Academia.eduAcademia.edu

ILMU PERUNDANG-UNDANGAN

ILMU PERUNDANG-UNDANGAN

PERTEMUAN KE 5 Hierarki Norma Hukum (Stufentheorie – Hans Kelsen) Menurut Hans Kelsen suatu norma hukum itu selalu bersumber dan berdasar pada norma yang di atasnya, tetapi ke bawah norma hukum itu juga menjadi sumber dan menjadi dasar bagi norma yang lebih rendah daripadanya. Dalam hal tata susunan/hierarki sistem norma, norma yang tertinggi (Norma Dasar) itu menjadi tempat bergantungnya norma-norma di bawahnya, sehingga apabila Norma Dasar itu berubah akan menjadi rusaklah sistem norma yang ada di bawahnya Hierarki Norma Hukum Negara (die Theorie vom Stufenordnung der Rechtsnormen – Hans Nawiasky) Hans Nawiasky, salah seorang murid Hans Kelsen mengembangkan teori gurunya tentang jenjang norma dalam kaitannya dengan suatu negara. Hans Nawiasky mengatakan suatu norma hukum dari negara manapun selalu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang. Norma yang di bawah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada suatu norma yang tertinggi yang disebut Norma Dasar. Hans Nawiasky juga berpendapat bahwa selain norma itu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, norma hukum dari suatu negara itu juga berkelompok-kelompok, dan pengelompokan norma hukum dalam suatu negara itu terdiri atas empat kelompok besar antara lain: Kelompok I :Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara); Kelompok II :Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar/Aturan Pokok Negara); Kelompok III :Formell Gesetz (Undang-Undang ”Formal”); Kelompok IV :Verordnung & Autonome Satzung (Aturan pelaksana/Aturan otonom) Berdasarkan teori Hans Nawiasky tersebut, A. Hamid S. Attamimi membandingkannya dengan teori Hans Kelsen dan menerapkannya pada struktur dan tata hukum di Indonesia. Untuk menjelaskan hal tersebut, A. Hamid S. Attamimi menggambarkan perbandingan antara Hans Kelsen dan Hans Nawiasky tersebut dalam bentuk piramida. Selanjutnya A. Hamid S. Attamimi menunjukkan struktur hierarki tata hukum Indonesia dengan menggunakan teori Hans Nawiasky. Berdasarkan teori tersebut, struktur tata hukum Indonesia adalah: 1. Staatsfundamentalnorm : Pancasila (Pembukaan UUD 1945) 2. Staatsgrundgesetz : Batang Tubuh UUD 1945, TAP MPR, dan Konvensi Ketatanegaraan 3. Formell Gesetz : Undang-Undang 4. Verordnung & Autonome Satzung : secara hierarkis mulai dari Peraturan Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota. PERTEMUAN KE 6 Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm) Norma fundamental Negara yang merupakan norma tertinggi dalam suatu Negara ini merupakan norma yang tidak dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi, tetapi bersifat ‘pre-supposed’ atau „ditetapkan terlebih dahulu‟ oleh masyarakat dalam suatu Negara dan merupakan norma yang menjadi tempat bergantungnya norma-norma hukum di bawahnya. Norma yang tertinggi ini tidak dibentuk oleh norma yang lebih tinggi lagi, oleh karena jika norma yang tertinggi itu dibentuk oleh norma yang lebih tinggi lagi maka ia bukan merupakan norma yang tertinggi. Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz) Aturan dasar negara/aturan pokok Negara (staatsgrundgesetz) merupakan kelompok norma hukum dibawah norma fundamental Negara. Norma-norma dari aturan dasar Negara/aturan pokok Negara ini merupakan aturan-aturan yang bersifat pokok dan merupakan aturan-aturan umum yang masih bersifat garis besar, sehingga masih merupakan norma hukum tunggal. Di dalam setiap Aturan Dasar Negara/Aturan pokok Negara biasanya diatur hal-hal mengenai pembagian kekuasaan Negara di puncak pemerintahan, dan selain itu mengatur juga hubungan antara lembaga-lembaga Negara, serta mengatur Negara dengan warga negaranya, atau yang biasa kita sebut sebagai konstitusi. UNDANG-UNDANG “FORMAL” (formell Gesetz). Kelompok norma-norma hukum yang berada di bawah aturan dasar Negara/aturan pokok Negara (staatsgrundgesetz) adalah formell Gesetz atau secara harfiah diterjemahkan dengan Undang-Undang „formal‟. Norma dasar Negara yaitu norma-norma dalam suatu Undang-Undang sudah merupakan norma hukum yang lebih konkrit dan rinci, serta sudah dapat lansung berlaku didalam masyarakat. Norma-norma hukum dalam Undang-Undang ini tidak saja norma hukum yang bersifat tunggal, tetapi norma-norma hukum itu dapat merupakan norma hukum yang berpasangan, sehingga terdapat norma hukum sekunder disamping norma hukum primernya, dengan demikian dalam suatu Undang-Undang sudah dapat dicantumkan norma-norma yang bersifat sanksi, bai itu sanksi pidana maupun sanksi pemaksa. Selain itu undang-undang (wet/gesetz/act) ini berbeda dengan peraturan-peraturan lainnya, oleh karena itu suatu undangundang merupakan norma hukum yang selalu dibentuk oleh suatu lembaga legislatif. Di Indonesia istilah formell Gesetz atau formell wetten ini sayogjanya diartikan dengan undang-undang saja tampa menambah kata formal dibelakangnya. Oleh karena itu apabila formell gesetz diartikan Undang-Undang formal, hal itu tidak sesuai dengan penyebutan jenisjenis peraturan perundang-undangan di Indonesia. Undang-Undang dapat diartikan secara arti luas maupun arti sempit, dalam arti luas Undang-Undang berarti keputusan pemerintah yang berdasarkan materinya mengikat langsung setiap penduduk pada suatu daerah. Dengan demikian yang dimaksud dengan UU dalam arti luas adalah semua peraturan perundang-undangan dari tingkat yang tinggi sampai tingkat yang rendah yang isinya mengikat setiap penduduk. Sedangkan Undang-Undang dalam arti sempit berarti legislatif act atau akta hukum yang dibentuk oleh lembaga legislatif dengan persetujuan bersama dengan lembaga eksekutif. Naskah hukum tertulis tersebut disebut dengan legislative act bukan executive act, karena dalam proses pembentukan legislative act itu, peranan lembaga legislatif sagat menentukan keabsahan materiel peraturan yang dimaksud. Peraturan Pelaksanaan Dan Peraturan Otonom (Verordnung & Autonome Satzung) Kelompok norma hukum yang terakhir adalah peraturan pelaksanaan (Verordnung) dan peraturan otonom (Autonome Satzung) yang merupakan peraturan yang terletak dibawah undangundang yang berfungsi menyelenggarakan ketentuan dalam undang-undang. Peraturan pelaksanaan bersumber dari kewenangan delegasi sedang peraturan otonom bersumber dari kewenangan atribusi. Atribusi kewenangan dalam pembentukan perundang-undangan ialah pemberian kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh grondwet (UndangUndang dasar) atau wet (Undang-Undang) kepada suatu lembaga pemerintahan/Negara. Kewenangan tersebut melekat terus menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu diperlukan, sesuai dengan batas-batas yang diberikan. Delegasi kewenangan dalam pembentukan perundang-undangan ialah pelimpahan kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perunang-undangan yang lebih rendah., baik pelimpahan dilakukan dengan tegas atau tindakan. Berlainan dengan kewenangan atribusi , pada kewenangan delegasi kewenagan tersebut tidak diberikan, melainkan diwakilkan. Dan selain itu kewenagan delegasi ini bersifat sementara dalam arti kewenangan ini dapat di selenggarakan sepanjang pelimpahan tersebut masih ada. PERTEMUAN KE 7 1. Asas setiap orang dianggap telah mengetahui undang – undang setelah diundangkan dalam lembaran negara. 2. Asas Non Retro aktif. Suatu undang-undang tidak boleh berlaku surut 3. Lex spesialis derogat lex generalis. Undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum. 4. Lex posteriori derogat legi priori. Undang-undang yang lama dinyatakan tidak berlaku apabila ada undang-undang yang baru yang mengatur hal yang sama. 5. Lex Superior derogat legi inforiori. Hukum yang lebih tinggi derajatnya mengesampingkan hokum / peraturan yang derajatnya dibawahnya. 6. UU Tidak dapat diganggu gugat, artinya siapapun tidak boleh melakukan uji material atas isi undang-undang, kecuali oleh Mahkamah Konstitusi. 7. Asas Legalitas Suatu perbuatan merupakan suatu tindak pidana apabila telah ditentukan sebelumnya oleh undang-undang / seseorang dapat dituntut atas perbuaatannya apabila perbuatan tersebut sebelumnya telah ditentukan sebagai tindak pidana oleh hukum / undang-undang 8. Asas in dubio pro reo. Dalam hal terjadi keragu – raguan maka yang diberlakukan adalah peraturan yang paling menguntungkan terdakwa. 9. Asas Suatu Undang-Undang diberlakukan berdasarkan sejumlah asas, salah satunya adalah asas Undang-Undang tidak bisa diganggugugat. Pengertian dari asas bahwa Undang-Undang tidak dapat diganggu gugat adalah berkaitan dengan materi muatan undang-undang. Dalam hal ini muatan undang-undang tidak dapat diuji oleh badan peradilan. Hanya pembentuk undang-undang sendiri yang dapat menilai substansi UU. Sehingga perubahan, pencabutan atau pembatalan suatu undang-undang hanya dapat dilakukan dengan UU sendiri 10. Peraturan perundang-undangan sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan materil bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan atau pelestarian (asas welvaarstaat). PERTEMUAN KE 8 Hukum Indonesia Sebagai Sistem Norma Yang Berlaku di Indonesia Istilah hukum Indonesia sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjuk pada sistem norma yang berlaku dan diberlakukan di Indonesia. Hukum Indonesia adalah hukum, sistem norma atau sistem aturan yang berlaku di Indonesia. Dengan kata lain yang juga populer digunakan, hukum Indonesia adalah hukum positif Indonesia, semua hukum yang dipositifkan atau yang sedang berlaku di Indonesia. Membicarakan sistem hukum Indonesia berarti membahas hukum secara sistematik yang berlaku di Indonesia. Secara sistematik berarti hukum dilihat sebagai suatu kesatuan, yang unsur-unsur, sub-sistem atau elemen-elemennya saling berkaitan, saling pengaruh mempengaruhi, serta saling memperkuat atau memperlemah antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Sebagai suatu sistem, hukum Indonesia terdiri atas sub-sistem atau elemen-elemen hukum yang beraneka, antara lain hukum tata negara, hukum perdata, hukum acara perdata, hukum dagang atau hukum bisnis, hukum pidana yang terdiri dari hukum pidana umum, hukum pidana tentara, hukum pidana ekonomi serta hukum acara pidana serta hukum internasional. Ternyata banyak sekali dimensi aturan hidup yang berlaku di Indonesia. Pembagian tersebut belum mencakup semua dimensi hukum yang ada dan berlaku, karena masih banyak lagi elemen hukum yang belum tercantumkan. Sumber Hukum Indonesia Sumber hukum Indonesia adalah segala sesuatu yang memiliki sifat normatif yang dapat dijadikan tempat berpijak bagi tempat memperoleh informasi tentang sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Sumber hukum Indonesia adalah : a) Pancasila Sudah menjadi ketentuan ketatanegaraan sebagai suatu kesepakatan serta doktrin kenegaraan, bahwa Pancasila adalah pandangan hidup, ideologi bangsa Indonesia serta sumber segala sumber hukum Indonesia. Artinya, bahwa Pancasila adalah pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi suasana kejiwaan dan watak dari rakyat negara yang bersangkutan serta menjadi tempat berpijak atau bersandar bagi setiap persoalan hukum yang ada atau yang muncul di Indonesia, tempat menguji keabsahan baik dari sisi filosofis maupun yuridis. Sumber dari tertib hukum RI adalah pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta citacita moral yang meliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia, adalah cita-cita mengenai kemerdekaan individu kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional, cita-cita politik mengenai sifat bentuk dan tujuan negara, cita-cita moral mengenai kehidupan kemasyarakatan dan keagamaan sebagai pengejawantahan dari budi nurani manusia. Berdasarkan pendapatnya Hans Kelsen, maka kedudukan Pancasila berada pada tangga tertinggi. Hal ini berarti bahwa Pancasila harus diletakkan sebagai kaidah dasar atau sumber segala sumber hukum yang menjadi dasar bagi berlakunya UUD 45. Sebagai contoh, pasal 33 ayat 3 tentang bumu, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang harus dikelola oleh negara demi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Pasal tersebut kemudian dijadikan dasar bagi berlakunya pasal 19 ayat 1 UUPA (UU No. 5 / 1960) yang memberikan wewenang bagi pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melaksanakan pendaftaran tanah. Undang-undang tersebut menjadi dasar bagi diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 pasal 13 ayat 4 tentang tata cara pelaksanaan pendaftaran tanah. Pada akhirnya PP tersebut menjadi dasar bagi BPN untuk menerbitkan sertifikat tanah bagi setiap warga negara yang meminta atau mengajukan permohonan atasnya. b) Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 merupakan perwujudan dari tujuan Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 yang terdiri atas Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Pembukaan UUD 1945 Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 Pembukaan UUD 1945 merupakan penuangan jiwa Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, yakni Pancasila, sesuai dengan penjelasan resminya, yang mengandung pokok-pokok pikiran. Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam pembukaan ini diterima aliran (paham) pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan negara, menurut pengertian pembukaan itu, menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah dasar negara yang tidak boleh dilupakan. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Oleh karena itu sistem negara yang terbentuk dalam UUD harus berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan. Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Penyusunan UUD 1945 sesungguhnya dilandasi oleh jiwa Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Piagam Jakarta tersebut didasari oleh pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 yang dikenal sebagai “Pidato Lahirnya Pancasila.” Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan yang terperinci, yang mengandung cita-cita luhur dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang memuat Pancasila sebagai dasar negara, merupakan satu rangkaian dengan proklamasi. Oleh karena itu, tidak dapat diubah oleh siapapun juga, karena mengubah Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila berarti mengubah Negara Indonesia. Maka hubungan antara Pembukaan UUD 1945 adalah bersifat timbal balik sebagai berikut: 1. Hubungan Secara Formal Dengan dicantumkannya Pancasila secara formal di dalam Pembukaan UUD 1945, maka Pancasila memperolehi kedudukan sebagai norma dasar hukum positif. Dengan demikian tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas-asas sosial, ekonomi, politik akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yang melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religus dan asas-asas kenegaraan yang unsurnya terdapat dalam Pancasila. Jadi berdasarkan tempat terdapatnya Pancasila secara formal dapat disimpulkan sebagai berikut: Bahwa rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia adalah seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV. 1. Bahwa Pembukaan UUD 1945, berdasarkan pengertian ilmiah, merupakan Pokok Kaedah Negara yang Fundamental dan terhadap tertib hukum Indonesia mempunyai dua macam kedudukan yaitu: a. Sebagai dasarnya,karena Pembukaan UUD 1945 itulah yang memberi faktorfaktor mutlak bagi adanya tertib hukum Indonesia b. Memasukkan dirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib hukum tertinggi. c. Bahwa dengan demikian Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan berfungsi, selain sebagai Mukaddimah dari UUD 1945 dalam kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, juga berkedudukan sebagai suatu yang bereksistensi sendiri, yang hakikat kedudukan hukumnya berbeda dengan pasal-pasalnya.Karena Pembukaan UUD 1945 yang intinya adalah Pancasila adalah tidak tergantung pada Batang Tubuh UUD 1945,bahkan sebagai sumbernya. d. Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan membunyai hakikat, sifat, kedudukan dan fungsi sebagai Pokok Kaedah Negara yang Fundamental, yang menjelmakan dirinya sebagai dasar kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945. e. Bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD 1945, dengan demikian mempunyai kedudukan yang kuat, tetap dan tidak dapat diubah dan terlekat pada kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia. 2. Hubungan Secara Material Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila selain hubungan yang bersifat formal, sebagaimana dijelaskan di atas juga hubungan secara material sebagai berikut: Bilamana kita tinjau kembali proses perumusan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, maka secara kronologis, materi yang dibahas oleh BPUPKI yang pertama-tama adalah dasar filsafat Pancasila baru kemudian Pembukaan UUD 1945. Setelah pada sidang pertama Pembukaan UUD 1945 BPUPKI membicarakan dasar filsafat Negara Pancasila berikutnya tersusunlah Piagam Jakarta yang disusun oleh Panitia 9, sebagai wujud bentuk pertama Pembukaan UUD 1945. Jadi berdasarkan urutan-urutan tertib hukum Indonesia Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai tertib hukum yang tertinggi, adapun tertib hukum Indonesia bersumberkan pada Pancasila, atau dengan lain perkataan Pancasila sebagai sumber tertib hukum Indonesia. Hal ini berarti secara meterial tertib hukum Indonesia dijabarkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila sebagai sumber tertib hukum Indonesia meliputi sumber nilai, sumber materi sumber bentuk dan sifat. Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental, maka sebenarnya secara material yang merupakan esensi atau inti sari dari Pokok Kaidah Negara Fundamental tersebut tidak lain adalah Pancasila ( Notonagoro, tanpa tahun : 40 ) arti keseluruhan tata urut dan hierarki perauran perundang-undangan di Indonesia yang pernah berlaku, secara konseptual adalah sama. yaitu sebagai berikut: 1) Zaman Hindia Belanda hingga Pasca Hindia Belanda. a) Pertama, pada zaman Hindia Belanda dikenal Algemenee Verordeningen dan Local Verordeningen dengan hierarkinya Algemenee Verordeningen lebih superior daripada Local Verordeningen. Jika dikomparasikan dengan peraturan perundang-undangan pasca pemberlakuan peraturan perundang-undangan pada zaman Hindia Belanda, maka tata urutnya secara umum dan luas, adalah sama. Yaitu adanya pemberlakuan Undang-Undang/Wet yang superior daripada peraturan di bawahnya. b) Kedua, dari sisi ruang lingkup atau wilayah yang mengeluarkan peraturan, maka pada zaman Hindia Belanda dan pasca zaman tersebut adalah sama. Karena Algemenee Verordeningen adalah serangkaian peraturan-peraturan yang dibuat oleh pihak pemerintah pusat. Maka, sesuai dengan apa yang berlaku di Indonesia pasca zaman Hindia Belanda. Yaitu adanya peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah pusat dan ada peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh perpanjangan tangan dari pemerintah pusat atau yang biasa disebut pemerintahan daerah atau yang pada zaman Hindia Belanda disebut dengan local Verordeningen. c) Ketiga, dari sisi pihak yang berwenang membuat peraturan tersebut juga terdapat kesamaan. Algemenee Verordeningen yang mengatur di daerah pusat, dibuat oleh pihak legislatif bersama eksekutif dan ada juga yang pihak eksekutif saja yang membuat tanpa campur tangan piak legislatif. Hal ini kerolasi dengan apa yang diterapkan di Indonesia pasca Hindia Belanda. Begitu juga pada peraturan local, pada kedua zaman ini adalah s\ama pihak yang berwenang dalam membuatnya. Hanya berbeda dalam istilah lembaga pembuatnya saja. 2) Zaman Pasca Hindia Belanda hingga Sekarang. a) Pertama, setiap ada perubahan tata urut atau hierarki peraturan perundangundangan, selalu diatur di dalam salah satu peraturan perundang-undangan itu sendiri. Sebagaimana pada awalnya hierarki peraturan perundang-undangan di atur di dalam UUD 1945, lalu di dalam TAP MPRS, lalu di dalam TAP MPR, dan di dalam Undang-Undang. Hal ini korelasi dengan konsep nagara hukum modern yang dikembangkan oleh Immanuel Kant yaitu konsep “rechtstaat” pada Eropa Kontinental yang salah satu unsurnya adalah Pemerintahan dijalankan berdasarkan Undang-Undang.Yang artinya, harus ada dasar hukum dalam menjalankan pemerintahan yang baik. Itulah kenapa tentang hierarki peraturan perundang-undangan sealu diatur dalam aturan tertulis di Indoensia. b) Kedua, dari segi materi, secara substansial dan konseptual, setiap perubahan tata urut peraturan perundang-undangan, selalu tetap, dikarenakan sumber hukum yang ada pada struktur hierarki peraturan perundang-undangan tersebut merupakan suatu hal yang rigid dan memiliki tingkat urgensitas yang tinggi. Sehingga sangat sulit apabila dihilangkan ataupun dibedakan dalam struktur hierarki peraturan perundang-undangan. Dan apabila dihilangkan akan berpotensi membuat chaos disistem hierarki peraturan perundang-undangan yang ada. c) Ketiga, dari segi daya ikat peraturan baik yang dicantukan di dalam hierarki peraturan perundang-undangan maupun tidak adalah sama. Sama halnya dengan sifat hukum secara umum yaitu aanvullend dan dwingend PERTEMUAN KE 9 Tata urutan peraturan perundang-undangan pada masa Orde Lama diatur dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, dengan tata urutan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Undang-Undang Dasar 1945. Ketetapan MPR Undang-Undang/Perpu Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden Peraturan Menteri Peraturan pelaksana Dalam era reformasi, tata urutan perundang-undangan diatur dalam Tap MPR No. III/MPR/2000 yang menggantikan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, dengan urutan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Dasar 1945. 2. Ketetapan MPR 3. Undang-Undang. 4. PERPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) 5. Peraturan Pemerintah 6. Keputusan Presiden 7. Peraturan Daerah Beberapa problematika dalam Tap MPR No. III/MPR/2000 membuat pemerintah dan DPR menelurkan UU No. 10 Tahun 2004 tentang Tata Urutan Perundang-undangan sebagai pengganti Tap MPR No. III/MPR/2000 yang terdiri atas: a. UUD 1945 b. Undang-Undang/PERPU c. Peraturan Pemerintahd. Peraturan Presidene. Peraturan daerah Berdasarkan UU no 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Penggantid. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dang. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Sistem Perundang – Undangan Pada Masa Orde Baru Menurut sistem hukum Indonesia, peraturan perundang-undangan (hukum tertulis) disusun dalam suatu tingkatan yang disebut hierarki peraturan perundangundangan. Pada era Orde Baru, hierarki perundang berdasarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966. Dengan ketetapan MPR No. V/MPR/1973, Lampiran II tentang “Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia Menurut UUD 1945” dalam huruf A, disebutkan tata urutan bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan Republik Indonesia ialah sebagai berikut: NO Hierarki Peraturan Perundang-undangan Menurut TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 1 Undang-Undang Dasar RI 1945 2 Ketetapan MPRS/MPR 3 Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti UU 4 Peraturan Pemerintah 5 Keputusan Presiden 6 Peraturan-peraturan Pelaksana lainnya, seperti a. Peraturan Menteri b. Instruksi Menteri TUGAS RESUME FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TADULAKO