Academia.eduAcademia.edu

Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Stres dan Ketrampilan Koping Petugas Panti Werda

2024, Deleted Journal

EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 5, 1 (June, 2024), pp. 557-564 ISSN: 2721-1150 EISSN: 2721-1169 Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Stres dan Ketrampilan Koping Petugas Panti Werda Siti Nur Asiyah1, Soffy Balgies2 1 Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Indonesia; [email protected] 2 Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Indonesia; [email protected] ARTICLE INFO Keywords: Stress Management; Coping Skills; Stress Article history: Received 2023-12-07 Revised 2024-01-30 Accepted 2024-03-17 ABSTRACT Problems in the world of work, can be in the form of workloads that exceed capacity, conflicts with relationships, insufficient facilities, career delays and personal problems. This condition creates physical and psychological conditions in employees which is called work stress. The aims of this study are a) work stress problems faced by officers of the Tresna Werdha Service (PSTW) Technical Implementation Unit (PSTW) Pasuruan, b) increase the ability of UPT PSTW Pasuruan officers in dealing with work stress problems c) Reducing work stress experienced by UPT PSTW officers Pasuruan through stress management and coping skills. This study uses a participatory action research (PAR) approach by involving UPT PSTW Pasuruan officers and other stakeholders. The results showed that a) Work stress problems faced by UPT PSTW Pasuruan officers include human resources (HR), client and facility problems, b) There was an increase in the capacity of UPT PSTW Pasuruan officers in preparing stress management programs c) There was an increase in the capacity of UPT officers Pasuruan PSTW in doing coping skills This is an open access article under the CC BY-NC-SA license. Corresponding Author: Siti Nur Asiyah Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Indonesia; [email protected] 1. PENDAHULUAN Setiap pegawai menghadapi berbagai masalah di lingkungan kerja. Hal ini terjadi pada pegawai di organisasi perusahaan, perkantoran, juga di instansi pemerintah. Permasalahan ini dapat terjadi karena adanya beban kerja yang melebihi kapasitas, konflik terkait relasi di tempat kerja dan masalah personal. Kondisi ini membuat kelelahan pada diri pegawai yang umum disebut dengan stres kerja. Akibat terjadinya stres kerja ini dapat menimbulkan penurunan produktifitas. kurang berkomitmen, dan kurang puas dengan organisasi mereka dan bahkan ada keinginan untuk absen atau meninggalkan organisasi. Hal ini berdampak pula pada fungsi organisasi secara umum. https://jurnaledukasia.org EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 5, 1 (June 2024): 557-564 558 of 564 Stres merupakan salah satu faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam dunia kerja, karena kesehatan fisik dan mental menjadi kebutuhan bagi karyawan untuk mencapai kinerja yang optimal. Oleh karena itu, perusahaan harus mengambil peran dalam upaya menangani stres kerja, karena stres pada karyawan tidak hanya berdampak pada individu tetapi juga berdampak secara sistemik pada target capaian perusahaan (Warni, 2016). Beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan (Dewi Wibawa, 2016; Julvia, 2016; Lamb & Kwok, 2016; Khuong & Yen, 2016; Yunita & Saputra, 2019; Bjaalid et al., 2019). Salah satunya, penelitian Hidayat (2016) membuktikan bahwa stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja seseorang. Artinya, bila tingkat stres tinggi maka kinerja seseorang akan menurun, demikian pula sebaliknya, tingkat stres yang rendah berdampak pada peningkatan kinerja. Dengan demikian, stres kerja mempengaruhi capaian kinerja perusahaan (Putri, ddk; 2020). Stres kerja merupakan suatu ketegangan fisik dan mental, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan perilaku karyawan, yang disebabkan oleh lingkungan pekerjaan tempat karyawan tersebut bekerja (Veithzal, 2004 : 516). Ada dua kategori penyebab stres kerja yaitu on the job dan off the job. Menurut Handoko. Hani T (2001 : 201), penyebabstres “On The Job” antara lain dapat berupa: (1) Beban kerja yang berlebihan; (2) Tekanan atau desakan waktu; (3) Supervisi yang buruk; (4) Konflik antar pribadi / kelompok; (5) Iklim kerja yang tidak nyaman; dan (6) Pengembangan karir. Sedangkan penyebab-penyebab stres “Off The Job”antara lain : Kekhawatiran finansial; (2) Masalah keluarga; (3) Masalah fisik; (4) Masalah perkawinan; dan (5) Perubahan yang terjadi ditempat tinggal (Wartono, 2017). Stres yang berasal dari luar maupun dari dalam individu serta situsi lainnya dalam hidup perlu segera ditangani. Apabila terjadi keterlambatan atau kegagalan dalam penanganan masalah tersebut, maka akan menimbulkan dampak yang serius. Stres kerja ditengarai karena hadimya ketegangan yang menciptakan ketidakseimbangan antara fisik dan psikis yang berdampak pada emosi, proses berpikir dan perilaku seseorang, sehingga berkembang menjadi gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja (Rivai, 2009). Definisi lain menyebutkan stress kerja sebagai suatu situasi atas buah dari pengahayatan secara subyektif seseorang yang bisa berupa interaksi antar individu ataupun lingkungan kerja sehingga memunculkan ancaman dan memberikan rasa tertekan secara psikologis. fisiologi dan sikap seseorang (Wijono, 2010). Kenyataan ini dialami oleh petugas di Dinas Sosial propinsi Jatim pada Unit Pelaksana Teknis UPT) Pelayanan Sosial Tresna Werdha (PSTW) Pasuruan. Observasi dan wawancara awal sudah dilakukan saat kunjungan Fakultas Psikologi dan Kesehatan UINSA Surabaya yang telah bekerja sama dengan Dinas sosial propinsi Jawa Timur sejak tahun 2018. Diketahui adanya permasalahan serupa sebagai dinamika kehidupan kerja yang sehari-hari mendampingi lansia. Ketika berada di tempat kerja, mereka dihadapkan pada tugas pelayanan yang memang harus dilakukan. Namun dikeluhkan beban kerja yang besar karena jumlah lansia yang ditangani. ragam lansia yang memiliki variasi kondisi penyerta, membutuhkan penanganan yang beragam pula. Nampak ketidak seimbangan antara tuntutan (fisik dan psikis) dan kemampuan yang dimiliki. Tuntutan pekerjaan ini membuat mereka stres yang ditandai rasa lelah dan juga jenuh. Hal ini juga disebabkan keterbatasan petugas yang hanya berjumlah 26 orang dengan 110 lansia yang harus dilayani menguras energi dan pikiran setiap harinya. Bahkan sejumlah 32 lansia yang harus dilayani secara total, karena mereka tidak dapat melakukan aktivitas apapun. Selain itu, ragam lansia yang memiliki variasi kondisi, sehingga membutuhkan penanganan yang beragam, serta permasalah-permasalahan ikutan lainnya. Kondisi ini menguras energi dan pikiran para petugas setiap harinya. Usaha untuk meningkatkan kinerja karyawan, diantaranya adalah dengan memperhatikan stres kerja. Stres dapat terjadi pada semua individu, termasuk karyawan, dan pada setiap waktu, karena stres merupakan bagian dari dinamika kehidupan manusia yang tidak dapat dihindarkan. Manusia Siti Nur Asiyah, Soffy Balgies / Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Stres dan Ketrampilan Koping Petugas Panti Werda EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 5, 1 (June 2024): 557-564 559 of 564 akan cenderung mengalami stres jika terjadi ketidak mampuan dalam menyesuaikan keinginan dan kenyataan, baik kenyataan yang ada di dalam maupun di luar dirinya (Massie, dkk; 2018). Atas dasar latar belakang inilah penelitian ini bertujuan untuk a) Mengidentifikasi permasalahan stres kerja yang dihadapi petugas UPT PSTW Pasuruan, b) Meningkatkan kemampuan petugas UPT PSTW Pasuruan dalam menghadapi permasalahan stres kerja c) Meredusir stres kerja yang dialami oleh petugas UPT PSTW Pasuruan melalui manajemen stress dan ketrampilan koping. Penelitian ini selain bermanfaat untuk pengembangan keilmuan psikologi industri dan organisasi, juga bermanfaat bagi petugas UPT PSTW Pasuruan pada khususnya, dan pegawai yang beresiko mengalami stres kerja pada umumnya, untuk dapat melakukan penyusunan program manajemen stres dan memiliki ketrampilan koping. 2. METODE Metode dalam penelitian pengabdian ini adalah dengan menggunakan Participatory Action Research (PAR). Metode ini melibatkan komunitas untuk diajak serta berproses mengidentifikasi masalah, membimbing, memperbaiki, dan mengevaluasi keputusan dan aksi mereka (Rahmat dan Mirati; 2020). Metode riset partisipatif ini memiliki enam jenis pendekatan, yaitu secara formatif, perbaikan sistem. penyelesaian masalah, model analisis, partisipasi. dan kesadaran kritis (Muhtarom: 2018), peneliti memilih pendekatan yang akan dilakukan dalam kajian penelitian partisipatif ini dengan penyelesaian masalah dan peran serta dengan alasan dinilai paling relevan dalam rangka melakukan pengabdian berbasis komunitas. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemetaan dan Analisis Masalah Stress kerja yang dialami oleh para petugas di UPT PSTW Pasuruan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu, pertama terkait Sumber Daya Manusia (SDM) dari berbagai bidang yang kurang proporsional dengan beban pekerjaan yang harus dilakukan. Kurangnya SDM disini mengakibatkan jam kerja yang berlebih serta tidak jarang mereka harus melakukan pekerjaan di luar tugas dan fungsi yang sudah ditentukan guna menggantikan pegawai yang sedang berhalangan. Selain itu, kurangnya kebersihan lingkungan, juga membuat petugas merasa tidak nyaman. Kedua, dari klien yang bermasalah. Banyak diantara para klien yang dianggap dapat menjadi penyebab para petugas merasakan stress kerja . Hal ini disebabkan karena adanya beberapa klien yang susah untuk diberikan arahan mengikuti aktifitas atau kegiatan sehari-hari. Selain itu, seringkali para petugas mendapati para klien yang suka bertengkar dengan sesama penghuni panti, serta banyak diantara mereka yang tidak aktif. Ketiga, terkait dengan fasilitas umum atau khusus yang ada di panti, dirasa kurang memadai, dari keadaan ruangan yang kurang luas dan beberapa ruangan yang belum tersedia seperti ruang konseling, serta lahan yang dirasa masih kurang untuk zona relaksasi atau kegiatan diluar ruangan bagi para klien. a. Pelatihan Manajemen Stres Sebelum diberikan pelatihan Manajemen Stres, terlebih dahulu diberikan pres test tentang manajemen stress kepada semua peserta pelatihan, untuk mengetahui pemahaman mereka tentang stress dan manajemen stress. Selanjutnya, diberikan materi manajemen stress dan penyusunan program manajemen stress Setelah diberikan pemaparan materi, kepada semua peserta diberikan post test untuk mengetahui perbedaan pemahaman tentang manajemen stress dan penyusunan program manajemen stress antara sebelum diberikan pelatihan dan sesudah diberikan pelatihan. Hasil pre dan post test selanjutnya dianalisis secara statistic dengan menggunakan statistic non parametrik Mann Whithney, hasilnya dapat dilihat pada table berikut: Siti Nur Asiyah, Soffy Balgies / Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Stres dan Ketrampilan Koping Petugas Panti Werda EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 5, 1 (June 2024): 557-564 560 of 564 Tabel 1. Hasil Uji Statistik pre-post test Penyusunan Program Stress Management Penyusunan Program Stress Management Mann-Whitney U 51.500 Wilcoxon W 241.500 Z -3.779 Asymp. Sig. (2-tailed) .000 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000a Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa Nilai Sig. (2-tailed) sebesar (0.000 < 0.05). Artinya terdapat perbedaan hasil before – after dari pemberian pelatihan Penyusunan Program Stress Management. Secara deskriptif perbedaan pre-post test pada pelatihan penyusunan program manajemen stress ini, dapat dilihat pada table berikut. Tabel 2. Hasil pre-post test Pelatihan Penyusunan Program Stress Management Kelas Penyusunan Program Stres Management N Mean Rank Sun of Ranks Pre Test 19 12.71 241.50 Post Test 19 26.29 499.50 Total 38 Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui mean rank dari pre test sebesar 12.71 dan post test test sebesar 26.29 yang berarti bahwa terdapat peningkatan pemahaman dalam penyusunan program manajemen stress antara sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. b. Pelatihan Ketrampilan Koping Setelah diberikan pelatihan manajemen stress, peserta diberikan pelatihan ketrampilan koping untuk dapat melakukan penanganan terhadap stress kerja yang dialami, secara tepat. Sebagaimana pada pelatihan sebelumnya, peserta diberikan pre test untuk mengetahui pemahamaman awal tentang ketrampilan koping sebelum diberikan pelatihan. Selanjutnya, peserta diberikan pelatihan ketrampilan koping melalui berbagai pendekatan, yaitu pendekatan fisik, pikiran, emosi, perilaku, social, finansial dan spiritual. Materi pelatihan diberikan selama 3 jam pelajaran. Selanjutnya, peserta diberikan post test untuk mengetahui perbedaan dalam memahami penanganan stress dengan ketrampilan koping antara sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. Hasil pre-post tes, selanjutnya diolah secara statistik dengan menggunakan uji Mann Whitney, dan hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3. Uji Statistik Pre-post test Penanganan ress dengan Keterampilan Koping Mann-Whitney U Penanganan Stres dengan Keterampilan Koping 107.500 Wilcoxon W 297.500 Z -2.142 Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig.[2*(1-tailed Sig.)] .032 .032a Siti Nur Asiyah, Soffy Balgies / Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Stres dan Ketrampilan Koping Petugas Panti Werda EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 5, 1 (June 2024): 557-564 561 of 564 Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa hasil Nilai Sig. (2-tailed) sebesar (0.032 < 0.05). Artinya terdapat perbedaan before – after dari pemberian pelatihan Peningkatan Pembelajaran Penanganan Stres dengan Keterampilan koping. Secara deskriptif perbedaan pre-post test pada pelatihan Penanganan Stres dengan Keterampilan koping ini, dapat dilihat pada table berikut. Tabel 4. Hasil Pre-post test Pelatihan Penanganan Stres dengan Keterampilan Koping Kelas Penanganan Stres dengan Ketrampilan Koping N Pre Test Post Test 19 19 Total 38 Mean Rank 15.66 23.34 Sun of Ranks 297.50 443.50 Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui mean rank dari pre test sebesar 15.66 dan post test test sebesar 23.34 yang berarti bahwa terdapat peningkatan pemahaman dalam Penanganan stres dengan Keterampilan koping antara sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan manajemen stress ini efektif bagi Petugas UPT PSTW Pasuruan Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur. Hampir semua peserta terlibat secara aktif dalam proses pelatihan. Hal ini sesuai dengan rencana yang telah disiapkan untuk memfasilitasi semua peserta aktif dalam pelatihan. Dengan demikian kemampuan peserta dalam mengelola stress benarbenar tampak melalui proses pelatihan. Menurut Robbin (2003:794-798) ada 3 (tiga) faktor yang dapat menjadi penyebab stres kerja (occupational stres), yaitu: 1). Faktor Lingkungan, yang dipengaruhi oleh beberapa kondisi yaitu : a) Sistem perekonomian yang tidak menentu, menyebabkan terjadinya kecemasan dalam hal kesejahteraan ekonomi. b) Ketidakpastian situasi politik seperti maraknya gejolak dari beberapa kalangan yang tidak puas dengan berbagai kebijakan, dapat membuat masyarakat merasa tidak nyaman. Misal, adanya penutupan jalan atau tidak beroperasinya angkutan umum karena demonstrasi, membuat para karyawan tidak bisa datang tepat waktu. c) Kemajuan teknologi. yang membuat karyawan harus belajar menyesuaikan diri, agar dapat memenuhi tuntutan dunia kerja. d) Terorisme, juga merupakan sumber stres bagi karyawan. seperti dalam peristiwa penabrakan pesawat pada gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan masyarakat Amerika merasa takut, cemas dan tidak nyaman dalam bekerja. 2). Faktor Organisasi, ada beberapa hal yang dapat meyebabkan stres yaitu a) Tuntutan tugas organisasi, membuat karyawan harus dapat beradaptasi untuk meningkatkan kinerjanya. b) Tuntutan peran yang tidak jelas antar bagian dalam organisasi, dapat menyebabkan terjadinya gesekan antar karyawan pada masing-masing bagian, karena pemahaman yang berbeda terhadap tugas dan fungsinya. c) Tuntutan antar pribadi dalam sebuah organisasi akibat aturan organisasi yang tidak jelas, juga dapat memicu terjadinya konflik antar individu yang menyebabkan stres dalam dunia kerja. 3). Faktor Individu, mencakup kehidupan personal karyawan yang berkaitan dengan problem keluarga, masalah ekonomi maupun kepribadian masing-masing. Persoalan yang mungkin terjadi adalah: a) Hubungan pribadi dan keluarga yang tidak harmonis, antara suami dan istri, orang tua dan anak, atau anggota keluarga lain yang terbawa dalam dunia kerja. a) Masalah ekonomi keluarga yang dapat dipicu oleh kesulitan dalam pengelolaan keuangan juga merupakan stres yang bisa mempengaruhi kinerja karyawan. b) Karakteristik kepribadian masing-masing individu yang memang merupakan faktor bawaan dari karyawan dapat mempengaruhi cara mereka membangun relasi dengan teman kerjanya (Jum’ati dan Wuswa; 2013). Siti Nur Asiyah, Soffy Balgies / Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Stres dan Ketrampilan Koping Petugas Panti Werda EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 5, 1 (June 2024): 557-564 562 of 564 Dwiyanti (dalam Tri Wartono dan Supriyadin Mochtar; 2015) menyatakan bahwa stres kerja dapat disebabkan oleh dua aspek, yaitu aspek lingkungan kerja (on the job) dan aspek pribadi (off the job), Dwiyanti (2001:75). Penyebab dari linkungan kerja dapat berupa kondisi bangunan, kondisi ruangan, peraturan organisasi maupun hubungan inter personal dalam lingkungan pekerjaan. Sedangkan persoalan pribadi dapat berupa tipe kepribadian, pengalaman individu maupun kondisi sosial – ekonomi keluarga yang dialami masing-masing karyawan (Wartono dan Mochtar; 2015). Stres kerja yang terjadi pada petugas di UPT PSTW Pasuruan, lebih disebabkan karena faktor organisasi, dimana ketiga faktor yang telah teridentifikasi dalam FGD sebagai penyebab stress kerja lebih berkaitan dengan permasalahan yang berada pada dunia kerja (on the job). Namun demikian, tidak menutup kemungkinan ada faktor lain yang tidak teridentifikasi dalam pemetaan permasalahan saat FGD, yaitu faktor personal berupa tipe kepribadian, pengalaman pribadi maupun kondisi sosial – ekonomi keluarga. Faktor-faktor stres kerja ini memang bisa muncul dari mana saja, baik dari diri sendiri, organisasi, dan lingkungan tanpa melihat waktu kapan stres tersebut akan terjadi. Faktor internal datang dari diri sendiri seperti tekanan yang dialami seseorang pada masalah keluarga, konflik dengan dirinya sendiri, konflik dengan rekan kerja, dan masalah ekonomi. Sedangkan, faktor eksternal disebabkan dari luar peristiwa diri sendiri seperti tuntutan pekerjaan dari atasan yang terlalu memaksa, beban pekerjaan yang terlalu berat, lingkungan kerja yang tidak mendukung, dan ketidakpastian ekonomi (Fahmi, 2016; Robbins & Judge, 2017; Badeni, 2017). Menurut Robbins (2006) stres kerja karyawan adalah kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaan serta dikarakteristikkan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka. Dalam rangka meningkatkan kinerja karyawan, perusahaan perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan seperti gaya kepemimpinan, motivasi karyawan, kompensasi, lingkungan kerja karyawan, beban pekerjaan, pelatihan, dan salah satunya adalah stres yang dialami saat bekerja. Faktor-faktor tersebut dapat memengaruhi kinerja karyawan dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya. Hasil penelitian dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat dengan menggunakan metode participatory action research (PAR) ini memberikan intervensi berupa pelatihan manajemen stres dan ketrampilan koping, telah terbukti secara statistik berdampak pada peningkatan kapasitas petugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tresna Werdha (PSTW) Pasuruan dalam penyusunan program manajemen stres dan ketrampilan koping. Hal ini dapat diketahui dari Nilai Sig. (2-tailed) sebesar (0.000 < 0.05) dengan uji mann whithney pada pelatihan Penyusunan Program manajemen stres dan nilai Sig. (2-tailed) sebesar (0.032 < 0.05 pada pelatihan Penanganan Stress dengan Keterampilan koping. Schafer (2000) mengemukakan manajemen stres merupakan kemampuan masing-masing individu untuk mengelola stres yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Meichenbaum dan Jaremko (dalam Taylor, 1995) ada tiga tahap dalam program manejemen stres yaitu: tahap pertama, peserta manajemen stres dapat mengidentifikasi gejala dan sumber stres yang dialami. Tahap kedua, peserta mendapatkan materi dan mengimplementasikan keterampilan koping stres. Tahap ketiga, peserta dapat menyusun program manajemen stres untuk menyikapi kondisi stres yang dihadapi (Hakim; 2017). Dalam penelitian ini, peserta pelatihan, melakukan identifikasi sumber stres melalui focus group discussion (FGD). Selanjutnya peserta mendapatkan materi pelatihan manajemen stres dan ketrampilan koping serta mengimplementasikan dalam bentuk penyusunan program manajemen stres. Pelatihan ini dimaksudkan untuk membekali para petugas, dalam melakukan pengelolaan stres dan memilih strategi koping yang tepat dalam menghadapi stres. Santrock (2003) menjelaskan bahwa coping adalah upaya mengendalikan keadaan yang penuh tekanan dengan berusaha untuk mencari jalan keluar atas masalah yang terjadi dan mencari penyebab utama untuk mengurangi stres yang timbul. Siti Nur Asiyah, Soffy Balgies / Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Stres dan Ketrampilan Koping Petugas Panti Werda EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 5, 1 (June 2024): 557-564 563 of 564 Lazarus & Folkman (dalam Smet, 1994) menyatakan bahwa strategi koping adalah suatu upaya yang dilakukan seseorang untuk memanage berbagai tekanan (baik tekanan yang berasal dari diri sendiri, maupun tekanan yang berasal dari luar) dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Ada beberapa strategi koping yang dapat digunakan untuk mengelola stres, tetapi yang paling masyhur ada delapan seperti yang dikemukakan oleh Folkman (dalam Fei, 2006), yakni (1) Koping konfrontatif (confrontative coping), yaitu strategi koping yang dilakukan individu dengan berpegang teguh pada pendiriannya dan memperjuangkan apa yang diinginkannya untuk mengubah situasi yang menyebabkan stres. (2) Mendapatkan dukungan sosial (seeking social support), cara ini dilakukan individu dengan menceritakan persoalannya kepada orang lain untuk mengurangi beban psikologisnya dan mendapatkan saran mengenai cara mengatasi problem yang dihadapi, (3) Penyelesaian masalah yang terencana (planful problem solving), artinya individu menyusun rencana tindakan untuk menghadapi situasi, melakukan usaha-usaha penyelesaian masalah untuk mengubah situasi yang menyebabkan stres. (4) Kontrol diri (self control), merupakan usaha-usaha individu untuk mengatur perasaannya sendiri dalam menghadapi masalah. (5) Menjauhkan (distancing), menggambarkan usaha-usaha individu untuk melepaskan diri dari masalah yang dihadapi. (6) Penilaian positif (Positive reappraisal), merupakan upaya seseorang untuk memberikan makna positif terhadap masalah yang dialami. (7) Menerima tanggung jawab (accepting responsibility), kesadaran individu untuk mengakui kesalahannya, dan kemauan unyuk mencoba belajar dari pengalaman. (8) Menghindari penghindaran (escape-avoidance), koping ini terkait dengan wishful thinking yang ditunjukkan dengan cara melarikan diri atau menghindarkan diri dari masalah serta mengalihkan perhatian pada perilaku merokok, mengkonsumsi obat-obatan, minuman keras, ataupun makan secara berlebihan (Permatasari dan Utami; 2018). Sebagian besar stresor memunculkan kedua macam bentuk strategi koping, yaitu problem focused coping dan emotional focused coping. Problem focused coping cenderung mendominasi saat seseorang merasakan bahwa sesuatu yang sifatnya konstruktif bisa dilakukan. Sedangkan emotional focused coping cenderung menonjol ketika seseorang merasa bahwa stresor merupakan suatu penderitaan (Carver, Scheier, & eintraub, 1989). Berbagai upaya dapat dilakukan oleh individu untuk mengurangi stres atau ketegangan psikologik dalam menghadapi problema kehidupan dengan cara yang efektif menurut kemampuannya. Ada dua macam pendekatan yang bisa dipilih saat melakukan koping yaitu : 1) koping Psikologis yaitu reaksi persepsi atau penerimaan individu terhadap stresor artinya pemahaman terhadap intensitas tekanan yang dirasakan individu serta keefektifan strategi koping yang digunakan 2) koping psikososial yaitu reaksi psikososial terhadap stresor yang diterima atau dialami oleh seseorang (Andriyani; 2019). Berbagai cara untuk menyusun program manajemen stres dan melakukan pengelolaan terhadap stres ini dapat dijadikan sebagai pilihan untuk mengeliminir stres kerja bagi karyawan. Upaya ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas kualitas kinerja karyawan untuk memenuhi kebutuhan dan target organisasi. 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tentang Peningkatan kapasitas petugas UPT PSTW Pasuruan melalui pelatihan manajemen stres dan ketrampilan koping dengan pendekatan PAR dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, Stres kerja yang terjadi pada petugas UPT PSTW Pasuruan meliputi permasalahan sumberdaya manusia (SDM). permasalahan klien dan fasilitas yang dimiliki UPT PSTW Pasuruan. Kedua, Terjadi peningkatan kapasitas petugas UPT PSTW Pasuruan dalam melakukan penyusunan program manajemen stres, setelah diberikan pelatihan manajemen stres. Ketiga, Terjadi peningkatan kapasitas petugas UPT PSTW Pasuruan dalam melakukan ketrampilan koping, setelah diberikan pelatihan ketrampilan koping. Siti Nur Asiyah, Soffy Balgies / Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Stres dan Ketrampilan Koping Petugas Panti Werda EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 5, 1 (June 2024): 557-564 564 of 564 REFERENSI Andriyani, Juli. Strategi coping Stres dalam mengatasi problema psikologis, Jurnal At-taujih Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 2 No. 2 Juli - Desember 2019 Carver, C. S., Scheier, M. F., & Weintraub, J. K. . Assessing coping strategies: A theoretically based approach. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 56 No. 2, 1989 Fahrul Riza dkk. Stress Management (How to turn stress into high productivity). Jurnal Pengabdian dan Kewirausahaan 5, no. 1-8 2021 Hakim, Gamma Rahmita Ureka, dkk, Efektivitas Pelatihan Manajemen Stres Pada Mahasiswa, Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 2, November 2017 Jum’ati, Nurlaela dan Himmayatul Wuswa. Stres kerjs (Occupational Stres) yang mempengaruhi kinerja individu Pada Dinas Kesehatan Bidang Pencegahan Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2P-PL)di Kabupaten Bangkalan. Jurnal NeO-Bis Volume 7, Nomer 2, Desember 2013 Muslim, Moh.. Manajemen Stres Upaya Mengubah Kecemasan Menjadi Sukses, ESENSI, Vol. 18 No. 2 / 2015 Mahardhani, Oktaffia dkk. Pelatihan Strategi Koping Fokus Emosi untuk Menurunkan Stres Akademik pada Mahasiswa, Gadjah Mada Journal Of Proffesional Psychology Vol. 6, NO. 1, 2020 Massie, Rachel Natalya, dkk. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Kantor Pengelola IT Center Manado. Jurnal Administrasi Bisnis Vol. 6 No. 2 Tahun 2018 Pradipta, Ajeng Dyah dkk. Hubungan antara beban kerja mental dan manajemen stress dengan stress kerja pada teknisi PT.X Semarang, Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal) Volume 7, Nomor 4, Oktober 2019 Putri, Vira Sani dan Fetty Poerwita Sary. Pengaruh Stres Kerja terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada PT Busana Lestari Anggun Mahkota di bagian Produksi). JMM Online Vol. 4 No. 2, Februari 2020 Ririen, Deci dkk. Webinar Nasional Manajemen Stres Menjadi Eustres (Stres yang positif). Values: Jurnal Pengabdian kepada masyarakat 3, No.1, April 2021 Wartono, Tri dan Supriyadin Mochtar, Stres dan Kinerja di Lingkungan kerja yang semakin kompetitif, Kreatif: Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 2, No.2, April 2015 Wartono, Tri. Pengaruh Stres kerja terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada karyawan majalah mother and baby).KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017 Yulia Dyah Ayu Permatasari dan Muhana Sofiati Utami, Koping Stres dan Stres pada Perawat di Rumah Sakit Jiwa “X”, Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi Volume 23 Nomor 2, Juli 2018 Siti Nur Asiyah, Soffy Balgies / Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Stres dan Ketrampilan Koping Petugas Panti Werda