Academia.eduAcademia.edu

Peran Komunikasi Terapeutik dalam Perilaku Individu yang Melakukan Self-Harm

2024, Mariyah Rana Zharifah

Makalah ini membahas peran komunikasi terapeutik dalam perilaku individu yang melakukan self-harm. Self-harm adalah perilaku menyakiti diri sendiri yang seringkali dipicu oleh tekanan emosional yang berat. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengidentifikasi penyebab, dampak, strategi komunikasi terapeutik yang efektif, serta dampak positif dari penerapan komunikasi terapeutik bagi individu yang melakukan self-harm. Studi ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber literatur terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab self-harm meliputi trauma emosional, gangguan psikologis seperti depresi dan kecemasan, serta kurangnya dukungan sosial. Dampak dari self-harm meliputi cedera fisik serius, masalah kesehatan mental, dan isolasi sosial. Strategi komunikasi terapeutik yang efektif meliputi tahap persiapan, perkenalan, kerja, dan terminasi, yang membantu membangun hubungan percaya antara tenaga kesehatan dan pasien. Penerapan komunikasi terapeutik dapat membantu individu mengelola emosi, mengurangi perilaku self-harm, dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

Peran Komunikasi Terapeutik dalam Perilaku Individu yang Melakukan Self-Harm Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Kesehatan yang diampu oleh Olih Solihin, S.Sos., M.I.Kom Disusun oleh: Mariyah Rana Zharifah (41822127) Kelas IK-4/IV PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA KOTA BANDUNG TAHUN 2024 KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Peran Komunikasi Terapeutik dalam Perilaku Individu yang Melakukan Self-Harm” makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Kesehatan yang diberikan oleh Olih Solihin, S.Sos., M.I.Kom. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis dengan terbuka menerima segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat diterima dengan baik oleh Olih Solihin, S.Sos., M.I.Kom. Bandung, Juli 2024 Penulis ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1 C. Tujuan Penelitian ............................................................................................................ 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................... 3 A. Self-Harm ........................................................................................................................ 3 B. Komunikasi Terapeutik ................................................................................................... 3 BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 5 A. Penyebab Individu Melakukan Self-Harm ...................................................................... 5 B. Dampak dari Melakukan Self-Harm ............................................................................... 5 C. Strategi Komunikasi Terapeutik yang Efektif dalam Kasus Self-harm .......................... 6 D. Dampak Positif dari Penerapan Komunikasi Terapeutik Bagi Individu yang Melakukan Self-Harm ............................................................................................................ 8 BAB IV PENUTUP ............................................................................................................................... 9 A. Simpulan ......................................................................................................................... 9 B. Saran ............................................................................................................................. 10 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 11 iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk hidup tidak akan terlepas dengan yang namanya komunikasi. Komunikasi terapeutik yaitu komunikasi yang terjalin antara tenaga kesehatan dengan pasien. Tenaga kesehatan juga membutuhkan komunikasi untuk berinteraksi dengan rekan kerja dan pasien. Komunikasi terapeutik adalah interaksi yang memungkinkan tenaga kesehatan dan pasien berbagi pikiran, perilaku, dan perasaan untuk menciptakan hubungan yang mendukung proses pengobatan. Berdasarkan penelitian YouGov Omnibus tahun 2019 di Indonesia, lebih dari sepertiga penduduk (36,9%) pernah melakukan self-harm. Di kalangan anak muda usia 18-25 tahun, sekitar 7% dari mereka melakukan self-harm secara rutin. Dalam banyak kasus, self-harm umumnya terjadi pada masa remaja. Namun, ada kemungkinan individu mulai melakukan self-harm pada masa kanak-kanak dan meneruskannya hingga dewasa. Self-harm adalah tindakan seseorang berupa menyakiti atau melukai diri sendiri seperti menggoreskan atau memotong kulit menggunakan benda tajam pada pergelangan tangan, lengan, atau paha. Memukul dirinya sendiri, menarik atau mencabut rambut, meninju tembok dengan keras, bahkan sampai mengonsumsi obat secara berlebihan. Hal ini merupakan masalah yang serius di kalangan remaja dan dewasa muda saat ini. Perilaku ini sering kali muncul sebagai cara untuk menghadapi tekanan emosional yang berat atau sebagai cara untuk meredakan perasaan yang sulit diungkapkan secara verbal. Self-harm sering kali terjadi dalam konteks isolasi sosial. Dengan adanya komunikasi terapeutik, individu dapat merasa lebih termotivasi untuk mengubah perilaku mereka menjadi lebih sehat. B. Rumusan Masalah 1. Apa penyebab individu melakukan self-harm? 2. Apa dampak dari melakukan self-harm? 3. Apa saja strategi komunikasi terapeutik yang efektif dalam kasus self-harm? 4. Apa dampak positif dari penerapan komunikasi terapeutik bagi individu yang melakukan self-harm? 1 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui penyebab individu melakukan self-harm. 2. Untuk mengetahui dampak dari melakukan self-harm. 3. Untuk mengetahui strategi komunikasi terapeutik yang efektif dalam kasus selfharm. 4. Untuk mengetahui dampak positif dari penerapan komunikasi terapeutik bagi individu yang melakukan self-harm. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Harm Menurut Apsari & Thesalonika (dalam Kandar, Cahyaningrum & Dewi, 2023) Self-harm adalah perilaku di mana seseorang menyakiti atau merugikan dirinya sendiri sebagai cara untuk mengatasi tekanan emosional, tanpa maksud untuk melakukan bunuh diri. Self-harm adalah perilaku yang dilakukan oleh individu karena merasa tidak dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Mereka melukai dirinya sendiri sebagai pelampiasan emosi yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Self-harm adalah saat individu menyakiti dirinya sendiri sebagai bentuk hukuman karena merasa tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri atau mengatasi tekanan emosional yang dirasakannya. Dalam istilah lain self-harm dikenal sebagai self-injury, self-inflicted violence, dan self-mutilation meskipun self-mutilation oleh sebagian besar orang dianggap kurang tepat, terutama oleh mereka yang mengalaminya. Secara lebih luas, self-harm juga mencakup fenomena lain yang berkaitan dengan merusak tubuhnya sendiri berharap agar dapat mengurangi atau melepaskan diri dari emosi yang sangat tidak tertahankan atau tidak nyaman bagi dirinya. Self-harm merupakan salah satu tanda dari gangguan mental dan beberapa gangguan jiwa lainnya seperti depresi, bipolar, dan kecemasan. Ini biasanya terkait dengan pengalaman trauma dan kekerasan di masa lalu. Individu yang melakukannya sering sulit berhenti karena dirinya merasa nyaman akibat pelepasan endorfin pada otak saat melakukannya sehingga cenderung untuk mengulanginya. B. Komunikasi Terapeutik Stuart G.W dan Sundeen S.J (dalam Sinaulan, 2016) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien di mana keduanya belajar bersama untuk memperbaiki pengalaman emosional klien. Komunikasi terapeutik merujuk pada proses komunikasi antara tenaga kesehatan dan pasien untuk membangun kepercayaan, memahami kebutuhan pasien, dan mencapai hasil yang baik dalam perawatan kesehatan. Merroli et, al., 2014; Nugraha & Djuwita, 2023 (dalam Solihin & Abdullah, 2023: 143). Komunikasi terapeutik adalah 3 cara komunikasi yang profesional antara tenaga kesehatan dan pasien yang bertujuan untuk menyembuhkan. 4 BAB III PEMBAHASAN A. Penyebab Individu Melakukan Self-Harm Setiap orang mempunyai masalah yang berbeda-beda dalam hidupnya. Beberapa orang menghadapi masalah dengan melakukan aktivitas positif dan mencari solusi yang sehat. Tetapi, ada juga yang mengatasi masalah dengan cara melukai diri sendiri atau disebut dengan self-harm. Self-harm sebagai salah satu langkah dan pengalihan seseorang untuk meluapkan perasaan yang dihadapi, seperti perasaan sedih, kesal, marah, stres hingga depresi serta emosi lainnya. Hal ini bertujuan agar dirinya dapat merasa puas, lega, dan tenang karena sudah meluapkan rasa emosinya. Ada banyak faktor yang mendorong individu melakukan self-harm, meskipun setiap individu memiliki alasan yang berbeda-beda, tetapi ada beberapa penyebab yang seringkali mendasarinya, diantaranya individu merasa membenci dirinya sendiri terutama akibat pengalaman traumatis seperti kekerasan fisik atau pelecehan seksual seringkali melakukan self-harm bertujuan untuk menghukum dirinya sendiri atau mengekspresikan kekecewaan. Lingkungan sosial yang kurang mendukung, ketidakmampuan mendapatkan dukungan atau pemahaman dari lingkungan dapat membuat individu merasa terisolasi dan putus asa. Gangguan psikologis seperti depresi, kecemasan meningkatkan risiko individu untuk melakukan self-harm sebagai cara untuk meredakan gejala yang dialaminya. B. Dampak dari Melakukan Self-Harm Dampak dari melakukan self-harm sangat berbahaya dan dapat memiliki konsekuensi jangka panjang yang serius. Tindakan self-harm dapat menyebabkan cedera serius, infeksi, dan menciptakan masalah kesehatan lainnya. Selain itu, selfharm juga dapat menyebabkan isolasi sosial karena individu yang melakukan selfharm merasa malu atau tidak nyaman berbicara tentang pengalaman dirinya. Self-harm juga berdampak bagi kesehatan mental individu seperti depresi dan gangguan kecemasan. Kondisi kesehatan mental tersebut yang dikarenakan oleh self-harm dapat membuat masalah mental semakin sulit untuk diatasi. Individu yang melakukan self-harm memicu rasa sakit secara emosional dan rasa bersalah atas self-harm sehingga dapat meningkatkan depresi serta kecemasan yang menyebabkan individu semakin sulit untuk menjalankan kehidupan sehari-hari. Self-harm dapat meningkatkan risiko berkembangnya gangguan mental lainnya 5 seperti gangguan makan dan gangguan obsesif-kompulsif yang akan semakin memperumit kondisi mental individu serta membuat gejalanya sulit untuk ditangani. Orang tua dari individu yang melakukan tindakan self-harm sering mengalami tekanan psikologis yang signifikan seperti perasaan bersalah dan malu yang dapat memengaruhi kesehatan mental serta hubungan mereka dengan individu tersebut beserta anggota keluarga lainnya. Mereka juga sering meragukan kemampuan dirinya sebagai orang tua dan khawatir tindakannya akan memperburuk kondisi individu tersebut. Selain itu, kurangnya dukungan sosial dan sumber daya dalam membantu individu yang melakukan self-harm akan menimbulkan perasaan terisolasi dan meningkatnya stres. Sebagai cara untuk mengatasi rasa sakit emosional, individu yang melakukan self-harm berkemungkinan untuk beralih ke penyalahgunaan narkoba atau alkohol. Hal tersebut memperburuk masalah kesehatan mental mereka dan meningkatkan risiko kecanduan serta masalah hukum. Selain itu, self-harm sering menyebabkan kurangnya minat pada individu dalam melakukan kegiatan dan hobi sehingga kualitas hidup menurun dan mereka sulit menemukan makna serta tujuan dalam hidup. Secara fisik, self-harm dapat menyebabkan masalah serius seperti luka yang permanen yang rentan terhadap infeksi. Tindakan self-harm yang berulang akan mengakibatkan cedera yang sulit untuk disembuhkan hingga menyebabkan kecacatan dalam jangka panjang. Dalam kasus yang parah, self-harm dapat menyebabkan kegagalan organ dan meningkatkan risiko kematian. Dengan demikian, self-harm sangat berdampak luas pada kesehatan fisik, mental dan sosial individu dalam jangka panjang. C. Strategi Komunikasi Terapeutik yang Efektif dalam Kasus Self-harm Strategi komunikasi terapeutik adalah serangkaian cara atau metode percakapan yang telah direncanakan oleh tenaga kesehatan untuk digunakan saat berinteraksi dengan pasien dalam proses perawatan. Dalam dunia medis istilah teknisnya disebut sebagai strategi pelaksanaan. “Strategi pelaksanaan komunikasi ini adalah metode yang mendampingi saat berkomunikasi dengan klien. Strategi ini membimbing dan memberikan arahan tentang apa yang akan dikatakan kepada klien” Muhith, 2018:252-253 (dalam Natsir, 2021). 6 Strategi komunikasi terapeutik bertujuan untuk membangun hubungan yang didasarkan dengan kepercayaan dan keterbukaan antara tenaga medis dan pasien agar informasi yang saling diberikan akurat serta dapat mempercepat proses perawatan. Berikut adalah strategi dari komunikasi terapeutik. Pertama yaitu tahap persiapan atau tahap prainteraksi adalah tahap yang harus dipersiapkan sebelum perawat berinteraksi dengan pasien. Perawat harus mempersiapkan diri secara emosional termasuk mengenali perasaan, harapan, dan kecemasan pribadi, serta mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dalam berkomunikasi agar perawat dapat mengerti dan dapat menutupi kekurangnya dan mengandalkan kelebihannya. Kemudian mengetahui data tentang pasien juga penting dengan tujuan untuk memahami latar belakang dan kebutuhan pasien. Kedua, tahap perkenalan atau orientasi adalah tahap di mana perawat bertemu dengan pasien. Pada saat bertemu dengan pasien, perawat harus terlebih dahulu memperkenalkan dirinya kepada pasien dan membangun rasa saling percaya agar dapat memberikan kesan bahwa perawat bersikap terbuka terhadap pasien. Dengan tujuan adalah untuk menggali informasi tentang keadaan pasien. Ketiga ada tahap kerja, tahap ini melibatkan implementasi rencana perawatan yang telah disepakati untuk menangani masalah pasien. Perawat harus peka terhadap perubahan perilaku pasien dan mendukung pasien dalam proses penyembuhan dengan memberikan dukungan dan aktivitas yang positif. Dan terakhir adalah tahap terminasi. Tahap ini adalah akhir dari sebuah pertemuan antara perawat dan pasien. Setelah mencapai tujuan tertentu dalam interaksi, perawat melakukan evaluasi hasilnya dan merencanakan langkah selanjutnya bersama pasien. Tahap ini dibagi menjadi dua bagian yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir. Terminasi sementara perawat akan bertemu kembali dengan pasien sesuai dengan waktu dan tempat yang telah ditentukan, sedangkan terminasi akhir adalah jika proses keperawatan yang dilakukan oleh perawat sudah selesai secara keseluruhan, dilakukan bila pasien akan meninggalkan rumah sakit karena sudah sembuh atau pindah ke rumah sakit lain dengan memberikan Discharge Planning yaitu memberikan pesan-pesan pokok yang perlu untuk ditindaklajuti. Terminasi dilakukan secara baik-baik untuk mengakhiri sesi atau menetapkan pertemuan berikutnya, memastikan bahwa perpisahan ini dipahami oleh kedua belah pihak. 7 Maka dari itu strategi komunikasi terapeutik sangat termasuk dalam konteks kasus self-harm ini yang bertujuan untuk membantu perawat dan pasien membangun hubungan yang saling percaya dan terbuka satu sama lain. Dengan menggunakan strategi ini, perawat dapat membantu pasien mengurangi atau menghentikan perilaku self-harm, memperkuat koping positif, dan meningkatkan kualitas hidup pasien secara keseluruhan melalui komunikasi terapeutik yang efektif. D. Dampak Positif dari Penerapan Komunikasi Terapeutik Bagi Individu yang Melakukan Self-Harm Komunikasi terapeutik tentunya memiliki dampak positif bagi individu yang melakukan self-harm. Karena dengan komunikasi terapeutik pasien dapat merasa didengar dan dipahami oleh perawat, yang mana dapat mengurangi rasa isolasi dan kesepian yang sering kali menjadi pemicu perilaku self-harm pada pasien. Kemudian membantu mengelola emosi atau perasaan individu yang melakukan self-harm agar lebih memahami diri sendiri dan perasaan mereka. Selain itu, komunikasi terapeutik membantu individu yang melakukan selfharm untuk mengidentifikasi dan mengatasi penyebab yang mendasari perilaku tersebut. Dengan membimbing individu yang melakukan self-harm dan membantu mengelola emosi mereka secara lebih baik juga dapat mengatasi stres pada diri pasien. Komunikasi terapeutik juga memberikan kesempatan bagi pasien untuk membangun strategi koping yang lebih sehat dan efektif dalam menghadapi tantangan hidup dari pasien. 8 BAB IV PENUTUP A. Simpulan a. Penyebab individu melakukan self-harm dapat berbeda-beda, tetapi beberapa faktor yang seringkali mendasarinya adalah pengalaman traumatis seperti kekerasan fisik atau pelecehan seksual yang dapat membuat individu merasa membenci dirinya sendiri dan melakukan self-harm sebagai cara untuk menghukum diri sendiri atau mengekspresikan kekecewaan. Selain itu, lingkungan sosial yang kurang mendukung dapat membuat individu merasa terisolasi dan putus asa, sehingga melakukan self-harm sebagai cara untuk mengalihkan perasaan. Gangguan psikologis seperti depresi dan kecemasan juga dapat meningkatkan risiko individu untuk melakukan self-harm sebagai cara untuk meredakan gejala yang dialami. b. Self-harm sangat berbahaya dan berdampak serius. Self-harm dapat menyebabkan cedera parah, infeksi, dan masalah kesehatan lainnya. Orang yang melakukannya juga cenderung merasa terisolasi karena malu atau tidak nyaman membicarakan hal tersebut. Selain itu, self-harm juga berpengaruh pada kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan. Secara fisik, self-harm dapat menyebabkan luka permanen yang rentan terhadap infeksi, bahkan bisa menyebabkan kerusakan fisik yang serius atau risiko kematian. c. Strategi komunikasi terapeutik dalam kasus self-harm mempunyai tujuan untuk membangun hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Tahap persiapan melibatkan pemahaman emosional dan data pasien, tahap perkenalan untuk menciptakan rasa aman terhadap pasien, tahap kerja melibatkan implementasi rencana perawatan pada pasien, dan tahap terminasi yaitu evaluasi hasil serta perencanan langkah selanjutnya. Dengan menggunakan strategi komunikasi terapeutik secara efektif dapat membantu pasien mengatasi perilaku self-harm, memperkuat koping positif, dan meningkatkan kualitas hidup. d. Dampak positif dari penerapan komunikasi terapeutik bagi individu yang melakukan self-harm yaitu pasien merasa didengar dan dipahami, mengurangi rasa isolasi dan kesepian yang memicu perilaku self-harm, membantu dalam pengelolaan emosi dan mengidentifikasi penyebab melakukan self-harm. 9 B. Saran Komunikasi terapeutik berperan penting dalam menyediakan lingkungan yang aman untuk berbicara tentang perasaan dan pikiran yang sulit sehingga dapat lebih melibatkan individu yang mengalami tindakan self-harm. Untuk mendukung hal tersebut, penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap teknik komunikasi terapeutik. Untuk penulis selanjutnya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi efektivitas pendekatan komunikasi terapeutik yang berbeda untuk mengurangi tindakan self-harm sehingga dapat meningkatkan intervensi yang lebih tepat dan efektif. 10 DAFTAR PUSTAKA Adinda, R. (2021). Apa itu Self Harm? Kenali Penyebab Self Harm & Solusinya. Diakses tanggal 7 Juli 2024, dari https://www.gramedia.com/best-seller/selfharm/ Asyafina, N., & Salam, N. E. (2022). Fenomena Mahasiswa Pelaku Self Harm di Kota Pekanbaru. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6(3), 13930-13936. Azizah, N., & Yasin, A. A. (2022). Efektifitas Pendekatan Konseling Behavioral pada Perilaku Self Harm di MANU Putri Buntet Pesantren. JIECO: Journal of Islamic Education Counseling, 2(1), 1-7. Belmont Behavioral Health System. (n.d.). Causes and effects of self-harm. Diakses tanggal 7 Juli 2024, dari https://www.belmontbehavioral.com/disorders/selfharm/causes-effects/ Curtis, S., Thorn, P., McRoberts, A., Hetrick, S., Rice, S., & Robinson, J. (2018). Caring for young people who self-harm: A review of perspectives from families and young people. International journal of environmental research and public health, 15(5), 950. Fauziah, S., Anjani, R., & Fuziah, S. (2023). Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Depresi. Jurnal Ilmiah Kesehatan Pernus, 1(1), 10-15. Ferrey, A. E., Hughes, N. D., Simkin, S., Locock, L., Stewart, A., Kapur, N., ... & Hawton, K. (2016). The impact of self-harm by young people on parents and families: a qualitative study. BMJ open, 6(1), e009631. Kandar, K., Cahyaningrum, D. D., & Dewi, R. K. (2023). Manajemen Individu dengan Resiko Self-Harm: Mengelola Resiko dan Bahayanya pada Diri Sendiri. Jurnal Keperawatan Jiwa, 12(1), 1-8. Mayo Clinic Staff. (n.d.). Self-injury/cutting: Symptoms & causes. Diakses tanggal 7 Juli 2024, dari https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/self- injury/symptoms-causes/syc-20350950 Natsir, A. E. (2021). Implementasi Komunikasi Terapeutik pada Program Konseling Pendamping Kesehatan Mental di Yayasan Satunama Yogyakarta (Doctoral dissertation, Universitas Atma Jaya Yogyakarta). Nuzuliyah, R. (2023). Pola Penanganan PUSPAGA Kabupaten Nganjuk pada Remaja yang Melukai Diri Sendiri (Doctoral dissertation, IAIN Kediri). 11 Piney Ridge Treatment Center. (n.d.). Causes, effects, and symptoms of self-harm. Diakses tanggal 7 Juli 2024, dari https://www.pineyridge.net/disorders/selfharm/causes-effects-symptoms/ Sinaulan, R. L. (2016). Komunikasi terapeutik dalam perspektif Islam. Jurnal Komunikasi Islam, 6(1), 129-157. Siti, M., Zulpahiyana, Z., & Indrayana, S. (2016). Komunikasi terapeutik perawat berhubungan dengan kepuasan pasien. JNKI (Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia) (Indonesian Journal of Nursing and Midwifery), 4(1), 30-34. Skegg, K. (2005). Self-harm. The Lancet, 366(9495), 1471-1483. Solihin, O., & Abdullah, A. Z. (2023). Komunikasi Kesehatan Era Digital. Jakarta: Penerbit KENCANA. Sumakul, E., Mingkid, E., & Randang, J. (2019). Peranan Komunikasi Terapeutik Perawat pada Anak Penderita Kanker di Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia Rsup Prof. Kandouw Manado. Acta Diurna Komunikasi, 1(4). Townsend, M. L., Miller, C. E., Matthews, E. L., & Grenyer, B. F. (2021). Parental response style to adolescent self-harm: psychological, social and functional impacts. International journal of environmental research and public health, 18(24), 13407. 12