LAPORAN DISKUSI KELOMPOK
PEMICU 1
MODUL ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
Deasy Mirayashi I11110003
Indah Safitri I11110008
Dwi Erlinda Putri I11110012
Irene Eka Renata Sitompul I11110020
Tajul Anshor I11110024
Umar Syarif Asifa I11110045
Neneng Wulandari I11110049
Wastri G. Manik 111110052
Vini Cahyani I11110061
Eko Saputro I11110065
Peni I11108046
Eben Heizer I11109055
Gabriel I11110022
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2013
PEMICU 1. Anakku Sakit
Seorang ibu, Ny N (25 tahun), datang ke klinik dengan membawa anak ketiganya, An.W yang berusia 9 bulan. Keluhannya adalah demam tinggi yang tidak turun dengan obat turun panas selama 3 hari. Ibu juga mengatakan An. W telah dikerok dengan bawang merah. Selain An.W, ny.N juga mengajak anak-anaknya yang lain yaitu An.K (6 tahun) dan An.T (5 tahun). Ketiga anaknya tampak kurus dan kumal (termasuk tidak bersih). Ny.N juga membawa KMS An.W yang memperlihatkan kunjungan terakhir ke Posyandu 6 bulan yang lalu. An. W belum pernah mendapat imunisasi sejak lahir karena sering sakit-sakitan dan demam. Ibu pasien adalah mantan penderita TB dan dinyatakan sembuh 1 tahun lalu.
Ny. N adalah istri seorang supir bajaj berusia 35 tahun. Suaminya telah menjadi supir bajaj sejak 10 tahun yang lalu dan bekerja terus menerus sejak jam 4 pagi hingga 3 siang, berpangkal di pasar induk dekat rumahnya. Pada saat ini suaminya mengeluh pergelangan tangannya sering nyeri, baal dan kesemutan, serta sakit kepala timbul pada hampir setiap sore hari.
Data tambahan :
Keluarga tersebut tinggal di rumah kontrakan ukuran 3 x 2 meter. Rumah kontrakan merupakan bagian dari deretan 5 rumah petak dengan ukuran sama yang dibangun untuk dikontrak. Kelima rumah tersebut menggunakan 1 kamar mandi dan 1 WC yang sama di halaman belakang.
Halaman belakang merupakan sebidang tanah (10m x 5 m) tak terawatt, becek bila hujan, terdapat 1 sumur air yang merupakan sumber air minum seluruh keluarga yang mengontrak dengan jarak septic tank 9 meter. Beberapa keluarga mememlihara unggas seperti ayam dan burung yang dipelihara di kandang sekitar kontrakan. Beberapa hari sebelum An.W demam tinggi, hampir semua unggas tiba-tiba mati dengan sebab yang tidak jelas.
Klarifikasi dan Definisi
KMS (Kartu Menuju Sehat) : Kartu yang memuat kurva pertumbuhan anak berdasarkan indeks antropometri, berat badan menurut umur yang dibedakan berdasarakan jenis kelamin.
Posyandu : Kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan.
Key Words
Bapak :
Supir bajaj selama 10 tahun
Bekerja sejak jam 4 pagi – 3 sore (11 jam)
Pergelangan tangan nyeri, baal, kesemutan
Sakit kepala setiap sore
Anak :
Demam tinggi
Tampak kurus dan kumal
Belum mendapat imunisasi sejak lahir
Sering sakit
Dikerok dengan bawang merah
Ibu :
Mantan penderita TB
Sembuh 1 tahun lalu
Rumusan Masalah
Apakah masalah kesehatan setiap individu dan keluarga ini?
Apakah faktor-faktor internal dan eksternal individu serta keluarga yang menyebabkan timbul dan berkembangnya masalah kesehatan tersebut?
Bagaimana mekanisme/interaksi berbagai faktor tersebut dalam menimbulkan masalah kesehatan?
Bagaimana langkah-langkah pemecahan masalah kesehatan individu dan keluarga?
Analisis Masalah
Anak W 9 bulan
Masalah kesehatan pribadi
Keadaan keluarga
Keadaan pekerjaan keluarga
Demam tinggi tidak turun selama 3 hari
Belum pernah mendapat imunisasi
Kedua saudara tampak kurus dan kumal
Ibu mantan TB dan dinyatakan sembih
Ayah mengeluh pergelangan tangan terasa nyeri, baal, kesemutan, sakit kkepala hampir setiap sore
Ayah supir bajaj sejak 10 tahun lalu
Bekerja dari pukul 4 pagi - 3 siang
Status kesehatan ?
Diagnosis Holistik
Personal
Klinik
Faktor
Psikososial
Skala fungsi sosial
Demam tidak turun
Ibu ingi demam bisa turun (dikerok bawang merah)
Ayah bekerja selama 11 jam
Diagnosis :
Anak : observasi febris
Saudara : gizi buruk
Ayah : carpal tunel sindrom
Internal
Imunisasi tidak lengkap
Status gisi buruk
Eksternal
Sosio-ekonomi kurang
Lingkungan rumah tifak bersih
Lingkungan bekerja
Ibu mantan penderita TB
Pekerjaan ayah supir bajaj
Ayah dan anak :
Skala 2
(sedikit kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari)
Hipotesis
Keluarga Tn.N mengalami masalah kompleks kesehatan yang dipengaruhi oleh lingkungan, biopsikososial dan ekonomi serta membutuhkan intervensi dokter keluarga melalui pendekatan komprehensif.
Learning Issues
Diagnosis holistik
Diagnosis okupasi
Apa permasalahan kesehatan pada setiap individu secara pendekatan diagnosis holistic :
Anak
Ibu
Bapak
Apa permasalahan kesehatan keluarga ini secara keseluruhan?
Konsep-konsep dasar timbulnya penyakit
Bagaimana interaksi faktor tersebut dalam menimbulkan masalah kesehatan?
Peran higienis pribadi dan lingkungan terhadap kesehatan keluarga
Kriteria lingkungan rumah yang sehat
Apa saja program puskesmas untuk menyehatkan setiap individu?
Bagaimana langkah pemecahan masalah kesehatan individu dan keluarga
Pembahasan Learning Issues
Diagnosis holistik
Holistik yakni memandang manusia sebagai mahkluk biopsikososial pada ekosistemnya. Manusia terdiri dari komponen organ, nutrisi, kejiwaan dan perilaku.
Diagnosa holistik adalah tata cara diagnosa yang memperhatikan berbagai aspek yang dimungkinkan menyebabkan penyakit pada pasien yang bersangkutan.
Diagnosis Holistik : kegiatan untuk mengidentifikasikan dan menentukan dasar dan penyebab (disease), luka (injury), serta kegawatan yang diperoleh dari keluhan riwayat penyakit pasien, pemeriksaan penunjang dan penilaian internal dan eksternal dalam kehidupan pasien dan keluarganya.
Holistik merupakan salah satu konsep yang meliputi dimensi personal, fisik, psikologi, sosial, dan spiritual dalam penanggulangan dan pencegahan penyakit. Dalam pendekatan holistik, dipercayai bahwa kesehatan seseorang tidak hanya bergantung pada apa yang sedang terjadi secara fisik pada tubuh seseorang, tetapi juga terkait dengan kondisi psikologi, emosi, sosial, spiritual, dan lingkungan.
Pendekatan holistik tidak hanya mengobati gejala tetapi juga mencari penyebab dari gejala. Pendekatan holistik untuk pengobatan pasien telah dikemukakan oleh Percival di dalam bukunya pada tahun 1803.
Kasus kesehatan dari setiap individu perlu pendekatan secara holistik(menyeluruh). Selain individu sebagai objek kasus, juga terkait dengan aspek fisik(biologis), psikologis, sosial, dan kultural serta lingkungan. Masalah kesehatan individu merupakan suatu komponen dari sistem pemeliharaan kesehatan dari individu yang bersangkutan, individu sebagai bagian dari keluarga, dan sebagai bagian dari masyarakat yang meliputi aspek biomedis, psikologis, aspek pengetahuan , sikap dan perilaku, aspek sosial dan lingkungan(Dinkes Propinsi Jawa Tengah, 2004)
Tujuan Diagnostik holistik :
Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
Pembatasan kecacatan lanjut
Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupannya)
Jangka waktu pengobatan pendek
Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
Terproteksi dari resiko yang ditemukan
Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan terapi, tujuannya yakni
Menentukan kedalaman letak penyakit
Menentukan kekuatan serangan pathogen penyakit
Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi organ
Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan Sertifikasi ASPETRI Jateng 2011)
Proses dan Kunci keberhasilan diagnosis holistic
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan, pencatatan biodata) dengan pasien
Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien. Melakukan pemeriksaan sarinagn (Triage), data diisikan dengan lembaran penyaring
Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
Melakukan anamnesis
Melakukan pemeriksaan fisik
Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi, prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor individual termasuk perilaku pasien
Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas kehidupan pasien
Menilai aspek fungsi sosial
Diagnosis holistik terdiri dari :
Keluhan utama, ketakutan, harapan, dan persepsi kesehatan
Diagnosis klinis dan diagnosis diferensial
Perilaku dan persepsi kesehatan (faktor confounding/risiko internal)
Masalah ekonomi dan psikososial keluarga, faktor lingkungan dan pekerjaan (faktor determinan/ faktor resiko eksternal)
Derajat fungsi sosial.
Semua praktisi kesehatan sebaiknya menggunakan pendekatan holistik dalam menangani pasien. Mengenali seseorang secara “utuh” dalam pencegahan dan pengobatan penyakit dapat merupakan kunci bagi dokter untuk mendiagnosis penyakit dengan tepat. Pasien cenderung lebih puas jika dokter menggunakan pendekatan holistik, dan merasa bahwa dokter mempunyai lebih banyak waktu untuk mereka dan permasalahan mereka.
Standar Pelayanan Menyeluruh (Standard of holistic of care)
Pasien adalah manusia seutuhnya : Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk memandang pasien sebagai manusia yang seutuhnya.
Pasien adalah bagian dari keluarga dan lingkungannya : Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk memandang pasien sebagai bagian dari keluarga pasien, dan memperhatikan bahwa keluarga pasien dapat mempengaruhi dan/ atau dipengaruhi oleh situasi dan kondisi kesehatan pasien.
Pelayanan menggunakan segala sumber disekitarnya : Pelayanan dokter keluarga mendayagunakan segala sumber di sekitar kehidupan pasien untuk meningkatkan keadaan kesehatan pasien dan keluarganya.
Diagnosis okupasi
Pengertian
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkanoleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease(Sulistomo, 2002).
WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja (Sulistomo, 2002):
Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya pneumokoniosis.
Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya karsinoma bronkogenik.
Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya bronkitis kronik.
Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma.
Penyebab Penyakit Akibat Kerja
Faktor penyebab penyakit akibat kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga tidak mungkin disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan (Sulistomo, 2002; Suma’mur, 2004):
Golongan fisik
Suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
Golongan kimiawi
Bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut. Ada kurang lebih 100.000 bahan kimia yang sudah digunakan dalam proses industri, namun dalam daftar penyakit ILO, baru diidentifikasi 31 bahan kimia sebagai penyebab.
Golongan biologis
Bakteri, virus, jamur, parasit, dll.
Golongan fisiologis
Biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja yang kurang egonomis, tidak sesuai dengan fisiologi dan anatomi manusia.
Golongan psikososial
Lingkungan kerja yang mengakibatkan stress seperti beban kerja terlalu berat, pekerjaan yang monoton, dll.
Tujuan dan Manfaat Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Berbeda dengan diagnosis penyakit pada umumnya, diagnosis penyakit akibat kerja mempunyai aspek medis, aspek komunitas dan aspek legal (Suma’mur, 2004). Dengan demikian tujuan melakukan diagnosis akibat kerja adalah (Suma’mur, 2004):
Dasar terapi
Membatasi kecacatan dan mencegah kematian
Melindungi pekerja lain
Memenuhi hak pekerja
Dengan mendiagnosis penyakit akibat kerja, maka hal ini akan berkonstribusi terhadap (Suma’mur, 2004) :
Pengendalian pajanan berisiko pada sumbernya
Identifikasi risiko pajanan baru secara dini
Asuhan medis dan upaya rehabilitasi pada pekerja yang sakit dan/atau cedera
Pencegahan terhadap terulangnya atau makin beratnya kejadian penyakit atau kecelakaan
Perlindungan pekerja yang lain
Pemenuhan hak kompensasi pekerja
Identifikasi adanya hubungan baru antara suatu pajanan dengan penyakit
Langkah-langkah Menegakkan Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Diagnosis klinis
Pajanan yang dialami
Hubungan antara pajanan dan penyakit
Jumlah pajanan cukup
Peranan faktor individu
Faktor lain di luar pekerjaan
Penyakit akibat kerja
Bukan penyakit akibat kerja
Gambar D.1 Alur menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja (Suma’mur, 2004)
Menentukan diagnosis klinis
Sebagai langkah pertama menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja adalah menegekkan diagnosis klinis penyakit. Diagnosis penyakit akibat kerja tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan gejala yang dikeluhkan pasien, karena dasar dari penegakkan diagnosis penyakit akibat kerja adalah evidence based, dimana penelitian yang ada menunjukkan bahwa antara suatu pajanan dengan suatu penyakit yang ada hubungan spesifik. Artinya, suatu pajanan hanya menyebaban satu atau beberapa penyakit tertentu, sesuai hasil penelitian yang ada.Upaya diagnosis klinis mungkin memerlukan pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya dan sering perlu melibatkan dokter spesialis yang terkait dengan penyakit pasien (Sulistomo, 2002; Suma’mur, 2004).
Menentukan pajanan yang dialami individu tersebut dalam pekerjaan
Suatu penyakit akibat kerja, seringkali tidak hanya disebabkan oleh pajanan yang dialami di pekerjaan yang saat ini dilakukan, tetapi dapat disebabkan oleh pajanan-pajanan pada pekerjaan-pekerjaan yang terdahulu.Selain itu, beberapa pajanan bisa saja menyebabkan satu penyakit, sehingga seorang dokter harus mendapatkan informasi mengenai semua pajanan yang dialami dan pernah dialami oleh pasiennya, untuk dapat mengidentifikasi pajanan atau pekerjaan mana yang penting dan mungkin berpengaruh untuk diinvestigasi lebih lanjut(Sulistomo, 2002; Suma’mur, 2004).
Untuk memperoleh informasi ini perlu dilakukan anamnesis pekerjaan yang lengkap, yang mencakup (Sulistomo, 2002; Suma’mur, 2004):
Deskripsi semua pekerjaan secara kronologis
Periode waktu melakukan masing-masing pekerjaan
Apa yang diproduksi
Bahan yang digunakan
Cara bekerja
Menentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan penyakit
Melakukan identifikasi pajanan mana saya yang berhubungan dengan penyakit yang dialami. Hubungan ini harus berdasarkan hasil-hasil penelitian epidemiologis yang pernah dilakukan (evidence based). Identifikasi ada tidaknya hubungan antara pajanan dan penyakit dapat dilakukan dengan mengkaji referensi atau literature yang ada.Bila belum ada bukti bahwa suatu pajanan ada hubungan dengan suatu penyakit, maka diagnosis penyakit akibat kerja tidak dapat ditegakkan.Bila belum ada hasil penelitian yang menunjukkan adanya suatu hubungan antara pajanan dan penyakit tertentu, tetapi dari pengalaman sangat dicurigai adanya suatu hubungan, maka itu baru dapat dijadikan dasar untuk melakukan penelitian awal(Sulistomo, 2002; Suma’mur, 2004).
Hubungan antara pajanan dengan penyakit juga perlu dilihat dari waktu timbulnya gejala atau terjadinya penyakit, misalnya orang tersebut terpajan oleh bahan tertentu terlebih dahulu, sebelum mulai timbul gejala atau penyakit. Contoh lain adalah pada asma bronkial. Bila didapatkan, bahwa serangan asma lebih banyak terjadi pada waktu hari kerja dan berkurang pada hari libur, masa cuti atau pada waktu tidak terpajan, hal ini akan sangat mendukung ke diagnosis asma akibat kerja. Sehingga anamnesis mengenai hubungan gejala dengan pekerjaan perlu dilakukan juga dengan teliti. Adanya hasil pemeriksaan pra-kerja mengenai penyakit akan mempermudah menentukan, bahwa penyakit terjadi sesudah terpajan, namun tidak adanya hasil pemeriksaan pra-kerja dan/atau hasil pemeriksaan berkala bukan berarti tidak dapat dilakukan diagnosis penyakit akibat kerja(Sulistomo, 2002; Suma’mur, 2004).
Menentukan apakah pajanan yang dialami cukup
Untuk dapat menilai apakah suatu pajanan cukup besar untuk dapat menyebabkan penyakit tertentu, perlu dimengerti patofisiologi dari penyakit tersebut dan bukti epidemiologis. Cukup besarnya suatu pajanan dapat dinilai secara kualitatif, yaitu dengan menanyakan kepada pasien mengenai cara kerja, proses kerja dan bagaimana lingkungan kerja. Penting juga melakukan pengamatan dan memperhitungkan masa kerja, yaitu berapa lama pekerja tersebut sudah terpajan.Penilaian secara kualitatif dapat menggunakan data pengukuran lingkungan kerja terhadap pajanan tersebut, yang telah dilakukan secara periodic oleh perusahaan atau data monitoring biologis yang ada. Bila tidak ada, bisa dilakukan pengukuran pada saat akan dilakukan diagnosis penyakit akibat kerja dan bila tidak ada perubahan dalam proses dan cara kerja secara berarti pada masa kerja pekerja tersebut, dapat diasumsikan bahwa selama masa kerja tersebut pekerja memperoleh pajanan dalam jumlah yang sama. Hasil pengukuran yang didapat perlu dinilai apakah melebihi nilai ambang batas, atau termasuk terpajan tinggi atau tidak.Pemakaian alam pelindung perlu juga dinail apakah dapat mengurangi pajanan yang dialami secara berarti atau tidak, yaitu bila jenis alat pelindung diri sesuai, dipakai secara benar dan konsisten(Sulistomo, 2002; Suma’mur, 2004).
Menentukan apakah ada faktor-faktor individu yang berperan
Setiap penyakit selain disebabkan oleh faktor lingkungan dan/atau faktor pekerjaan, pasti juga ada faktor individu yang berperan. Perlu dinilai seberapa besar faktor individu itu berperan, sehingga dapat dimengerti mengapa yang terkena adalah individu pekerja tersebut dan bukan seluruh pekerja di tempat yang sama. Faktor individu yang mungkin berperan adalah riwayat atopi atau alergi, riwayat dalam keluarga, hygiene perorangan, dsb.Adanya faktor individu yang berperan tidak berarti diagnosis penyakit akibat kerja menjadi batal namun diperlukan untuk menilai seberapa besar faktor individu ikut berperan(Sulistomo, 2002; Suma’mur, 2004).
Menentukan apakah ada faktor lain diluar pekerjaan
Faktor lain di luar pekerjaan, adalah pajanan lain yang juga dapat menyebabkan penyakit yang sama, namun bukan merupakan faktor pekerjaan, misalnya rokok, pajanan yang dialami di rumah, adanya hobi, dsb. Bila ternyata faktor pekerjaan tidak ada yang berhubungan dengan penyakit, ada kemungkinan faktor penyebab di luar pekerjaan yang lebih berperanan.Namun adanya kebiasaan tertentu dari pekerja, misalnya merokok, tidak bisa meniadakan faktor penyebab di pekerjaan(Sulistomo, 2002; Suma’mur, 2004).
Menentukan diagnosis penyakit akibat kerja
Kaji seluruh informasi yang telah dikumpulkan dari langkah-langkah terdahulu.Berdasarkan bukti-bukti dan referensi mutakhir yang ada, buat keputusan apakah penyakit yang diderita adalah penyakit akibat kerja atau tidak. Diagnosis sebagai penyakit akibat kerja dapat dibuat bila dari langkah-langkah di atas dapat disimpulkan, bahwa memang ada hubungan sebab akibat antara pajanan yang dialami dengan penyakit dan faktor pekerjaan merupakan faktor yang bermakna terhadap terjadinya penyakit dan tidak dapat diabaikan, meskipun ada faktor individu atau faktor lain yang ikut berperan terhadap timbulnya penyakit(Sulistomo, 2002; Suma’mur, 2004).
Diagnosis penyakit akibat kerja tidak dapat ditegakkan, bila dari referensi tidak ditemukan adanya hubungan antara pajanan dengan penyakit, pajanan yang dialami tidak cukup besar untuk dapat meyebabkan penyakit tersebut (secara kuantitatif maupun kualitatif, secara kumulatif dari masa kerja)(Sulistomo, 2002; Suma’mur, 2004).
Apa permasalahan kesehatan pada setiap individu secara pendekatan diagnosis holistik :
Anak
An. W, diduga demamnya oleh karena:
Demam malaria (karena halaman belakang rumah yang tak terawatt dan becek apabila hujan).
Siklus demam antara masing-masing jenis malaria berbeda beda, malaria yang disebabkan oleh plasmodium falciparum sebabkan demam secara terus menerus. Sementara malaria yang disebabkan plasmodium vivax ovale memberikan efek deman berganti yakni satu hari demam, dua hari sehat, kemudian demam kembali. Dan malaria yang disebabkan plasmodium malariae menyebabkan demam selama satu hari, sehat tiga hari, demam kembali satu hari dan seterusnya hingga demam sembuh.
Dari ketiganya, yang paling mendekati adalah plasmodium falciparum.
Demam flu burung (hampir semua unggas mati mendadak tanpa sebab yang jelas sebelum An. W demam), gejala-gejalanya: demam (suhu badan di atas 38oC), batuk dan nyeri tenggorokan, radang saluran pernapasan atas, pneumonia, infeksi mata, nyeri otot.
Dari kedua dugaan di atas, yang paling mendekati dan menonjol dari faktor lingkungannya adalah demam akibat flu burung.
Diagnosis Holistik
Aspek 1 : demam tinggi
Aspek 2 : observasi demam
Aspek 3 : status gizi kurang, imunisasi tidak lengkap
Aspek 4 : status social ekonomi, lingkungan tidak higienis
Aspek 5 : skala disabilitas 2
Ibu
Diagnosis Holistik
Aspek 1 : mantan penderita TB dan dinyatakan sembuh 1 tahun lalu
Aspek 2 : periksa berkala untuk memastikan tidak akan kambuh lagi
Aspek 3 : -
Aspek 4 : status social ekonomi, lingkungan tidak higienis
Aspek 5 : skala disabilitas 1
Bapak
Dugaan dari keluhan yang dialami yaitu Hand Arm Vibration Syndrome (HAVS) dan Carpal Tunnel Syndrome (CTS).
Untuk HAVS, gejalanya terdiri dari kesemutan, baal (numbness) atau menurunnya sensitifitas jari yang terkena.Kadang kala nyeri pada ujung jari, dirasakan selama dan segera setelah pasien menggunakan alat yang bergetar . Selain itu ia akan mengalami serangan pemutihan jari seperti halnya jari yang berkeriput dan memutih pada pajanan dengan suhu dingin. Memang gejala ini mirip dengan yang dirasakan bila kita jari-jari kita terpajan suhu dingin dalam jangka waktu lama.
Untuk CTS, keluhan yang sering dirasakan oleh pasien adalah mati rasa atau kebas di daerah telapak tangan khususnya pada ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, dan setengah dari jari manis (sesuai dengan distribusi sensorik dari nervus medianus). Tetapi pada kenyataannya pasien biasanya langsung mengeluhkan bahwa pada kelima jarinya terasa seperti mati rasa. Walaupun biasanya pada jari kelingking keluhan tersebut biasanya tidak dirasakan oleh pasien. Selain rasa kebas pasien biasanya juga bisa mengeluhkan nyeri pada pergelangan tangannya. Rasa nyeri dan kebas biasanya meningkat apabila pasien melakukan gerakan fleksi atau ekstensi. Oleh karena itusering kali pasien dengan carpal tunnel syndrome mengeluh munculnya gejala tersebut terutama pada saat bangun tidur, hal ini diakibatkan karena posisi pergelangan tangan yang fleksi padasaat tidur.
Dari kedua dugaan di atas, yang paling mendekati adalah carpal tunnel syndrome, dimana gejala suami Ny. N lebih khas dijabarkan pada sindrom tersebut. Sedangkan untuk sakit kepala yang timbul hampir setiap sore kemungkinan disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya gas racun yang dihirup (dalam hal ini kemungkinan besar karbon monoksida (CO)), kurang tidur (bekerja terus menerus sejak jam 4 pagi hingga 3 siang), dan sebagainya.
Diagnosis Holistik
Aspek 1 : pergelangan tangan nyeri, baal, kesemutan. Sakit kepala setiap sore. Harapannya ia dapat sembuh dan bisa bekerja normal seprti sediakala.
Aspek 2 : carpal tunnel sindrom, HAVS (hand arm vibration sindrom)
Aspek 3 : supir bajaj yang bekerja selama 10 tahun, dari jam 4 pagi – 3 sore.
Aspek 4 : status social ekonomi, lingkungan rumah tidak higienis, lingkungan kerja
Aspek 5 : skala disabilitas 2
Permasalahan kesehatan keluarga ini secara keseluruhan
Permasalahan kesehatan individu dalam keluarga
An.W yang berusia 9 bulan dibawa ke klinik oleh ibunya dengan keluhan demam tinggi yang tidak turun dengan obat turun panas selama 3 hari. Menurut keterangan, beberapa hari sebelum An. W panas, hampir semua unggas disekitar tempat tinggalnya tiba-tiba mati dengan sebab yang tidak jelas. Ketiga anak Ny. N terlihat kurus dan kumal. An. W belum pernah mendapatkan imunisasi sejak lahir. Ny. N memiliki riwayat pernah menderita TB dan dinyatakan sembuh 1 tahun lalu.
Suami Ny. N (Tn. N) adalah seorang supir bajaj berusia 35 tahun yang bekerja selama kurang lebih 11 jam/hari dan telah bekerja sejak 10 tahun lalu. Tn. N memiliki keluhan nyeri pada pergelangan tangan, baal, kesemutan, dan sakit kepala.
Permasalahan kesehatan perumahan dan pemukiman
Keluarga ini tinggal di rumah kontrakan berukuran 3 x 2 m yang merupakan deretan dari 5 rumah petak dengan ukuran sama. Lima rumah tersebut hanya memiliki 1 kamar mandi dan 1 toilet yang digunakan bersama di halaman belakang yang becek bila hujan. Keluarga ini juga menggunakan sumber air minum dari sumur yang berjarak 9 meter dari septitank. Beberapa penghuni kontrakan memelihara ayam dan burung yang kandangnya disekitar kontrakan.
Pengaruh Pekerjaan (supir bajaj) Terhadap Kesehatan
Menurut SK Menteri Tenaga Kerja, lama pajanan perhari terhadap bising dalam satuan desibel tidak boleh melebihi ambang berikut:
Nilai ambang batas normal
Jam kerja terpapar
80 dB
24 jam
82 dB
16 jam
85 dB
8 jam
88 dB
4 jam
91 dB
2 jam
94 dB
1 jam
97 dB
1/2 jam
100 dB
1/4 jam
Menurut Penelitian pada pengemudi bajaj (Kertadikara, 1997) mendapatkan bahwa mereka terpapar bising antara 97 -101 dB dengan 50% NIHL. Ini diperkuat dengan penelitian penelitian berikutnya yang mendapatkan tingkat kebisingan dan getar pada pengemudi bajaj melebihi nilai ambang batas yang telah ditentukan yakni 85 db -92 db yang bekerja lebih dari 8 jam. Menurut data diatas dapat dinyatakan bahwa para supir bajaj dapat mengalami beberapa gangguan di bawah ini :
Gangguan fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
Gangguan psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, stres, kelelahan, dan lain-lain.
Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya; jangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan tenaga kerja.
Gangguan keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual.
Efek pada pendengaran
Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius karena dapat menyebabkan ketulian. Ketulian bersifat progresif. Pada awalnya bersifat sementara dan akan segera pulih kembali bila menghindar dari sumber bising; namun bila terus menerus bekerja di tempat bising, daya dengar akan hilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali.
Konsep-konsep dasar timbulnya penyakit
Perkembangan Teori Terjadinya Penyakit
Teori Contagion (Contagion theory)
Menyatakan bahwa suatu penyakit muncul karena adanya kontak dari orang ke orang.
Teori Hyppocrates (Hippocratic Teory)
Hyppocrates menyatakan bahwa penyakit timbul karena pengaruh lingkungan (air,udara,tanah,cuaca, dll) dan bagaimana kedudukan seseorang dalam suatu lingkungan tersebut.
Teori Humoral
Suatu penyakit muncul akibat adanya gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh. Jenis penyakit tergantung pada jenis cairan yang dominan.
Teori Miasma (Miasmatic Theory)
Teori ini mengatakan bahwa adanya sisa-sisa makhluk hidup yang mengalami pembusukan, mengakibatkan udara dan lingkungan menjadi kotor.
Teori Epidemik
Dihubungkan dengan cuaca dan geografis setempat.
Adanya zat-zat organik di lingkungan sebagai pembawa penyakit.
Teori Jasad Renik (Teori Germ)
Penyebab penyakit adalah jasad renik /mikroorganisme. Kuman dianggap sebagai penyebab tunggal. Teori ini berkembang setelah ditemukannya mikroskop.
Teori Ekologi Lingkungan
Manusia berinteraksi dengan berbagai faktor penyebab dalam lingkungan tertentu dan pada keadaan tertentu akan kenimbulkan penyakit tertentu pula.
Konsep Dasar Timbulnya Penyakit
Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat menjadi suatu proses kejasian penyakit yaitu prose interaksi antara manusia dan berbagai macam sifatnya (perilakunya) terhadap penyebab serta lingkungan mereka.
Bermula dari teori hipokrates yang mengemukakan bahwa “penyakit timbul akibat pengaruh lingkungan (air,udara,tanah,cuaca,dll)”. Dalam teori ini tidak dijelaskan kedudukan manusia dalam interaksi tersebut dan faktor lingkungan bagaimana yang dapat menimbulkan penyakit. Kemudian dari hal ini terjadilah berbagai penelitian-penelitian tentang penyebab penyakit dan pengembangan konsep mengenai konsep dasar terjadinya penyakit pada masyarakat.
Kemudian muncullah teori segitiga epidemiologi atau triad epidemiologi (morrix 1975) yang menfokuskan terhadap keseimbangan antara Agen (penyebab penyakit), Host (manusia) dan Enviroment (lingkungan).
Pertama, jika pemberatan terjadi terhadap keseimbangan agen ini maka agen penyakit mendapat kemudahan menimbulkan penyakit pada host. Kemudian keadaan kedua dimana keadaan host mengakibatkan ketidakseimbangan. Keadaan seperti ini dimungkingkan apabila host menjadi lebih peka terhadap suatu penyakit. Berikutnya jika ketidakseimbangan berasal dari lingkungan, maka hal ini menggambarkan terjadinya pergeseran kualitas lingkungan sedemikian rupa sehingga agen memberatkan keseimbangan. Kasus seperti ini berarti bahwa pergeseran kualitas lingkungan memudahkan agen memasuki tubuh host dan menimbulkan penyakit. Sebaliknya jika pergeseran lingkungan terjadi dan mengakibatkan memberatnya host itu juga dapat memepengaruhi kesehatan.Meskipun teori ini tidak bisa diaplikasikan kesemua jenis penyakit, tetapi konsep ini menjadi acuan konsep untuk mencari konsep-konsep berikutnya tentang keseimbangan dan dasar terjadinya suatu penyakit.
Beranjak dari konsep diatas, Blum (1974) menambahkan konsep lain yang dinamakan “The environment of Health model” menyatakan bahwa ada 4 faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan individu yaitu : lingkungan, gaya hidup, human biology, dan system pelayanan kesehatan.
The mandala of health (hancock & perkins 1985) menyempurnakan bagaimana pola konsep terjadinya penyakit terhadap individu-individu. Adapun penjelasan untuk pola konsep mandala of helath :
Body, mind & spirit: kondisi pasien saat ini (usia, diagnosis kerja, DD, harapan, ketakutan)
Human biology: risiko genetik dan herediter pasien
Personal behavior: perilaku kesehatan pasien
Psycho-socio-economic environment: faktor-faktor psiko-sosio-ekonomi yang berkontribusi terhadap risiko kesehatan pasien
Physical environment: faktor lingkungan fisik yang berperan dalam risiko kesehatan pasien
Community: peraturan kesehatan lokal dan nasional, kebutuhan dan permintaan mengenai kesehatan publik yang berperan dalam risiko kesehatan pasien
Culture: norma dan budaya
Berdasarkan pola dan penjelasan diatas Mandala of Health (a model of human ecosystem) dapat disimpulkan bahwa :
Manusia terdiri atas 3 bagian meliputi fisik, jiwa, dan pikiran
Kesehatan pada diri individu dipengaruhi oleh kebiasaan personal, lingkungan fisik, unsur biologis manusia, serta lingkungan psiko-sosio-ekonomi. Di mana masing2 faktor terkait satu sama lain.
Kebiasaan personal dan kondisi psiko-sosio-ekonomi mempengaruhi lifestyle
Kebiasaan personal dan unsur biologis manusia mempengaruhi sick care system
Kondisi psiko-sosio-ekonomi dan lingkungan fisik mempengarui kerja seseorang
Unsur biologis manusia dan lingkungan fisik mempengaruhi human made environment
Interaksi faktor tersebut dalam menimbulkan masalah kesehatan
Masalah kesehatan
Anak W 9 bulan demam tinggi yang tidak turun selama 3 hari
An.w belum pernah dapat imunisasi sejak lahir karena sering sakit-sakitan&demam
Ketiga anak tampak kurus dan kumal
Jarak antar anak dekat
Ibu pasien mantan pasien TB dan dinyatakan sembuh 1 tahun lalu
Suami ny.n mengeluh pergelangan tangan sering nyeri,baal,kesemutan,sakit kepala setiap sore hari.
Masalah kesehatan keluarga yang berhubungan dengan pekerjaan
Suami ny.N bekerja sebagai supir bajaj selama 10 tahun--- bising---APD
Waktu bekerja sejak jam 4 pagi-3 siang (11jam—ideal waktu 8 jam)
Diagnosis okupasi
Ayah bekerja sebagai supir bajaj resiko CTS(carpal tunel syndrome) >usia 30 tahun,sering menggunakan tangan/gerakan tangan monoton saat bekerja,kesemutan,baal pada tangan
Waktu bekerja terlalu lama (11 jam) ideal 8 jam (gang.muskuloskeletal—HNP)
Terpapar bunyi bajaj terlalu lama ideal 85 db( bajaj 91 db)
Sakit kepalaterhirup co,co2,timbal hipoksia
Bagaimana profil kesehatan keluarga?
No
Nama
Kedudukan dalam Keluarga
Gender
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Keterangan Tambahan
Penghasilan
1.
Tn.N
Kepala keluarga
L
35 tahun
_
Supir bajaj
Ayah pasien
_
2.
Ny.N
Istri
P
25 tahun
_
IRT
Mantan pasien TB yang telah sembuh1 tahun lalu
_
3.
An. W
Anak
9 bulan
_
_
Anak ketiga
_
4.
An. K
Anak
6 Tahun
_
_
Anak pertama
_
5.
An.T
Anak
5 tahun
_
_
Anak kedua
_
Karakteristik Keluarga
Status kepemilikan rumah : kontrak
Daerah perumahan : -
Karakteristik Rumah dan Lingkungan
Kesimpulan
Luas rumah : 3x2 m2
Pasien tinggal di rumah kontrakan dengan jumlah penghuni lima orang dan kondisi rumah tidak higienis.
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 5 orang
Luas halaman rumah : -
Halaman belakang: 10x5 m tak terawat ,jika hujan akan becek
Lantai rumah dari : -
Dinding rumah dari : -
Jamban keluarga : (-) semua keluarga memakai 1 kamar mandi 1 wc bersama
Tempat bermain : -
Penerangan listrik : -
Ketersediaan air bersih : (-) ada 1 sumur air jadi sumber air minum seluruh keluarga dengan jarak ke septitank 9 m
Tempat pembuangan sampah : -
Lingkungan Tempat Tinggal
Denah Rumah
Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga
Jenis tempat berobat : Klinik, posyandu
Asuransi/Jaminan kesehatan : -
Sarana Pelayanan Kesehatan (Klinik)
Faktor
Keterangan
Kesimpulan
Cara mencapai pusat pelayanan kesehatan
-
Pasien berobat ke klinik.
Tarif pelayanan kesehatan
-
Kualitas pelayanan kesehatan
-
Pola konsumsi makanan keluarga
Kebiasaan makan : -
Menerapkan pola gizi seimbang : -
Pola Dukungan Keluarga
Faktor pendukung terselesaikannya masalah dalam keluarga : -
Faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga : -
Bentuk keluarga
Terdiri dua generasi dengan kepala keluarga yaitu tn.n tn.s memiliki 3 orang anak, seorang istri yang tinggal satu rumah. Bentuk keluarga ini adalah nuclear family atau keluarga inti (ayah, ibu, anak tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah.)
Risiko Menjadi Sakit Tb Paru
Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
Asupan gizi seimbang pada bayi
Vitamin A,D,E,K
Kalsium
Vitamin B,C
Zat Besi
Hubungan antara keluhan yang ada pada An.w dengan kondisi fisik
An.w lebih sering sakit-sakitan dan demam karena belum pernah mendapat imunisasi sejak lahir?
Penyakit akan mudah menyerang(hepatitis a,b, polio, dpt)
Mudah tertular orang yang sakit
An. W tampak kurus
Demam >> metabolisme meningkat
Hubungan keluhan fisik dan kondisi lingkungan tempat tinggal an. W?
Rumah terlalu sempit tidak sesuai dengan kapasitas penghuni (5 orang), sirkulasi udaraa tidak lancar
Sering sakit-sakitan akibat konsumsi air bersih yang kurang karena sumur dipakai oleh semua keluarga penghuni kontrakan lainnya, sumber air minum dekat jaraknya dengan septitank yaitu 9 m(resiko infeksi,kolera)
Pemanfaatan posyandu
Posyandu adalah salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes, 2006).
anak-anak jarang dibawa ke posyandu, an.w terakhir dibawa sejak 6 bulan yang lalu
Beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya pemanfaatan posyandu:
Menurut Depkes RI (2006), rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan (Posyandu) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Jarak yang jauh
2. Tidak tau adanya suatu kemampuan fasilitas (faktor informasi)
3. Biaya yang tidak terjangkau
4. Tradisi yang menghambat pemanfaat fasilitas (faktor budaya).
Kebiasaan masyarakat dalam tatalaksana demam
Bawang merah
Khasiat: ada sikloailin yang merupakan zat ampuh untuk menurunkan suhu tubuh yang sama dengan zat lainnya di dalam bawang merah yaitu metialin, kursetin,kamferol.
Family
Pasien
Anak :
Demam tinggi tidak turun 3 hari, belum imunisasi
Dikerok bawang merah
Anak yang lain tampak kumal & kurus
Ibu:
Pasien TB Sembuh
Ayah:
nyeri pergelangan tangan, baal dan kesemutan,
sakit kepala setiap sore
Lingkungan Fisik
Tinggal di kontrakan dg ukuran 2x3 m
Lima kontrakan menggunakan 1 WC, 1 kamar mandi dan 1 sumber air minum (sumur)
Hal. Blkg 10x5m tak terawatt, becek.
Jarak dg septictank 9m
Banyak ayam dan ungags mati tanpa sebab jelas
Lingkungan Kerja
Ayah :
Supir bajaj berpangkal di pasar induk dekat rumah
Lingkungan Bio-Psiko-Sosial
Pasangan Muda
Keluarga bergantung pada ayah sebagai ka. Keluarga, ayah supir bajaj 10 tahun, bekerja seharian
Faktor Biologis
Anak kurus
Anak tidak imunisasi
Ibu berisiko (jarak kelahiran anak)
Prilaku Kesehatan
Etnofarmaka (bawang merah)
Menggunakan 1 Kamar mandi dan WC untuk5 ka. Keluarga
Semua Aanak tidak bersih, kumal
Jarang ke Posyandu
Pelayanan Kesehatan
Mungkin terjangkau (karena sekarang Posyandu diperuntukkan semua keluarga
Gaya Hidup
Kurang bersih
Kurang Gizi
Kurang preventif
Mekanisme Interaksi Faktor pada Kasus, yang harus dipertimbangkan oleh dokter keluarga:
Peran higienis pribadi dan lingkungan terhadap kesehatan keluarga
Personal Higiene (Perawatan Diri)
Definisi
Dari penelitian Denny W. Lukman (2008), kata higiene berasal dari Bahasa Yunani "hygieine" (artinya healthfull = sehat), nama seorang dewi kesehatan Yunani (Hygieia).
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya.
Beberapa definisi higiene adalah:
Higiene adalah seluruh kondisi atau tindakan untuk meningkatkan kesehatan (a condition or practice which promotes good health).
Higiene adalah tindakan-tindakan pemeliharaan kesehatan (the maintenance of healthfull practices).
Higiene adalah ilmu yang berkaitan dengan pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan (the sciene concerned with the prevention of illness and maintenance of health).
Pengertian higiene saat ini terkait teknologi mengacu kepada kebersihan (cleanliness). Higiene juga mencakup usaha perawatan kesehatan diri (higiene personal), yang mencakup juga perlindungan kesehatan akibat pekerjaan.
Penyebab Kurangnya Perawatan Diri
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
Kelelahan fisik
Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah :
Faktor prediposisi
Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi perawatan diri adalah kurang/penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000) Faktor–faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
Budaya
Pada sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
Kebiasaan Seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
Kondisi Fisik atau Psikis
Pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisikyang sering terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
Jenis–jenis kurang perawatan diri :
Kurang perawatan diri mandi/kebersihan.
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri. Seharusnya kita mandi setiap hari, minimal 2 kali sehari.
Kurang perawatan diri mengenakan pakaian/berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
Kurang perawatan diri makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan.
Kurang perawatan diri toileting.
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah, 2004 ).
Peran lingkungan pada masalah kesehatan
Lingkungan hidup merupakan lingkungan yang baik dan sehat apabila organisme yang ada di dalamnya mampu hidup dan berkembang secara normal oleh kondisi dan sumber daya pendukungnya. Dengan demikian secara intuittif dapat disimpulkan bahwa apabila organisme pada batas tertentu yang tidak dapat ditoleransi oleh organisme untuk hidup secara normal, maka akan mendorong organisme beradaptasi pada kondisi perubahan yang baru, yang dapat diartikan sebagai kondisi yang tidak normal atau lingkungan yang tidak baik atau tidak sehat.
Di dalam lingkungan terdapat faktor-faktor yang dapat menguntungkan manusia (eugenic), ada pula yang merugikan manusia (dysgenic). Usaha-usaha dibidang kesehatan lingkungan ditujukan untuk meningkatkan daya guna faktor eugenic dan mengurangi peran atau mengendalikan faktor dysgenic didalam lingkungan hidupnya, oleh karenanya ia selalu berusaha untuk selalu memperbaiki keadaan sekitarnya sesuai kemampuannya.
Ada beberapa faktor epidemiologi yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu penyakit, diantaranya faktor cuaca, vector, reservoir (hewan yang menyimpan kuman pathogen sementara hewan itu sendiri tidak terkena penyakit), geografis, dan faktor perilaku masyarakat. Iklim dan musim merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya infeksi. Agen penyakit tertentu ditemukan terbatas pada daerah geografis tertentu, juga karena membutuhkan reservoir dan vector untuk kelangsungan hidupnya. Iklim dan variasi musim dapat mempengaruhi kehidupan agen penyakit, reservoir, dan vector. Selain itu, perilaku manusia juga dapat meningkatkan transmisi dan menyebabkan kerentanan terhadap infeksi.
Kriteria lingkungan rumah yang sehat
Persyaratan kesehatan rumah tinggal
Ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut :
Bahan bangunan
Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat membahayakan kesehatan, an tara lain : debu total kurang dari 150 µg/m2, asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg bahan;
Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.
Komponen dan penataan ruangan
Lantai kedap air dan mudah dibersihkan;
Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan mudah dibersihkan;
Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan;
Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir;
Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya;
Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.
Kualitas udara
Suhu udara nyaman antara 18 – 30 oC;
Kelembaban udara 40 – 70 %;
Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam;
Pertukaran udara 5 kaki3/menit/penghuni;
Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam;
Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3.
Ventilasi
Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.
Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
Penyediaan air
Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/ orang/hari;
Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002.
Sarana penyimpanan makanan
Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman .
Pembuangan Limbah
Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah;
Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah.
Kepadatan hunian
Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang tidur.
Jarak septik tank dari sumur
Dipengaruhi oleh:
Adanya kebocoran pada septik tank
Kondisi tanah dan bebatuan sekitar rumah
Kecepatan aliran air tanah sekitar rumah
Arah aliran air tanah sekitar rumah
Jarak septik tank minimal 10 m dari sumur.
Persyaratan tersebut diatas berlaku juga terhadap kondominium, rumah susun (rusun), rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan) pada zona pemukiman. Pelaksanaan ketentuan mengenai persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menjadi tanggung jawab pengembang atau penyelenggara pembangunan perumahan, dan pemilik atau penghuni rumah tinggal untuk rumah.
Materi Syarat rumah sehat.
Menurut APHA di Amerika, syarat rumah sehat adalah:
Harus memenuhi kebutuhan fisiologis
Harus memenuhi kebutuhan psikologis
Dapat terhindar dari penyakit menular
Terhindar dari kecelakaan
Ciri fisik untuk rumah sehat adalah
Luas bangunan optimum sekitar 2,5-3 m2 untuk tiap anggota keluarga
Ciri Fisiologis untuk rumah sehat adalah
Ventilasi berfungsi untuk menjaga aliran udara
Pencahayaan, idealnya 15-20% dari pencahayaan sinar matahari masuk ke sirkulasi rumah. Contoh pencahayaan lainnya adalah listrik, lampu, api, minyak tanah.
Kebisingan. Kebisingan dapat mengganggu konsentrasi
Ciri Psikologis untuk rumah sehat adalah
Kesibukan dan kebisikan dapat menyebabkan gangguan ketenangan
Ciri Kelengkapan fasilitas sanitasi untuk rumah sehat:
Fasilitas sanitasi yaitu pembuangan kotoran, pembuangan sampah, penyediaan air keperluan rumah tangga, tempat pengolahan dan penyimpanan makanan yang hygiene dan bersih.
Program Puskesmas untuk menyehatkan setiap individu
Program wajib
Promosi kesehatan
Kesehatan lingkungan
Kesehatan Ibu Anak, Keluarga Berencana
Perbaikan Gizi
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
Pengobatan
Program pengembangan
Upaya Kesehatan Sekolah
Kesehatan Olahraga
Puskesmas
Kesehatan Kerja
Kesehatan Gigi dan Mulut
Kesehatan Jiwa
Kesehatan Usila
Pengobatan Tradisional
Program penunjang
Laboratorium
Pencatatan dan Pelaporan
Menurut Renestra (Rencana Strategis) Fatumnasi 2011-2016 :
Program upaya kesehatan masyarakat
Peningkatan pelayanan dan penanggulangan masalah kesehatan
Penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan
Program obat dan perbekalan kesehatan
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan
Peningkatan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan
Monitoring dan evaluasi
Program pengawasan obat dan makanan
Peningkatan pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya
Monitoring dan evaluasi
Program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
Penyluhan masyarakat pola hidup sehat
Peningkatan pemanfaatan sarana kesehatan
Monitoring, evaluasi, pelaporan
Program perbaikan gizi masyarakat
Pemberian tambahan makanan dan vitamin
Penanggulangan kurang energy prtein, anemia gizi besi, gangguan akibat kekurangan ydium, kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi mikro lain.
Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi
Penanggulangan gizi lebih
Peningkatan KIE, pencegahan dan pemberntasan penyakit
Operaasional penunjang program PMK
Program pengembangan lingkungan sehat
Pengkajian pengembangan lingkungan sehat
Penyuluhan menciptaka lingkungan sehat
Sosialisasi kebijakan lingkungan sehat
Monitoring, evaluasi, dan pelaporan
Program pencegahan dan penanggunalangan penyakit menular
Fogging sarang nyamuk
Pengadaan alat-alat fogging
Pengadaan vaksin penyakit menular
Pelayanan vaksin penyakit menular
Pelayanan vaksinasi balita dan anak sekolah
Pelayanan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular
Peningkatan surveillance epidemiologi dan penanggulangan wabah
Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi pencegahan pemberantasan penyakit
Monitoring evaluasi pelaporan
Program standarisasi pelayanan kesehatan
Peyusunan standar pelayanan kesehatan
Evaluasi dan pengembangan standar pelayanan kesehatan
Pembangunan dan pemutakhiran data dasar standar pelayanan kesehatan
Bimbingan teknis pelayanan kesehatan.
Langkah pemecahan masalah kesehatan individu dan keluarga
Pemecahan masalah untuk individu perlu dilakukan dengan hygiene personal, dengan merawat diri, menjaga kesehatan, dan menjaga kebersihan diri sehingga tidak terlihat kumuh. Untuk ayah nya sendiri perlu mengurangi jam kerja sehingga punya cukup waktu untuk istirahat dan berkumpul bersama keluarga. Pada anak yang sakit perlu segera di bawa ke RS supaya mendapatkan pemeriksaan lebih mendalam untuk mengetahui penyakit anak tsb, mengingat bahwa unggas tetangga mereka mati mendadak.
Rencana terapi untuk An. W dan ayahnya :
Anak (An. W)
Dengan adanya tanda dan gejala yang dikeluhkan serta tampak, maka segera dilakukan pemeriksaan laboratorium (khususnya pemeriksaan darah) untuk memastikan penyebabnya dan diagnosa yang akan diberikan kepada penderita.
Ayah
Setelah melewati carpal tunnel nervus medianus akan mempersarafi beberapa otot-ototintrinsik tangan, salah satunya adalah m. abductor pollicis brevis. Pemeriksaan kekuatan otot m.abductor pollicis brevis dapat dilakukan untuk mendiagnosa carpal tunnel syndrome. Caranyaadalah posisikan ibu jari pasien tegak lurus, kemudian pemeriksa berusaha mendorong ibu jari kesisi jari telunjuk pasien (pasien diminta untuk menahan dorongan dari pemeriksa). Hasilnya positif apabila terdapat kelemahan pada saat pemeriksa melakukan dorongan tadi. Disamping itu pemeriksa juga harus membandingkan dengan sisi tangan yang sehat.Selain itu gejala dari carpal tunnel syndrome dapat diprovokasi dengan Phalen’s Maneuver. Prinsip dari pemeriksaan ini adalah meningkatkan tekanan pada daerah pergelangantangan. Caranya adalah pergelangan tangan pasien ditempatkan pada posisi hiperekstensi atauhiperfleksi selama 60 detik. Pasien dengan carpal tunnel syndrome akan mengeluhkan kebas ataunyeri setalah pemeriksaan tadi dilakukan.
Pemeriksaan elektrodiagnosis sangat sensitif untuk mendiagnosa carpal tunnel syndrome.Beberapa penelitian menyebutkan tingkat sensitifitasnya adalah 95%. Elektrodiagnosis jugadapat menyingkirkan kelainan lain yang memiliki gejala yang sama dengan carpal tunnelsyndrome, misalnya cervical radiculopathy,thoracic outlet syndrome, dan diffuse peripheralneuropathy. Delay Conduction pada nervus medianus adalah ciri khas pada pemeriksaan denganelektrodiagnosis.
Terapi lini pertama pada carpal tunnel syndrome adalah dengan memposisikan tangan pada posis netral, hal ini bertujuan untuk meminimalisasi tekanan pada daerah carpal tunnel.Penggunaan splint biasakan dilakukan sepanjang hari atau malam hari. Penggunaan anti-inflammatory dan steroid injection kadang-kadang dapat mengurangi gejala pada beberapa pasien.
Diperlukan juga APD (Alat Perlindungan Diri) yaitu sarung tangan dan masker. Bagaimanapun sarung tangan dapat mencegah cedera akibat getaran dengan mempertahankan tangan tetap hangat dan kering dan yang lebih penting lagi adalah untuk meredam getaran. Selain itu pemberhentian merokok diperlukan karena efek dari nikotin dan karbon monoksida pada sistim arteri digital yang merugikan sehingga tidak memperparah gejala dari syndrome ini berkembang lebih lanjut.
Untuk mengetahui pemecahan masalah keluarga ini, pertama-tama harus mengerti fungsi keluarga. Menurut Friedman, fungsi keluarga meliputi :
Fungsi afektif
Fungsi afektif adalah fungsi internal keluarga sebagai dasar kekuatan keluarga. Didalamnya terkait dengan saling mengasihi, saling mendukung dan saling menghargai antar anggota kelurga.
Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi adalah fungsi yang mengembangkan proses interaksi dalam keluarga. Sosialisasi dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi
Fungsi reproduksi
Fungsi reproduksi adalah fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarganya yaitu : sandang, pangan dan papan.
Fungsi perwatan kesehatan
Fungsi perawatan kesehatan adalah fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.
Dilihat dari fungsi keluarga tersebut, bahwa keluarga ini gagal dalam memenuhi fungsi ekonomi dimana terlihat bahwa anak-anak mereka tampak kurus yang mungkin dikarenakan kekurangan gizi. Jadi perlu pemberian nutrisi yang baik untuk keluarga ini. Tampak juga kalau rumah keluarga ini kecil dan tidak memadai untuk di huni oleh keluarga ini.
Ditinjau dari fungsi reproduksi, kedua orangtua ini tidak menjalankan program KB. Tampak bahwa mereka memiliki tiga anak. Kemudian jarak antara anak pertama dan kedua cuma berbeda 1 tahun.
Dari fungsi perawatan kesehatan, kedua orangtua ini lalai dalam memberikan imunisasi kepada anak-anaknya. Jadi,perlu dilakukan imunisasi rutin untuk anak-anak mereka. Tampak juga bahwa keluarga ini kurang tanggap terhadap lingkungan sekitar. Dimana jarak antara septic tenk dengan sumber air hanya 9 meter. Perlu pemindahan tempat sumur agak jauh dari septic tenk sekitar 10-30 meter. Kemudian perlu perawatan halaman di belakang rumah supaya tidak tampak kumuh. Dan juga jika menemui kasus seperti unggas yang tiba-tiba mati seharusnya segera melaporkan pada pelayanan kesehatan supaya bisa segera dilakuka vaksinasi untuk mencegah terjadinya virus H5N1.
Kesimpulan :
Diagnosis Holistik An. W :
Aspek 1 : demam tinggi
Aspek 2 : observasi demam
Aspek 3 : status gizi kurang, imunisasi tidak lengkap
Aspek 4 : status social ekonomi, lingkungan tidak higienis
Aspek 5 : skala disabilitas 2
Diagnosis Keluarga :
Bentuk Keluarga : Keluarga inti dalam fase anak balita dan usia sekolah
Risiko internal : masalah social ekonomi
Risiko eksternal : lingkungan eksternal tempat keluarga tinggal
Diagnosis Okupasi Bapak :
Suspek Carpal Tunnel Syndrome
Suspek HAVS (Hand Arm Vibration Syndrome)
Masalah yang dialami keluarga ini sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dengan pertimbangan tersebut, keluarga ini perlu diberikan intervensi preventif, kuratif dan rehabilitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Siklus Demam Malaria Dating Bertahap. Pekanbaru. Tribunnews.com/2010/11/14/siklus-demam-malaria-datang-bertahap. Diunduh tanggal 5 Juli 2013
Anonim. 2013. Sindrom supir bajaj. Kesehatan.komposiana.com/medis/2013/05/01sindrome-supir-bajaj-556464.html. Diunduh tanggal 5 Juli 2013
Blum, H.L. (1974) Planing of Health : Development Aplication of Social Change Theory. Human Sciences Press, New York
Budiono. 2001. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Badan penerbit UNDIP Semarang
Deny, W.L., 2008, Definisi Higiene, Sanitasi dan Higiene Pangan, Di dalam : Ginting, Agustaria, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pengururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kedokteran, Sumatera Utara, (Skripsi).
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan Jiwa, Di dalam : Ginting, Agustaria, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pengururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kedokteran, Sumatera Utara, (Skripsi).
Greenberg MI. Occupational and environtal medicine. New York – London: Mc Graw Hill; 2006
Hancock, T & Perkins, F. 1985. The Mandala of Health: A conceptual model and teaching tool. Health Education
Keman S. 2005. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman. Jurnal kesehatan lingkungan.
Mubarak, Wahid Iqbal dan Chayatin, Nurul. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika
Perry, P, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Di dalam : Ginting, Agustaria, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pengururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kedokteran, Sumatera Utara, (Skripsi).
Price Sylvia A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta.
Rencana strategis Puskesmas fatumnasi, kabupaten fatumnasi tahun 2011-2016
Strandberg EL, Ovhed I, Borgquist L, et al;. 2008. The perceived meaning of a (w)holistic view among general practitioners and BMC Fam Pract.
Suardi, Rudi. 2005. Sistem Manajemen Keselamtan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit PPM
Sulistomo, Astrid. 2002. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja dan Sistem Rujukan, Di dalam : Riyanto, Budi, (ed), Cermin Dunia Kedokteran, 136 : 6-8.
Suma’mur, P.K., 2004, Penyelenggaraan Kecacatan Kerja, Di dalam : Makalah pada Serasehan Penyelenggaraan Penilaian Kecacatan Kerja, Jakarta.
VanLeeuwen, J.A et al. 1999. Evolving Models of Human Health Toward an Ecosycstem Context. Ecosystem Health vol 5 no. 3 p204-219
Wibowo, Yudhi. Diagnosis Holistik (Multiaspek) Dan Penanganan Komprehensif (Paripurna) diunduh dari http://www.scribd.com/doc/114857425/Diagnosis-Holistik-Multi-Aspek-Dan-Penanganan-Recovered diakses pada 7 juli 2013
Wright, Michelle. 2010. Holistic Medicine. Diunduh dari : http://www.patient.co.uk/doctor/holistic-medicine . Pada: Minggu, 7 Juli 2013. Pukul 16.00 WIB.
41