Academia.eduAcademia.edu

Advokasi Mewujudkan Peraturan Daerah Tentang Penyandang Disabilitas Di Tingkat Kabupaten

2018, BERDIKARI : Jurnal Inovasi dan Penerapan Ipteks

109 Arni Surwanti1, Ahmad Ma’ruf2 1 Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2 Prodi IESP, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Brawijaya, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 55183 1 Email: [email protected] Advokasi Mewujudkan Peraturan Daerah Tentang Penyandang Disabilitas Di Tingkat Kabupaten https://doi.org/10.18196/bdr.6138 ABSTRAK Tingkat kesejahteraan penyandang disabilitas di Indonesia termasuk di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bisa dikatakan masih rendah. Upaya untuk melindungi dan memenuhi hak-hak penyandang disabilitas dalam berbagai aspek seperti dalam pendidikan; pekerjaan; kesehatan; menunjukkan bahwa hingga saat ini masih belum tercapai seperti yang diharapkan. Hal ini karena belum adanya peraturan di tingkat daerah yang memastikan penyandang disabilitas dapat dilindungi dan dipenuh haknya. Masalah ini diperparah lagi oleh tidak adanya mekanisme kontrol dan evaluasi tentang upaya pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Pentingnya perwujudan peraturan daerah di tingkat kabupaten untuk memperkuat hak-hak penyandang disabilitas menjadi masalah yang sangat urgen, karena dengan adanya peraturan daerah ini dapat menjadi payung hukum bagi organisasi pemerintah daerah untuk menyusun program, kegiatan dan anggaran. Program ini mengadvokasi pemerintah daerah untuk mewujudkan peraturan daerah tingkat kabupaten tentang perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Hasil dari program advokasi ini dapat diwujudkannya 4 peraturan daerah tingkat kabupaten tentang perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas dan 5 unit naskah akademik yang menjadi dasar untuk penyusunan peraturan daerah. Progrsm ini dapat berjalan sukses karena adanya partisipasi penuh penyandang disabilitas dalam proses advokasi Perda. Kata Kunci: Penyandang disabilitas, perlindungan dan pemenuhan hak PENDAHULUAN Saat ini, para penyandang disabilitas di Indonesia rata-rata masih menghadapi masalah yang berkaitan dengan kesejahteraan mereka. Karakteristik penyandang disabilitas ratarata adalah sebagai berikut: hampir 89% tinggal di daerah pedesaan; berasal dari keluarga dengan tingkat dari ekonomi sosial dan kesehatan rendah. Penyandang disabilitas ratarata hanya memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah Mereka menghadapi masalah psikologis, seperti malu, tidak percaya diri. Mereka menghadapi berbagai hambatan, yaitu hambatan sosial dan budaya; adanya diskriminasi dari keluarga dan masyarakat, serta menghadapi berbagai hambatan arsitektur, yaitu, tidak tersedianya fasilitas umum 110 Ju rn a l BERDIKARI ARNI SURWANTI Dkk. Vo l.6 No .1 Fe bru a ri 2 0 1 8 Ad voka s i Me wu ju dka n Pe r a tu ra n Da e r a h Te n ta ng Pe nya nd a ng Dis a bilit a s Di Tingka t Ka bup a t e n yang mudah diakses. Mereka memiliki produktivitas yang relatif rendah karena kurangnya kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kerja. Pergeseran makna disabilitas berimplikasi pada banyak hal. Penggunaan istilah yang digunakan untuk merujuk kedisabilitasan merupakan satu implikasi dari perubahan tersebut. Di Indonesia kata cacat dan penyandang cacat tidak lagi dianggap layak digunakan dan berbagai istilah pengganti ditawarkan. Berdasarkan Undang-Undang No.8 tahun 2016 istilah yang digunakan adalah penyandang disabilitas. Menurut UU No 19 tahun 2011 tentang pengesahan Konvensi Hak Penyandang disabilitas yang kemudian dirujuk dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, yang dimaksud dengan penyandang disabilitas adalah mereka yang memiliki Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menyatakan, yang disebut penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Kemampuan penyandang disabilitas untuk berpartisipasi dalam masyarakat ditentukan oleh faktor personal dan faktor lingkungan (Minnas, 2015)4. Faktor personal meliputi faktor physic dan faktor sosioeconomi. Faktor fisik/physic seperti jenis kelamin, warna kulit, memiliki hambatan penglihatan, hambatan pendengaran, hambatan mobilitas, hambatan intelektual, hambatan psikhososial/psychosocial. Faktor sosialekonomi/ socioeconomi mencerminkan apakah seseorang tersebut berada pada kondisi kaya, kelas menengah, miskin, berpendidikan, terkoneksi dengan masyarakat, terisolasi, dan apakah iliterasi atau tidak. Faktor lingkungan meliputi faktor akesibilitas lingkungan, kebijakan, socioeonomic, dan pelayanan. Faktor lingkungan meliputi aksesibilitas fisik dan non fisik (akses informasi). Faktor kebijakan yaitu apakah kebijakan tersebut dilakukan dengan pendekatan karitatif, anti diskriminasi, ada dukungan, ada pengukuran, misal kuota, baik buruknya penegakan hukum. Faktor socioeconomic meliputi apakah masyarakat tersebut berada di pedesaan, kota atau kota besar, kaya atau miskin, sipak negatif atau berprasangka, awareness yang positip, terbuka atau menutup diri untuk berubah, berpihak pada orang miskin. Dalam perjalanan penanganan terhadap penyandang disabilitas dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu pendekatan karitatif/Charity Approach, pendekatan medis, Medical Approach, pendekatan sosial/Social Approach, pendekatan hak asasi orang/Human Rights Approach (Minnas, 2015). Faktor kebijakan adalah merupakan salah satu faktor lingkungan yang mendorong 111 penyandang disabilitas dapat berpartisipasi dalam masyarakat. Adanya kebijakan menjamin penyandang disabilitas dapat berpartisipasi dalam masyarakat. Dalam komteks daerah, maka diperlukan adanya peraturan daerah tentang penyandang disabilitas yang memuat bagaimana menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak penyandang disabilitas. Program perwujudan peraturan daerah ini juga diamanahkan dari Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Penyandang Disabilitas. (United Nation Convention of The Human Right Of Persons With Disabilities/UN-CRPD) yag telah disyahkan dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi UN-CRPD. Dalam konteks Indonesia hal ini sangat dimungkinkan karena Sesuai dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 bahwa peraturan perundangan pada tingkat bawah harus mendasarkan pada peraturan yang lebih tinggi dan tidak menyimpang dari dengan isi dan materi peraturan yang lebih tinggi. Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan daerah, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23. Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, pada Pasal 17 menyebutkan bahwa daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. Program ini adalah program advokasi untuk mendorong terwujudnya peraturan daerah tentang perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas di tingkat kabupaten yaitu Kabupaten Bantul, Kulon Progo, Gunungkidul, Sleman dan Kota Yogyakarta yang berada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. M ETODE PELAKSANAAN Proses advokasi perwujudan peraturan daerah di 5 (lima) kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang melindungi dan memenuhi hak penyandang disabilitas dilakukan melalui berbagai kegiatan yang dilakukan, yaitu persiapan, penyusunan naskah akademik, penyusunan draft peraturan daerah, dan proses mengawal proses persetujuan peraturan daerah. Detail dari kegitan tersebut dapatlah digambarkan sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan. Pada tahap persiapan ini dilakukan kegiatan sosialisasi, menentukan Tim Legal Drafter dan Meningkatkan Kapasitas Tim Legal Drafter. a. Sosialisasi. Sosialisasi ini ditujukan kepada beberapa komponen dalam masyarakat. Komponen dalam masyarakat tersebut meliputi penyandang disabilitas, organisasi penyandang disabilitas, lembaga swadaya masyarakat yang ada di tingkat kabupaten, sekolah, akademisi, perusahaan dan pemerintah. Pemerintah meliputi legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan eksekutif yaitu Bupati dan 112 Ju rn a l BERDIKARI ARNI SURWANTI Dkk. Vo l.6 No .1 Fe bru a ri 2 0 1 8 Ad voka s i Me wu ju dka n Pe r a tu ra n Da e r a h Te n ta ng Pe nya nd a ng Dis a bilit a s Di Tingka t Ka bup a t e n Gambar 1. Proses Advokasi Mewujudkan Peraturan Daerah Disabilitas Walikota. Tujuan dari sosialisasi ini penyandang disabilitas, organisasi penyandang disabilitas dan masyarakat serta pemerintah memahami pentingnya peraturan daerah sebagai payung hukum untuk perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. b. Menentukan Tim Legal Drafter. Tim legal drafter perlu dibentuk pada awal tahapan advokasi. Tim ini yang secara berkelanjutan mengkoordinir pelaksanaan beberapa kegiatan antara lain: melakukan kajian permasalahan penyandang disabilitas, melakukan kajian kebijakan yang telah ada terkait perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas, melakukan usulan penyusunan naskah akademik serta melakukan usulan penyusunan rancangan draft peraturan daerah. Tim legal drafter ini sebaiknya terdiri dari Organisasi Penyandang Disabilitas, Civil Society Organization (CSO), akademisi, swasta dan pemerintah. c. Peningkatan Kapasitas Tim Legal Drafter. Tim Legal Drafter terdiri dari beberapa komponen masyarakat meliputi penyandang disabilitas, organisasi penyandang disabilitas, lembaga swadaya masyarakat yang ada di tingkat kabupaten, sekolah, akademisi, perusahaan dan pemerintah. Khususnya pada penyandang disabilitas yang tergabung dalam organisasi penyandang disabilitas. 113 d. Rata-rata belum memiliki pemahaman dan pengalaman dalam membuat usulan peraturan daerah. Oleh karena itu, program ini juga memberikan pelatihan terkait proses penyusunan peraturan daerah dan penyadaran hak-hak penyandang disabilitas. Berbagai hak inilah yang nantinya perlu masuk dalam pasal-pasal pada peraturan daerah. Pada pelatihan ini juga diberikan pemahaman tentang peraturan e. perundangan tentang penyandang disabilitas yang telah ada baik di tingkat internasiona, nasional, dan daerah baik di tingkat propinsi maupun kabupaten yang menjadi dasar untuk penyusunan peraturan daerah tingkat kabupaten. f. Proses Penyusunan Perda. Prosedur penyusunan perda adalah rangkaian kegiatan penyusunan produk hukum daerah sejak dari perencanaan sampai dengan penetapannya. Proses pembentukan Perda terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu: Proses penyiapan rancangan Perda yang merupakan proses penyusunan dan perancangan di lingkungan DPRD atau di lingkungan Pemerintah Daerah, terdiri penyusunan naskah akademik dan naskah rancangan Perda. Proses mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di DPRD. Proses pengesahan oleh kepala daerah dan pengundangan oleh Sekretaris Daerah. Gambar 2. Penyerahan naskah akademik di DPRD Kabupaen Gunung Kidul Gambar 3. Penyerahan naskah akademik di Kabupaten Kulon Progo 1) Penyusunan Naskah Akademik Naskah Akademik berisikan rekomendasi tentang urgensi diperlukannya kebijakan yang terkait dengan penyandang disabilitas. Proses penyusunan naskah akademik ini didahului dengan proses penelitian yang ditujukan untuk pertama, mengidentifikasikan permasalahan apa yang dihadapi penyandang disabilitas dalam pemenuhan haknya, serta mengidentifikasikan alternatif solusi yang ditawarkan. Kedua, menganalisis peraturan perundangan yang telah ada terkait dengan pemenuhan hak penyandang disabilitas baik di tingkat internasional, nasional, dan daerah. Ketiga, menganalisis dasar pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis diperlukannya pembentukan rancangan peraturan 114 Ju rn a l BERDIKARI ARNI SURWANTI Dkk. Vo l.6 No .1 Fe bru a ri 2 0 1 8 Ad voka s i Me wu ju dka n Pe r a tu ra n Da e r a h Te n ta ng Pe nya nd a ng Dis a bilit a s Di Tingka t Ka bup a t e n daerah tentang perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Keempat, mengidentifikasikan sasaran yang akan dimuat dalam peraturan daerah yang menjamin terpenuhinya hak-hak penyandang disabilitas di daerah, dengan menyesuaikan kewenangan dari pemerintah daerah. 2) Proses penyusunan raperda. Tim penyusun peraturan daerah/legal drafter perlu membuat usulan Rancangan Peraturan Daerah/RAPERDA. Proses ini ditujukan untuk mempercepat proses usulan RAPERDA dan memastikan bahwa semua hak-hak penyandang yang sebaiknya termaktub dalam pasal-pasal di RAPERDA. RAPERDA ini selanjutnya perlu disampaikan pemerintah daerah. Yang dimaksud pemerintah daerah adalah legislatif dan eksekutif. Legislatif adalah DPRD tingkat kabupaten dan eksekutif adalah bupati/walikota juga organisasi pemerintah daerah yang punya tupoksi utama untuk memperhatikan masalah penyandang disabilitas yaitu Dinas Sosial di tingkat kabupaten. Gambar 4. Proses penysunan usulan Raperda oleh komunitas penyandang disabilitas Gambar 5. Proses penysunan usulan Raperda oleh komunitas penyandang disabilitas Gambar 6. Usulan Raperda diseminarkan untuk mendapatkan masukan dari kalangan masyarakat yang lebih luas Gambar 7. Proses Pembahasan Raperda Disabilitas di DPRD Kabupaten Gunung Kidul Gambar 8. Proses Pembahasan Raperda Disabilitas di DPRD Kota Yogyakarta 3) Proses mengawal untuk mendapatkan persetujuan. Usulan draft RAPERDA ini selanjutnya akan dibahas baik di eksekutif dan legislatif. Pada proses ini dimungkinkan akan ada tambahan atau pengurangan pada pasal-pasal yang tercantum dalam RAPERDA. Oleh karena itu pada proses ini tim legal drafter harus mengikuti berbagai proses pembahasan, apabila memungkinkan. Tim le- 115 gal drafter dapat mengajukan permohonan pada DPRD dapat melakukan public hearing untuk mendapatkan kesempatan melakukan kritisi terhadap raperda yang telah mengalami revisi di legislatif dan eksekutif. Pada kesempatan ini tim legal drafter akan mencermati pasal-pasal yang penting untuk tidak terhapus dan yang termuat dalam peraturan daerah dapat menjamin perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. HASIL DAN PEM BAHASAN Hasil program advokasi mewujudkan peraturan daerah tentang penyandang disabilitas tingkat kabupaten memberikan bukti bahwa penyandang disabilitas dapat berpartisipasi dalam proses penyusunan peraturan daerah. Program ini merupakan contoh penyusunan peraturan daerah seharusnya memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses penyusunan kebijakan. Kebijakan seharusnya dapat dapat menjadi acuan untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak masyarakat, oleh karena itu pada kebijakan daerah tentang penyandang disabilitas perlu partisipas penuh dari penyandang disabilitas dalam proses penyusunan PERDA ini sehingga PERDA ini dapat dipakai sebagai payung hukum dari semua organisasi pemerintah daerah untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak penyandang disabilitas. Sebelum disusun rancangan peraturan daerah, program ini dapat menghasilkan naskah akademik dari lima kabupaten/kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Naskah akademik berisi tentang hasil kajian tentang permasalahan penyandang disabilitas dan sejauhmana peran pemerintah dalam penanganan permasalahan penyandang disabilitas. Naskah akademik ini juga berisi tentang kajian tentang peraturan perundangan yang ada yang melindungi dan memenuhi hak penyandang disabilitas. Sejauhmana peraturan perundangan yang ada telah mengatur tentang pemenhan hak penyandang disabilitas. Naskah akademik ini menjadi dasar untuk penyusunan peraturan daerah. Berdasarkan hasil kerja tim legal drafter akan menyusun raperda yang diusulkan oleh masyarakat kepada pemerintah daerah. Program penyusunan raperda ini dilakukan dengan oleht eam legal drafter yang dibentuk. Raperda ini kemudian diseminarkan di kalangan organisasi penyandang disabilitas serta stakerholdernya, dengan harapan akan ada masukan untuk penyempurnaan. Organisasi penyandang disabilitas yang anggotanya rata-rata penyandang disabiltas, menjadi unsur yang penting dalam melakuan review terhadap rancangan peraturan daerah ini, karena mereka lah yang paling tahu permasalahan yang dihadapi penyandang disabiloitas setiap harinya. Rancangan peraturan 116 Ju rn a l BERDIKARI ARNI SURWANTI Dkk. Vo l.6 No .1 Fe bru a ri 2 0 1 8 Ad voka s i Me wu ju dka n Pe r a tu ra n Da e r a h Te n ta ng Pe nya nd a ng Dis a bilit a s Di Tingka t Ka bup a t e n PERDA Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul No. 11 Tahun 2015 tentang Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas, ditetapkan September 2015 PERDA Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo No.3 Tahun 2016 tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas, ditetapkan Maret 2016 PERDA Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul No.9 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, ditetapkan Oktober 2016 PERDA Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman No. 1 Tahun 2018 Penyelenggaraan Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, ditetapkan Maret 2018 daerah ini sellanjutnya akan diserahan kepada pemerintah daerah tingkat kabupaten, untuk mendapatkan agenda pembahasan oleh pemerintah baik legislatif maupun eksekutif. Rancangan peraturan daerah yang diserahkan kepada pemerintah ini untuk dibahas lagi legislatif dan eksekutif di tingkat kabupaten. Pada proses ini tantangan yang dihadapi adalah tidak setiap tahapan proses pembahasan raperda tim legal drafter dilibatkan. Konsekuensinya adalah adanya penghilangan pasal-pasal yang dianggap penting bagi penyandang disabilitas menjadi tidak tertuang dalam raperda. Tantangan lain adalah tidak komitnya pemerintah untuk mensegerakan terujudnya perda disabilitas ini, sehingga proses berjalan lamban. 117 Proses penyusunan peraturan daerah terkait Penyandang Disabilitas di Daerah Istimewa Yogyakarta ini merupakan contoh pembuatan kebijakan publik yang benar-benar dilakukan secara partisipatif. Pada saat ini telah disyahkan PERDA disabilitas di 4 Kabupaten yaitu (Bantul, Kulon Progo, Gunung Kidul, Sleman), dan masih menyisakan satu kota (Yogyakarta) yang sampai saat ini masih dalam proses pembahasan. Perda Tersebut adalah: 1. PER DA Pemerintah D aerah Kabupaten Bantul No. 11 Tahun 2015 tentang Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas, ditetapkan September 2015 2. PERDA Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo No.3 Tahun 2016 tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas, ditetapkan Maret 2016 3. PERDA Pemerintah Daerah Kabupaten Gunung Kidul No.9 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, ditetapkan Oktober 2016 4. PERDA Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman No. 1 Tahun 2018 Penyelenggaraan Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, ditetapkan Maret 2018 SIM PULAN Pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dapat terwujud apabila ada payung hukum baik di tingkat internasional, nasional dan daerah. Peraturan daerah tentang perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas di tingkat kabupaten/kota sangat diperlukan, karena beberapa kewenangan pemerintah untuk memenuhi hak penyandang disabilitas berada pada pemerintah daerah kabupaten. Hasil program advokasi untuk mewujudkan peraturan daerah tentang penyandang disabilitas dapat mewujudkan 4 PERDA yang sudah disyahkan oleh pemerintah daerah, dan 5 naskah akademik tentang memperkuat hak-hak penyandang disabilitas di Kabupaten. Berdasarkan hasil kegiatan pengabdian masyarakat menunjukkan, bahwa penyusunan kebijakan akan dapat menjawab permasalahan yang dihadapi maasyarakat, apabila dalam proses penyusunannya melibatkan partisipasi masyarakat didalamnya. Peraturan daerah tentang perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas ini dapat terwujud dalam waktu yang relatif singkat karena terdapat sinergi antara berbagai stakeholder dalam masyarat yaitu organisasi penyandang disabilitas, organisasi masyarakat lain (CSO), dan pemerintah baik legislatif mauun eksekutif di daerah. Partisipasi masyarakat khususnya penyandang disabilitas dan organisasi penyandang disabilitas dalam proses 118 Ju rn a l BERDIKARI ARNI SURWANTI Dkk. Vo l.6 No .1 Fe bru a ri 2 0 1 8 Ad voka s i Me wu ju dka n Pe r a tu ra n Da e r a h Te n ta ng Pe nya nd a ng Dis a bilit a s Di Tingka t Ka bup a t e n penyusunan rancangan peraturan daerah sangat penting, karena masyarakatlah yang paling memahami berbagai persoalan yang mereka hadapi. UCAPAN TERIM A KASIH Keberhasilan program pengabdian masyarakat ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada CIQAL, organisasi penyandang disabilitas di Yogyakarta, Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, ILAI yang telah mempercayakan kami sebagai koordinator pelaksanaan program advokasi ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Disability Right Fund yang telah mendukung pendanaan program ini. Selain itu partisipasi organisasi penyandang disabilitas tingkat kabupaten serta dukungan dari pemerintah daerah dan DPRD tingkat kabupaten dalam mewujudkan peraturan daerah tentang perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. DAFTAR PUSTAKA Minnas., Harry. 2015. Introduction to CRPD.,AAF., Univeristy of Melbourne Republik Indonesia. 2011. Undang-Undang Nomor 19 Nomor 53. Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul Yogyakarta. Republik Indonesia. 2016. Peraturan Daerah tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Provinsi Kebupaten Kulon Progo Nomor 3 Tahun Rights of Persons with Disabilities (Konvensi 2016 tentang Penyelenggaraan Perlindungan mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas). Penyandang Disabilitas. Penyandang Disabilitas. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Lembaran Daerah Kabupaten Kulon Progo Tahun Nomor 107. Sekretariat Negara. Jakarta. 2016 Nomor 5. Sekretariat Daerah Kabupaten Republik Indonesia. 2011. Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Bantul Yogyakarta. Republik Indonesia. 2016. Peraturan Daerah Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Provinsi Kebupaten Gunungkidul Nomor 9 Tahun 2011 Nomor. 82. Sekretariat Negara. Jakarta. 2016 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Republik Indonesia. 2012. Peraturan Daerah Provinsi Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Daerah istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2012 Lembaran Daerah Kabupaten Bantul Tahun tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak 2015 Nomor 7. Sekretariat Daerah Kabupaten Penyandang Disabilitas. Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012 Nomor 4. Bantul Yogyakarta. Republik Indonesia. 2016. Undang-Undang Nomor Sekretariat Daerah Provinsi Daerah Istimewa 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Yogyakarta. Yogyakarta. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Lembaran 2016 Nomor 107. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. 2018. Peraturan Daerah Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman No. 1 244. Sekretariat Negara. Jakarta. Tahun 2018 Penyelenggaraan Perlindungan Dan Republik Indonesia. 2015. Peraturan Daerah Provinsi Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas,. Kebupaten Bantul Nomor 11 Tahun 2015 tentang Lembaran Daerah Kabupaten Sleman Tahun Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. 2018. Nomor 1. Sekretariat Daerah Kabupaten Lembaran Daerah Kabupaten Bantul Tahun 2015 Sleman Yogyakarta.