Peran Komunikasi Terapeutik dalam Perilaku Individu yang Melakukan
Self-Harm
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Kesehatan yang diampu oleh Olih
Solihin, S.Sos., M.I.Kom
Disusun oleh:
Mariyah Rana Zharifah (41822127)
Kelas IK-4/IV
PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
KOTA BANDUNG
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang penulis
panjatkan puji dan syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Peran Komunikasi
Terapeutik dalam Perilaku Individu yang Melakukan Self-Harm” makalah ini disusun dengan
tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Kesehatan yang diberikan oleh Olih
Solihin, S.Sos., M.I.Kom.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu, penulis dengan terbuka menerima segala saran dan kritik yang bersifat membangun
dari semua pihak.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat diterima dengan baik oleh Olih Solihin,
S.Sos., M.I.Kom.
Bandung, Juli 2024
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................... 3
A. Self-Harm ........................................................................................................................ 3
B. Komunikasi Terapeutik ................................................................................................... 3
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 5
A. Penyebab Individu Melakukan Self-Harm ...................................................................... 5
B. Dampak dari Melakukan Self-Harm ............................................................................... 5
C. Strategi Komunikasi Terapeutik yang Efektif dalam Kasus Self-harm .......................... 6
D. Dampak Positif dari Penerapan Komunikasi Terapeutik Bagi Individu yang
Melakukan Self-Harm ............................................................................................................ 8
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................................... 9
A. Simpulan ......................................................................................................................... 9
B. Saran ............................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 11
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk hidup tidak akan terlepas dengan yang namanya
komunikasi. Komunikasi terapeutik yaitu komunikasi yang terjalin antara tenaga
kesehatan dengan pasien. Tenaga kesehatan juga membutuhkan komunikasi untuk
berinteraksi dengan rekan kerja dan pasien. Komunikasi terapeutik adalah interaksi
yang memungkinkan tenaga kesehatan dan pasien berbagi pikiran, perilaku, dan
perasaan untuk menciptakan hubungan yang mendukung proses pengobatan.
Berdasarkan penelitian YouGov Omnibus tahun 2019 di Indonesia, lebih dari
sepertiga penduduk (36,9%) pernah melakukan self-harm. Di kalangan anak muda usia
18-25 tahun, sekitar 7% dari mereka melakukan self-harm secara rutin. Dalam banyak
kasus, self-harm umumnya terjadi pada masa remaja. Namun, ada kemungkinan
individu mulai melakukan self-harm pada masa kanak-kanak dan meneruskannya
hingga dewasa.
Self-harm adalah tindakan seseorang berupa menyakiti atau melukai diri sendiri
seperti menggoreskan atau memotong kulit menggunakan benda tajam pada
pergelangan tangan, lengan, atau paha. Memukul dirinya sendiri, menarik atau
mencabut rambut, meninju tembok dengan keras, bahkan sampai mengonsumsi obat
secara berlebihan. Hal ini merupakan masalah yang serius di kalangan remaja dan
dewasa muda saat ini. Perilaku ini sering kali muncul sebagai cara untuk menghadapi
tekanan emosional yang berat atau sebagai cara untuk meredakan perasaan yang sulit
diungkapkan secara verbal.
Self-harm sering kali terjadi dalam konteks isolasi sosial. Dengan adanya
komunikasi terapeutik, individu dapat merasa lebih termotivasi untuk mengubah
perilaku mereka menjadi lebih sehat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa penyebab individu melakukan self-harm?
2. Apa dampak dari melakukan self-harm?
3. Apa saja strategi komunikasi terapeutik yang efektif dalam kasus self-harm?
4. Apa dampak positif dari penerapan komunikasi terapeutik bagi individu yang
melakukan self-harm?
1
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penyebab individu melakukan self-harm.
2. Untuk mengetahui dampak dari melakukan self-harm.
3. Untuk mengetahui strategi komunikasi terapeutik yang efektif dalam kasus selfharm.
4. Untuk mengetahui dampak positif dari penerapan komunikasi terapeutik bagi
individu yang melakukan self-harm.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Self-Harm
Menurut Apsari & Thesalonika (dalam Kandar, Cahyaningrum & Dewi, 2023)
Self-harm adalah perilaku di mana seseorang menyakiti atau merugikan dirinya sendiri
sebagai cara untuk mengatasi tekanan emosional, tanpa maksud untuk melakukan
bunuh diri.
Self-harm adalah perilaku yang dilakukan oleh individu karena merasa tidak dapat
menyelesaikan masalahnya sendiri. Mereka melukai dirinya sendiri sebagai
pelampiasan emosi yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Self-harm adalah
saat individu menyakiti dirinya sendiri sebagai bentuk hukuman karena merasa tidak
mampu menyelesaikan masalahnya sendiri atau mengatasi tekanan emosional yang
dirasakannya.
Dalam istilah lain self-harm dikenal sebagai self-injury, self-inflicted violence, dan
self-mutilation meskipun self-mutilation oleh sebagian besar orang dianggap kurang
tepat, terutama oleh mereka yang mengalaminya. Secara lebih luas, self-harm juga
mencakup fenomena lain yang berkaitan dengan merusak tubuhnya sendiri berharap
agar dapat mengurangi atau melepaskan diri dari emosi yang sangat tidak tertahankan
atau tidak nyaman bagi dirinya.
Self-harm merupakan salah satu tanda dari gangguan mental dan beberapa
gangguan jiwa lainnya seperti depresi, bipolar, dan kecemasan. Ini biasanya terkait
dengan pengalaman trauma dan kekerasan di masa lalu. Individu yang melakukannya
sering sulit berhenti karena dirinya merasa nyaman akibat pelepasan endorfin pada otak
saat melakukannya sehingga cenderung untuk mengulanginya.
B. Komunikasi Terapeutik
Stuart G.W dan Sundeen S.J (dalam Sinaulan, 2016) menyatakan bahwa
komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien di
mana keduanya belajar bersama untuk memperbaiki pengalaman emosional klien.
Komunikasi terapeutik merujuk pada proses komunikasi antara tenaga kesehatan
dan pasien untuk membangun kepercayaan, memahami kebutuhan pasien, dan
mencapai hasil yang baik dalam perawatan kesehatan. Merroli et, al., 2014; Nugraha &
Djuwita, 2023 (dalam Solihin & Abdullah, 2023: 143). Komunikasi terapeutik adalah
3
cara komunikasi yang profesional antara tenaga kesehatan dan pasien yang bertujuan
untuk menyembuhkan.
4
BAB III PEMBAHASAN
A. Penyebab Individu Melakukan Self-Harm
Setiap orang mempunyai masalah yang berbeda-beda dalam hidupnya.
Beberapa orang menghadapi masalah dengan melakukan aktivitas positif dan
mencari solusi yang sehat. Tetapi, ada juga yang mengatasi masalah dengan cara
melukai diri sendiri atau disebut dengan self-harm. Self-harm sebagai salah satu
langkah dan pengalihan seseorang untuk meluapkan perasaan yang dihadapi, seperti
perasaan sedih, kesal, marah, stres hingga depresi serta emosi lainnya. Hal ini
bertujuan agar dirinya dapat merasa puas, lega, dan tenang karena sudah meluapkan
rasa emosinya.
Ada banyak faktor yang mendorong individu melakukan self-harm, meskipun
setiap individu memiliki alasan yang berbeda-beda, tetapi ada beberapa penyebab
yang seringkali mendasarinya, diantaranya individu merasa membenci dirinya
sendiri terutama akibat pengalaman traumatis seperti kekerasan fisik atau pelecehan
seksual seringkali melakukan self-harm bertujuan untuk menghukum dirinya
sendiri atau mengekspresikan kekecewaan. Lingkungan sosial yang kurang
mendukung, ketidakmampuan mendapatkan dukungan atau pemahaman dari
lingkungan dapat membuat individu merasa terisolasi dan putus asa. Gangguan
psikologis seperti depresi, kecemasan meningkatkan risiko individu untuk
melakukan self-harm sebagai cara untuk meredakan gejala yang dialaminya.
B. Dampak dari Melakukan Self-Harm
Dampak dari melakukan self-harm sangat berbahaya dan dapat memiliki
konsekuensi jangka panjang yang serius. Tindakan self-harm dapat menyebabkan
cedera serius, infeksi, dan menciptakan masalah kesehatan lainnya. Selain itu, selfharm juga dapat menyebabkan isolasi sosial karena individu yang melakukan selfharm merasa malu atau tidak nyaman berbicara tentang pengalaman dirinya.
Self-harm juga berdampak bagi kesehatan mental individu seperti depresi dan
gangguan kecemasan. Kondisi kesehatan mental tersebut yang dikarenakan oleh
self-harm dapat membuat masalah mental semakin sulit untuk diatasi. Individu yang
melakukan self-harm memicu rasa sakit secara emosional dan rasa bersalah atas
self-harm sehingga dapat meningkatkan depresi serta kecemasan yang
menyebabkan individu semakin sulit untuk menjalankan kehidupan sehari-hari.
Self-harm dapat meningkatkan risiko berkembangnya gangguan mental lainnya
5
seperti gangguan makan dan gangguan obsesif-kompulsif yang akan semakin
memperumit kondisi mental individu serta membuat gejalanya sulit untuk
ditangani.
Orang tua dari individu yang melakukan tindakan self-harm sering mengalami
tekanan psikologis yang signifikan seperti perasaan bersalah dan malu yang dapat
memengaruhi kesehatan mental serta hubungan mereka dengan individu tersebut
beserta anggota keluarga lainnya. Mereka juga sering meragukan kemampuan
dirinya sebagai orang tua dan khawatir tindakannya akan memperburuk kondisi
individu tersebut. Selain itu, kurangnya dukungan sosial dan sumber daya dalam
membantu individu yang melakukan self-harm akan menimbulkan perasaan
terisolasi dan meningkatnya stres.
Sebagai cara untuk mengatasi rasa sakit emosional, individu yang melakukan
self-harm berkemungkinan untuk beralih ke penyalahgunaan narkoba atau alkohol.
Hal tersebut memperburuk masalah kesehatan mental mereka dan meningkatkan
risiko kecanduan serta masalah hukum. Selain itu, self-harm sering menyebabkan
kurangnya minat pada individu dalam melakukan kegiatan dan hobi sehingga
kualitas hidup menurun dan mereka sulit menemukan makna serta tujuan dalam
hidup.
Secara fisik, self-harm dapat menyebabkan masalah serius seperti luka yang
permanen yang rentan terhadap infeksi. Tindakan self-harm yang berulang akan
mengakibatkan cedera yang sulit untuk disembuhkan hingga menyebabkan
kecacatan dalam jangka panjang. Dalam kasus yang parah, self-harm dapat
menyebabkan kegagalan organ dan meningkatkan risiko kematian. Dengan
demikian, self-harm sangat berdampak luas pada kesehatan fisik, mental dan sosial
individu dalam jangka panjang.
C. Strategi Komunikasi Terapeutik yang Efektif dalam Kasus Self-harm
Strategi komunikasi terapeutik adalah serangkaian cara atau metode
percakapan yang telah direncanakan oleh tenaga kesehatan untuk digunakan saat
berinteraksi dengan pasien dalam proses perawatan. Dalam dunia medis istilah
teknisnya disebut sebagai strategi pelaksanaan. “Strategi pelaksanaan komunikasi
ini adalah metode yang mendampingi saat berkomunikasi dengan klien. Strategi ini
membimbing dan memberikan arahan tentang apa yang akan dikatakan kepada
klien” Muhith, 2018:252-253 (dalam Natsir, 2021).
6
Strategi komunikasi terapeutik bertujuan untuk membangun hubungan yang
didasarkan dengan kepercayaan dan keterbukaan antara tenaga medis dan pasien
agar informasi yang saling diberikan akurat serta dapat mempercepat proses
perawatan.
Berikut adalah strategi dari komunikasi terapeutik. Pertama yaitu tahap
persiapan atau tahap prainteraksi adalah tahap yang harus dipersiapkan sebelum
perawat berinteraksi dengan pasien. Perawat harus mempersiapkan diri secara
emosional termasuk mengenali perasaan, harapan, dan kecemasan pribadi, serta
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dalam berkomunikasi agar perawat
dapat mengerti dan dapat menutupi kekurangnya dan mengandalkan kelebihannya.
Kemudian mengetahui data tentang pasien juga penting dengan tujuan untuk
memahami latar belakang dan kebutuhan pasien. Kedua, tahap perkenalan atau
orientasi adalah tahap di mana perawat bertemu dengan pasien. Pada saat bertemu
dengan pasien, perawat harus terlebih dahulu memperkenalkan dirinya kepada
pasien dan membangun rasa saling percaya agar dapat memberikan kesan bahwa
perawat bersikap terbuka terhadap pasien. Dengan tujuan adalah untuk menggali
informasi tentang keadaan pasien.
Ketiga ada tahap kerja, tahap ini melibatkan implementasi rencana perawatan
yang telah disepakati untuk menangani masalah pasien. Perawat harus peka
terhadap perubahan perilaku pasien dan mendukung pasien dalam proses
penyembuhan dengan memberikan dukungan dan aktivitas yang positif. Dan
terakhir adalah tahap terminasi. Tahap ini adalah akhir dari sebuah pertemuan
antara perawat dan pasien. Setelah mencapai tujuan tertentu dalam interaksi,
perawat melakukan evaluasi hasilnya dan merencanakan langkah selanjutnya
bersama pasien. Tahap ini dibagi menjadi dua bagian yaitu terminasi sementara dan
terminasi akhir. Terminasi sementara perawat akan bertemu kembali dengan pasien
sesuai dengan waktu dan tempat yang telah ditentukan, sedangkan terminasi akhir
adalah jika proses keperawatan yang dilakukan oleh perawat sudah selesai secara
keseluruhan, dilakukan bila pasien akan meninggalkan rumah sakit karena sudah
sembuh atau pindah ke rumah sakit lain dengan memberikan Discharge Planning
yaitu memberikan pesan-pesan pokok yang perlu untuk ditindaklajuti. Terminasi
dilakukan secara baik-baik untuk mengakhiri sesi atau menetapkan pertemuan
berikutnya, memastikan bahwa perpisahan ini dipahami oleh kedua belah pihak.
7
Maka dari itu strategi komunikasi terapeutik sangat termasuk dalam konteks
kasus self-harm ini yang bertujuan untuk membantu perawat dan pasien
membangun hubungan yang saling percaya dan terbuka satu sama lain. Dengan
menggunakan strategi ini, perawat dapat membantu pasien mengurangi atau
menghentikan perilaku self-harm, memperkuat koping positif, dan meningkatkan
kualitas hidup pasien secara keseluruhan melalui komunikasi terapeutik yang
efektif.
D. Dampak Positif dari Penerapan Komunikasi Terapeutik Bagi Individu yang
Melakukan Self-Harm
Komunikasi terapeutik tentunya memiliki dampak positif bagi individu yang
melakukan self-harm. Karena dengan komunikasi terapeutik pasien dapat merasa
didengar dan dipahami oleh perawat, yang mana dapat mengurangi rasa isolasi dan
kesepian yang sering kali menjadi pemicu perilaku self-harm pada pasien.
Kemudian membantu mengelola emosi atau perasaan individu yang melakukan
self-harm agar lebih memahami diri sendiri dan perasaan mereka.
Selain itu, komunikasi terapeutik membantu individu yang melakukan selfharm untuk mengidentifikasi dan mengatasi penyebab yang mendasari perilaku
tersebut. Dengan membimbing individu yang melakukan self-harm dan membantu
mengelola emosi mereka secara lebih baik juga dapat mengatasi stres pada diri
pasien. Komunikasi terapeutik juga memberikan kesempatan bagi pasien untuk
membangun strategi koping yang lebih sehat dan efektif dalam menghadapi
tantangan hidup dari pasien.
8
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan
a. Penyebab individu melakukan self-harm dapat berbeda-beda, tetapi beberapa
faktor yang seringkali mendasarinya adalah pengalaman traumatis seperti
kekerasan fisik atau pelecehan seksual yang dapat membuat individu merasa
membenci dirinya sendiri dan melakukan self-harm sebagai cara untuk
menghukum diri sendiri atau mengekspresikan kekecewaan. Selain itu,
lingkungan sosial yang kurang mendukung dapat membuat individu merasa
terisolasi dan putus asa, sehingga melakukan self-harm sebagai cara untuk
mengalihkan perasaan. Gangguan psikologis seperti depresi dan kecemasan
juga dapat meningkatkan risiko individu untuk melakukan self-harm sebagai
cara untuk meredakan gejala yang dialami.
b. Self-harm sangat berbahaya dan berdampak serius. Self-harm dapat
menyebabkan cedera parah, infeksi, dan masalah kesehatan lainnya. Orang
yang melakukannya juga cenderung merasa terisolasi karena malu atau tidak
nyaman membicarakan hal tersebut. Selain itu, self-harm juga berpengaruh
pada kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan. Secara fisik, self-harm
dapat menyebabkan luka permanen yang rentan terhadap infeksi, bahkan bisa
menyebabkan kerusakan fisik yang serius atau risiko kematian.
c. Strategi komunikasi terapeutik dalam kasus self-harm mempunyai tujuan untuk
membangun hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Tahap
persiapan melibatkan pemahaman emosional dan data pasien, tahap perkenalan
untuk menciptakan rasa aman terhadap pasien, tahap kerja melibatkan
implementasi rencana perawatan pada pasien, dan tahap terminasi yaitu
evaluasi hasil serta perencanan langkah selanjutnya. Dengan menggunakan
strategi komunikasi terapeutik secara efektif dapat membantu pasien mengatasi
perilaku self-harm, memperkuat koping positif, dan meningkatkan kualitas
hidup.
d. Dampak positif dari penerapan komunikasi terapeutik bagi individu yang
melakukan self-harm yaitu pasien merasa didengar dan dipahami, mengurangi
rasa isolasi dan kesepian yang memicu perilaku self-harm, membantu dalam
pengelolaan emosi dan mengidentifikasi penyebab melakukan self-harm.
9
B. Saran
Komunikasi terapeutik berperan penting dalam menyediakan lingkungan
yang aman untuk berbicara tentang perasaan dan pikiran yang sulit sehingga dapat
lebih melibatkan individu yang mengalami tindakan self-harm. Untuk mendukung
hal tersebut, penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap teknik
komunikasi terapeutik.
Untuk penulis selanjutnya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengevaluasi efektivitas pendekatan komunikasi terapeutik yang berbeda untuk
mengurangi tindakan self-harm sehingga dapat meningkatkan intervensi yang lebih
tepat dan efektif.
10
DAFTAR PUSTAKA
Adinda, R. (2021). Apa itu Self Harm? Kenali Penyebab Self Harm & Solusinya.
Diakses tanggal 7 Juli 2024, dari https://www.gramedia.com/best-seller/selfharm/
Asyafina, N., & Salam, N. E. (2022). Fenomena Mahasiswa Pelaku Self Harm di Kota
Pekanbaru. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6(3), 13930-13936.
Azizah, N., & Yasin, A. A. (2022). Efektifitas Pendekatan Konseling Behavioral pada
Perilaku Self Harm di MANU Putri Buntet Pesantren. JIECO: Journal of Islamic
Education Counseling, 2(1), 1-7.
Belmont Behavioral Health System. (n.d.). Causes and effects of self-harm. Diakses
tanggal 7 Juli 2024, dari https://www.belmontbehavioral.com/disorders/selfharm/causes-effects/
Curtis, S., Thorn, P., McRoberts, A., Hetrick, S., Rice, S., & Robinson, J. (2018).
Caring for young people who self-harm: A review of perspectives from families
and young people. International journal of environmental research and public
health, 15(5), 950.
Fauziah, S., Anjani, R., & Fuziah, S. (2023). Komunikasi Terapeutik Pada Pasien
Depresi. Jurnal Ilmiah Kesehatan Pernus, 1(1), 10-15.
Ferrey, A. E., Hughes, N. D., Simkin, S., Locock, L., Stewart, A., Kapur, N., ... &
Hawton, K. (2016). The impact of self-harm by young people on parents and
families: a qualitative study. BMJ open, 6(1), e009631.
Kandar, K., Cahyaningrum, D. D., & Dewi, R. K. (2023). Manajemen Individu dengan
Resiko Self-Harm: Mengelola Resiko dan Bahayanya pada Diri Sendiri. Jurnal
Keperawatan Jiwa, 12(1), 1-8.
Mayo Clinic Staff. (n.d.). Self-injury/cutting: Symptoms & causes. Diakses tanggal 7
Juli
2024,
dari
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/self-
injury/symptoms-causes/syc-20350950
Natsir, A. E. (2021). Implementasi Komunikasi Terapeutik pada Program Konseling
Pendamping Kesehatan Mental di Yayasan Satunama Yogyakarta (Doctoral
dissertation, Universitas Atma Jaya Yogyakarta).
Nuzuliyah, R. (2023). Pola Penanganan PUSPAGA Kabupaten Nganjuk pada Remaja
yang Melukai Diri Sendiri (Doctoral dissertation, IAIN Kediri).
11
Piney Ridge Treatment Center. (n.d.). Causes, effects, and symptoms of self-harm.
Diakses tanggal 7 Juli 2024, dari https://www.pineyridge.net/disorders/selfharm/causes-effects-symptoms/
Sinaulan, R. L. (2016). Komunikasi terapeutik dalam perspektif Islam. Jurnal
Komunikasi Islam, 6(1), 129-157.
Siti, M., Zulpahiyana, Z., & Indrayana, S. (2016). Komunikasi terapeutik perawat
berhubungan dengan kepuasan pasien. JNKI (Jurnal Ners dan Kebidanan
Indonesia) (Indonesian Journal of Nursing and Midwifery), 4(1), 30-34.
Skegg, K. (2005). Self-harm. The Lancet, 366(9495), 1471-1483.
Solihin, O., & Abdullah, A. Z. (2023). Komunikasi Kesehatan Era Digital. Jakarta:
Penerbit KENCANA.
Sumakul, E., Mingkid, E., & Randang, J. (2019). Peranan Komunikasi Terapeutik
Perawat pada Anak Penderita Kanker di Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia
Rsup Prof. Kandouw Manado. Acta Diurna Komunikasi, 1(4).
Townsend, M. L., Miller, C. E., Matthews, E. L., & Grenyer, B. F. (2021). Parental
response style to adolescent self-harm: psychological, social and functional
impacts. International journal of environmental research and public health,
18(24), 13407.
12