbitan pernyataan tersebut;
Pernyataan dari badan, yang terdiri dari pakar pelaporan keuangan, yang mempertimbangkan isu akuntansi dalam forum publik dengan tujuan menginterpretasikan atau menetapkan prinsip akuntansi atau menjelaskan praktik akuntansi yang ada berlaku umum, atau pernyataan yang tersebut pada butir “b” yang penerbitannya tidak pernah dinyatakan keberatan dari badan pengatur standar dari Ikatan Akuntan Indonesia tetapi belum pernah secara terbuka dikomentari oleh publik;
Praktik atau pernyataan resmi yang secara luas diakui sebagai berlaku umum karena mencerminkan praktik yang lazim dalam industri tertentu, atau penerapan dalam keadaan khusus dari pernyataan yang diakui sebagai berlaku umum, atau penerapan standar akuntansi internasional atau standar akuntansi yang berlaku umum di wilayah lain yang menghasilkan penyajian substansi transaksi secara lebih baik.
Komite PAI mengemukakan Standar akuntansi keuangan merupakan pedoman yang harus diacu dalam penyusunan laporan keuangan untuk tujuan pelaporan kepada para pemakai di luar manajemen perusahaan. Arti penting standar akuntansi dikemukakan oleh Dr. Katjep K. Abdoelkadir, sebagai ketua umum IAI, menyatakan standar akuntansi keuangan sebagai pedoman pokok penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi perusahaan, dana pensiun, dan unit ekonomi lainnya adalah sangat penting, agar laporan keuangan lebih berguna, dapat dimengerti dan dapat diperbandingkan serta tidak menyesatkan.
Perubahan nama dari Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) menjadi Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menurut IAI dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman yang sering terjadi dan agar nama sesuai dengan makna. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang disebut selama ini sebagai prinsip akuntansi maknanya adalah standar akuntansi. Sumber acuan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia seperti yang dijelaskan di atas tidak menyebut posisi standar akuntansi secara jelas karena yang menduduki posisi pertama adalah prinsip akuntansi yang ditetapkan dan/atau dinyatakan berlaku oleh badan pengatur standar adalah standar akuntansi.
Dalam kerangka prinsip akuntansi yang berlaku mum di Indonesia seperti diuraikan di atas secara jelas dapat dilihat bahwa standar akuntansi menduduki tingkat satu sebagai landasan operasional atau praktek. Artinya, dalam tatanan operasional standar akuntansi harus menjadi acuan utama yang harus digunakan sebelum acuan lainnya.
PEMBAHASAN
Konvergensi IFRS di Indonesia
Pengadopsian IFRS berdasarkan pengalaman negara-negara sebelumnya, melalui 2 cara yaitu “big bang” dengan langsung mengadopsi dan gradual secara bertahap dengan penyesuaian karakteristik negara tersebut. Indonesia sendiri menggunakan cara gradual dengan tidak mengadopsi langsung IFRS namun melakukan beberapa penyesuaian. Cara demikian menurut Aria dalam penelitiannya mengenai pengadopsian IFRS di negara-negara berkembang lebih baik, menimbang kondisi makro ekonomi dan regulasi yang ada. (Farahmita, 2012, hlm 18)
Sedangkan, menurut Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK), tingkat pengadopsian IFRS dapat dibedakan menjadi 5 tingkat:
Full Adoption; Suatu negara mengadopsi seluruh standar IFRS dan menerjemahkan IFRS sama persis ke dalam bahasa yang negara tersebut gunakan.
Adopted; Program konvergensi PSAK ke IFRS telah dicanangkan IAI pada Desember 2008. Adopted maksudnya adalah mengadopsi IFRS namun disesuaikan dengan kondisi di negara tersebut.
Piecemeal; Suatu negara hanya mengadopsi sebagian besar nomor IFRS yaitu nomor standar tertentu dan memilih paragraf tertentu saja.
Referenced (konvergence); Sebagai referensi, standar yang diterapkan hanya mengacu pada IFRS tertentu dengan bahasa dan paragraf yang disusun sendiri oleh badan pembuat standar.
Not adopted at all; Suatu negara sama sekali tidak mengadopsi IFRS.
Program konvergensi IFRS ini dilakukan melalui tiga tahapan yakni tahap adopsi mulai 2008 sampai 2011 dengan persiapan akhir penyelesaian infrastruktur dan tahap implementasi pada 2012. Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK –IAI) telah menetapkan roadmap seperti tabel di bawah ini.
Tabel 1.1
Road Map Adopsi IFRS di Indonesia
No
Tahap
Keterangan
Tahun
1.
Tahap Adopsi
Adopsi seluruh IFRS terakhir ke dalam PSAK
2008 – 2010
2.
Tahap persiapan
Penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS
2011
3.
Tahap implementasi
Penerepan PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik.
2012
Sumber : Proposal Konvergensi IFRS IAI, 2008 dalam Purba, 2010
Pada tahun 2009, Indonesia belum mewajibkan perusahaan-perusahaan listing di BEI menggunakan sepenuhnya IFRS, melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan nasional atau PSAK. Namun pada tahun 2010 bagi perusahaan yang memenuhi syarat, adopsi IFRS sangat dianjurkan. Sedangkan pada tahun 2012, Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK dan DSAK merencanakan untuk menyusun/merevisi PSAK agar secara material sesuai dengan IAS/IFRS versi 1 Januari 2009. Pemerintah dalam hal ini Bapepam-LK, Kementerian Keuangan sangat mendukung program konvergensi PSAK ke IFRS. Disamping itu, program konvergensi PSAK ke IFRS juga merupakan salah satu rekomendasi dalam Report on the Observance of Standards and Codes on Accounting and Auditing yang disusun oleh assessor World Bank yang telah dilaksanakan sebagai bagian dari Financial Sector Assessment Program (FSAP) (BAPEPAM LK, 2010).
Konvergensi PSAK ke IFRS memiliki manfaat sebagai berikut: Pertama, meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK). Kedua, mengurangi biaya SAK. Ketiga, meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan. Keempat, meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan. Kelima, meningkatkan transparansi keuangan. Keenam, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal. Ketujuh, meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan. Pada tahun 2012 seluruh PSAK yang berlaku di Indonesia telah konvergen dengan IFRS. Berikut di bawah ini daftar PSAK yang berlaku efektif per 1 Januari 2012.
Tabel 4.2
PSAK yang berlaku efektif per 1 Januari 2012.
No
PSAK / ISAK / PPSAK UMUM
Tanggal Efektif
1
PSAK 1 (2009)
Penyajian Laporan Keuangan
1-Jan-11
2
PSAK 2 (2009)
Laporan Arus Kas
1-Jan-11
3
PSAK 3 (2010)
Laporan Keuangan Interim
1-Jan-11
4
PSAK 4 (2009)
Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri
1-Jan-11
5
PSAK 5 (2009)
Segmen Operasi
1-Jan-11
6
PSAK 7 (2010)
Pengungkapan Pihak-pihak Berelasi
1-Jan-11
7
PSAK 8 (2010)
Peristiwa setelah Periode Pelaporan
1-Jan-11
8
PSAK 10 (2011)
Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing
1-Jan-12
9
PSAK 12 (2009)
Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama
1-Jan-11
10
PSAK 13 (2011)
Properti Investasi
1-Jan-12
11
PSAK 14 (2008)
Persediaan
1-Jan-09
12
PSAK 15 (2009)
Investasi pada Entitas Asosiasi
1-Jan-11
13
PSAK 16 (2011)
Aset Tetap
1-Jan-12
14
PSAK 18 (2010)
Akuntansi dan Pelaporan Program Manfaat Purnakarya
1-Jan-12
15
PSAK 19 (2010)
Aset Takberwujud
1-Jan-11
16
PSAK 22 (2010)
Kombinasi Bisnis
1-Jan-11
17
PSAK 23 (2010)
Pendapatan
1-Jan-11
18
PSAK 24 (2010)
Imbalan Kerja
1-Jan-12
19
PSAK 25 (2009)
Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan
1-Jan-11
20
PSAK 26 (2011)
Biaya Pinjaman
1-Jan-12
21
PSAK 28 ( 2010)
Akuntansi Kontrak Asuransi Kerugian
1-Jan-12
22
PSAK 30 (2011)
Sewa
1-Jan-12
23
PSAK 33 (2010)
Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada Pertambangan Umum
1-Jan-12
24
PSAK 34 (2010)
Kontrak Konstruksi
1-Jan-12
25
PSAK 38 (2004)
Akuntansi Restrukturisasi Entitas Sepengendali
1-Jan-05
26
PSAK 36 (2010)
Akuntansi Kontrak Asuransi Jiwa
1-Jan-12
27
PSAK 44
Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estate
1-Jan-98
28
PSAK 45 (2010)
Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba
1-Jan-12
29
PSAK 46 (2010)
Pajak Penghasilan
1-Jan-12
30
PSAK 48 (2009)
Penurunan Nilai Aset
1-Jan-11
31
PSAK 50 (2010)
Insurumen Keuangan: Penyajian
1-Jan-12
32
PSAK 51 (2003)
Akuntansi Kuasi-Reorganisasi
1-Jan-00
33
PSAK 53 (2010)
Pembayaran Berbasis Saham
1-Jan-12
34
PSAK 55 (2011)
Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran
1-Jan-12
35
PSAK 56 (2010)
Laba Per Saham
1-Jan-12
36
PSAK 57 (2009)
Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi
1-Jan-11
37
PSAK 58 (2009)
Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan
1-Jan-11
38
PSAK 60
Instrumen Keuangan: Pengungkapan
1-Jan-12
39
PSAK 61
Akuntansi Hibah Pemerintah dan pengungkapan bantuan pemerintah
1-Jan-12
40
PSAK 62
Kontrak Asuransi
1-Jan-12
41
PSAK 63
Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi
1-Jan-12
42
PSAK 64
Aktivitas Eksplorasi dan Evaluasi Pada Pertambangan Sumber Daya Mineral
1-Jan-12
43
ISAK 7 (2009)
Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus
1-Jan-11
44
ISAK 8
Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Suatu Sewa
1-Jan-08
45
ISAK 9
Perubahan atas Liabilitas Aktivitas Purnaoperasi, Restorasi, dan Liabilitas Serupa
1-Jan-11
46
ISAK 10
Program Loyalitas Pelanggan
1-Jan-11
47
ISAK 11
Distrubusi Aset Nonkas kepada Pemilik
1-Jan-11
48
ISAK 12
Pengendalian Bersama Entitas : Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer
1-Jan-11
49
ISAK 13
Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri.
1-Jan-12
50
ISAK 14
Aset Takberwujud - Biaya Situs Web
1-Jan-11
51
ISAK 15
PSAK 24-Batas Aset Imbalan Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan Interaksinya
1-Jan-12
52
ISAK 16
Perjanjian Konsesi Jasa
1-Jan-12
53
ISAK 17
Laporan Keuangan Interim dan Penurunan Nilai
1-Jan-11
54
ISAK 18
Bantuan Pemerintah – Tidak Berelasi Spesifik dengan Aktivitas Operasi
1-Jan-12
55
ISAK 19
Penerapan Pendekatan Penyajian Kembali dalam PSAK 63: Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi
1-Jan-12
56
ISAK 20
Pajak penghasilan - perubahan dalam status pajak entitas atau para pemegang saham
1-Jan-12
57
ISAK 22
Perjanjian Konsesi Jasa: Pengungkapan
1-Jan-12
58
ISAK 23
Sewa Operasi – Insentif
1-Jan-12
59
ISAK 24
Evaluasi Substansi beberapa transaksi yang melibatkan suatu bentuk legal sewa
1-Jan-12
60
ISAK 25
Hak Atas Tanah
1-Jan-12
61
ISAK 26
Penilaian Ulang Derivatif Melekat
1-Jan-12
62
PPSAK 1
Pencabutan PSAK 32: Akuntansi Pengusahaan Hutan, PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan jalan Tol
1-Jan-10
63
PPSAK 2
Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43 Akuntansi Anjak Piutang
1-Jan-10
64
PPSAK 3
Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Rekstrukturisasi Utang Piutang Bermasalah
1-Jan-10
65
PPSAK 4
Pencabutan PSAK 31:Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Perusahaan Reksa Dana
1-Jan-10
66
PPSAK 5
Pencabutan ISAK 06 : Interpretasi atas paragraf 12 dan 16 PSAK 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak Dalam Mata Uang Asing
1-Jan-10
67
PPSAK 6
Pencabutan PSAK 21: Akuntansi Ekuitas, ISAK 1: Interpretasi atas Paragraf 23 PSAK No. 21 tentang Penentuan Harga Pasar Dividen Saham; ISAK 2 Interpretasi atas Penyajian Piutang pada Pemesan Saham dan ISAK 3 Interpretasi tentang Perlakuan Akuntansi atas Pemberian Sumbangan atau Bantuan.
1-Feb-11
68
PPSAK 7
Pencabutan PSAK 44: Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estate
1-Jan-12 dan 1/1/2013
69
PPSAK 8
Pencabutan PSAK 27: Akuntansi Perkoperasian
1-Jan-12
70
PPSAK 9
Pencabutan ISAK 5: Interpretasi atas Par 14 PSAK 50 (1998) tentang Pelaporan Perubahan Nilai Wajar Investasi Efek dalam Kelompok Tersedia Untuk Dijual
1-Jan-12
71
PPSAK 11
Pencabutan PSAK 39 Akuntansi Kerja Sama Operasi
1-Jan-12
No
PSAK SYARIAH
Tanggal Efektif
1
PSAK 59
Akuntansi Perbankan Syariah
1-Jan-03
2
PSAK 101 (revisi 2011)
Penyajian Laporan Keuangan Syariah
1-Jan-12
3
PSAK 102
Akuntansi Murabahah
1-Jan-08
4
PSAK 103
Akuntansi Salam
1-Jan-08
5
PSAK 104
Akuntansi Istishna’
1-Jan-08
6
PSAK 105
Akuntansi Mudharabah
1-Jan-08
7
PSAK 106
Akuntansi Musyarakah
1-Jan-08
8
PSAK 107
Akuntansi Ijarah
1-Jan-10
9
PSAK 108
Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah
1-Jan-10
10
PSAK 109
Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah
1-Jan-12
11
PSAK 110
Akuntansi Sukuk
1-Jan-11
No
PSAK ETAP
Tanggal Efektif
1
SAK ENTITAS TANPA AKUNTANBILITAS PUBLIK
1-Jan-11
No
ISAK DAN PPSAK UMUM BERLAKU EFEKTIF 1 JANUARI 2013
1
ISAK 21
Perjanjian Konstruksi Real Estat
2
PPSAK 10
Pencabutan PSAK 51: Akuntansi Kuasi-Reorganisasi
Sumber : IAI, 2013
Dampak Penerapan PSAK Setelah Konvergensi IFRS
PSAK 13 (2011) Properti Investasi
Standard IFRS yang digunakan tahun 2008 adalah IAS 40 (properti investasi) yang menjadi PSAK 13 (properti investasi), standar mangatur pengukuran aset tetap yang dimiliki untuk tujuan memperoleh pendapatan. Aset ini tidak dimaksudkan untuk digunakan dalam aktivitas operasi bisnis. Terdapat dua perlakuan atas aset ini, aset ini seharusnya dinilai pada harga dasarnya sementara disisi lain aset ini diperlakukan sama sebagaimana aset lainnya sehingga akan dinyatakan sebesar nilai yang telah didepresiasikan. IAS 40 mengharuskan untuk memilih satu dari dua model akuntansi dan menerapkan model yang dipilih secara konsisten untuk semua properti investasi. Model pertama adalah fair value model dan model kedua adalah depreciated historical cost model.
Menurut model nilai wajar (fair value model), properti investasi seharusnya diukur pada nilai wajarnya dan perubahan pada nilai wajarnya harus diakui dalam laporan laba rugi (metode ini sangat kontroversial karena metode ini mengakui laba yang belum direalisasi untuk dilaporkan dalam laporan laba rugi).
Model historical cost yang terdepresiasi, sesuai dengan perlakuan yang dipersyaratkan oleh IAS 16 di dalam pengukuran aset pada nilai yang terdepresiasi. Aset dikurangi akumulasi kerugian penurunan nilai aset. Jika nilai cost dipilih, nilai wajar investasi harus dicantumkan sebagai nilai tambahan. Hak atas properti yang diperoleh lessee melalui sewa operasi dapat diperlakukan sebagai properti investasi jika aset tersebut memenuhi defenisi sebagai properti investasi dan akan diakunkan sebagai sebagai finance lease.
PSAK 30 (2011) Tentang Sewa guna Usaha dan PSAK 16 (2011) Tentang Asset Tetap
PSAK 30 (asset sewa guna usaha ) juga merupakan konvergensi atas IFRS. Standar ini meliputi akuntansi untuk lessee. Mengenai lessee, pada laporan laba rugi perlu melaporkan penyusutan untuk asset leasing dan biaya bunga dari saldo kewajiban. Mengenai lessor, permasalahan terletak pada periode pelaporan pendapatan dan sifat dari asset IAS 16 (property, plant and equipment) juga diadopsi indonesia sebagai suatu referensi SAK terbaru yang menjadi PSAK 16 (aset tetap) .
Permasalahan utama dalam akuntansi aset tetap adalah tentang waktu pengakuan aset, jumlah yang harus disajikan dalam neraca. Pada saat pengakuan, aset dinilai sebesar harga perolehannya. Selanjutnya suatu entitas diperbolehkan untuk memilih menggunakan model biaya atau model revaluasi dalam pengukuran aset. Dengan menggunakan model cost, aset akan disajikan dalam neraca sebesar harga perolehan dikurangi akumulasi depresiasi dan akumulasi kerugian sebagai akibat dari penurunan nilai aset. Jika salah satu jenis aset direvaluasi, maka aset lain yang sejenis juga harus direvaluasi.
PSAK 14 (2008) Tentang Persediaan
Standar IFRS yang digunakan pada tahun 2009 adalah IAS 2, yang dikonvergensi menjadi PSAK 14. Menurut Roberts et al. (2005) key issues dari IAS 2 adalah penilaian persediaan merupakan aspek penting dalam menentukan sebuah laba bersih sebuah perusahaan. Standar menyatakan bahwa laba akan diakui pada saat terbentuk (earned) yaitu pada saat persediaan dijual. Harga perolehan persediaan adalah semua biaya yang terjadi hingga persediaan tersebut siap dijual. IAS 2 berisi aturan untuk penilaian persediaan. Aspek kunci dalam penilaian standard ini adalah
persediaan diukur dengan nilai terendah (lower of cost) antara nilai realisasi bersih ( net realizable value) dan harga pokoknya
harga pokok meliputi harga beli, biaya konversi, biaya kirim dan biaya-biaya lain-lain yang terjadi hingga persediaan siap dijual.
Harga pokok termasuk biaya yang dialokasikan secara sistematis dari biaya overhead tetap dan variabel yang didasarkan pada kapasitas normal dari fasilitas pabrik yang ada; biaya overhead biaya lain-lain yang terjadi hingga persediaan siap digunakan.
Dalam situasi tertentu, biaya pinjaman akan diakui sebagai bagian dari harga pokok persediaan ( IAS 23)
Metode biaya standar (standard cost method) atau metode eceran boleh digunakan untuk menaksir harga pokok persediaan.
Standard mengijinkan untuk menggunakan first in first out (FIFO)
Persediaan merupakan salah satu aspek penting dalam menentukan laba bersih suatu perusahaan, dan jika perusahaan mengalami keuntungan (gains) maka akan meningkatkan ekuitas atau net assets dan jika perusahaan mengalami kerugian (losess) mengurangi ekuitas maupun net assets. Persediaan awal jika dicatat terlalu tinggi akan menimbulkan laba yang terlalu rendah, jika persediaan akhir dicatat terlalu rendah maka akan menimbulkan laba yang dicatat terlalu rendah dan jika pengakuan lebih awal atas pendapatan maka akan menimbulkan kurang saji persediaan dan lebih saji piutang, lebih saji laba (Greuning, 2005 )
PSAK 102 Tentang Murabahah dan PSAK 50, 55, dan 60 Tentang Instrumen Keuangan
Indonesia memiliki struktur unik dalam standar akuntansinya yaitu adanya standar akuntansi syariah. Standar akuntansi syariah sendiri dibentuk oleh Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI untuk mengakomodir entitas yang melakukan transaksi-transaksi syariah.
Tentunya, industri syariah turut merasakan efek dari penerapan IFRS. Menurut Purba (2010), isu terkait konvergensi IFRS dengan PSAK syariah yang saat ini ada,
“Pertama, International Accounting Standards (IAS) dan IFRS harus diterapkan secara konsisten dengan berlandaskan pada framework for the preparation and presentation of financial statement. Permasalahannya, dunia perbankan dan pasar modal Indonesia saat ini menggunakan dua sistem yaitu kapitalis murni dan syariah. IAS dan IFRS akan berisiko diterapkan sebagian-sebagian oleh perbankan dan lembaga keuangan yang berbasis syariah.
Di Indonesia tidak ada pemisah yang jelas bagi penerapan sistem akuntansi keuangan dan sistem akuntansi syariah. Sistem syariah banyak diterapkan di perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang industry keuangan seperti perbankan dan asuransi. Namun bagi perusahaan-perusahaan tersebut masih diwajibkan menerapkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) bagi akun-akun yang tidak diatur akuntansi syariahnya. Kondisi ini akan mengakibatkan permasalahan ketika IFRS diadopsi menjadi PSAK.”
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI) pun menolak beberapa tujuan, konsep, dan standar yang ada pada IFRS didasarkan pada aplikasi penentu standar yang berbeda dengan pendekatan yang sama.Pendapat ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Asian-Oceanian Standard-Setters Group tentang hubungan penerapan IFRS dengan Islamic finance, menyatakan beberapa isu terkait penerapan IFRS pada Islamic Financial Institution yaitu konsep time value of money dan substance offer form yang tidak sesuai dengan konsep akuntansi syariah. (AOSSG, 2010, hlm 34).
Berbeda dengan negara tetangga Malaysia, melaui Malaysia Accounting Standard Board (MASB) berani menyimpulkan bahwa prinsip-prinsip pelaporan keuangan dalam IFRS tidak bertentangan dengan syariah, dan pelaporan keuangan adalah fungsi pencatatan yang akan tidak menyucikan atau membatalkan keabsahan transaksi syariah. (Kurniawati, 2010)
Namun nampaknya tidak demikian dengan Indonesia. Staf IAI setuju dengan penolakan yang diungkap di dalam FAS 2 AAOIFI mengenai persyaratan paragraf 29-30 dari IAS 18, tidak bisa diterapkan pada transaksi Murabahah dalam yurisdiksinya. Mereka menyatakannya dalam Research Paper AOSSG:
“… according to sharia fatwa in Indonesia, murabahah sales of goods cannot be accounted for as sales and financing transaction, therefore this kind of transaction should be treated as sales transaction Hence, the recognition of [a financing] effect in [the] form of effective interest rate shall not be used.”;
“Islamic financing based on sales contracts should be treated on the aqad base. The term ‘financing’ for sales contract[s] is not proper to be used. … When sales [are] accounted as financing, it will eliminate the essence of [the] sharia principle.”
Dalam pernyataan di atas, dijelaskan bahwa transaksi murabahah dalam IAS 18 diperlakukan seperti halnya pembiayaan pada bank konvensional. Penggunaan istilah pembiayaan akan menimbulkan efek diterapkannya suku bunga efektif. Hal ini tidak sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional Indonesia, yaitu transaksi keuangan syariah seperti murabahah subtansi akadnya adalah jual-beli. Sehingga penggunaan kata pembiayaan atas aqad jual-beli kurang tetap, justru akan menghilangkan esensi dari prinsip syariah.
Bank Indonesia selaku regulator dari bank syariah, akhirnya telah menerbitkan PAPSI yang mengakomodir IFRS sebagai revisi PAPSI tahun 2003. PAPSI ini telah efektif per tanggal 1 Agustus 2013. Pembentukan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) diharapkan menjadi infrastruktur yang sangat menunjang keberlangsungan dari bank syariah. (Siregar, 2002, hlm. 49)
Salah satu kebijakan akuntansi yang berubah adalah akuntansi murabahah yang mengacu pada IFRS. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/26/DPbS tanggal 10 Juli 2013, memuat penetapan metode pencatatan pendapatan murabahah dibagi menjadi 2 yaitu anuitas dan proposional. Selain itu, pendapatan atau pun beban penyaluran murabahah diluar margin keuntungan, digabungkan dengan nilai pembiayaan murabahah. Selanjutnya nilai tersebut diamortisasi selama masa akad dengan menggunakan metode effective rate sebagaimana diatur dalam PSAK 55 (revisi 2011), PSAK 50 (Revisi 2010), PSAK 60 dan PSAK lain yang relevan.
Terlepas dari pro dan kontra mengenai kebijakan baru ini, penerapan PSAK yang konvergen terhadap IFRS pada tahun 2012 dan penetapan PAPSI 2013 akan tetap berlangsung. Hal ini setidaknya memberi dampak pada penyajian, pengukuran,dan pelaporan keuangan bank syariah.
PENUTUP
Kesimpulan
Adopsi IFRS secara keseluruhan sudah menjadi agenda seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Penerapan IFRS sangat berhubungan dengan perkembangan iklim investasi di Indonesia. Jika negara Indonesia tidak melakukan adopsi IFRS, maka negara Indonesia akan tersisih dari perkembangan investasi internasional. Jadi adopsi IFRS secara keseluruhan di Indonesia adalah sesuatu keharusan dan bukan pilihan.
International Financial Reporting Standards (IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi yang memberikan penekanan pada penilaian (revaluation) profesional dengan disclosures yang jelas dan transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan tertentu. Perbedaan utama standar internasional ini dengan standar yang berlaku di Indonesia terletak pada penerapan revaluation model, yaitu kemungkinkan penilaian aktiva menggunakan nilai wajar, sehingga laporan keuangan disajikan dengan basis ‘true and fair. Mengadopsi IFRS berarti menggunakan bahasa pelaporan keuangan global, yang akan membuat perusahaan bisa dimengerti oleh pasar dunia (global market).
Konvergensi yang telah berjalan sejak tahun 2009 hingga saat ini, harus tetap didukung dengan kesiapan tenaga ahli akuntan yang memahami IFRS, hukum yang mampu mengakomodirnya, dan kurikulum pendidikan akuntansi yang juga sejalan dengan IFRS. Agar harmonisasi standar akuntansi dunia ini, dapat diterima oleh khalayak umum.
DAFTAR PUSTAKA
Asian-Oceanian Standard-Setters Group. (2010). Research Paper Financial Reporting Issues relating to Islamic Finance. Malaysia: AOSSG.
Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/26/DPbS tahun 2013, Perihal Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia.
Bank Indonesia. (2011). Laporan Pengawasan Perbankan. Jakarta: Bank Indonesia.
Carolina, Verani, Riki Martusa, dan Meythi. (2011). Harmonisasi Implementasi International Financial Reporting Standards terhadap Sistem Hukum di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional “Problematika Hukum dalam Implementasi Bisnis dan Investasi (Perspektif Multidisipliner)”.
Farahmita, Aria. (2012). Pada Simposium Akuntansi Nasional XII. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemungkinan Adopsi IFRS di Negara Berkembang. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat.
Kadir, Abdul. (2012, Oktober). Pada Jurnal Spread-, Volume 2 No. 2 STEI Indonesia. Pengaruh Penerapan IFRS Mengenai Investment Property Terhadap Pengakuan Laba Perusahaan Pada PT Astra International Tbk, PT Astra Otoparts Tbk, Dan PT Astra Graphia Tbk. 107-116.
Kurniawati, Anggreni Dian. (2012, Januari). Isu-isu Standarisasi dalam Akuntansi Syariah Terkait Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) di Indonesia, January 23, 2012. http://www.nenygory.wordpress.com.
Makin mudah membobol bank. September 22, 2011. http://www.solopos.com.
Muhammad, Rifqi. (2009, Desember). Pada Jurnal JAAI Volume 13 No. 2. Studi Evaluatif Terhadap Laporan Perbankan Syariah. 189–209
Nurharyanto. (2010, Nopember). Pada Makalah Seminar Pusdiklatwas dan Satgas IFRS Deputi Akuntan Negara BPKP. International Financial Reporting Standards (IFRS) Konvergensi dan Potensi Kendala Implementasinya di Indonesia.. Bogor : Widyaiswara – Pusdiklatwas BPKP.
Purba, Marisi P.(2010). International Financial Reporting Standards Konvergensi dan Kendala Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rohaeni, Dian & Titik Aryati. (2012). Pada Simposium Nasional Akuntansi XII. Pengaruh Konvergensi IFRS Terhadap Income Smoothing Dengan Kualitas Audit Sebagai Variabel Moderasi. Banjarmasin: Univrtsitas Lambung Mangkurat.
Samekto, Dhany Guno. (2013). Pengaruh Pengadopsian International Financial Reporting Standard Terhadap Catatan Auditor. Semarang: Universitas Diponegoro.
Siregar, Mulya. (2002). Agenda Pengembangan Perbankan Syariah untuk Mendukung Sistem Ekonomi yang Sehat di Indonesia: Evaluasi, Prospek Dan Arah Kebijakan, (Iqtisad Journal Of Islamic Economics Vol. 3, No. 1, Muharram 1423 H/Maret, .
Situmorang, Murni Ana Sulfia. (2011). Transisi Menuju IFRS dan Dampaknya Terhadap Laporan Keuangan (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Listing di BEI). Semarang : Universitas Diponegoro.
Supriyadi. (2013, Mei). Pada Simposium Nasional Akuntansi Vokasional Pendidikan Akuntansi Vokasional: Perlukah Kurikulum Berbasis IFRS?.Denpasar.
2
1