Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
MODERASI DI TENGAH PANDEMI: SAATNYA MENGGUGAH MAKNA KEBERAGAMAAN, 2020
Pandemi Covid-19 menjadi sebuah kejadian luar biasa penularan virus yang menelan banyak korban serta emngacaukan sistem peradaban dunia. Sinyal kewaspadaan terus berbunyi nyaring seiring dengan naiknya jumlah korban. Pandemi ini tentu tidak pernah terlintas dalam doa-doa kita, bahkan sekalipun tidak pernah masuk dalam nota paragraf terburuk dalam hidup kita. Harapan terus kita semogakan agar virus ini dapat segera tertangani dan pergi begitu saja tanpa banyak melakukan pembunuhan manusia serta tidak membawa pergi kemanusiaan manusia bersamaan dengan virus intoleransi, radikalisme, dan teman-temannya. moderasi beragama dalam keutuhan NKRI harus bisa dihardirkan di tengah pandemi. Moderasi beragama sesungguhnya bukan sebatas pada signifikansi pencipataan relasi konstruktif di tengah perbedaan agama secara internal maupun eksternal tapi untuk dapat membangun harmoni diantara manusia dengan semesta
Muhammad Samanil Huda, 2023
This article provides information regarding the meaning, characteristics and background of religious moderation in national and state life. Religious moderation is the activities of religious communities that are carried out moderately or moderately, neither too much nor too little. However, in short, religious moderation can be interpreted as being able to wisely accept the differences between various religions and live in harmony with adherents of other religions. This research aims to describe religious moderation in Indonesia. Research methods used is a literature study. This research concludes that radicalism in the name of religion can be eradicated through moderate and inclusive Islamic education. Religious moderation can be demonstrated through the attitude of tawazun (balanced), i'tidal (straight and firm), tasamuh (tolerance), musawah (egalitarian), shura (deliberation), ishlah (reform), aulawiyah (putting priorities first), tathawwur wa ibtikar (dynamic and innovative).
Erni Setiawati, 2023
This discussion would like to examine more deeply about relegius moderation in terms of tolerance aspects. This is intended to get a clear picture of how relegious moderation and tolerance and its limits are This research is a type of library research, which is a study whose data comes from the literature related to the research object, then analyzed its contents. From this study, it is stressed that moderation in religious harmony must be carried out, as this will create inter-religious harmony or religious harmony. To manage the religious situation in Indonesia that is very diverse, we need a vision and a solution that can create harmony and peace in carrying out religious life, namely by promoting religious moderation, respecting diversity, and not being trapped in intolerance, extremism and radicalism. Religious tolerance is not to merge with one another in faith. Nor to exchange beliefs with different religious groups. Tolerance here is in the sense mu'amalah (social interaction), so that there are common boundaries that may and may not be violated. This is the essence of moderation in a frame of tolerance in which each party is expected to control themselves and provide space to respect each other's uniqueness without feeling threatened by their beliefs or rights.
Dhita Anggini, 2020
Era disrupsi ditandai dengan perubahan yang begitu cepat, mendasar dan hampir dalam semua aspek kehidupan manusia. Sekarang dunia sedang menghadapi fenomena dimana pergerakan dunia tidak lagi berjalan dengan baik. Tatanan baru hadir menggantikan tatanan lama yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Disrupsi menginisiasi lahirnya model interaksi baru yang lebih inovatif dan massif. Cakupan perubahannya luas mulai dari dunia usaha, transportasi, sosial kemasyaratan, pendidikan bahkan juga politik. Era disrupsi ditandai dengan perkembangan teknologi yang menjadikan masyarakat dipenuhi dengan berbagai informasi. Seluruhnya bisa didapatkan melalui saluran teknologi yang beragam, dan arena itu pula menjadikan keragaman informasi semakin kompleks. Fenomena sosial keagamaan ini juga menarik untuk dilihat di era disrupsi, kenyataanya bahkan masih kerap dijumpai konflik atau kekerasan atas nama agama yang selalu hadir ditengah-tengah peradaban manusia. Perbuatan demikian pada hakikatnya merupakan sesuatu yang paradox, karena disitu pihak sesungguhnya agama mengajarkan nilai-nilai penuh kebaikan, tetapi kenyataanya dijumpai tidak sedikit kelompok atau individu dengan mengatasnamakan agama justru berbuat intoleran, konflik, melakukan berbagai kekerasan dan kerusakan, sehingga agama yang diyakini anti kekerasan tersebut seringkali dituding dan harus bertanggung jawab terhadap kekerasan dan kerusakan yang dilakukannya penganutnya. Melihat betapa kompleksnya era saat ini dunia global mengalami perubahan yang kian cepat hal itu ditandai dengan kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi menjadikan pola hidup termasuk komunikasi serba digital dan online. Disadari atau tidak kemajuan tersebut secara otomatis akan membuat cara atau pola maupun sikap beragama juga berkembang mengikuti arus kemajuan teknologi. Informasi yang hadir lewat kemajuan teknologi juga memberikan akses yang begitu mudah, dalam hal ini termasuk isu-isu atau paham keagamaan. Masyarakat beragama dengan kondisi tersebut juga mengikuti pola perkembangan teknologi, ini juga menjadi pertanda era disrupsi (disruption era). Era disrupsi yakni terjadi terjadinya perubahan yang sangat radikal menembus tantangan dan hambatan. Hal yang paling parah dari era disrupsi adalah terjadinya perubahan sistem dan tatanan yang dianggap mapan dan sudah ada sejak puluhan bahkan ratusan tahun sebelumnya, berganti dengan sistem baru yang dilakukan oleh kalangan yang penuh kreatifitas dalam konteks ini seringkali pelakunya adalah anak-anak muda. Keragaman manusia yang terlihat pada entitas budaya, bahasa bahkan agama haruslah dipahami sebagai pertanda kehidupan manusia yang begitu dinamis atau bahkan agama memberikan pandangan entitas keragaman tersebut sebagai (sunatullah) kenyataan posisi manusia tidak dapat mengindarinya. Kompleksitas keragaman tersebut semakin terasa di era globalisasi atau disrupsi hari ini, yang membuat interaksi atau pertemuan manusia itu terasa semakin mudah dan melampaui waktu dan tempat. Indonesia akhir-akhir ini menunjukan fenomena munculnya sikap keterlaluan, ekstrim, dan melampaui batas dalam pemikiran dan perbuatan, hingga menciptakan pertikaian dan konfliks. Disamping itu, semakin banyak terjadi kerusuhan dan tindak kekerasan, antara lain terjadi bom bunuh diri disuatu rumah ibadah di Surabaya atas nama jihad, konflik Sunni-Syiah di
Monica Murphy Un milion de saruturi intr o viata
A PORTRAIT OF CIVILIZATION VOL.1, 2019
Against the Avant-Garde: Pier Paolo Pasolini, Contemporary Art, and Neocapitalism, 2021
ZAW 133 (2021): 225-30.
Kokalos LX, 2023
Devotional Portraiture and Spiritual Experience in Early Netherlandish Painting | e-catalogue (access free), 2019
Surface and Coatings Technology, 2002
IEEE Transactions on Industrial Electronics, 2012
Bioengineering
Journal of Molecular Medicine, 2016
Journal of Neurochemistry, 2012
Animals
African Journal of Business Management, 2012