EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
Vol. 5, 1 (June, 2024), pp. 557-564
ISSN: 2721-1150 EISSN: 2721-1169
Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Stres dan Ketrampilan Koping
Petugas Panti Werda
Siti Nur Asiyah1, Soffy Balgies2
1
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Indonesia;
[email protected]
2
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Indonesia;
[email protected]
ARTICLE INFO
Keywords:
Stress Management;
Coping Skills;
Stress
Article history:
Received 2023-12-07
Revised 2024-01-30
Accepted 2024-03-17
ABSTRACT
Problems in the world of work, can be in the form of workloads
that exceed capacity, conflicts with relationships, insufficient
facilities, career delays and personal problems. This condition
creates physical and psychological conditions in employees
which is called work stress. The aims of this study are a) work
stress problems faced by officers of the Tresna Werdha Service
(PSTW) Technical Implementation Unit (PSTW) Pasuruan, b)
increase the ability of UPT PSTW Pasuruan officers in dealing
with work stress problems c) Reducing work stress experienced
by UPT PSTW officers Pasuruan through stress management
and coping skills. This study uses a participatory action
research (PAR) approach by involving UPT PSTW Pasuruan
officers and other stakeholders. The results showed that a)
Work stress problems faced by UPT PSTW Pasuruan officers
include human resources (HR), client and facility problems, b)
There was an increase in the capacity of UPT PSTW Pasuruan
officers in preparing stress management programs c) There was
an increase in the capacity of UPT officers Pasuruan PSTW in
doing coping skills
This is an open access article under the CC BY-NC-SA license.
Corresponding Author:
Siti Nur Asiyah
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Indonesia;
[email protected]
1.
PENDAHULUAN
Setiap pegawai menghadapi berbagai masalah di lingkungan kerja. Hal ini terjadi pada
pegawai di organisasi perusahaan, perkantoran, juga di instansi pemerintah. Permasalahan ini dapat
terjadi karena adanya beban kerja yang melebihi kapasitas, konflik terkait relasi di tempat kerja dan
masalah personal. Kondisi ini membuat kelelahan pada diri pegawai yang umum disebut dengan stres
kerja. Akibat terjadinya stres kerja ini dapat menimbulkan penurunan produktifitas. kurang
berkomitmen, dan kurang puas dengan organisasi mereka dan bahkan ada keinginan untuk absen atau
meninggalkan organisasi. Hal ini berdampak pula pada fungsi organisasi secara umum.
https://jurnaledukasia.org
EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 5, 1 (June 2024): 557-564
558 of 564
Stres merupakan salah satu faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam dunia kerja, karena
kesehatan fisik dan mental menjadi kebutuhan bagi karyawan untuk mencapai kinerja yang optimal.
Oleh karena itu, perusahaan harus mengambil peran dalam upaya menangani stres kerja, karena stres
pada karyawan tidak hanya berdampak pada individu tetapi juga berdampak secara sistemik pada
target capaian perusahaan (Warni, 2016).
Beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa stres kerja berpengaruh negatif terhadap
kinerja karyawan (Dewi Wibawa, 2016; Julvia, 2016; Lamb & Kwok, 2016; Khuong & Yen, 2016; Yunita
& Saputra, 2019; Bjaalid et al., 2019). Salah satunya, penelitian Hidayat (2016) membuktikan bahwa stres
kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja seseorang. Artinya, bila tingkat stres tinggi maka kinerja
seseorang akan menurun, demikian pula sebaliknya, tingkat stres yang rendah berdampak pada
peningkatan kinerja. Dengan demikian, stres kerja mempengaruhi capaian kinerja perusahaan (Putri,
ddk; 2020).
Stres kerja merupakan suatu ketegangan fisik dan mental, yang mempengaruhi emosi, proses
berfikir dan perilaku karyawan, yang disebabkan oleh lingkungan pekerjaan tempat karyawan
tersebut bekerja (Veithzal, 2004 : 516). Ada dua kategori penyebab stres kerja yaitu on the job dan off the
job. Menurut Handoko. Hani T (2001 : 201), penyebabstres “On The Job” antara lain dapat berupa: (1)
Beban kerja yang berlebihan; (2) Tekanan atau desakan waktu; (3) Supervisi yang buruk; (4) Konflik
antar pribadi / kelompok; (5) Iklim kerja yang tidak nyaman; dan (6) Pengembangan karir. Sedangkan
penyebab-penyebab stres “Off The Job”antara lain : Kekhawatiran finansial; (2) Masalah keluarga; (3)
Masalah fisik; (4) Masalah perkawinan; dan (5) Perubahan yang terjadi ditempat tinggal (Wartono,
2017).
Stres yang berasal dari luar maupun dari dalam individu serta situsi lainnya dalam hidup perlu
segera ditangani. Apabila terjadi keterlambatan atau kegagalan dalam penanganan masalah tersebut,
maka akan menimbulkan dampak yang serius. Stres kerja ditengarai karena hadimya ketegangan yang
menciptakan ketidakseimbangan antara fisik dan psikis yang berdampak pada emosi, proses berpikir
dan perilaku seseorang, sehingga berkembang menjadi gejala stres yang dapat mengganggu
pelaksanaan kerja (Rivai, 2009). Definisi lain menyebutkan stress kerja sebagai suatu situasi atas buah
dari pengahayatan secara subyektif seseorang yang bisa berupa interaksi antar individu ataupun
lingkungan kerja sehingga memunculkan ancaman dan memberikan rasa tertekan secara psikologis.
fisiologi dan sikap seseorang (Wijono, 2010).
Kenyataan ini dialami oleh petugas di Dinas Sosial propinsi Jatim pada Unit Pelaksana Teknis
UPT) Pelayanan Sosial Tresna Werdha (PSTW) Pasuruan. Observasi dan wawancara awal sudah
dilakukan saat kunjungan Fakultas Psikologi dan Kesehatan UINSA Surabaya yang telah bekerja sama
dengan Dinas sosial propinsi Jawa Timur sejak tahun 2018. Diketahui adanya permasalahan serupa
sebagai dinamika kehidupan kerja yang sehari-hari mendampingi lansia. Ketika berada di tempat
kerja, mereka dihadapkan pada tugas pelayanan yang memang harus dilakukan. Namun dikeluhkan
beban kerja yang besar karena jumlah lansia yang ditangani. ragam lansia yang memiliki variasi
kondisi penyerta, membutuhkan penanganan yang beragam pula. Nampak ketidak seimbangan antara
tuntutan (fisik dan psikis) dan kemampuan yang dimiliki. Tuntutan pekerjaan ini membuat mereka
stres yang ditandai rasa lelah dan juga jenuh. Hal ini juga disebabkan keterbatasan petugas yang hanya
berjumlah 26 orang dengan 110 lansia yang harus dilayani menguras energi dan pikiran setiap harinya.
Bahkan sejumlah 32 lansia yang harus dilayani secara total, karena mereka tidak dapat melakukan
aktivitas apapun. Selain itu, ragam lansia yang memiliki variasi kondisi, sehingga membutuhkan
penanganan yang beragam, serta permasalah-permasalahan ikutan lainnya. Kondisi ini menguras
energi dan pikiran para petugas setiap harinya.
Usaha untuk meningkatkan kinerja karyawan, diantaranya adalah dengan memperhatikan stres
kerja. Stres dapat terjadi pada semua individu, termasuk karyawan, dan pada setiap waktu, karena
stres merupakan bagian dari dinamika kehidupan manusia yang tidak dapat dihindarkan. Manusia
Siti Nur Asiyah, Soffy Balgies / Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Stres dan Ketrampilan Koping Petugas Panti Werda
EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 5, 1 (June 2024): 557-564
559 of 564
akan cenderung mengalami stres jika terjadi ketidak mampuan dalam menyesuaikan keinginan dan
kenyataan, baik kenyataan yang ada di dalam maupun di luar dirinya (Massie, dkk; 2018).
Atas dasar latar belakang inilah penelitian ini bertujuan untuk a) Mengidentifikasi permasalahan
stres kerja yang dihadapi petugas UPT PSTW Pasuruan, b) Meningkatkan kemampuan petugas UPT
PSTW Pasuruan dalam menghadapi permasalahan stres kerja c) Meredusir stres kerja yang dialami
oleh petugas UPT PSTW Pasuruan melalui manajemen stress dan ketrampilan koping. Penelitian ini
selain bermanfaat untuk pengembangan keilmuan psikologi industri dan organisasi, juga bermanfaat
bagi petugas UPT PSTW Pasuruan pada khususnya, dan pegawai yang beresiko mengalami stres kerja
pada umumnya, untuk dapat melakukan penyusunan program manajemen stres dan memiliki
ketrampilan koping.
2.
METODE
Metode dalam penelitian pengabdian ini adalah dengan menggunakan Participatory Action
Research (PAR). Metode ini melibatkan komunitas untuk diajak serta berproses mengidentifikasi
masalah, membimbing, memperbaiki, dan mengevaluasi keputusan dan aksi mereka (Rahmat dan
Mirati; 2020). Metode riset partisipatif ini memiliki enam jenis pendekatan, yaitu secara formatif,
perbaikan sistem. penyelesaian masalah, model analisis, partisipasi. dan kesadaran kritis (Muhtarom:
2018), peneliti memilih pendekatan yang akan dilakukan dalam kajian penelitian partisipatif ini
dengan penyelesaian masalah dan peran serta dengan alasan dinilai paling relevan dalam rangka
melakukan pengabdian berbasis komunitas.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemetaan dan Analisis Masalah
Stress kerja yang dialami oleh para petugas di UPT PSTW Pasuruan dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok yaitu, pertama terkait Sumber Daya Manusia (SDM) dari berbagai bidang yang
kurang proporsional dengan beban pekerjaan yang harus dilakukan. Kurangnya SDM disini
mengakibatkan jam kerja yang berlebih serta tidak jarang mereka harus melakukan pekerjaan di luar
tugas dan fungsi yang sudah ditentukan guna menggantikan pegawai yang sedang berhalangan. Selain
itu, kurangnya kebersihan lingkungan, juga membuat petugas merasa tidak nyaman. Kedua, dari klien
yang bermasalah.
Banyak diantara para klien yang dianggap dapat menjadi penyebab para petugas merasakan
stress kerja . Hal ini disebabkan karena adanya beberapa klien yang susah untuk diberikan arahan
mengikuti aktifitas atau kegiatan sehari-hari. Selain itu, seringkali para petugas mendapati para klien
yang suka bertengkar dengan sesama penghuni panti, serta banyak diantara mereka yang tidak aktif.
Ketiga, terkait dengan fasilitas umum atau khusus yang ada di panti, dirasa kurang memadai, dari
keadaan ruangan yang kurang luas dan beberapa ruangan yang belum tersedia seperti ruang konseling,
serta lahan yang dirasa masih kurang untuk zona relaksasi atau kegiatan diluar ruangan bagi para
klien.
a. Pelatihan Manajemen Stres
Sebelum diberikan pelatihan Manajemen Stres, terlebih dahulu diberikan pres test tentang
manajemen stress kepada semua peserta pelatihan, untuk mengetahui pemahaman mereka tentang
stress dan manajemen stress. Selanjutnya, diberikan materi manajemen stress dan penyusunan
program manajemen stress Setelah diberikan pemaparan materi, kepada semua peserta diberikan post
test untuk mengetahui perbedaan pemahaman tentang manajemen stress dan penyusunan program
manajemen stress antara sebelum diberikan pelatihan dan sesudah diberikan pelatihan. Hasil pre dan
post test selanjutnya dianalisis secara statistic dengan menggunakan statistic non parametrik Mann
Whithney, hasilnya dapat dilihat pada table berikut:
Siti Nur Asiyah, Soffy Balgies / Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Stres dan Ketrampilan Koping Petugas Panti Werda
EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 5, 1 (June 2024): 557-564
560 of 564
Tabel 1. Hasil Uji Statistik pre-post test Penyusunan Program Stress Management
Penyusunan Program Stress Management
Mann-Whitney U
51.500
Wilcoxon W
241.500
Z
-3.779
Asymp. Sig. (2-tailed)
.000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.000a
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa Nilai Sig. (2-tailed) sebesar (0.000 < 0.05). Artinya
terdapat perbedaan hasil before – after dari pemberian pelatihan Penyusunan Program Stress
Management. Secara deskriptif perbedaan pre-post test pada pelatihan penyusunan program manajemen
stress ini, dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 2. Hasil pre-post test Pelatihan Penyusunan Program Stress Management
Kelas
Penyusunan Program Stres
Management
N
Mean Rank
Sun of Ranks
Pre Test
19
12.71
241.50
Post Test
19
26.29
499.50
Total
38
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui mean rank dari pre test sebesar 12.71 dan post test test
sebesar 26.29 yang berarti bahwa terdapat peningkatan pemahaman dalam penyusunan program
manajemen stress antara sebelum dan sesudah diberikan pelatihan.
b. Pelatihan Ketrampilan Koping
Setelah diberikan pelatihan manajemen stress, peserta diberikan pelatihan ketrampilan koping
untuk dapat melakukan penanganan terhadap stress kerja yang dialami, secara tepat. Sebagaimana
pada pelatihan sebelumnya, peserta diberikan pre test untuk mengetahui pemahamaman awal tentang
ketrampilan koping sebelum diberikan pelatihan. Selanjutnya, peserta diberikan pelatihan ketrampilan
koping melalui berbagai pendekatan, yaitu pendekatan fisik, pikiran, emosi, perilaku, social, finansial
dan spiritual. Materi pelatihan diberikan selama 3 jam pelajaran. Selanjutnya, peserta diberikan post
test untuk mengetahui perbedaan dalam memahami penanganan stress dengan ketrampilan koping
antara sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. Hasil pre-post tes, selanjutnya diolah secara statistik
dengan menggunakan uji Mann Whitney, dan hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Uji Statistik Pre-post test Penanganan ress dengan Keterampilan Koping
Mann-Whitney U
Penanganan Stres dengan Keterampilan Koping
107.500
Wilcoxon W
297.500
Z
-2.142
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig.[2*(1-tailed Sig.)]
.032
.032a
Siti Nur Asiyah, Soffy Balgies / Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Stres dan Ketrampilan Koping Petugas Panti Werda
EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 5, 1 (June 2024): 557-564
561 of 564
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa hasil Nilai Sig. (2-tailed) sebesar (0.032 < 0.05).
Artinya terdapat perbedaan before – after dari pemberian pelatihan Peningkatan Pembelajaran
Penanganan Stres dengan Keterampilan koping. Secara deskriptif perbedaan pre-post test pada
pelatihan Penanganan Stres dengan Keterampilan koping ini, dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 4. Hasil Pre-post test Pelatihan Penanganan Stres dengan Keterampilan Koping
Kelas
Penanganan Stres
dengan Ketrampilan
Koping
N
Pre Test
Post Test
19
19
Total
38
Mean
Rank
15.66
23.34
Sun of Ranks
297.50
443.50
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui mean rank dari pre test sebesar 15.66 dan post test test
sebesar 23.34 yang berarti bahwa terdapat peningkatan pemahaman dalam Penanganan stres dengan
Keterampilan koping antara sebelum dan sesudah diberikan pelatihan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan manajemen stress ini efektif bagi Petugas UPT
PSTW Pasuruan Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur. Hampir semua peserta terlibat secara aktif dalam
proses pelatihan. Hal ini sesuai dengan rencana yang telah disiapkan untuk memfasilitasi semua
peserta aktif dalam pelatihan. Dengan demikian kemampuan peserta dalam mengelola stress benarbenar tampak melalui proses pelatihan.
Menurut Robbin (2003:794-798) ada 3 (tiga) faktor yang dapat menjadi penyebab stres kerja
(occupational stres), yaitu:
1). Faktor Lingkungan, yang dipengaruhi oleh beberapa kondisi yaitu : a) Sistem perekonomian yang
tidak menentu, menyebabkan terjadinya kecemasan dalam hal kesejahteraan ekonomi. b)
Ketidakpastian situasi politik seperti maraknya gejolak dari beberapa kalangan yang tidak puas
dengan berbagai kebijakan, dapat membuat masyarakat merasa tidak nyaman. Misal, adanya
penutupan jalan atau tidak beroperasinya angkutan umum karena demonstrasi, membuat para
karyawan tidak bisa datang tepat waktu. c) Kemajuan teknologi. yang membuat karyawan harus
belajar menyesuaikan diri, agar dapat memenuhi tuntutan dunia kerja. d) Terorisme, juga
merupakan sumber stres bagi karyawan. seperti dalam peristiwa penabrakan pesawat pada gedung
WTC oleh para teroris, menyebabkan masyarakat Amerika merasa takut, cemas dan tidak nyaman
dalam bekerja.
2). Faktor Organisasi, ada beberapa hal yang dapat meyebabkan stres yaitu a) Tuntutan tugas
organisasi, membuat karyawan harus dapat beradaptasi untuk meningkatkan kinerjanya. b)
Tuntutan peran yang tidak jelas antar bagian dalam organisasi, dapat menyebabkan terjadinya
gesekan antar karyawan pada masing-masing bagian, karena pemahaman yang berbeda terhadap
tugas dan fungsinya. c) Tuntutan antar pribadi dalam sebuah organisasi akibat aturan organisasi
yang tidak jelas, juga dapat memicu terjadinya konflik antar individu yang menyebabkan stres
dalam dunia kerja.
3). Faktor Individu, mencakup kehidupan personal karyawan yang berkaitan dengan problem
keluarga, masalah ekonomi maupun kepribadian masing-masing. Persoalan yang mungkin terjadi
adalah: a) Hubungan pribadi dan keluarga yang tidak harmonis, antara suami dan istri, orang tua
dan anak, atau anggota keluarga lain yang terbawa dalam dunia kerja. a) Masalah ekonomi keluarga
yang dapat dipicu oleh kesulitan dalam pengelolaan keuangan juga merupakan stres yang bisa
mempengaruhi kinerja karyawan. b) Karakteristik kepribadian masing-masing individu yang
memang merupakan faktor bawaan dari karyawan dapat mempengaruhi cara mereka membangun
relasi dengan teman kerjanya (Jum’ati dan Wuswa; 2013).
Siti Nur Asiyah, Soffy Balgies / Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Stres dan Ketrampilan Koping Petugas Panti Werda
EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 5, 1 (June 2024): 557-564
562 of 564
Dwiyanti (dalam Tri Wartono dan Supriyadin Mochtar; 2015) menyatakan bahwa stres kerja dapat
disebabkan oleh dua aspek, yaitu aspek lingkungan kerja (on the job) dan aspek pribadi (off the job),
Dwiyanti (2001:75). Penyebab dari linkungan kerja dapat berupa kondisi bangunan, kondisi ruangan,
peraturan organisasi maupun hubungan inter personal dalam lingkungan pekerjaan. Sedangkan
persoalan pribadi dapat berupa tipe kepribadian, pengalaman individu maupun kondisi sosial –
ekonomi keluarga yang dialami masing-masing karyawan (Wartono dan Mochtar; 2015).
Stres kerja yang terjadi pada petugas di UPT PSTW Pasuruan, lebih disebabkan karena faktor
organisasi, dimana ketiga faktor yang telah teridentifikasi dalam FGD sebagai penyebab stress kerja
lebih berkaitan dengan permasalahan yang berada pada dunia kerja (on the job). Namun demikian,
tidak menutup kemungkinan ada faktor lain yang tidak teridentifikasi dalam pemetaan permasalahan
saat FGD, yaitu faktor personal berupa tipe kepribadian, pengalaman pribadi maupun kondisi sosial –
ekonomi keluarga.
Faktor-faktor stres kerja ini memang bisa muncul dari mana saja, baik dari diri sendiri, organisasi,
dan lingkungan tanpa melihat waktu kapan stres tersebut akan terjadi. Faktor internal datang dari diri
sendiri seperti tekanan yang dialami seseorang pada masalah keluarga, konflik dengan dirinya sendiri,
konflik dengan rekan kerja, dan masalah ekonomi. Sedangkan, faktor eksternal disebabkan dari luar
peristiwa diri sendiri seperti tuntutan pekerjaan dari atasan yang terlalu memaksa, beban pekerjaan
yang terlalu berat, lingkungan kerja yang tidak mendukung, dan ketidakpastian ekonomi (Fahmi, 2016;
Robbins & Judge, 2017; Badeni, 2017).
Menurut Robbins (2006) stres kerja karyawan adalah kondisi yang muncul dari interaksi antara
manusia dan pekerjaan serta dikarakteristikkan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk
menyimpang dari fungsi normal mereka. Dalam rangka meningkatkan kinerja karyawan, perusahaan
perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan seperti gaya kepemimpinan,
motivasi karyawan, kompensasi, lingkungan kerja karyawan, beban pekerjaan, pelatihan, dan salah
satunya adalah stres yang dialami saat bekerja. Faktor-faktor tersebut dapat memengaruhi kinerja
karyawan dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya.
Hasil penelitian dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat dengan menggunakan metode
participatory action research (PAR) ini memberikan intervensi berupa pelatihan manajemen stres dan
ketrampilan koping, telah terbukti secara statistik berdampak pada peningkatan kapasitas petugas
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tresna Werdha (PSTW) Pasuruan dalam penyusunan
program manajemen stres dan ketrampilan koping. Hal ini dapat diketahui dari Nilai Sig. (2-tailed)
sebesar (0.000 < 0.05) dengan uji mann whithney pada pelatihan Penyusunan Program manajemen stres
dan nilai Sig. (2-tailed) sebesar (0.032 < 0.05 pada pelatihan Penanganan Stress dengan Keterampilan
koping.
Schafer (2000) mengemukakan manajemen stres merupakan kemampuan masing-masing
individu untuk mengelola stres yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Meichenbaum
dan Jaremko (dalam Taylor, 1995) ada tiga tahap dalam program manejemen stres yaitu: tahap pertama,
peserta manajemen stres dapat mengidentifikasi gejala dan sumber stres yang dialami. Tahap kedua,
peserta mendapatkan materi dan mengimplementasikan keterampilan koping stres. Tahap ketiga,
peserta dapat menyusun program manajemen stres untuk menyikapi kondisi stres yang dihadapi
(Hakim; 2017).
Dalam penelitian ini, peserta pelatihan, melakukan identifikasi sumber stres melalui focus group
discussion (FGD). Selanjutnya peserta mendapatkan materi pelatihan manajemen stres dan ketrampilan
koping serta mengimplementasikan dalam bentuk penyusunan program manajemen stres. Pelatihan
ini dimaksudkan untuk membekali para petugas, dalam melakukan pengelolaan stres dan memilih
strategi koping yang tepat dalam menghadapi stres. Santrock (2003) menjelaskan bahwa coping adalah
upaya mengendalikan keadaan yang penuh tekanan dengan berusaha untuk mencari jalan keluar atas
masalah yang terjadi dan mencari penyebab utama untuk mengurangi stres yang timbul.
Siti Nur Asiyah, Soffy Balgies / Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Stres dan Ketrampilan Koping Petugas Panti Werda
EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 5, 1 (June 2024): 557-564
563 of 564
Lazarus & Folkman (dalam Smet, 1994) menyatakan bahwa strategi koping adalah suatu upaya
yang dilakukan seseorang untuk memanage berbagai tekanan (baik tekanan yang berasal dari diri
sendiri, maupun tekanan yang berasal dari luar) dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Ada
beberapa strategi koping yang dapat digunakan untuk mengelola stres, tetapi yang paling masyhur
ada delapan seperti yang dikemukakan oleh Folkman (dalam Fei, 2006), yakni (1) Koping konfrontatif
(confrontative coping), yaitu strategi koping yang dilakukan individu dengan berpegang teguh pada
pendiriannya dan memperjuangkan apa yang diinginkannya untuk mengubah situasi yang
menyebabkan stres. (2) Mendapatkan dukungan sosial (seeking social support), cara ini dilakukan
individu dengan menceritakan persoalannya kepada orang lain untuk mengurangi beban
psikologisnya dan mendapatkan saran mengenai cara mengatasi problem yang dihadapi, (3)
Penyelesaian masalah yang terencana (planful problem solving), artinya individu menyusun rencana
tindakan untuk menghadapi situasi, melakukan usaha-usaha penyelesaian masalah untuk mengubah
situasi yang menyebabkan stres. (4) Kontrol diri (self control), merupakan usaha-usaha individu untuk
mengatur perasaannya sendiri dalam menghadapi masalah. (5) Menjauhkan (distancing),
menggambarkan usaha-usaha individu untuk melepaskan diri dari masalah yang dihadapi. (6)
Penilaian positif (Positive reappraisal), merupakan upaya seseorang untuk memberikan makna positif
terhadap masalah yang dialami. (7) Menerima tanggung jawab (accepting responsibility), kesadaran
individu untuk mengakui kesalahannya, dan kemauan unyuk mencoba belajar dari pengalaman. (8)
Menghindari penghindaran (escape-avoidance), koping ini terkait dengan wishful thinking yang
ditunjukkan dengan cara melarikan diri atau menghindarkan diri dari masalah serta mengalihkan
perhatian pada perilaku merokok, mengkonsumsi obat-obatan, minuman keras, ataupun makan
secara berlebihan (Permatasari dan Utami; 2018).
Sebagian besar stresor memunculkan kedua macam bentuk strategi koping, yaitu problem focused
coping dan emotional focused coping. Problem focused coping cenderung mendominasi saat seseorang
merasakan bahwa sesuatu yang sifatnya konstruktif bisa dilakukan. Sedangkan emotional focused coping
cenderung menonjol ketika seseorang merasa bahwa stresor merupakan suatu penderitaan (Carver,
Scheier, & eintraub, 1989). Berbagai upaya dapat dilakukan oleh individu untuk mengurangi stres atau
ketegangan psikologik dalam menghadapi problema kehidupan dengan cara yang efektif menurut
kemampuannya. Ada dua macam pendekatan yang bisa dipilih saat melakukan koping yaitu : 1)
koping Psikologis yaitu reaksi persepsi atau penerimaan individu terhadap stresor artinya pemahaman
terhadap intensitas tekanan yang dirasakan individu serta keefektifan strategi koping yang digunakan
2) koping psikososial yaitu reaksi psikososial terhadap stresor yang diterima atau dialami oleh
seseorang (Andriyani; 2019).
Berbagai cara untuk menyusun program manajemen stres dan melakukan pengelolaan terhadap
stres ini dapat dijadikan sebagai pilihan untuk mengeliminir stres kerja bagi karyawan. Upaya ini
dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas kualitas kinerja karyawan untuk memenuhi
kebutuhan dan target organisasi.
4.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang Peningkatan kapasitas petugas UPT PSTW Pasuruan melalui
pelatihan manajemen stres dan ketrampilan koping dengan pendekatan PAR dapat disimpulkan
sebagai berikut: Pertama, Stres kerja yang terjadi pada petugas UPT PSTW Pasuruan meliputi
permasalahan sumberdaya manusia (SDM). permasalahan klien dan fasilitas yang dimiliki UPT PSTW
Pasuruan. Kedua, Terjadi peningkatan kapasitas petugas UPT PSTW Pasuruan dalam melakukan
penyusunan program manajemen stres, setelah diberikan pelatihan manajemen stres. Ketiga, Terjadi
peningkatan kapasitas petugas UPT PSTW Pasuruan dalam melakukan ketrampilan koping, setelah
diberikan pelatihan ketrampilan koping.
Siti Nur Asiyah, Soffy Balgies / Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Stres dan Ketrampilan Koping Petugas Panti Werda
EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 5, 1 (June 2024): 557-564
564 of 564
REFERENSI
Andriyani, Juli. Strategi coping Stres dalam mengatasi problema psikologis, Jurnal At-taujih Bimbingan dan
Konseling Islam, Vol. 2 No. 2 Juli - Desember 2019
Carver, C. S., Scheier, M. F., & Weintraub, J. K. . Assessing coping strategies: A theoretically based approach.
Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 56 No. 2, 1989
Fahrul Riza dkk. Stress Management (How to turn stress into high productivity). Jurnal Pengabdian dan
Kewirausahaan 5, no. 1-8 2021
Hakim, Gamma Rahmita Ureka, dkk, Efektivitas Pelatihan Manajemen Stres Pada Mahasiswa, Jurnal Sains
Psikologi, Jilid 6, Nomor 2, November 2017
Jum’ati, Nurlaela dan Himmayatul Wuswa. Stres kerjs (Occupational Stres) yang mempengaruhi kinerja
individu Pada Dinas Kesehatan Bidang Pencegahan Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
(P2P-PL)di Kabupaten Bangkalan. Jurnal NeO-Bis Volume 7, Nomer 2, Desember 2013
Muslim, Moh.. Manajemen Stres Upaya Mengubah Kecemasan Menjadi Sukses, ESENSI, Vol. 18 No. 2 / 2015
Mahardhani, Oktaffia dkk. Pelatihan Strategi Koping Fokus Emosi untuk Menurunkan Stres Akademik pada
Mahasiswa, Gadjah Mada Journal Of Proffesional Psychology Vol. 6, NO. 1, 2020
Massie, Rachel Natalya, dkk. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Kantor Pengelola IT
Center Manado. Jurnal Administrasi Bisnis Vol. 6 No. 2 Tahun 2018
Pradipta, Ajeng Dyah dkk. Hubungan antara beban kerja mental dan manajemen stress dengan stress kerja
pada teknisi PT.X Semarang, Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal) Volume 7, Nomor 4, Oktober
2019
Putri, Vira Sani dan Fetty Poerwita Sary. Pengaruh Stres Kerja terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada PT
Busana Lestari Anggun Mahkota di bagian Produksi). JMM Online Vol. 4 No. 2, Februari 2020
Ririen, Deci dkk. Webinar Nasional Manajemen Stres Menjadi Eustres (Stres yang positif). Values: Jurnal
Pengabdian kepada masyarakat 3, No.1, April 2021
Wartono, Tri dan Supriyadin Mochtar, Stres dan Kinerja di Lingkungan kerja yang semakin kompetitif,
Kreatif: Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 2, No.2, April 2015
Wartono, Tri. Pengaruh Stres kerja terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada karyawan majalah mother and
baby).KREATIF | Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
Yulia Dyah Ayu Permatasari dan Muhana Sofiati Utami, Koping Stres dan Stres pada Perawat di Rumah
Sakit Jiwa “X”, Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi Volume 23 Nomor 2, Juli
2018
Siti Nur Asiyah, Soffy Balgies / Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Stres dan Ketrampilan Koping Petugas Panti Werda