Academia.eduAcademia.edu
BAB I PENDAHULUAN Menurut David G. Myers (1996), psikologi perkembangan adalah “A branch of psychology that studies physical, cognitive, and social change throughout the life span” (psikologi perkembangan adalah cabang psikologi yang mempelajari perubahan fisik, kognitif, dan sosial sepanjang hayat). Menurut Paul Baltes (1939 – 2006), perspektif masa hidup (life–span perspective) memandang bahwa perkembangan manusia berlangsung seumur hidup, multidimensi, multiarah, plastis, multidisiplin, dan kontekstual, serta merupakan proses yang melibatkan pertumbuhan, pemeliharaan, dan regulasi terhadap penurunan (Baltes, 1987, 2003; Baltes, Lindenberger, & Staudinger, 2006). Dalam psikologi tidak hanya mempelajari tentang jiwa saja. Psikologi memiliki berbagai cabang keilmuan salah satunya Perkembangan Sepanjang Hayat. Penting mempelajari Perkembangan Sepanjang Hayat. Tidak hanya bagi mahasiswa psikologi, tapi juga bagi masyarakat umum. Karena dalam Perkembangan Sepanjang Hayat individu akan mempelajari tentang bagaimana perkembangan manusia dari lahir hingga akhir hayatnya. Baik dari aspek perkembangan fisik, kognitif, sosial dan emosi. Beberapa alasan mengapa penting mempelajarinya, (1) individu tersebut akan paham tentang perkembangan diri sendiri; (2) kita dapat mencari tahu dan memprediksi tugas perkembangan selanjutnya agar mencapai perkembangan yang optimal; (3) mengetahui tingkah laku individu tersebut sesuai atau tidak dengan tingkat usia/perkembangan; (4) memahami setiap usia pada tahapan perkembangan; (5) dapat memposisikan diri sendiri pada situasi lingkungan secara umum. Dalam perkembangan ini dapat mempelajari perkembangan pada manusia sepanjang hayat. Baik dari bayi, batita, balita, anak anak, remaja, dewasa awal hingga lanjut usia. Dalam observasi ini akan berfokus pada perkembangan dewasa menengah, yang akan dijelaskan dari berbagai aspek perkembangannya. Serta menjelaskan tentang pada tahapan selajutnya, agar subjek yang diobservasi dapat memahami terlebih dahulu apa saja yang akan di jalankan pada tahap perkembangan di usia dewasa akhir,sehingga bisa mencapai tahapan usia yang optimal. Dan menganalisa pada tahap dimana subjek dapat mengembangkan perkembangannya agar lebih optimal, sesuai pada teori teori yang telah dirumuskan oleh ahli ahli perkembangan, subjek dapat dilihat dari hasil penelitian secara observasi. Dalam tahapan usia dewasa. Subjek dapat dikatakan dewasa apabila telah sempurna pertumbuhan fisiknya dan mencapai kematangan psikologis sehingga mampu hidup dan berperan bersama-sama orang dewasa lainya. Usia dewasa adalah usia ketenangan jiwa, ketetapan hati dan keimanan yang tegas. Masa dewasa menurut konsep Islam adalah fase dimana seseorang telah memiliki tingkat kesadaran dan kecerdasan emosional, moral, spiritual dan agama secara mendalam (Mustafa MA, 2016). Dalam gambaran dan karakteristik perkembangan usia dewasa menengah, Individu yang telah mencapai usia dewasa menengah memiliki karakteristik yang khas pada perkembang aspek fisik, kognitif, sosial dan emosi. Dari aspek fisik, adanya penyesuaian diri terhadap perubahan fisik, menurunnya fungsi fungsi tubuh dan kesehatan tidak sekuat pada tahap sebelumnya, terjadi penurunan hormonal yang mengarah pada penurunan yang lambat dan hasrat seksual, serta bagi wanita mengalami monopouse, dimana berhentinya kemampuan untuk mempunyai anak. Dari aspek kognitif, memiliki kepuasan bekerja dan keberhasilan karier bisa mencapai puncaknya; perubahan karier muncul. Kemampuan mental mencapai puncaknya; sudah dapat menyelesaikan masalah dan juga memikirkan dahulu secara teoritis. Kreativitas dapat menurun, tetapi meningkat dalam kualitas. Serta menurunnya kemampuan mengingat dan berfikir. Dari aspek sosial, jaringan sosial mengecil, tetapi lebih intim. Memiliki tanggung jawab ganda. Mengalami perasaan empty nest pada orang tua. Adanya waktu luang yang digunakan untuk menjalani hobi dan olahraga. Dari segi emosi, meningkatnya penghayatan beragama. Merasa optimis mengenai masa lalu, masa kini dan masa depannya. Emosi negatif seperti marah dan takut berkurang dan intensitas menurun. Observer yang observasi lakukan kali ini merupakan observasi individual dari subjeknya dan kelompok dalam observasi lingkungannya. Observer mengobservasi perkembangan usia dewasa menengah. Aspek perkembangan yang observer amati adalah aspek fisik-kognitif dan aspek sosio-emosional. Pada observasi ini observer menggunakan Vineland Social Maturity Scale (VSMS) serta ditambahkan beberapa pernyataan aspek aspek perubahan perkembangan sebagai sekala ukur untuk asesmen perkembangan. Vineland Social Maturity Scale adalah instrumen penilaian psikometrik yang didesain untuk untuk menilai kematangan sosial. VSMS dibuat oleh psikolog Edgar Arnold Doll pada tahun 1935 di kota Vineland, New Jersey, Amerika Serikat. Skala ini dapat digunakan pada individu usia 0-25 tahun. Terdapat delapan aspek yang dinilai yaitu: (1) Self-help General, (2) Self-help Eating, (3) Self-help Dressing, (4) Self Direction, (5) Locomotion, (6) Socialization, (7) Communication, (8) Occupation. Subjek yang observer observasi saat ini bernama Bapak Samjono Sulistiadi, subjek bekerja di Balitbang KemHan Pondok Labu, subjek seorang TNI AD yang sudah 35 tahun lebih menjadi seorang TNI AD. Saat di observasi subjek tinggal bersama keluarganya di Jl. Kebon Kopi No.9 RT/RW 04/04, Pondok Aren, Pondok Betung Tangerang Selatan. Observasi ini dilakukan pada Rabu, 09 Mei 2018 dan Selasa, 15 Mei 2018, dengan tempat yang berbeda. Observasi pertama dilakukan di rumah subjek di Jl. Kebon Kopi No.9 RT/RW 04/04, Pondok Aren, Pondok Betung Tangerang Selatan, observasi ini dilakukan selama 3 jam, mulai pukul 14:00 sampai 17:00 dengan mewawancarai subjek sesuai point Vineland serta kegiatan sehari harinya dan identitas subjek. Observasi kedua dilakukan di lingkungan tempat kerja subjek saat subjek sedang berolahraga, namun tidak sampai dalam kantor subjek, observasi ini dilakukan selama 2 jam, mulai pukul 07:00 sampai 09:00 dengan observasi non-partisipan yang hanya mengamati interaksi subjek dengan rekan rekan kerjanya. Observasi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui perkembangan subjek yang observer observasi, apakah perkembangannya normal atau tidak dan apakah perkembangannya optimal serta sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangan yang telah dirumuskan oleh ahli-ahli perkembangan. Selain itu observer juga mencari tahu apa saja kebutuhan perkembangan subjek dan apakah kebutuhan kebutuhan tersebut telah terpenuhi atau tidak. Serta mencari tahu faktor faktor apa saja yang membuatnya tidak terpenuhi sesuai dengan tahapan tahapan perkembangan menurut ahli ahli pekembangan. BAB II LANDASAN TEORI TEORI UMUM / TEORI BESAR Pengertian Perkembangan Usia Dewasa Menengah Masa dewasa pertengahan (madya) atau yang disebut juga usia setengah baya dalam terminologi kronologis yaitu pada umumnya berkisar antara usia 40-60 tahun, dimana pada usia ini ditandai dengan berbagai perubahan fisik maupun mental. (Hurlock, 1980:320). Masa dewasa madya merupakan Usia pertengahan dipenuhi tanggung jawab berat dan berbagai peran yang menyita waktu dan energi, tanggung jawab serta peran yang dirasa mampu ditanggung oleh sebagian besar Orang dewasa; menjalankan rumah tangga, departemen, atau perusahaan; memiliki anak Dan mungkin memelihara orang tua yang sudah uzur atau memulai karir baru. (Gallagher, 1993; Lachman, 2001; Lachman Lewkowicz, Markus, & Peng, 1994; Merrill & Verbrugge, 1999). Perkembangan Fisik Dilihat dari aspek perkembangan fisik, pada awal masa dewasa kemampuan fisik mencapai puncaknya, dan sekaligus mengalami penurunan selama periode ini. Dalam pembahasan berikut akan diuraikan beberapa gejala penting dari perkembangan fisik yang terjadi selama masa dewasa. Salah satu dari sekian banyak penyesuaian yang sulit yang pria dan wanita berusia madya harus lakukan adalah dalam mengubah penampilan. Mereka harus benar-benar menyadari bahwa fisiknya sudah tidak mampu berfungsi lagi sama seperti sediakala pada saat mereka kuat dan bahkan beberapa organ-organ tertentu tubuh yang vital sudah lemah. Mereka yang berusia madya harus dapat menerima kenyataan bahwa kemampuan mereproduksi sudah berkurang atau akan berakhir, dan mungkin bahkan mereka akan kehilangan dorongan seks serta daya tarik sosial. Seperti anak-anak puber yang pada masa kanak-kanaknya berurusan tentang akan jadi apa mereka dan bagaimana penampilannya bila mereka sudah besar kelak dan siapa yang kemudian menyesuaikan diri sehingga realitas penampilan mereka bila tidak bertumbuh sesuai dengan harapan mereka, demikian juga orang berusia madya harus mengesankan diri terhadap perubahan-perubahan yang tidak mereka sukai dan yang menandai tibanya usia tua mereka. Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik terasa sulit karena adanya kenyataan bahwa sikap individu yang kurang menguntungkan semakin diitensifkan lagi oleh perilaku sosial yang kurang menyenangkan terhadap perubahan normal yang muncul bersama pada tahun-tahun selanjutnya. Perubahan fisik yang terpenting, yang terhadapnya orang berusia madya harus menyesuaikan diri dibahas di bawah ini: 1.      Perubahan dalam Penampilan Bagi pria, terdapat kesulitan tambahan dalam berlomba dengan orang-orang yang lebih  muda, lebih kuat, dan lebih energik, yang lebih cenderung untuk menilai kemampuanya dalam mempertahankan pekerjaannya dalam kaitannya dengan penampilan. Baik bagi pria maupun wanita, selalu terdapat ketakutan bahwa penampilan usia madya mereka akan menghambat kemampuan untuk mempertahankan pasangan mereka (suami/istri), ataupun mengurangi daya tarik terhadap lawan jenisnya. Sebagai kebiasaan umum, kaum pria pada budaya kita memperlihatkan tanda-tanda ketuaan lebih cepat dari pada wanita. Hal ini mugkin dapat dijelaskan oleh kenyataan, bahwa kaum wanita yang menyadari seberapa jauh daya tariknya terhadap kaum pria bergantung pada penampilan fisik sehingga secara daya tarik tersebut hilang oleh adanya tanda-tanda mencapai usia madya. 2.      Perubahan dalam Kemampuan Indera Deteorisasi bertahap dari kemampuan indera mulai pada usia madya. Perubahan yang paling merepotkan dan nampak terdapat pada mata dan telinga. Perubahan fungsional dan generatif pada mata berakibat mengecilnya bundaran kecil pada anak mata, mengurangnya ketajaman mata dan akhirnya cenderung menjadi glukoma, katarak dan tumor. Kebanyakan orang yang berusia madya menderita presbiopi atau kesulitan melihat sesuatu dari jarak jauh, yaitu kehilangan berangsur-angsur akomodasi lensa mata sebagai akibat dari menurunya elastisitas lensa mata. Antara umur 40-50 tahuanan daya akomodasi lensa mata biasanya tidak mampu untuk melihat dengan jarak dekat sehingga yang bersangkutan terpaksa harus memakai kaca mata. Kemampuan mendengar ternyata juga melemah pada usia sekitar 40 tahun, akibatnya mereka yang berusia madya selalu harus mendengarkan sesuatu secara berlebihan sungguh-sungguh dari pada yang mereka lakukan pada masa lalu. Penurunan dalam hal pendengaran ini lebih terlihat sentivitas terhadap nada tinggi.  Dalam hal penurunan sensitivitas terhadap nada tinggi ini, terdapat perbedaan jenis kelamin, yakni laki-laki biasanya kehilangan sensivitasnya terhadap nada tinggi lebih awal dibandingkan perempuan. Di samping menurunnya kemampuan mendengar, terjadi pula penurunan daya cium dan rasa. Hal ini terutama terjadi pada pria. Alasannya ialah rambut hidung mereka bertambah, sehingga mempengaruhi rangsangan daya cium untuk menembus organ-organ indra pencium yang terletak pada batang hidung. Pada masa tua atau masa akhir, sejumlah perubahan pada fisik semakin terlihat sebagai akibat dari proses penuaan. Diantara perubahan-perubahan fisik yang paling kentara pada masa tua ini terlihat pada perubahan seperti rambut menjadi jarang dan beruban, kulit mongering dan mengkerut, gigi hilang dan gusi menyusut, konfigurasi wajah berubah, tulang belakang menjadi bungkuk. Kekuatan dan ketangkasan fisik berkurang, tulang–tulang menjadi rapuh, mudah patah lambat untuk dapat diperbaiki. Sistem kekebalan tubuh melemah, sehingga orang tua rentan terhadap berbagai penyakit. Tanda-tanda ketuaan yang paling nyata yang menjadi masalah pada pria dan wanita adalah tanda-tanda yang ditunjukkan pada kotak di bawah ini: Tanda-Tanda yang Jelas Usia Madya Berat Badan Bertambah Berkurangnya Rambut dan Beruban Perubahan pada Kulit Kulit pada wajah, leher, lengan, dan tangan menjadi lebih kering dan keriput. Kulit dibagian bawah mata menggembung seperti kantong, dan lingkaran hitam di bagian ini menjadi lebih permanen dan jelas. Warna merah kebiruan sering muncul di sekitar lutut dan di tengah tengkuk. Tubuh Menjadi Gemuk Bahu seringkali berbentuk bulat, dan terjadi penggemukan seluruh tubuh yang membuat perut keliahatan menonjol sehingga seseorang keliahatan lebih pendek. Masalah Persendian Beberapa orang berusia madya mempunyai masalah pada persendian, tungkai dan lengan, yang membuat mereka sulit berjalan dan memegang benda yang jarang sekali ditemukan pada orang-orang muda. Perubahan pada Gigi Gigi menjadi kuning dan harus lebih sering diganti, sebagian atau seluruhnya dengan gigi palsu. Perubahan pada Mata Mata kelihatan kurang bersinar daripada ketika mereka masih muda, dan cenderung mengeluarkan kotoran mata yang menumpukdi sudut mata. 3.      Perubahan pada Kesehatan Usia madya ditandai dengan menurunnya kesegaran fisik secara umum dan memburuknya kesehatan. Di mulai pada usia pertengahan empat-puluh tahunan terdapat peningkatan ketidakmampuan dan ketidakabsahan yang berlangsung dengan cepat dan seterusnya. Masalah kesehatan secara umum pada usia madya mencakup kecenderungan untuk mudah lelah, telinga berdengung, sakit pada otot, kepekaan kulit, pusing-pusing biasa, sakit pada lambung (konstipasi, asam lambung dan sendawa), kehilangan selera makan, serta insomnia. Bagaimana usia madya mempengaruhi kesehatan individu, tergantung pada banyak faktor, seperti faktor keturunan, riwayat kesehatan masa lampau, tekanan emosi dalam hidup, dan kemauan untuk menyesuaikan diri dengan pola hidup untuk mengubah kondisi jasmani. Bagi wanita, perubahan biologis yang utama terjadi selama masa pertengahan dewasa adalah perubahan dalam hal kemampuan reproduktif, yakni mulai mengalami menopause  atau berhentinya menstruasi dan hilangnya kesuburan. Pada umunya, menopause mulai terjadi pada usia sekitar 50 tahun, tetapi ada juga yang sudah mengalami menopause pada usia 40 tahun. Peristiwa menopause disertai dengan berkurangnya hormone estrogen. Bagi sebagian besar perempuan, menopause tidak menimbulkan problem psikologis. Tetapi, bagi sebagian yang lain, menopause telah menyebabkan munculnya sejumlah besar gejala psikologis, termasuk depresi dan hilang ingatan. Sejumlah studi belakang ini menunjukkan bahwa problem-problem tersebut sebenarnya lebih disebabkan oleh reaksi terhadap usia tua yang dicapai oleh wanita dalam suatu masyarakat yang sangat menghargai anak-anak muda dari pada peristiwa menopause itu sendiri (Feldman, 1996). Bagi laki-laki, tetap subur dan mampu menjadi ayah anak-anak sampai memasuki usia tua. Hanya beberapa kemunduran fisik juga terjadi secara berangsur-angsur, seperti berkurangnya produksi air mani. 5.      Perubahan  Seksual Sejauh ini, penyesuaian fisik yang paling sulit dilakukan oleh pria maupun wanita pada usia madya terdapat pada perubahan-perubahan pada kemampuan seksual mereka. Wanita memasuki masa menopause,  atau perubahan hidup, dimana masa menstruasi berhenti, dan mereka kehilangan kemampuan memelihara anak. Sedangkan pria mengalami masa klimakterik pria. Menopause dan klimakterik, keduanya diliputi dengan misteri bagi kebanyakan pria dan wanita. Dan disini terdapat berbagai kepercayaan tradisional, yang membuat orang semakin merasa takut dalam memasuki masa tersebut dalam kehidupan mereka ketika wanita perubahan-perubahan fisik ini terjadi. Masa-masa ketika wanita mengalami menopause ini sering disebut dengan masa kritis. Perkembangan Kognitif Pada umumya orang percaya bahwa proses kognitif-belajar, memori, dan intelegensi mengalami kemerosotan bersamaan dengan terus bertambahnya usia. Bahkan kesimpulan bahwa usia terkait dengan penurunan proses kognitif ini juga tercermin dalam masyarakat ilmiah. Akan tetapi, belakangan hasil jumlah penelitian menunjukan bahwa kepercayaan tentang terjadinya kemerosotan proses kognitif bersamaan dengan penurunan kemampuan fisik, sebenarnya hanyalah salah satu stereotip budaya yang meresap dalam diri kita. Uraian berikut akan mengetengahkan beberapa perubahan penting dalam proses kognitif yang terjadi pada masa dewasa dan usia tua: 1.      Perkembangan pemikiran postformal Pada tahap ini perkembangan intelektual dewasa sudah mencapai titik akhir puncaknya yang sama dengan perkembangan tahap sebelumnya (tahap pemuda). Semua hal yang dialami sebenarnya merupakan perluasan, penerapan, dan penghalusan dari pola pemikirannya. Orang dewasa dalam menyelesaikan masalahnya juga memikirkannya terlebih dahulu secara teoritis. Ia menganalisis masalahnya dengan penyelesaian berbagai hipotesis yang mungkin ada. Atas dasar analisanya ini, orang dewasa lalu membuat suatu strategi penyelesaian secara verbal. Yang kemudian mengajukan pendapat-pendapat tertentu yang sering disebut sebagai proporsi, kemudian mencari sintesa dan relasi antara proporsi yang berbeda-beda tadi. Dengan demikian, kemampuan kognitif terus berkembang selama masa dewasa. Akan tetapi, bagaimana pun tidak semua perubahan kognitif pada masa dewasa yang mengarah pada peningkatan potensi. Bahkan kadang-kadang beberapa kemampuan kognitif mengalami kemerosotan seiring bertambahnya usia. Meski pun demikian, sejumlah para ahli percaya bahwa kemunduran keterampilan pada masa dewasa madya dan akhir dapat ditingkatkan kembali melalui serangkaian pelatihan khusus. Penelitian K. Warner Schaie dan Scherry Willis terhadap lebih dari 4.000 orang dewasa, yang kebanyakan berusia lanjut, menunjukan bahwa penggunaan pelatihan keterampilan kognitif yang bersifat individual telah berhasil meningkatkan orientasi ruang dan keterampilan-keterampilan penalaran 2/3 orang-orang dewasa tersebut. Hampir 40% dari mereka yang kemampuannya menurun, dapat kembali ditingkatkan hingga mencapai tingkat yang mereka capai 14 tahun sebelumnya. 2.      Perkembangan memori Hal yang dibuktikan oleh hasil studi lintas budaya yang dilakukan oleh B.L Levy dan E. Langer terhadap orang tua dicina dan Amerika. Hasil studi ini menyimpulkan bahwa orang tua dalam kultur yang memberikan penghargaan tinggi terhadap orang tua, seperti kultur cina daratan, kecil kemungkinan mengalami kemerosotan memori dibandingkan dengan orang tua yang hidup dalam kultur yang mengira bahwa kemunduran memori adalah sesuatu yang mungkin terjadi. Lebih dari itu ketika orang tua memperlihatkan kemunduran memori, kemunduran memori tersebut cenderung sebatas pada tipe-tipe memori tertentu. Misalnya, kemunduran cenderung terjadi pada keterbatasan memori episodik (episodic memories) atau memori yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman tertentu yang ada di sekitar kehidupan kita. Sementara tipe-tipe memori lain, seperti memori semantik (semantic memories) adalah memori yang berhungan dengan pengetahuan dan fakta-fakta umum, dan memori implisit (implicit memories) adalah memori bawah sadara kita, secara umum tidak mengalami kemunduran karena pengaruh penuaan. Kemerosotan dalam memori episodik, sering menimbulkan perubahan-perubahan dalam kehidupan orang tua. Misalnya, seseorang yang memasuki masa pensiun, yang mungkin tidak lagi menghadapai bermacam-macam tantangan penyesuiaan intelektual sehubungan dengan pekerjaan, dan mungkin lebih sedikit menggunakan memori atau bahkan kurang termotivasi untuk mengingat beberapa hal, jelas akan mengalami kemunduran pada memorinya. Untuk itu latihan menggunakan bermacam-macam stategi mnemonic (strategi penghafalan) bagi orang tua, tidak hanya memungkinkan dapat mencegah kemunduran memori jangka panjang, melainkan sekaligus memungkinkan dapat meningkatkan kekuatan memori mereka. Jadi, kemerosotan fungsi kognitif pada masa tua, pada umumnya memang merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari lagi, karena disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penyakit kekacauan otak (alzheimer) atau karena kecemasan dan depresi. Akan tetapi hal ini bukan berarti bahwa keterampilan kognitif tidak bisa dipertahankan dan ditingkatkan. Kunci untuk memlihara kognitif terletak pada tingkat pemberian beberapa rangsangan intelektual. Oleh karena itu, orang tua sebenarnya sangat membutuhkan suatu lingkungan perangsang dalam rangka mengasah dan  memelihara keterampilan-keterapilan kognitif mereka serta mengantisipasi terjadinya kepikunan. 3.      Perkembangan intelegensi Kemunduran kemampuan mental merupakan bagian dari proses penuaan organisme secara umum. Hampir semua studi menunjukan bahwa setelah mencapai puncaknya pada antara 18 sampai 25 tahun, kebanyakan kemampuan manusia terus-menerus mengalami kemajuan yang signifikan dan sedikit kemunduran. Studi Thorndike mengenai kemapuan belajar orang dewasa menyimpulkan bahwa kemampuan belajar mengalami kemunduran 15% pada usia 22 dan 42 tahun. Kemampuan untuk mempelajari pelajaran-pelajaran sekolah ternyata hanya mengalami kemunduran sekitar 0,5% sampai 1% setiap tahun antara 21 dan 41 tahun. Memang puncak kemampuan belajar bagi kebanyakan orang terdapat pada usia 25 tahun, namun kemunduran yang terjadi sesudah 25 hingga 45 tahun tidak signifikan. Bahkan pada usia 45 tahun kemampuan belajar seseorang sama baiknya dengan ketika mereka masih berusia antara 20 hingga 25 tahun. Studi Thaorndike tersebut menunjukan bahwa kemunduran kemampuan intelektulan pada orang dewasa tidak disebabkan oleh faktor usia, melainkan oleh faktor-faktor lain. Witherington menyebutkan tiga faktor penyebab terjadinya kemuduran kemampuan belajar orang dewasa. Pertama, ketiadaan kapasitas dasar. Orang dewasa tidak akan memiliki kemampuan belajar bila pada usia muda juga tidak memiliki kemampuan belajar yang memadai. Kedua. Terlampau lamanya tidak melakukan aktivitas-aktivitas yang bersifat intelektual, artinya orang-orang yang telah berhenti membaca bacaan-bacaan yang berat dan berhenti pula melakukan pekerjaan intelektual, akan terlihat bodoh dan tidak mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan semacam itu. Ketiga, faktor budaya, terutama cara-cara seseorang memberikan sambutan, seperti kebiasaan, cita-cita, sikap, dan prasangka-prasangka yang telah mengakar, sehingga setiap usaha untuk mempelajari cara sambutan yang baru akan mendapat tantangan yang kuat. Perkembangan Sosial Selama masa dewasa, dunia sosial dan personal dari individu menjadi lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Penyesuaian sosial pada setiap tahap usia ditentukan oleh dua faktor. Pertama adalah sejauh mana seseorang dapat memainkan peran sosial secara tepat sesuai dengan apa yang diharapkannya. Kedua adalah sejauh mana seseorang memainkan salah satu peran penting dalam mengembangkan tugas seseorang selama usia madya untuk mencapai tanggung jawab sebagai warga Negara dan tanggung jawab sosial. Pada masa dewasa madya ini, individu memasuki peran kehidupan yang lebih luas. Pola dan tingkah laku sosial orang dewasa berbeda dalam beberapa hal dari orang yang lebih muda. Perbedaan-perbedaan tersebut disebabkan oleh peristiwa-peristiwa kehidupan yang dihubungkan dengan keluarga dan pekerjaan. Selama periode ini orang melibatkan diri secara khusus dalam karir, pernikahan, dan hidup berkeluarga. Menurut Erikson, perkembangan psikososial selama masa dewasa dan tua ini ditandai dengan tiga gejala penting, yaitu keintiman, genertif dan integritas. 1.      Perkembangan Keintiman Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka. Orang yang tidak dapat menjalin hubungan intim dengan orang lain akan terisolasi. Menurut Erikson, pembentukan hubungan intim ini merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang memasuki masa dewasa. Pada masa dewasa madya ini, orang-orang telah siap dan ingin menyatukan identitasnya dengan orang lain. Mereka mendambakan hubungan-hubungan yang intim-akrab, dilandasi rasa persaudaraan, serta siap mengembangkan daya-daya yang dibutuhkan untuk memenuhi komitmen-komitmen ini sekalipun mereka mungkin harus berkorban untuk itu. Dalam suatu studi ditunjukkan bahwa hubungan intim mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologis dan fisik seseorang. Orang-orang yang mempunyai tempat untuk berbagi ide, perasaan dan masalah, merasa lebih bahagia dan lebih sehat dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki tempat untuk berbagi (Traupmann & Hatfield, 1981). 2.      Perkembangan Generativitas Generativitas (Generativity), adalah tahap perkembangan psikososial ketujuh yang dialami individu selama pertengahan masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas adalah perhatian terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, produk-produk, ide-ide dsb) serta pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman untuk generasi mendatang. Transmisi nilai-nilai sosial ini diperlukan untuk memperkaya aspek psikoseksual dan aspek psikososial kepribadian. Apabila generativitas lemah atau tidak diungkapkan, maka kepribadian akan mundur, mengalami pemiskinan, dan stagnasi. Bagi kebanyakan orang, usia antara 40-50 tahun merupakan masa paling produktif. Laki-laki dalam usia 40-an biasanya berada pada puncak karir mereka. Pada usia ini, perempuan mempunyai lebih sedikit tanggung jawab di rumah karena anak-anak telah besar dan dapat mencurahkan lebih banyak waktu untuk karir atau kegiatan sosial. Kelompok ini merupakan kelompok usia yang sesungguhnya mengatur masyarakat, baik dalam hal kekuasaan maupun tanggung jawab. Generitivitas pada masa usia baya ini ialah suatu rasa kekh awatiran mengenai bimbingan dan persiapan bagi generasi yang akan datang. Jadi pada tahap ini, nilai pemeliharaan berkembang. Pemeliharaan terungkap dalam kepedulian seseorang pada orang-orang lain, dalam keinginan memberikan perhatian pada mereka yang membutuhkannya serta berbagi dan membagi pengetahuan serta pengalaman dengan mereka. Nilai pemeliharaan ini tercapai lewat kegiatan membesarkan anak dan mengajar, memberi contoh dan mengontrol. 3.      Perkembangan Integritas Integritas (Integrity) merupakan tahap perkembangan psikososial Erikson yang terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk dan ide-ide serta setelah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan berbagai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya. Lawan dari integritas adalah keputusasaan tertentu dalam menghadapi perubahan-perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi sosial dan historis, ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian. Kondisi ini dapat memperburuk perasaan bahwa kehidupan ini tidak berarti, bahwa ajal sudah dekat, dan ketakutan akan kematian. Seseorang yang dapat menangani masalah yang timbul pada tahap kehidupan sebelumnya, maka dia akan mendapatkan perasaan yang utuh atau integritas. Sebaliknya seorang yang berusia tua melakukan peninjauan kembali terhadap kehidupannya yang silam dengan penuh penyesalan, menilai kehidupannya sebagai rangkaian yang hilangnya kesempatan dan kegagalan, maka pada tahun-tahun akhir kehidupan ini merupakan tahun-tahun yang penuh dengan keputus asaan.Pertemuan antara integritas dan keputusasaan yang terjadi pada tahap kehidupan yang terakhir ini menghasilkan kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang sederhana akan menjaga dan dan memberikan integritas pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh pada tahun-tahun yang silam. Mereka yang berada pada tahap kebijaksanaan dapat menyajikan kepada generasi-generasi yang lebih muda suatu gaya hidup yang bercirikan suatu perasaan tentang keutuhan dan keparipurnaan. Perasaan keutuhan ini dapat meniadakan perasaan putus asa dan muak, serta perasaan berakhir ketika situasi-situasi kehidupan kini berlalu. Persaan tentang keutuhan juga akan mengurangi perasaan tak berdaya dan ketergantungan yang biasa menandai akhir kehidupan. Perkembangan Emosi Dalam banyak hal, periode dewasa madya adalah waktu timbulnya tekanan emosional. Bernice Nengeartein (Callhoun dan Acocella, l990) mengatakan bahwa peroiode ini merupakan suatu masa ketika orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Meskipun bagi orang lain  ada kalanya periode ini justru merupakan  permulaan kemunduran, namun bagi Erik Erikson (Callhoun dan Acocella, l990) dalam periode ini individu memiliki antara kearifan dan penyerapan pribadi. Kearifan yang dimaksud adalah kapasitas untuk mengembangkan perhatian terhadap orang lain atau masyarakat sekitar. Orang yang gagal mengembangkan kapasitas kearifan ini mungkin menjadi semakin terserap pada diri mereka sendiri seperti larut dalam kehidupan duniawi dan bendawi saja. Tampaknya tengah baya merupakan  salah satu waktu dalam hidup seseorang dimana banyak terjadi peristiwa besar yang memaksanya untuk mengadakan penataan kembali. Ciri Ciri dan Karakteristik Tugas Dewasa Menegah Usia berkisar antara 35-40 dan berakhir sekitar usia 60 Fsikis : fungsi organ-organ berjalan sempurna namun mulai mengalami gangguan-gangguan, seperti penyakit pada saluran pencernaan, dll. Fungsi motorik : memiliki kecepatan respon yang baik, tetapi diakhir usia dewasa madya kecepatan respon mengalami penurunan. Fungsi psikomotorik : Kemampuan kaki : mampu berjalan dan meloncat, diakhir usia madya kemampuan kaki mulai mengalami keterbatasan. Bahasa : Keterampilan berbahasa lebih sopan, agak bijak dan lebih dewasa Intelegensi : Kemampuan berfikir masih realistis. Untuk sebagian orang dari kalangan pemikir, biasanya saat dewasa madya mereka masih mengalami semangat untuk  berwawasan luas, namun sebagian besar dewasa madya, lebih kearah medayagunakan kemampuan yang telah dimiliki seadanya dan kurang tertarik terhadap keahlian-keahlian baru atau ilmu-ilmu baru. Emosional : stabilitas emosi masih sudah seimabang, terkontrol. Sosial : Masa dewasa madya awal biasanya lebih fokus pada kegiatannya masing-masing, berteman dengan kelompok yang telah mereka bina, namun pada akhir masa dewasa madya perubahan respon sosial mulai naik, lebih giat bermasyarakat dan mengenal tetangga. Moralitas dan keagamaan :  sangat menghargai adapt istiadat dan daya tarik kearah religi mulai terlihat apalagi di usia madya akhir. Beberapa ciri has lain pada perkembangan usia dewasa madya yaitu : Usia madya merupakan periode yang sangat ditakuti Ciri pertama dari usia madya adalah bahwa masa tersebut merupakan periode yang sangat menakutkan. Diakui bahwa semakin mendekati usia tua, periode usia madya semakin terasa lebih menakutkan dilihat dari seluruh kehidupan manusia. Usia madya merupakan masa transisi Seperti juga masa puber yang merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja dan kemudian dewasa, demikian pula usia madya merupakan masa dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki masa suatu periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh ciri-ciri jasmani dan prilaku baru. Usia madya adalah masa berprestasi Menurut Erikson, usia madya merupakan masa krisis dimana baik “generavitas” kecendrungan untuk menghasilkan maupun stagnasi kecendruangan untuk tetap berhenti akan dominan. Selama usia madya orang akan menjadi lebih sukses atau sebalinya mereka berhenti dan tidak mengerjakan sesuatu lagi. Usia madya merupakan masa evaluasi Usia ini sebagai evaluasi terutama evaluasi diri. Karena usia pada umumnya merupakan saat mencapai puncak prestasinya, maka logislah apabila masa ini juga merupakan saat mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi mereka dan harapan-harapan orang lain, khususnya anggota keluarga dan teman. Usia madya merupakan masa sepi Masa ketika anak-anak tidak lama lagi tinggal bersama orangtua. Kecuali dalam beberapa kasus dimana pria dan wanita menikah lebih lambat dibanding usia rata-rata, atau menunda kelahiran anak sehingga mereka lebih mapan dalam karier, atau mempunyai keluarga besar sepanjang masa, usia madya merupakan masa sepi dalam kehidupan perkawinan. Usia madya merupakan masa jenuh Banyak atau hampir seluruh pria dan wanita mengalami kejenuhan pada akhir usia 30-an dan 40-an. Kejenuhan tidak akan mendatangkan kebahagiaan dalam masa manapun. Akibatnya, usia madya seringkali merupakan periode yang tidak menyenangkan dalam hidup. Teori Sosial dan Emosi pada Usia Dewasa Akhir Pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana keadaan sosial dan emosi pada usia dewasa akhir yang berkisar umur 60 tahun keatas, gunanya untuk subjek dapat mempersiapkan keadaan sosial dan emosi pada usia dewasa akhir ini. Perkembangan Emosi Pada tahap dewasa akhir : Kebahagiaan pernikahan orang dewasa lanjut dipengaruhi oleh pasangannya (menyangkut kunflik personal, keuangan, sakit dan kematiannya) Memiliki pasangan, cenderung lebih bahagia dari pada yang sendiri Menjadi nenek/kakek menjadi sumber pemenuhan emosional, menimbulkan perasaan persahabatan Persahabatan dengan teman sebaya muncul kembali Emosinya positif, seperti, bersemangat, minat, rasa bangga dan rasa pencapaiian, biasanya mencapai puncak Mengembangkan berbagai aspek untuk mengatasi kehilangan pribadi dan kematian yang makin dekat Menurut Erik Ericson (1950, 1968), memahami perkembangan dewasa akhir pada tahap ke delapan yaitu, pengalaman akhir pada dewasa, meliputi integritas dan keputusasaan, dimana integritas merefleksikan masa lalu dan menyusun potongan potongan tinjauaan yang positif dan orang dewasa akhir akan merasa puas. Sedangakan pada keputusasaan menyimpulkan bahwa hidup seseorang tidak dijalani dengan baik dan kenangan seluuh hidupnya bisa menjadi hal yang negatif. Adapun tugas perkembangan pada masa dewasa akhir ini, diantaranya: Menciptakan kepuasan dalam keluarga sebagai tempat tinggal di hari tua Menyesuaikan hidup dengan penghasilan sebagai pensiunan Membina kehidupan rutin yang menyenangkan. Saling merawat sebagai suami-istri Mampu menghadapi kehilangan (kematian) pasanan dengan sikap yang positif (menjadi janda atau duda). Melakukan hubungan dengan anak-anak dan cucu-cucu. Menemukan arti hidup dengan nilai moral yang tinggi. BAB III HASIL OBSERVASI DAN PEMBAHASAN IDENTITAS SUBJEK Nama : Samjono Sulistiadi Umur : 56 tahun 3 bulan 23 hari TTL : Jakarta, 14-Agustus-1962 Jenis kelamin : Laki Laki Agama : Islam Suku bangsa : Jawa Hobi : Olahraga, baca buku, merawat tanaman No. Hp : 08128057081/082110601962 Alamat : Jl. Kebon Kopi No. 9. RT 04/RW 04, Pondok Aren, Pondok Betung Tangsel Pekerjaan : Anggota TNI AD Alamat pekerjaan : Jl. Jati No. 1. Pondok Labu, Jakarta Selatan Status : Menikah Riwayat pendidikan : SD : SD Cipete Petang 2 ST : ST Negri 2, Jak Pus STM : STM Negri 6, Jak Pus S1 : Universitas Az-Zahra, Jak Tim GENOGRAM KEGIATAN HARIAN SUBJEK JAM KEGIATAN 04:00 Bangun tidur 04:15 – 04:30 Mencatat rengiat untuk hari itu 04:35 Shalat subuh 04:30 – 05:30 Persiapan berangkat bekerja 05:40 Sarapan 06:05 Berangkat kerja 07:00 – 16:00 Bekerja 16:10 Shalat asar (dikantor) 16:35 Pulang 16:40 – 17:15 Istirahat dan menyiram tanaman 17:20 Mandi 17:50 Shalat magrib 18:00 – 19:00 Menyiapkan makan malam dan makan malam 19:30 Shalat isya 19:40 – 20:30 Istirahat santai sambil nonton berita 20:30 – 21:00 Mempersiapkan pakaian dinas untuk besok hari dan persiapan untuk tidur 21:00 Tidur... HASIL OBSERVASI LINGKUNGAN SUBJEK Lingkungan Sosial Subjek Subjek dalam berinteraksi dengan keluarganya sangat baik, dan selalu hangat, beliau kepala keluarga yang sangat bertanggung jawab, dalam hal berkomunikasi kepada keluarganya sangat baik, santun, dan mendidik anak anaknya dengan tegas dan disiplin. Sepanjang pengamatan observasi dan wawancara, subjek menyempatkan untuk mengajak keluarganya berlibur keluar kota 2 minggu atau 1 bulan sekali, walaupun dalam keadaan subjek dan anggota keluarga yang sibuk akan pekerjaannya dan kegiatan lainnya. Observer mendapatkan hasil pengamatan antara subjek dengan rekan kerjanya tanpa memandang apakah ia bawahan atau atau satu angkatan. Subjek sangat humoris saat berada dalam lingkungan pekerjaannya dan memiliki tingkat loyalitas yang sangat tinggi pada atasannya serta etika yang sangat baik pada siapa pun. Subjek sebagai anggota yang memiliki tanggung jawab yang tinggi dan gigih dalam mengerjakan pekerjaannya, karena subjek mencintai pekerjaannya. Karena itu beliau selalu mendapatkan prestasi dalam pekerjaannya, dan selalu di tempatkan pada posisi penanggung jawab di seiap program kerjanya. Saat selama wawancara berlangsung disertai oleh observasi subjek sangat ramah dan terbuka mengenai informasi pada observer. Namun, subjek hanya memiliki waktu tertentu untuk diwawancara dan observasi, dikarenakan subjek sibuk akan pekerjaannya yang tidak memiliki waktu luang yang banyak. Lingkungan Fisik Subjek Menurut hasil observer lingkungan yang observee tempati sangat nyaman dan sangat hangat dengan keluarganya, memiliki hubungan baik dengan tetangganya. Observee juga rajin membersihkan rumahnya dengan keluarga setiap hari libur, dan selalu dimanfaatkan paginya untuk berolahraga bersama. Didalam kondisi rumah yang di tempati oleh observee dan keluarga, mereka sangat mementingkan hidup bersih sehingga sangat nyaman untuk tempat beristirahat dan bersama keluarga. VINELAND SOCIAL MATURITY SCALE URAIAN HASIL OBSERVASI DAN WAWANCARA BERDASARKAN VINELAND SOCIAL MATURITY SCALE Kesesuaian dan Perbedaan antara Hasil Observasi dengan Teori Mengacu pada Vineland Social Maturity Scale (VSMS), terdapat beberapa perbedaan dan kesamaan dari teori para tokoh perkembangan dengan apa yang saya dapatkan dari hasil pengamatan. Dari hasil pengamatan pada vineland bahwa, subjek berada di tahap usia 25 tahun keatas. Berdasarkan hasil pengamatan, subjek telah memenuhi semua poin penilaian VSMS pada rentang usia 25 tahun keatas, dan untuk membuktikan apakah pada usia sebelumnya subjek sudah memenuhi semua poin penilaian VSMS atau belum. Saya melakukan pengamatan kembali pada rentang usia 20-25 tahun. Dilihat dari aspek perkembangan fisik dan motorik perkembangan subjek dapat dikatakan normal dan sehat karena subjek sering menyempatkan waktu di hari libur untuk berolahraga. Perkembangan fisik subjek telah memenuhi dan memasuki pada tahapan dewasa tengah, tetapi, memiliki penurunan fisik disebabkan umur yang telah hampir memasuki dewasa akhir. Dilihat dari aspek sosial dan emosi subjek sudah dapat meregulasi emosinya dan dapat bersosialisasi dengan baik pada lingkungan sekitasnya. Dari hasil observasi didapatkan bahwa subjek telah memenuhi kebutuhan sesuai dengan usianya dan berdasarkan poin yang tertulis pada VSMS subjek telah terpunuhi semua, serta berdasarkan pada teori yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya subjek telah sesuai pada usianya. Persamaan Fisik : Usia madya ditandai dengan menurunnya kesegaran fisik secara umum dan memburuknya kesehatan. Di mulai pada usia pertengahan empat-puluh tahunan terdapat peningkatan ketidakmampuan dan ketidakabsahan yang berlangsung dengan cepat dan seterusnya. (Santrock, 1997). Setelah saya observasi dan wawancarai subjek sudah sering muncul masalah kesehatan yang dialaminya, seperti persendia, mudah lelah, serta bagian mata saat membaca dekatan sudah harus menggunakan kaca mata. Kognitif : Penelitian K. Warner Schaie dan Scherry Willis terhadap lebih dari 4.000 orang dewasa, yang kebanyakan berusia lanjut, menunjukan bahwa penggunaan pelatihan keterampilan kognitif yang bersifat individual telah berhasil meningkatkan orientasi ruang dan keterampilan-keterampilan penalaran 2/3 orang-orang dewasa tersebut. Setelah saya melakukan observasi dan wawancara didapatkan bahwa subjek saat sedang mengerjakan tugas pekerjaannya mampu menyelesaikan dengan baik, terlihat ketepatan waktu dalam mengerjakannya dan keberhasilan suatu program kerja yang subjek teliti. Serta memiliki pemikiran yang menghasilkan karya. Sosial dan Emosi : Menurut Ericson pada tahapan usia dewasa menengah disebut sebagai tahap Generativity vs. Stagnasi. Pada Generativity merujuk pada hasrat orang dewasa untuk mewariskan sesuatu dari diri mereka kepada generasi selanjutnya (Peterson, 2002). Sedangkan pada Stagnasi akan terjadi jika individu merasa bahwa tidak ada apapun yang dapat dilakukan untuk generasi selanjutnya. Pada hasil observasi dan wawancara subjek bisa mewariskan ilmu serta keterampilan yang dimiliki untuk generasi selanjutnya seperti mengajarkan keahlian yang dimilikinya pada bidang pekerjaan dengan bawahannya. Dengan ini subjek tidak mengalami stagnasi atau merasa tidak dapat memberikan apapun pada generasi selanjutnya. Perbedaan Tidak ada perbedaan antara subjek, point VSMS dengan teori yang telah di paparkan pada bab sebelumnya, dikarenakan subjek telah sesuai atau memiliki persamaan pada teori bab sebelumnya, sesuai dengan poin VSCM. Hasil Wawancara Subjek Pada kolom usia 20-25 tahun keastas sesuai dengan VSMS, bahwa terdapat, Self Direction (SD) yaitu pengarahan diri, Socialization (S) yaitu sosialisasi, dan Occupation (O) yaitu kedudukan atau pekerjaan. Berdasarkan hasil wawancara terhadap subjek didapatkan bahwa pada Occupation : Pada aspek ini observee sudah mampu mengerjakan tugas tugas yang terlatih, observee sebagai anggota TNI yang sudah melalu beberapa tahapan latihan dan pelatihan dari awal masuk pendidikan, sehingga terbawa sampai sekarang saat mendapatkan pekerjaan memang dibidangnya, maka observee tidak sulit lagi dalam mengerjakannya karena sudah terlatih. Pada saat mendapatkan waktu kosong saat libur, observee menggunakannya dengan rekreasi bersama keluarga untuk menghilangkan rasa penat saat bekerja dan agar tidak mengalami stress kerja. Tentu ini sangat menguntungkan bagi dirinya dan keluarganya. Sebagai anggota TNI observee sudah mampu dan terbiasa bekerja secara sistematis dan tersusun, seperti menyelesaikan tugas lapangan atau perjalanan dinas. Terlihat pada saat observee mendapatkan perjalanan dinas untuk melaksanakan uji coba sebuah alutsista, observee telah menyusun rencana kegiatan dari lapangan hingga membuat hasil laporan prototype alutsista tersebut. Dengan kesungguhan, kegigihan, loyalitas yang tinggi dan berfikir kritis dalam menjalankan tugas negara maupun tugas didalam rumah tangga bisa mampu membangkitkan usaha untuk dipercaya. Menurut observee jika kita memiliki sifat seperti itu yang memang dapat dibentuk dan di aplikasikan dengan baik, maka dapat mempertinggi kemajuan masyarakat, contohnya dalam bidang teknologi yang sudah dirakit, di uji coba maka tingkat kemajuan masyarakat tinggi. Observee dinilai memiliki kredibilitas yang tinggi, ditandai dengan reputasi dan juga sepak terjang observee dalam profesinya, hal ini digunakan sebagai tolak ukur atas tugas yang di embannya. Dapat dilihat, observee mampu menjabat sebagai Ketua Pogja yang bertugas mengawasi pelaksaan tugas tersebut. Saat mendapatkan tugas, observee dapat mengatur dengan baik atas kepentingan orang lain, terlihat pada saat menjabat sebagai ketua pogja. Maka dapat mengatur bidang pembantunya sesuai dengan bidang tersebut. Menurut observee dalam mengerjakan tugas tidak hanya diteima, dipelajari dan dijalankan saat itu juga, namun dalam menjalankannya agar mendapatkan hasil yang optimal maka jalani tugas sesuai dengan keahliannya. Dapat dilihat bahwa observee menjalankan tugasnya sesuai dengan keahliannya sebagai “Peneliti Muda Madya”. Observee mampu merintis kesempatan bagi dirinya dengan mengaplikasikan ilmu yang dia punya pada keluaraga dan masyarakat. Pada Self Direction : Dalam menggunakan uang subjek sangat berhati hati dan terencana, saat ia mendapatkan uang hasil kerjanya ia membuat list kebutuhan prioritas yang harus di bayarkan. Dan subjek selalu mengutamakan kebutuhan dari pada keinginan. Tidak hanya keuangan saja yang diatur atau direncanakan oleh subjek, namun subjek juga telah merencanakan masa yang akan datang dalam hal kesehatan, pendidikan anak anaknya. Individu sadar akan tugasnya, tidak hanya di kantor saja, namun memiliki tugas, dan peran yang sangat penting bagi keluarganya. Observee sangat gigih dalam bekerja, sehingga hasilnya dapat memenuhi keperluan dan membelanjakan anggota keluarganya, bukan hanya untuk dirinya sendiri. Pada Socialization : Subjek dapat mengambil alih tanggung jawab sesuai dengan perannya seorang kepala keluarga. Subjek sangat sibuk dengan pekerjaannya, namun subjek dapat mengambil alih peran sorang ibu disaat istrinya sedang keluar kota karena tugas. Ia membina dan mengurus anaknya saat seperti itu, namun pekerjaanya tidak terganggu sama sekali. Observee turut serta dalam menjaga keamanan, ketertiban, kedamaian, solidaritas, kekeluargaan serta kebersihan lingkungan rumahnya, ditandai dengan rutin mengikuti kegiatan kerja bakti setiap diadakan 1 bulan 1 kali. Menurut observee hidup dalam kelompok sosial harus memiliki tanggung jawab untuk kepentingan bersama dan menjadikan lebih baik kesejahteraan masyarakat serta dapat mensejahterakan sosial dengan ikut andil dalam setiap kegiatan yang diadakan pada kelompok masyarakat tersebut. Maka dengan ini kesejahteraan dalam masyarakat tersebut menjadi lebuh baik. Hasil Observasi Subjek Categories Item Age Periods Life Age Means Data/Hasil Pengamatan O 106 Mengerjakan tugas tugas yang terlatih 25. + Sudah mengikuti latihan danpelatihan sehingga terbiasa pada tugas pekerjaan O 107 Bersibuk dalam rekreasi yang menguntungkan 25. + Menggunaan waktu kosong untuk liburan bersama keluarga O 108 Bekerja secara sistematis 25. + Menyelesaikan tugas lapangan atau perjalanan dinas sesuai susunan rencana kegiatan O 109 Membangkitkan usaha untuk dipercaya 25. + Gigih, bekerja keras dan loyalitas dalam menjalankan tugas negara O 110 Mempertinggi kemajuan masyarakat 25. + Mengimplementasikan ilmu yang dimilikinya O 111 Mengawasi pelaksanaan tugas 25. + Adanya kredibilitas, reputasi dan pengalaman yang baik atas prestasinya. SD 112 Berbelanja untuk orang lain, bukan untuk diri sendiri 25. + Dapat memenuhi keperluan dan membelanjakan anggota keluarganya. O 113 Mengatur kepentingan orang lain 25. + Dapat memanajemen bagian anggota di dalam program kerjanya. O 114 Mengerjakan tugas yang memerlukan keahlian 25. + Mendapatkan jabatan Peneliti Muda Madya, sesuai dengan keahliannya sebagai seorang peneliti. S 115 Turut serta dalam bertanggung jawab kelompok lingkungan 25. + Mau membaur pada kelompok sosial dan mengikuti kegiatan yang ada di kelompok sosial. O 116 Merintis kesempatan bagi dirinya 25. + Mengajarkan ilmu yang dimilikinya pada masyarakat dan keluarga. S 117 Menjadikan lebih baik kesejahteraan masyarakat 25. + Ikut serta kegiatan yang dilakukan di lingkungan masyarakat, seperti sosialisasi pada masyarakat Tahap usia dibawah usia subjek Categories Item Age Periods Life Age Means Data/Hasil Pengamatan SD 102 Menggunakan uang dengan hati hati 21.5+ Membagi kebutuhan yang lebih prioritas dari pada yang diinginkan. S 103 Mengambil alih tanggung jawab 21.5+ Sebagai sorang kepala rumah tangga subjek tidak hanya bekerja saja namun terkadang merapihkan rumah juga disaat istrinya sedang sibuk S 104 Turut menyumbang untuk kesejahteraan sosial 25. + Ikut serta dalam menjalankan keamanan, ketertiban, kedamaian, dan solidaritas masyarakat SD 105 Merencanakan masa mendatang 25. + Membuat target apa yang akan dilakukan pada kedepannya. Faktor Faktor yang Mendukung dan yang Menghambat Perkembangan Menemukan bahwa ada faktor-faktor pendukung dan dua faktor penghambat dalam perkembangan subyek. Faktor-faktor pendukung antara lain yaitu: Kondisi ekonomi keluarga Kondisi ekonomi keluarga yang baik membuat subjek beserta keluarganya dapat memenuhi kebutuhan perkembangan. Subjek memiliki pendidikan yang baik, mendapat perhatian dari anggota keluarag yang cukup. Memiliki nilai religius Menurut hasil pengamatan, nilai religius itu sangat penting dirinya dan keluarga. Subjek pun mengajarkan kepada anaknya untuk selalu menanamkan nilai religius di dalam dirinya. Memiliki semangat untuk bekerja Menurut hasil wawancara subjek semangat kerja tertanam karena memiliki sifat gigih, bekerja keras, dan ikhlas dari dalam diri, dan bekerja karena kewajiban bukan karena terpaksa untuk menghidupi keluarga. Pendidikan yang berkualitas Subjek mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Faktor-faktor penghambat: Subjek tidak bisa bekerja dengan baik apa bila sedang sakit dan pekerjaan sebelumnya belum terselesaikan. Cara yang Tepat Saat Berinteraksi dengan Subjek Saya menemukan bahwa cara berinteraksi yang tepat dengan usia dewasa adalah dengan memulai menggunakan bahasa yang sopan dan beretika ketika berbicara. Serta menggunakan bahasa yang baik, tidak menggurui dan ramah. BAB IV PENUTUP KESIMPULAN Subjek Samjono Sulistiadi, yang telah di observasi, telah berkembang dengan baik dan kebutuhan-kebutuhan perkembangannya sudah terpenuhi. Hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor yang mendukung perkembangan. Meskipun terdapat juga faktor penghambat, namun tetap lebih banyak faktor pendukung dibanding dengan faktor penghambat. Jadi dapat disimpulkan bahwa subjek memiliki faktor pendukung yang kuat dari keluarga, dan subjek telah berkembang secara optimal atau sesuai dengan teori para tokoh perkembangan yang telah dipaparkan pada bab II, serta memenuhi poin panduan Vinland Social Maturity Scale pada kolom usia 20-25 tahun keatas. SARAN Subjek telah memiliki perkembangan yang sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh beberapa tokoh perkembangan, pada hasil observasi subjek tidak memiliki perkembangan yang tidak optimal, sesuai dengan panduan hasil observasi VSMS. Namun subjek memiliki sedikit masalah pada bagian kesehatan, yaitu pada bagian mata yang sudah kurang bisa membaca jarak dekat, harus menggunakan alat bantu berupa kaca mata plus. Sebelum subjek masuk pada usia dewasa akhir, subjek dapat mengetahui dan memahami apa saja yang harus di persiapkan pada usia dewasa akhir, dari segi fisik, akan terjadinya penurunan kesehatan dan fungsi organ tubuh, maka saat berada di usia dewasa mengah subjek dapat mempersiapkan dengan menjaga pola makan, berolahraga yang teratur. Dari segi sosial/emosi, Menurut Erik Ericson (1950, 1968), memahami perkembangan dewasa akhir pada tahap ke delapan yaitu, pengalaman akhir pada dewasa, meliputi integritas dan keputusasaan, dimana integritas merefleksikan masa lalu dan menyusun potongan potongan tinjauaan yang positif dan orang dewasa akhir akan merasa puas. Sedangkan pada keputusasaan menyimpulkan bahwa hidup seseorang tidak dijalani dengan baik dan kenangan seluuh hidupnya bisa menjadi hal yang negatif. Maka pada saat usia dewasa menengah subjek harus dapat menempatkan dirinya sesuai dengan usianya, agar tidak terjadi keputusasaan. DAFTAR PUSTAKA Desmita, (2013). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. B. Hurlock Elizabeth. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Zan Pieter, Heri, Namora Lumongga Lubis. (2010). Pengantar Psikologi untuk Kebidanaan, Jakarta: Prenada Media Group. Hurlock, E.B. (2002). Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta : Erlangga. Mappiare, A. (1983). Psikologi Orang Dewasa. Surabaya : Usaha Nasional. Mujib, A. (2002). Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta : Pt Raja Grafindo. Santrock, J. W. (2002). Life Span Development. Jakarta : Erlangga. Hasan Aliah B. Purwakarnia. (2006). Psikologi perkembangan Islam. Jakarta: Penerbit Kharisma Putra Utama Offest Santrock, John W. (2012). Life-Span Development. Edisi ketigabelas, jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga PAGE \* MERGEFORMAT 2