Academia.eduAcademia.edu

Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Sanksi Pidana Pelaku Penyalahgunaan Narkotika

2016

Setelah mengadakan pembahasan tentang penerapan sanksi pidana pelaku penyalahgunaan narkotika maka perlu adanya pembinaan mental dengan cara mensosialisasikan bahaya dan dampak narkotika mulai dari sekolah-sekolah sampai ke lapisan masyarakat terkecil, agar masyarakat mengetahui dan paham akan dampak dari penyalahgunaan narkotika. Adanya kepentingan lain pihakpihak yang terkait yaitu oknum penegak hukum yang menangani kasus perkara penyalahgunaan narkotika entah itu kolusi ataupun nepotisme menjadi hambatan terbesar dalam memutus perkara yang seadil-adilnya bagi pelaku penyalahguna. Penulis menyimpulkan, Pemidanaan terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika pada dasarnya bertujuan untuk memberikan efek jera terhadap pengguna narkotika tersebut agar tidak lagi mengulangi kesalahan setelah selasai menjalani hukuman yang dijatuhkan oleh hakim dan memberikan sanksi yang adil bagi setiap pelaku penyalahguna.

View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE provided by Repositori UIN Alauddin Makassar TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN SANKSI PIDANA PELAKU PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Study Kasus di PN Sidrap Tahun 2010-2014) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum Jurusan Ilmu Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Oleh : NURUL KURNIA NIM: 10500112062 FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2016 PERSETUJUAN PEMBIMBING Pembimbingan penulisan skripsi saudara, Nurul kurnia NIM : 10500112062, mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, setelah meneliti dan mengoreksi secara saksama skripsi berjudul, “tinjauan yuridis terhadap penerapan sanksi pidana pelaku penyalahgunaan narkotika (study kasus di pn sidrap tahun 2010-2014)”, memandang bahwa skripsi tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan dapat disetujui dan diajukan dalam ujian munaqasyah. Demikian persetujuan ini diberikan untuk diproses lebih lanjut. Makassar, 29 Februari 2016 Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Achmad Abubakar, M.Ag Andi Safriani, SH., MH. NIP : 19700701 199403 1 001 NIP:19831122 200912 2 002 LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi ini dengan judul “tinjauan yuridis terhadap penerapan sanksi pidana pelaku penyalahgunaan narkotika (study kasus di pn sidrap tahun 20102014)”yang di susun oleh saudara Nurul kurnia, NIM : 10500112062 setelah melalui proses pembimbingan maka skripsi tersebut telah dapat diajukan dalam ujian munaqasyah. Pembimbing I Prof. Dr. Achmad Abubakar, M.Ag (..........................................) Pembimbing II Andi Safriani, SH., MH. (...........................................) Makassar, 29 Februari 2016 Diketahui Oleh Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Hukum Ketua Istiqamah, SH.,MH NIP :19680120 199503 2 001 Sekretaris Rahman Syamsuddin, SH.,MH NIP : 19821207 200901 1 010 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Tinjauan yuridis terhadap penerapan sanksi pidana pelaku penyalahgunaan narkotika (study kasus di pnsidraptahun 2010-2014)”. Salawat dan salam selalu tertuju kepada kekasih Allah yang tak lain adalah Nabi Muhammad SAW yang menghantarkan menusia kejalan yang lurus dengan pedoman hidup yaitu kitab suci Al-Qur’an dan sunnahnya. Hadirnya skripsi ini bukan hanya sekedar persyaratan formal untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Makassar, tapi penulis berharap skripsi ini dapat menjadi referensi bagi pihak yang ingin mengkaji hal-hal yang terkait dengan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Ucapaan terima kasih yang tulus kepada pihak-pihak yang telah membantu, memotivasi dan membimbing, Diantaranya : 1. Penghormatan yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya AYAHANDA ABD.KADIR dan IBUNDA JEMMY SALIM atas segala cinta dan kasih sayangnya dalam merawat, mendidik dan membesarkanku. 2. Bapak Prof. Dr. H. Musafir Pababbari M.Si, selaku Rektor UIN Alauddin Makassar. 3. BapakProf. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum. 4. Ibu Istiqamah, SH., M.H dan Rahman Syamsuddin, SH., MH selaku Ketua Jurusan dan sekertaris Jurusan Ilmu Hukum. iv 5. Bapak Prof. Dr. Achmad Abubakar, M.Ag dan Andi safriani , SH., MH selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah banyak mengarahkan penulis dalam merampungkan penulisan skripsi. 6. Saudara-saudaraku tercinta Nurulasia, S.Ei dan Nurul muhammad cahya yang telah menemani hari-hariku. 7. Rekan-rekanku di Ilmu hukum yang telah mewarnai hari-hariku selama saya menempuh proses belajar di bangku perkuliahan. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terkhusus untuk mahasiswa yang ingin mengkaji tentang penyalahgunaan narkotika. Makassar, 02 Februari 2015 Penulis NURUL KURNIA iv PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Mahasiswa yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Nurul Kurnia NIM : Tempat / Tgl lahir : Sidrap, 12 September 1994 10500112062 Jurusan /Prodi /Konsentrasi : Ilmu Hukum Fakultas / Progam : Syari’ah dan Hukum Alamat : Samata Judul : Tinjauan yuridis terhadap penerapan sanksi pidana pelaku penyalahgunaan narkotika (study kasus di pn sidrap tahun 2010-2014) Menyatakan dengan kesungguhan dan penuh kesadaran bahwa skripsi yang tertera dalam pernyataan adalah hasil karya sendiri. Dan jika di kemudian hari terbukti bahwa yang bersangkutan merupakan duplikat,tiruan dan merupakan bentuk plagiat karya orang lain. Maka dengan ini skripsi dan gelar yang di peroleh karenanya batal demi Hukum. Makassar, 29 Februari 2016 Penyusun, NURUL KURNIA NIM : 10500112062 Nama NIM Judul ABSTRAK : Nurul Kurnia :10500112062 :TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN SANKSI PIDANA PELAKU PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (study kasus di pn sidrap tahun 2010-2014) Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) mengetahui sanksi pemidanaan terhadap pelaku penyalahgunaan Narkotika di Pengadilan Negeri Sidrap, 2) mengetahui pertimbangan Hakim dalam memutus perkara penyalahgunaan Narkotika di Pengadilan Negeri Sidrap, dan 3) mengetahui faktor yang menghambat dalam penerapan sanksi pidana yang adil bagi pelaku penyalahguna narkotika. Dalam menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan pendekatan yuridis dan sosiologis. Pengambilan data primer dilakukaan melalui wawancara, sedangkan pengambilan data sekunder dilakukan dengan cara penelusuran dokumen yang berupa putusan di Pengadilan Negeri Sidrap. Data yang didapat kemudian dikumpulkan, dibahas dan disimpulkan. Setelah mengadakan pembahasan tentang penerapan sanksi pidana pelaku penyalahgunaan narkotika maka perlu adanya pembinaan mental dengan cara mensosialisasikan bahaya dan dampak narkotika mulai dari sekolah-sekolah sampai ke lapisan masyarakat terkecil, agar masyarakat mengetahui dan paham akan dampak dari penyalahgunaan narkotika. Adanya kepentingan lain pihakpihak yang terkait yaitu oknum penegak hukum yang menangani kasus perkara penyalahgunaan narkotika entah itu kolusi ataupun nepotisme menjadi hambatan terbesar dalam memutus perkara yang seadil-adilnya bagi pelaku penyalahguna. Penulis menyimpulkan, Pemidanaan terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika pada dasarnya bertujuan untuk memberikan efek jera terhadap pengguna narkotika tersebut agar tidak lagi mengulangi kesalahan setelah selasai menjalani hukuman yang dijatuhkan oleh hakim dan memberikan sanksi yang adil bagi setiap pelaku penyalahguna. Hakim dalam menjatuhkan putusannya melihat beberapa faktor yaitu dari segi yuridis (dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi dan pasal-pasal dalam undang-undang yang terkait dengan tindak pidana narkotika) dan non yuridis (latar belakang terdakwa, akibat perbuatan terdakwa dan kondisi terdakwa) yang dapat memberatkan atau meringankan terdakwa demi keadlian Yang Maha Esa. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ......................................................... iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................. vi ABSTRAK ....................................................................................................... vii DAFTAR ISI .............................................................................................. viii BAB I.PENDAHULUAN ............................................................................ 1 A. LatarBelakang masalah ........................................................ 1 B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus.................................4 C. Rumusan Masalah................................................................5 D. Pengertian judul...................................................................5 E. Tujuan penelitian dan Kegunaan Penelitian......................... 6 BAB II.TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 7 A. Pengertian sanksi, pidana dan penyalahgunaan narkotika... 7 B. Tinjauan umum tentang narkotika .....................................18 C. Kerangka Konseptual.........................................................37 BAB III.METODOLOGI PENELITIAN………………….…………..38 A. Lokasi Penelitian...............................................................38 ix B. Metode penelitian............................................................. 38 C. Sumber data...................................................................... 39 D. Teknik pengumpulan data.................................................. 39 E. Analisis data...................................................................... 39 BAB IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pemidanaan terhadap pelaku tindak pidan penyalahgunaan narkotika di pengadilan negeri sidrap...............................42 B. Pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara penyalahgunaan narkotika di pengadilan negeri sidrap.... 56 BAB V.PENUTUP.................................................................................... 60 A. Kesimpulan.......................................................................60 B. Saran................................................................................ 60 BIOGRAFI PENULIS................................................................................61 DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 62 ix 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan yang dialami masyarakat dalam berbagai bidang, bertambah juga peraturan hukum. Penambahan peraturan hukum itu tidak dapat dicegah karena masyarakat berharap dengan bertambahnya peraturan tersebut, kehidupan dan keamanan bertambah baik walaupun mungkin jumlah pelanggaran terhadap peraturan-peraturan itu bertambah.1 Salah satu peraturan yang dibuat oleh pemerintah adalah Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika undang undang ini merupakan revisi dari Undang – Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika. Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.2 Meskipun narkotika sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan, namun apabila disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai standar kesehatan akan menjadi bahaya bagi kesehatan. Terlebih jika disertai dengan pengedaran secara gelap akan menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya dapat melemahkan ketahanan nasional.3 1 2 Leden marpaung, Asas teori praktik hukum pidana (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 1. Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Narkotika Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1990), h. 3. 3 2 Olehnya itu dalam pasal 111 ayat 1 dan 2 sampai dengan pasal 147 UndangUndang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika memberikan sanksi yang cukup berat bagi pelaku tindak pidana narkotika. Meskipun telah diberlakukan undang- undang tentang narkotika dan ancaman sanksi yang berat bagi yang melanggar, namun kejahatan ini tetap saja mengalami peningkatan dari tahun-ketahun. Hal ini dibuktikan dengan peredaran narkotika yang semakin meluas ke seluruh wilayah di Indonesia. Penyalahgunaan narkotika sebagian besar terjadi pada anak-anak usia sekolah maupun remaja, mereka masih begitu mudah terpengaruh dan kondisi jiwa mereka belum stabil. Ini jugalah yang banyak terjadi di berbagai kota yang sedang berkembang dan yang sedang giat-giatnya membangun. Upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika di butuhkan peran dari masyarakat, kesadaran masyarakat terhadap penanggulangan penyalahgunaan narkotika masih kurang, dampak dari penyalahgunaan narkotika dapat merusak masa depan generasi muda sebagai generasi penerus bangsa.4 Ada beberapa alasan mengapa bangsa Indonesia harus lebih serius dalam pemberantasan tindak kejahatan narkotika yang semakin hari semakin memprihatinkan: 1. Pemerintah Indonesia belum optimal dalam menanggulangi kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Hal ini mengisyaratkan kepada kita untuk lebih peduli dan memperhatikan secara lebih khusus untuk menanggulanginya. 2. Secara yuridis, instrumen hukum yang mengaturnya baik berupa peraturan perundang-undangan maupun konvensi yang sudah diratifikasi, sebenarnya sudah cukup memadai sebagai dasar pemberantasan dan penyalahgunaan peredaran gelap narkoba. 3. Mengingat 4 Makmuri Muchlas, Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA ( NArkotika dan Psikotropika) (Jakarta: Depdiknas. 2001), h. 23. 3 peredaran gelap narkotika sekarang ini begitu merebak, maka upaya menanggulanginya tidak dapat semata-mata dibebankan kepada pemerintah dan aparat penegak hukum saja, dengan memberlakukan peraturan dan penjatuhan sanksi pidana kepada para pelanggar hukum, melainkan tugas dan tanggung jawab kita bersama. Dengan adanya upaya terpadu (integrated) dari semua pihak, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, ulama, LSM dan pemerintah termasuk BNN diharapkan dapat menanggulangi dan meminimalisir kasus tindak pidana narkoba.5 Sidrap adalah salah satu kabupaten yang terletak di provinsi sulawesi selatan dengan tingkat penyalahgunaan narkotika yang sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan penuturan sejumlah pengedar narkoba yang mengaku mendapatkan pasokan sabu-sabu dari kabupaten sidrap.6 Sidrap yang tadinya dijuluki sebagai lumbung padi, lambat-laun bergeser menjadi lumbung narkoba, hal ini dikarenakan semakin banyaknya masyarakat sidrap yang mengonsumsi obat-obatan terlarang ini mulai dari usia remaja, dewasa sampai usia yang tergolong tua. Kejahatan ini tidak lagi memandang usia.7 Untuk kesekian kalinya peredaran narkoba kelas atas diwilayah hukum Mapolres Sidrap kembali terungkap. Polisi kembali menangkap sindikat bandar sabu-sabu jaringan internasional asal malaysia. Hal ini bukan yang pertama 5 Badan Narkotika Nasional, Pemberantasan Tindak Kejahatan Narkotika di Indonesia. (BNN: Jakarta, 2000), h. 6. 6 “Bugis”, Sidrap dicap lumbung narkoba. http://www.rakyatbugis.com/2015/01/sidrapdicap-sebagai-lumbung-narkoba.html ( Januari 2015 ) 7 “Tribunnews”, Pemuda sidrap prihatin kondisi sidrap. http://www.makassar.tribunnews.com/2012/10/31/pemuda-sidrap-prihatin-kondisia-sidrapsebagai-lumbung-narkoba ( 31 oktober 2012 ) 4 kalinya terjadi disidrap, sindikat bandar sabu-sabu jaringan internasional seringkali tertangkap di sidrap.8 Meskipun penyalahgunaan Narkotika telah diatur dalam undang-undang dengan ancaman sanksi yang cukup berat, namun pelaku penyalahguna kasus ini masih terus meningkat. Dalam lima tahun terakhir (2010-2014) setidaknya ada 527 kasus narkotika yang terdaftar.9 Keadaan inilah yang melatarbelakangi betapa pentingnya mengkaji dan meneliti penerapan sanksi pidana pelaku penyalahgunaan narkotika. Berdasarkaan uraian diatas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian di Kabupaten Sidrap khususnya dalam lingkungan Pengadilan Negeri Sidrap untuk mengetahui sanksi pidana atas kasus penyalahgunaan Narkotika di Sidrap serta faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis. B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus Dalam penelitian ini yang menjadi fokus permasalahan yakni penerapan sanksi pidana penyalahgunaan narkotika di Pengadilan Negeri di Kabupaten Sidrap yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang merupakan pengganti terhadap Undang – Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika. Dalam penelitian ini juga akan dibahas tentang dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana Narkotika khususnya di kabupaten Sidrap. 8 “Sahabatnews”, Bandar sabu-sabu jaringan internasional tertangkap di sidrap. http://sahabatnews.com/2014/12/29/bandar-sabu-sabu-jaringan-internasional-tertangkap-disidrap/ ( 29 Desember 2014 ) 9 “Mahkamahagung”, Direktori putusan. http://putusan.mahkamahagung.go.id/main/ pencarian/ /?q=sidrap 5 C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan penulis diatas dalam hubungannya dengan judul skripsi, maka penulis mengemukakan masalah pokok yaitu faktor yang menghambat penerapan sanksi pidana yang adil bagi pelaku penyalahguna dan pertimbangan hakim dalam memutus perkara yang dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika di Pengadilan Negeri Sidrap? 2. Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara penyalahgunaan narkotika di Pengadilan Negeri Sidrap ? 3. Apakah faktor yang menghambat penerapan sanksi pidana yang adil bagi pelaku penyalahguna narkotika ? D. Pengertian Judul Kata “Yuridis” dalam kamus besar hukum yang berarti menurut hukum atau secara hukum. Kata “Sanksi” adalah ancaman hukuman atau suatu alat pemaksa guna ditaatinya suatu kaidah, Undang-undang, suatu norma hukum, akibat suatu perbuatan atau suatu reaksi dari pihak lain atas suaatu perbuatan.10 Secara etimologis, penyalahgunaan itu sendiri dalam bahasa asingnya disebut “abuse”, yaitu memakai hak miliknya yang bukan pada tempatnya. Dapat juga diartikan salah pakai atau “misuse”, yaitu mempergunakan sesuatu yang tidak sesuai dengan fungsinya 10 Drs Marwam dan Jimmy, Kamus Hukum; Dictionary of Law Complite Edition (Surabaya: Reality Publisher, 2009) 6 Narkotika berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. E. Tujuan Penelitian dan kegunaan penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui sanksi pemidanaan terhadap pelaku penyalahgunaan Narkotika di Pengadilan Negeri Sidrap. 2. Untuk mengetahui pertimbangan Hakim dalam memutus perkara penyalahgunaan Narkotika di Pengadilan Negeri Sidrap. Adapun Kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi penegak hukum. 2. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bacaan yang memberikan wawasan kepada masyarakat pada umumnya dan mahasiswa yang ingin penyalahgunaan narkotika. mengkaji pembahasan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sanksi, Pidana dan Penyalahgunaan Narkotika 1. Pengertian Sanksi Sanksi adalah hukuman atas dilakukannya suatu perbuatan yang menurut hukum tidak boleh dilakukan, atau atas tidak dilakukannya suatu perbuatan yang menurut hukum harus dilaksanakan; unsur pemaksa bagi ditaatinya norma hukum.1 Sanksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tindakantindakan (hukuman) untuk memaksa seseorang menaati aturan atau menaati ketentuan undang-undang. Sanksi adalah alat penegak hukum, alat pemaksa, dimana sanksi memaksa menegakkan hukum atau memaksa mengindahkan norma-norma hukum. Sanksi diberikan tidak semata-mata hanya untuk memberikan pembalasan kepada perlaku yang telah melakukan tindak pidana, tetapi juga bermaksud untuk mendidik pelaku agar bisa sadar dan diterima oleh masyarakat. 2. Pidana Pidana adalah kejahatan (tentang pembunuhan, perampokan, korupsi, dsb).2Berikut ini adalah beberapa teori-teori yang pernah dirumuskan oleh para ahli untuk menjelaskan secara mendetail mengenai pemidanaan dan tujuan dari dijatuhkannya pemidanaan. Pada umumnya teori – teori pemidanaan terbagi atas tiga golongan besar, yaitu: 1 Drs Marwam dan Jimmy, Kamus Hukum; Dictionary of Law Complite Edition (Surabaya: Reality Publisher, 2009) 2 Drs Marwam dan Jimmy, Kamus Hukum; Dictionary of Law Complite Edition (Surabaya: Reality Publisher, 2009) a. Teori absolut / teori pembalasan / teori retributif (Vergeldings Theorien) b. Teori relatif / teori tujuan(Doel Theorien) / (De Relatieve Theorien) c. Teori gabungan (Vernegins Theorien) Dalam kaitannya dengan judul, teori absolut digunakan dalam penerapan sanksi pidana yaitu pemberikan sanksi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika yang berat ringannya hukuman sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan (teori pembalasan). Teori relatif, pidana tidak serta merta dijatuhkan hanya untuk memberikan balasan terhadap pelaku agar dia sadar atas perbuatan yang telah dilakukan tapi pidana juga bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan pelaku agar bisa diterima kembali didalam masyarakat dengan jalan rehabilitasi (teori manfaat). Dalam hal ini, untuk bisa menggunakan teori pembalasan sekaligus teori manfaat maka diterapkan teori gabungan. Pada bagian ini penulis akan menguraikan teori-teori tersebut sebagai berikut: 1. Teori absolut / teori pembalasan / teori retributif (Vergeldings Theorien) Aliran ini menganggap sebagai dasar dari hukum pidana adalah alam pikiran untuk pembalasan (vergelding atau vergeltung). Teori ini muncul pada akhir abad ke-18. Penganut dari teori ini antara lain Emmanuel Kant, Julius Stahl, Leo Polak, Hegel, Herbart. Tuntutan keadilan yang sifatnya absolut ini terlihat dengan jelas sesuai yang telah dikutip dari pendapat Immanuel Kant di dalam bukunya “Philosophy of Law” sebagai berikut: “...........siapa yang membunuh harus dibunuh pula”3 3 Pipin Syarifin S.H, Hukum Pidana DI Indonesia (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 53. Dengan demikian Immanuel Kant berpendapat, pembalasan atas suatu perbuatan melawan hukum adalah suatu syarat mutlak menurut hukum dan keadilan, hukuman mati terhadap penjahat yang melakukan pembunuhan berencana mutlak dijatuhkan. Selain itu teori ini mengatakan bahwa pidana tidaklah bertujuan untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu sendirilah yang mengandung unsur-unsur untuk dijatuhkannya pidana. Pidana secara mutlak ada, karena dilakukan suatu kejahatan. Tidaklah perlu untuk memikirkan manfaat menjatuhkan pidana itu. Setiap kejahatan harus berakibat dijatuhkan pidana kepada pelanggar. Oleh karena itulah maka teori ini disebut teori absolute. Pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi keharusan. Hakikat suatu pidana ialah pembalasan. Namun dengan melihat teori ini, M. Cherif Bassiouni berpendapat bahwa: hukum pidana penuh dengan gambaran gambaran mengenai perlakuan oleh ukuran-ukuran sekarang dipandang kejam dan melampaui batas. Selanjutnya dikatakan bahwa pembaharuan pidana di Eropa kontinental, selanjutnya di Inggris justru merupakan reaksi humanistik terhadap kekejaman pidana. Atas dasar pandangan yang demikian kiranya ada pendapat bahwa theory retributive atau teori pembalasan dalam hal pemidanaan merupakan “a relic of barbarism” (sebuah peninggalan dari kebiadaban).4 2. Teori relatif / teori tujuan (Doel Theorien) / (De Relatieve Theorien) 4 Marlina, Hukum Penitensier (Bandung: Refika Aditama, 2011), h. 57. Teori ini muncul sebagai reaksi keberatan terhadap teori absolut. Menurut teori ini, memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu sebagaimana yang telah dikutip dari J. Andenles, dapat disebut sebagai “teori perlindungan masyarakat” (the theory of social defense).5 Dengan demikian menurut Wirjono Prodjodikoro, tujuan dari hukum pidana ialah untuk memenuhi rasa keadilan. Selanjutnya ia mengatakan, tujuan hukum pidana ialah” : a. Untuk menakut-nakuti orang agar tidak melakukan kejahatan. b. Untuk mendidik atau memperbaiki orang yang telah melakukan kejahatan.6 3. Teori gabungan (Vernegins Theorien) Dengan menyikapi keberadaan dari teori Absolut dan teori Relatif, maka muncullah teori ketiga yakni Teori Gabungan yang menitikberatkan pada pandangan bahwa pidana hendaknya didasarkan pada tujuan pembalasan namun juga mengutamakan tata tertib dalam masyarakat, dengan penerapan secara kombinasi yang unsurnya tanpa menghilangkan menitik beratkan pada salah unsur lainnya maupun satu dengan mengutamakan keseimbangan antara kedua unsur ada.7 Jenis-jenis pidana Dalam Pasal 10 KUHP disebutkan pidana itu terdiri atas pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri atas pidana mati, penjara, kurungan, denda 5 Marlina, Hukum Penitensier (Bandung: Refika Aditama, 2011), h. 58. Pipin Syarifin S.H, Hukum Pidana DI Indonesia (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 53. 7 Marlina, Hukum Penitensier (Bandung: Refika Aditama, 2011),h. 58. 6 dan tutupan. Sedangkan pidana tambahan terdiri atas pencabutan hak tertentu, perampasan barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Berikut ini akan diuraikan jenis pidana yang disebutkan dalam pasal 10 KUHP yakni : a. Pidana Mati Pidana mati merupakan sanksi yang terberat diantara semua jenis pidana yang ada dan juga merupakan jenis pidana yang tertua, terberat dan sering dikatakan sebagai jenis pidana yang paling kejam. Di Indonesia, penjatuhan pidana mati diancamkan dalam beberapa pasal tertentu didalam KUHP. Kejahatan-kejahatan yang diancam dengan pidana mati hanyalah pada kejahatan-kejahatan yang dipandang sangat berat saja, yang jumlahnya juga sangat terbatas, seperti : a. Kejahatan-kejahatan yang mengancam keamanan negara (Pasal 104, Pasal 111 ayat (2), Pasal 124 ayat (3) jo. Pasal 129): b. Kejahatan-kejahatan pembunuhan terhadap orang tertentu dan atau dilakukan dengan faktor-faktor pemberat, misalnya : Pasal 104 ayat (3), Pasal 340; c. Kejahatan terhadap harta benda yang disertai unsur/faktor yang sangat memberatkan (Pasal 365 ayat (4), Pasal 368 ayat (2)) d. Kejahatan-kejahatan pembajakan laut, sungai dan pantai (Pasal 444) 8 Di luar ketentuan KUHP, pidana mati diancamkan pula dalam beberapa pasal di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). 8 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2005), h. 31. b. Pidana Penjara Pidana ini membatasi kemerdekaan atau kebebasan seseorang, yaitu berupa hukuman penjara dan kurungan. Hukuman penjara lebih berat dari hukuman kurungan karena diancam terhadap berbagai kejahatan. Adapun kurungan lebih ringan karena diancam terhadap pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan karena kelalaian.9 Hukuman penjara minimal satu hari dan maksimal seumur hidup hal ini diatur dalam pasal 12 KUHP yang berbunyi : Namun demikian, tujuan pidana penjara itu tidak hanya memberikan pembalasan terhadap perbuatan yang dilakukan dengan memberikan penderitaan kepada terpidana karena telah dirampas atau dihilangkan kemerdekaan bergeraknya, disamping itu juga mempunyai tujuan lain yaitu untuk membina dan membimbing terpidana agar dapat kembali menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara. Dalam Pasal 12 KUHP diatur mengenai lamanya ancaman atau penjatuhan pidana penjara, yaitu : 1. Pidana penjara lamanya seumur hidup atau selama waktu tertentu. 2. Pidana penjara selama waktu tertentu sekurang-kurangnya satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut. 3. Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya 9 Leden marpaung, Asas teori praktik hukum pidana ( Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 2. boleh dipilih hakiman antara pidana mati, pidana penjara seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu. 4. Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh lebih dari dua puluh tahun. c. Pidana kurungan Pidana kurungan merupakan pidana yang lebih ringan daripada pidana penjara. Pidana kurungan ini diperuntukkan bagi peristiwa-peristiwa pidana yang sifatnya lebih ringan, dalam hal ini adalah pelanggaran-pelanggaran yang sebagaimana telah diatur dalam Buku III KUHP serta kejahatankejahatan yang tidak disengaja sebagaimana yang telah diatur dalam Buku II KUHP. Berdasarkan pasal 18 KUHP, pidana kurungan minimal satu hari dan maksimal satu tahun dan dapat diperpanjang menjadi satu tahun empat bulan jika terdapat atau terjadi gabungan delik, berulang kali melakukan delik dan terkena rumusan ketentuan Pasal 52 KUHP. d. Pidana denda Pidana denda adalah hukuman yang berupa keharusan membayar dalam bentuk harta benda yang jumlah ancaman pidananya pada umumnya relatif ringan yang mana dirumuskan sebagai pokok pidana alternatif dari pidana penjara dan denda. Terpidana yang diancam dengan pidana denda jumlahnya hanya sedikit, seperti dalam Buku II KUHP hanya terdapat satu delik yaitu pasal 403 KUHP sedangkan dalam pelanggaran pada Buku III hanya terdapat 40 pasal dari pasal-pasal tentang pelanggaran. Berdasarkan Pasal 30 ayat (2) KUHP apabila denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan, yang menurut ayat (3) lamanya adalah minimal satu hari dan maksimal enam bulan, menurut Pasal 30 ayat (4) KUHP, pengganti denda itu diperhitungkan sebagai berikut : 1. Putusan denda setengan rupiah atau kurang lamanya ditetapkan satu hari. 2. putusan denda yang lebih dari setengah rupiah ditetapkan kurungan bagi tiap-tiap setengah rupiah dan kelebihannya tidak lebih dari satu hari lamanya. Selanjutnya Pasal 30 ayat (5) menyatakan bahwa maksimal pidana kurungan yang enam bulan diperberat menjadi maksimal delapan bulan jika terdapat gabungan tindak pidana, gabungan tindak pidana atau terkena Pasal 52 KUHP, Menurut Pasal 31 KUHP, terpidana dapat menjalani pidana kurungan sebagai pengganti denda utamanya jika ia sadar bahwa ia tidak mampu membayar denda. Sifat yang ditujukan kepada pribadi terpidana menjadi kabur karna KUHP tidak menentukan secara eksplisit siapa yang harus membayar denda. Hal ini memberikan kemungkinan kepada orang lain untuk membayar denda tersebut. e. Pidana Tutupan Pidana tutupan adalah merupakan jenis pidana yang baru dimasukkan dalam KUHP yang diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1946 tanggal 31 Oktober 1946 dan menempati urutan kelima pada jenis-jenis pidana pokok seperti yang telah ada pada Pasal 10 huruf a KUHP. Dalam praktik hukum selama ini, hampir tidak pernah ada putusan hakim yang menjatuhkan pidana tutupan. Adapun jenis-jenis Pidana Tambahan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : f. Pencabutan Hak Tertentu Pencabutan hak-hak tertentu ini bersifat sementara, kecuali memang terpidana dijatuhi pidana penjara seumur hidup. Hukuman ini pada dasarnya dimaksudkan sebagai upaya mendegradasikan atau menurunkan martabat seseorang sebagai warga negara yang memang layak untuk dihormati atau untuk menekan seseorang menjadi warga negara yang tidak pantas dihormati dengan meniadakan sebagian hak perdatanya dan hak-haknya menurut hukum publik karna orang tersebut telah melakukan kejahatan. Pencabutan hak mulai berlaku pada hari ketika putusan hakim dijatuhkan. Berdasarkan Pasal 35 ayat (1) KUHP, hak-hak yang dicabut oleh hakim dengan suatu putusan pengadilan adalah : a. Hak untuk memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu. b. Hak untuk memasuki angkatan bersenjata. c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum. d. Hak menjadi penasihat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu, atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri. e. Hak untuk menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengaampuan atas anak sendiri. f. hak menjalankan mata pencarian tertentu. Dan Pasal 38 ayat (1) dalam KUHP ditentukan lamanya pencabutan hak-hak tertentu itu adalah sebagai berikut : 1. Dalam hal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, lamanya pencabutan hak adalah seumur hidup. 2. Dalam hal pidana penjara selama waktu tertentu atau pidana kurungan, lamanya pencabutan hak paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun lebih lama dari pidana pokoknya. 3. Dalam hal pidana denda, lamanya pencbutan hak paling sedikit dua tahun daan paling tinggi lima tahun. g. Perampasan Barang-barang Tertentu Pidana ini merupakan pidana tambahan yang dijatuhkan oleh hakim untuk mencabut hak milik atas suatu barang dari pemiliknya dan barang itu dijadikan barang milik pemerintah untuk dirusak atau dimusnahkan atau dijual untuk negara. Berdasarkan Pasal 39 KUHP, barang-barang yang dapat dirampas adalah sebagai berikut : a. Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dengan kejahatan atau yang dengan sengaja digunakan untuk kejahatan, dapat dirampas. b. Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang dilakukan dengan tidak sengaja atau karena pelanggaran, dapat jugaa dijatuhkan putusan perampasan berdaasarkan hal-hal yang ditentukan dalamundaang-undang. c. Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang oleh hakim diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita. h. Pengumuman Putusan Hakim Dalam Pasal 43 KUHP menyatakan bahwa : bila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab undangundang ini atau aturan-aturan umum yang lain, maka ia harus menetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah itu atas biaya terpidana. Semua putusan hakim seharusnya diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, tetapi sebagai hukuman tambahan, putusan itu dengan istimewa di siarkan sejelas-jelasnya dengan cara yang ditentukan oleh hakim , misalnya melalui surat kabar, radio, televisi, ditempelkan di tempat umum sebagai plakat dan sebagainya. Dengan menggunakan biaya terpidana sebagai suatu pengecualian bahwa semua biaya penyelenggaraan hukuman di tanggung oleh Negara. 3. Penyalahgunaan narkotika Penyalahgunaan adalah penggunaan sesuatu tidak debagaimana mestinya.10Penyalahgunaan adalah proses, cara, perbuatan menyeleweng untuk melakukan sesuatu yang tidak sepatutnya atau menggunakan sesuatu tidak sebagaimana mestinya. Penyalahgunaan NAPZA termasuk didalamnya alkohol adalah penggunaan obat atau zat tanpa petunjuk dokter atau ahli kesehatan. 11 Asas Penjatuhan Pidana Narkotika Penegakan hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh 10 Drs Marwam dan Jimmy, Kamus Hukum; Dictionary of Law Complite Edition. Surabaya: Reality Publisher, 2009 11 Makmuri Muchlas, Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA ( NArkotika dan Psikotropika) (Jakarta: Depdiknas. 2001), h. 23. subjek hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya (alternative desputes or conflicts resolution). Dalam arti sempit, penegakan hukum itu menyangkut kegiatan penindakan terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan, khususnya yang lebih sempit lagi melalui proses peradilanpidana yang melibatkan peran aparat kepolisian, kejaksaan, advokat atau pengacara, dan badan-badan peradilan. Salah satu azas dalam hukum pidana yang sejalan dengan pandangan ini di dalam hukum pidana di kenal dengan istilah Restorative Justice yaitu merupakan salah satu upaya pendekatan hukum yang di gunakan dalam menanggulangi penyelesaian masalah perkara pidana dimana lebih di tekankan kepada pemberian pemulihan kembali semaksimal mungkin keadaan si korban ke keadaan semula. Sebab untuk beberapa perkara, sanksi pidana penjara yang di tujukan untuk membuat siksaan fisik guna mendapatkan rasa efek jera kepada pelaku tidak terlalu member manfaat positif untuk merubah si pelaku agar jera tidak mengulangi perbuatannya lagi dan juga tidak menjamin akan adanya pembaikan terhadap pemulihan keadaan si korban itu sendiri. Terkait dengan pengguna narkoba, pendekatan Restorative Justice sebagai jalan penyelesaian adalah lebih efektif di rasa ketimbang memberikan sanksi berupa hukuman pidana penjara. Penjatuhan sanksi pidana penjara merupakan suatu alternative terakhir apabila pendekatan secara Restorative Justice tidak berhasil di gunakan.12 12 Jimly Asshiddiqie, "Pembangunan Hukum dan Penegakan Hukum di Indonesia Makalah Disampaikan pada Acara Seminar Menyoal Moral Penegak Hukum dalam Rangka Lustrum XI Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (17 Februari 2006) B. Tinjauan Umum Tentang Narkotika 1. Pengertian narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.13Narkotika yang terkenal di Indonesia sekarang ini berasal dari kata “Narkoties”, yang sama artinya dengan kata narcosis yang berarti membius. Dulu di Indonesia dikenal dengan sebutan madat. Dalam sebuah hadis diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, nabi menjelaskan keharaman khamar sebagai berikut : “setiap zat atau minuman yang dapat memabukkan dan melemahkan adalah khamar dan setiap khamar adalah haram”. Perbuatan tersebut dipertegas dalam QS Al-Maidah ayat 90-91 ฀฀          13 Drs Marwam dan Jimmy, Kamus Hukum; Dictionary of Law Complite Edition. Surabaya: Reality Publisher, 2009   Artinya : 90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. 91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). Dalam penjelasan Umum Undang-undang Nomor : 35 tahun 2009 tentang Narkotika mempunyai cakupan yang lebih luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi maupun ancaman pidana yang diperberat. Cakupan yang lebih luas tersebut selain didasarkan pada faktor-faktor diatas juga karena perkembangan kebutuhan dan kenyataan bahwa nilai dan norma dalam ketentuan yang berlaku tidak memadai lagi sebagai sarana efektif untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, membagi narkotika menjadi 3 (tiga) golongan, dimana penggolongan tersebut telah di rumuskan dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Narkotika, seperti terurai di bawah ini. 1. Narkotika Golongan I Dalam ketentuan ini yang di maksud Narkotika golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. 2. Narkotika golongan II Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. 3. Narkotika golongan III Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Narkotika golongan I terdiri dari : 1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya. 2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya. 3. Opium masak terdiri dari : a. candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan. b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain. c. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing. 4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya. 5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia. 6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina. 7. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina. 8. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis. 9. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo kimianya. 10. Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya. 11. Asetorfina :3-0-acetiltetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14 endoeteno-oripavina. 12. Acetil – alfa – metil fentanil N-[1-(α-metilfenetil)-4-piperidil] asetanilida. 13. Alfa-metilfentanil : N-[1 (α-metilfenetil)-4-piperidil] propionanilida 14. Alfa-metiltiofentanil : N-[1-] 1-metil-2-(2-tienil) etil]-4-iperidil] priopionanilida 15. Beta-hidroksifentanil propionanilida : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-4-piperidil] 16. Beta-hidroksi-3-metil-fentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-3-metil-4 piperidil] propio-nanilida. 17. Desmorfina : Dihidrodeoksimorfina 18. Etorfina : tetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno- oripavina 19. Heroina : Diacetilmorfina 20. Ketobemidona : 4-meta-hidroksifenil-1-metil-4propionilpiperidina 21. 3-metilfentanil : N-(3-metil-1-fenetil-4-piperidil) propionanilida 22. 3-metiltiofentanil : N-[3-metil-1-[2-(2-tienil) etil]-4-piperidil] propionanilida 23. MPPP : 1-metil-4-fenil-4-piperidinol propianat (ester) 24. Para-fluorofentanil : 4„-fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil) propionanilida PEPAP : 1-fenetil-4-fenil-4-piperidinolasetat (ester) 25. Tiofentanil : N-[1-[2-(2-tienil)etil]-4-piperidil] propionanilida 26. BROLAMFETAMINA, nama lain : (±)-4-bromo-2,5-dimetoksi- α – metilfenetilamina 27. DOB 28. DET : 3-[2-( dietilamino )etil] indol 29. DMA : ( + )-2,5-dimetoksi- α –metilfenetilamina 30. DMHP : 3-(1 ,2-dimetilheptil)-7 ,8,9, 10-tetrahidro-6,6,9-trimetil6Hdibenzo[b, d]piran-1-ol 31. DMT : 3-[2-( dimetilamino )etil] indol 32. DOET : (±)-4-etil-2,5-dimetoksi- α –metilfenetilamina 33. ETISIKLIDINA, nama lain PCE : N-etil-1-fenilsikloheksilamina 34. ETRIPTAMINA. : 3-(2aminobutil) indole 35. KATINONA : (-)-(S)- 2-aminopropiofenon 36. ( + )-LISERGIDA, nama lain : 9,10-didehidro-N, N-dietil-6-metilergolina8 β – LSD, LSD-25 karboksamida 37. MDMA : (±)-N, α -dimetil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina 38. Meskalina : 3,4,5-trimetoksifenetilamina 39. METKATINONA : 2-(metilamino )-1- fenilpropan-1-on 40. 4- metilaminoreks : (±)-sis- 2-amino-4-metil- 5- fenil- 2-oksazolina 41. MMDA : 5-metoksi- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina 42. N-etil MDA : (±)-N-etil- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamin 43. N-hidroksi MDA : α (±)-N-[ -metil-3,4 (metilendioksi)fenetil]hidroksilamina 44. Paraheksil : 3-heksil-7,8,9, 10-tetrahidro-6,6, 9-trimetil-6H-dibenzo [b,d] piran-1-ol 45. PMA : p-metoksi- α –metilfenetilamina 46. psilosina, psilotsin : 3-[2-( dimetilamino )etil]indol-4-ol 47. PSILOSIBINA : 3-[2-(dimetilamino)etil]indol-4-il dihidrogen fosfat 48. ROLISIKLIDINA, nama lain : 1-( 1- fenilsikloheksil)pirolidina PHP,PCPY 49. STP, DOM : 2,5-dimetoksi- α ,4-dimetilfenetilamina 50. TENAMFETAMINA, nama lain : α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina MDA 51. TENOSIKLIDINA, nama lain : 1- [1-(2-tienil) sikloheksil]piperidina TCP 52. TMA : (±)-3,4,5-trimetoksi- α –metilfenetilamina 53. AMFETAMINA : (±)- α –metilfenetilamina 54. DEKSAMFETAMINA : ( + )- α –metilfenetilamina 55. FENETILINA : 7-[2-[( α -metilfenetil)amino]etil]teofilina 56. FENMETRAZINA : 3- metil- 2 fenilmorfolin 57. FENSIKLIDINA, nama lain PCP : 1-( 1- fenilsikloheksil)piperidina 58. LEVAMFETAMINA, nama lain : (- )-(R)- α –metilfenetilamina levamfetamina 59. Levometamfetamina : ( -)- N, α –dimetilfenetilamina 60. MEKLOKUALON : 3-( o-klorofenil)- 2-metil-4(3H)- kuinazolinon 61. METAMFETAMINA : (+ )-(S)-N, α –dimetilfenetilamina 62. METAKUALON : 2- metil- 3-o-to lil-4(3H)- kuinazolinon 63. ZIPEPPROL : α - ( α metoksibenzil)-4-( β-metoksifenetil )-1piperazinetano 64. Opium Obat 65. Campuran atau sediaan opium obat dengan bahan lain bukan narkotika 14 Narkotika Golongan II terdiri dari : 1. Alfasetilmetadol : Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino-4,4-difenilheptana 2. Alfameprodina : Alfa-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina 3. Alfametadol : alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol 4. Alfaprodina : alfa-l, 3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina 5. Alfentanil : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l H-tetrazol-1-il)etil]-4(metoksimetil)-4-pipe ridinil]-N-fenilpropanamida 6. Allilprodina : 3-allil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina 7. Anileridina : Asam 1-para-aminofenetil-4-fenilpiperidina)-4-karboksilat etil ester 8. Asetilmetadol : 3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana 9. Benzetidin : asam 1-(2-benziloksietil)-4-fenilpiperidina-4- karboksilat etil ester 14 “Prabuhelaudinata”, Jenis narkotikahttp://prabuhelaudinata.blogspot.com/2013/03/jenisnarkotika-1.html?m=1 ( Maret 2013) 10. Benzilmorfina : 3-benzilmorfina 11. Betameprodina : beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina 12. Betametadol : beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3–heptanol 13. Betaprodina : beta-1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina 14. Betasetilmetadol : beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana 15. Bezitramida : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-okso-3-propionil-1 benzimidazolinil)-piperidina 16. Dekstromoramida : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1- pirolidinil)butil]-morfolina 17. Diampromida : N-[2-(metilfenetilamino)-propil]propionanilida 18. Dietiltiambutena : 3-dietilamino-1,1-di(2฀-tienil)-1-butena 19. Difenoksilat : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4fenilpiperidina-4 karboksilat etil ester 20. Difenoksin : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-fenilisonipekotik 21. Dihidromorfina 22. Dimefheptanol : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol 23. Dimenoksadol : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-difenilasetat 24. Dimetiltiambutena : 3-dimetilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1-butena 25. Dioksafetil butirat : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat 26. Dipipanona : 4, 4-difenil-6-piperidina-3-heptanona 27. Drotebanol : 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan-6ß,14-diol 28. Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgonina dan kokaina. 29. Etilmetiltiambutena : 3-etilmetilamino-1, 1-di-(2'-tienil)-1-butena 30. Etokseridina : karboksilat etil ester asam1-[2-(2-hidroksietoksi)-etil]-4fenilpiperidina-4- 31. Etonitazena : 1-dietilaminoetil-2-para-etoksibenzil-5nitrobenzimedazol 32. Furetidina : asam 1-(2-tetrahidrofurfuriloksietil)4 fenilpiperidina-4karboksilat etil ester) 33. Hidrokodona : dihidrokodeinona 34. Hidroksipetidina : asam 4-meta-hidroksifenil-1-metilpiperidina-4- karboksilat etil ester 35. Hidromorfinol : 14-hidroksidihidromorfina 36. Hidromorfona : dihidrimorfinona 37. Isometadona : 6-dimetilamino- 5 -metil-4, 4-difenil-3-heksanona 38. Fenadoksona : 6-morfolino-4, 4-difenil-3-heptanona 39. Fenampromida : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-propionanilida 40. Fenazosina : 2'-hidroksi-5,9-dimetil- 2-fenetil-6,7-benzomorfan 41. Fenomorfan : 3-hidroksi-N–fenetilmorfinan 42. Fenoperidina : asam1-(3-hidroksi-3-fenilpropil)-4-fenilpiperidina-4- karboksil Etil ester 43. Fentanil : 1-fenetil-4-N-propionilanilinopiperidina 44. Klonitazena : 2-para-klorbenzil-1-dietilaminoetil-5-nitrobenzimidazol 45. Kodoksima : dihidrokodeinona-6-karboksimetiloksima 46. Levofenasilmorfan : (1)-3-hidroksi-N-fenasilmorfinan 47. Levomoramida : (-)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1pirolidinil)butil] morfolina 48. Levometorfan : (-)-3-metoksi-N-metilmorfinan 49. Levorfanol : (-)-3-hidroksi-N-metilmorfinan 50. Metadona : 6-dimetilamino-4, 4-difenil-3-heptanona 51. Metadona intermediate : 4-siano-2-dimetilamino-4, 4-difenilbutana 52. Metazosina : 2'-hidroksi-2,5,9-trimetil-6, 7-benzomorfan 53. Metildesorfina : 6-metil-delta-6-deoksimorfina 54. Metildihidromorfina : 6-metildihidromorfina 55. Metopon : 5-metildihidromorfinona 56. Mirofina : Miristilbenzilmorfina 57. Moramida intermediate : asam (2-metil-3-morfolino-1, 1difenilpropana karboksilat 58. Morferidina : asam 1-(2-morfolinoetil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester 59. Morfina-N-oksida 60. Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya termasuk bagian turunan morfina-N-oksida, salah satunya kodeina-Noksida 61. Morfina 62. Nikomorfina : 3,6-dinikotinilmorfina 63. Norasimetadol : (±)-alfa-3-asetoksi-6metilamino-4,4-difenilheptana 64. Norlevorfanol : (-)-3-hidroksimorfinan 65. Normetadona : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heksanona 66. Normorfina : dimetilmorfina atau N-demetilatedmorfina 67. Norpipanona : 4,4-difenil-6-piperidino-3-heksanona 68. Oksikodona : 14-hidroksidihidrokodeinona 69. Oksimorfona : 14-hidroksidihidromorfinona 70. Petidina intermediat A : 4-siano-1-metil-4-fenilpiperidina 71. Petidina intermediat B : asam4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester 72. Petidina intermediat C : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat 73. Petidina : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester 74. Piminodina : asam 4-fenil-1-( 3-fenilaminopropil)- pipe ridina-4karboksilat etil ester 75. Piritramida : asam1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4(1-piperidino)-piperdina4- Karbosilat armida 76. Proheptasina : 1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksiazasikloheptana 77. Properidina : asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat isopropil ester 78. Rasemetorfan : (±)-3-metoksi-N-metilmorfinan 79. Rasemoramida : (±)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)-butil]morfolina 80. Rasemorfan : (±)-3-hidroksi-N-metilmorfinan 81. Sufentanil : N-[4-(metoksimetil)-1-[2-(2-tienil)-etil -4-piperidil] propionanilida 82. Tebaina 83. Tebakon : asetildihidrokodeinona 84. Tilidina : (±)-etil-trans-2-(dimetilamino)-1-fenil-3-sikloheksena-1- karboksilat 85. Trimeperidina : 1,2,5-trimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina 86. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas 15 Golongan III terdiri dari : 1. Asetildihidrokodeina 2. 2.Dekstropropoksifena : α-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-metil butanol propionat 3. Dihidrokodeina 4. Etilmorfina : 3-etil morfina 15 “Prabuhelaudinata”, Jenis narkotikahttp://prabuhelaudinata.blogspot.com/2013/03/jenisnarkotika-1.html?m=2 ( Maret 2013) 5. Kodeina : 3-metil morfina 6. Nikodikodina : 6-nikotinildihidrokodeina 7. Nikokodina : 6-nikotinilkodeina 8. Norkodeina : N-demetilkodeina 9. Polkodina : Morfoliniletilmorfina 10. Propiram : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2-piridilpropionamida 11. Buprenorfina : 21-siklopropil-7-α-[(S)-1-hidroksi-1,2,2-trimetilpropil]6,14-endo-entano-6,7,8,14-tetrahidrooripavina 12. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas 13. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika 14. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika 16 Pengembangan Narkotika bisa digunakan untuk pelayanan kesehatan sebagaimana diatur dalam Bab IX Pasal 53 sampai dengan Pasal 54 Undangundang Nomor 35 tahun 2009 terutama untuk kepentingan Pengobatan termasuk juga untuk kepentingan Rehabilitasi. Dalam Pasal 1 ayat 13 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, Pecandu Narkotika adalah Orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis sedangkan penyalah guna narkotika dalam Pasal 1 ayat 15 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah Orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. 2. Tindak Pidana Narkotika Tindak Pidana Narkotika diatur dalam Bab XV Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 yang merupakan ketentuan khusus, walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam Undang-undang 16 “Prabuhelaudinata”, Jenis narkotikahttp://prabuhelaudinata.blogspot.com/2013/03/jenisnarkotika-1.html?m=3 ( Maret 2013) Narkotika bahwa tindak pidana yang diatur di dalamnya adalah tindak kejahatan, akan tetapi tidak perlu disangksikan lagi bahwa semua tindak pidana di dalam undang-undang tersebut merupakan kejahatan. Alasannya, kalau narkotika hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar kepentingan-kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan mengingat besarnya akibat yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia.17 Penggunaan narkotika secara legal hanya bagi kepetingan-kepentingan pengobatan atau tujuan ilmu pengetahuan. Menteri Kesehatan dapat memberi ijin lembaga ilmu pengetahuan dan atau lembaga pendidikan untuk membeli atau menanam, menyimpan untuk memiliki atau untuk persediaan ataupun menguasai tanaman papaver, koka dan ganja.18 Menurut Dr.Graham Bline, penyalahgunaan narkotika dapat terjadi karena beberapa alasan, yaitu : 1. Faktor intern (dari dalam dirinya) a. sebagai proses untuk menentang suatu otoritas terhadap orang tua, guru, hukum atau instansi berwenang, b. mempermudah penyaluran dan perbuatan seksual, c. membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya dan penuh resiko, d. berusaha mendapatkan atau mencari arti daripada hidup, e. melepaskan diri dari rasa kesepian dan ingin memperoleh pengalaman sensasional dan emosional, f. mengisi kekosongan dan mengisi perasaan bosan, disebabkan kurang kesibukan, 17 Supramono, Hukum Narkotika Indonesia (Jakarta: Djambatan. 2001), h. 336. Soedjono Dirjosisworo. hukum narkotika di Indonesia (Bandung: PT citra Aditya bakti,1990), h. 67. 18 g. mengikuti kemauan teman dan untuk memupuk rasa solidaritas dan setia kawan, h. didorong rasa ingin tahu dan karena iseng. 2. Faktor Ekstern a. Adanya usaha-usaha subversi untuk menyeret generasi muda ke lembah siksa narkotika, b. Adanya situasi yang disharmoniskan (broken home) dalam keluarga, tidak ada rasa kasih sayang (emosional), renggangnya hubungan antara ayah dan ibu, orang tua dan anak serta antara anak-anaknya sendiri, c. Karena politik yang ingin mendiskreditkan lawannya dengan menjerumuskan generasi muda atau remaja. d. Penyalahgunaan narkotika merupakan wabah yang harus mendapatkan penanggulangan yang serius dan menyeluruh. Penanggulangan dan pencegahan harus dilakukan dengan prioritas yang tinggi serta terpadu. Tindakan hukum perlu dijatuhkan secara berat dan maksimum, sehingga menjadi jera dan tidak mengulangi lagi atau contoh bagi lainnya untuk tidak berbuat.19 Penanggulangan terhadap tindak pidana narkotika dapat dilakukan dengan cara preventif, moralistik, abolisionistik dan juga kerjasama internasional. Penanggulangan secara preventif maksudnya usaha sebelum terjadinya tindak pidana narkotika, misalnya dalam keluarga, orang tua, sekolah, guru dengan memberikan penjelasan tentang bahaya narkotika. Selain itu juga dapat dengan 19 AW Widjaja, masalah kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkotika (Bandung: armico, 1985) cara mengobati korban, mengasingkan korban narkotika dalam masa pengobatan dan mengadakan pengawasan terhadap eks pecandu narkotika.20 3. Unsur – unsur Tindak Pidana Narkotika Dalam hal kebijakan kriminalisasi, perbuatan-perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah sebagai berikut : a. Menanam , memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika (dalam bentuk tanaman atau bukan tanaman) diatur dalam (pasal 111 sampai dengan pasal 112); b. Memproduksi , mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika golongan I (pasal 113); c. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika golongan I (pasal 114); d. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika golongan I (pasal 115); e. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika golongan I terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan I untuk digunakan orang lain (pasal 116); f. Tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan II (pasal 117); g. Tanpa hak atau melawan hukum Memproduksi , mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika golongan II (pasal 118); 20 Ruby hardiati Jhony, diktat kuliah hukum pidana Khusus Tindak Pidana narkotika (Purwokerto: Fakultas HukumUnsoed. 2000) h. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika golongan II (pasal 119); i. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika golongan II (pasal 120); j. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika golongan II terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan II untuk digunakan orang lain (pasal 121); k. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika golongan III (pasal 122); l. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika golongan III (pasal 123); m. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika dalam golongan III(pasal 124); n. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika golongan III (pasal 125); o. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika golongan III terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan III untuk digunakan orang lain (pasal 126); p. Setiap penyalah guna : (pasal 127 ayat 1) a. Narkotika golongan I bagi diri sendiri b. Narkotika golongan II bagi diri sendiri c. Narkotika golongan III bagi diri sendiri q. Pecandu Narkotika yang belum cukup umur (pasal 55 ayat 1) yang sengaja tidak melapor (pasal 128); r. Setiap orang tanpa hak melawan hukum : (pasal 129) a. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; b. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; c. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; d. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. Kebijakan sanksi pidana dan pemidaannya antara lain disebutkan sebagai berikut : 1. Jenis sanksi dapat berupa pidana pokok (denda, kurungan, penjara dalam waktu tertetentu/seumur hidup, dan pidana mati), pidana tambahan (pencabutan izin usaha/pencabutan hak tertentu), dan tindakan pengusiran (bagi warga Negara asing). 2. Jumlah/lamanya pidana bervariasi untuk denda berkisar antara Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) sampai Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk tindak pidana Narkotika, untuk pidana penjara minimal 4 tahun sampai 20 tahun dan seumur hidup. 3. Sanksi pidana pada umumnya (kebanyakan) diancamkan secara kumulatif (terutama penjara dan denda); 4. Untuk tindak pidana tertentu ada yang diancam dengan pidana minimal khusus (penjara maupun denda); 5. Ada pemberatan pidana terhadap tindak pidana yang didahului dengan permufakatan jahat, dilakukan secara terorganisasi, dilakukan oleh korporasi dilakukan dengan menggunakan anak belum cukup umur, dan apabila ada pengulangan (recidive).21 Menurut Barda Nawawi Arief, kebijakan kriminalisasi dari Undangundang Narkoba tampaknya tidak terlepas dari tujuan dibuatnya Undang-undang itu, terutama tujuan : 1. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika/psikotropika, dan 2. Memberantas peredaran gelap narkotika/psikotropika. Pelaku tindak pidana itu hanyalah dia, yang tindakannya atau kealpaannya memenuhi semua unsur dari delik seperti yang terdapat di dalam rumusan delik yang bersangkutan, baik yang telah dinyatakan secara tegas maupun yang tidakdinyatakan secara tegas, jadi pelaku itu adalah orang yang dengan seseorang diri telah melakukan sendiri tindak pidana yang bersangkutan”.22 Pengertian Doen pleger atau yang menyuruh melakukan itu merupakan salah satu bentuk deelneming yang terdapat di dalam Pasal 55 KUHP. Orang yang menyuruh melakukan (doen pleger), di sini sedikitnya ada dua orang yaitu yang menyuruh (doen pleger) dan yang disuruh (pleger). Jadi bukan orang itu sendiri yang melakukan tindak pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lain, meskipun ia tetap dipandang dan dihukum sebagai orang yang melakukan sendiri tindak pidana.23 21 Skripsi Rio Sungsang Wienahyu, Penerapan Tindak Pidana Narkotika Terhadap Pengguna (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor:68/Pid.Sus/2011/Pn.Pwt). 2012 22 Lamintang, Hukum Penitersier Indonesia.(Bandung: Alumni, 1984), h. 556. 23 Sumaryanti,peradilan Koneksitas Di Indonesia Suatu Tinjauan Ringkas (Jakarta: Bina Aksara, 1987), h. 127. C. Kerangka Konseptual Penerapan Sanksi Pidana Pelaku Penyalahgunaan Narkotika Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika pertimbangan hakim dalammemutus -Penyalahguna -internal -pasal 127 perkara penyalahgunaan narkotika -eksternal Sanksi yang adil bagi pelaku penyalahguna narkotika BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sidrap khususnya di pengadilan negeri Sidrap. Alasan dipilihnya tempat tersebut karena Sidrap merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan yang tiap tahunnya mengalami peningkatan yang sangat pesat terhadap kejahatan atau tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Tindak pidana narkotika disidrap tidak lagi memandang usia dan status, mulai dari remaja, dewasa sampai usia yang tergolong tua. Semua lapisan masyarakat, mulai dari golongan menengah keatas sampai golongan menengah kebawah. Olehnya itu penulis tertarik mengadakan penelitian di sidrap. B. Metode penelitian Metode penelitian terbagi atas yaitu metode normatif; metode ini juga disebut sebagai metode kepustakaan karna membutuhkan data-data sekunder dari perpustakaan. Metode empiris; metode ini juga disebut sebagai penelitian sosiologis karena mengambil fakta-fakta dari masyarakat. Metode normatifempiris; metode ini adalah penggabungan antara metode normatif dan metode empiris. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode normatif-empiris karena dalam penulisan ini dibutuhkan studi kepustakaan dan penelitian sosiologis terkait dengan putusan pengadilan atas kasus penyalahgunaan narkotika. C. Sumber Data Data primer; yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli. Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok.1 Data sekunder; yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objeknya, tetapi melalui sumber lain baik lisan maupun tulisan. Yaitu bersumber pada buku- buku literatur, dokumen, peraturan perundang-undangan dan arsip penelitian terdahulu yang berkaitan dengan obyek atau materi penelitian.2 D. Teknik Pengumpulan Data Data penelitian yang dikumpulkan dengan cara studi dokumen atau pustaka, yaitu dilakukan dengan cara mengumpulkan dan memeriksa dokumen-dokumen atau kepustakaan yang dapat memberikan informasi atau keterangan yang dibutuhkan oleh peneliti dan melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang terkait atau menyebarkan kuesioner. Kemudian diolah dengan cara mengutip, menyadur tulisan-tulisan baik yang berupa buku-buku, dokumen, karya ilmiah maupun peraturan perundang-undangan kemudian menyimpulkan. E. Analisis Data Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif yaitu dengan melakukan penelitian lapangan dengan cara mewawancarai pihak-pihak yang terkait dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan penelitian ini, kemudian dianalisis dan disimpulkan. 1 “Nagabiru”, data sekunder dan data primer http://nagabiru86. wordpress.com/2009 /06/12/data-sekunder-dan-data-primer/ ( 12 Juni 2009) 2 M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 99. DAFTAR PUSTAKA Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2005 AW Widjaja, masalah kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkotika. Bandung: armico. 1985 Badan Narkotika Nasional, Pemberantasan Tindak Kejahatan Narkotikadi Indonesia. Jakarta: 2000 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1998 Drs Marwam dan Jimmy, Kamus Hukum; Dictionary of Law Complite Edition. Surabaya: Reality Publisher, 2009 Jimly Asshiddiqie, "Pembangunan Hukum dan Penegakan Hukum di Indonesia Lamintang, Hukum Penitersier Indonesia. Bandung. 1984 Leden marpaung, Asas teori praktik hukum pidana. Jakarta: Sinar Grafika 2008 Makalah Disampaikan pada Acara Seminar Menyoal Moral Penegak Hukum dalam Rangka Lustrum XI Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 17 Februari 2006 Makmuri Muchlas, Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA ( NArkotika dan Psikotropika). Jakarta: Depdiknas. 2001 Marlina, Hukum Penitensier. Bandung: Refika Aditama, 2011 Moeljatno, KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: TP Bumi Aksara 2008 Ruby hardiati Jhony, diktat kuliah hukum pidana Khusus Tindak Pidana narkotika. Purwokerto: Fakultas HukumUnsoed. 2000 Skripsi Rio Sungsang Wienahyu, Penerapan Tindak Pidana Narkotika Terhadap Pengguna (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor:68/Pid.Sus/2011/Pn.Pwt). 2012 Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Narkotika Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bhakti. 1990. Sumaryanti,peradilan Koneksitas Di Indonesia Suatu Tinjauan Ringkas.Jakarta: Bina Aksara. 1987 Supramono, Hukum Narkotika Indonesia.Jakarta: Djambatan. 2001 Pipin Syarifin S.H, Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia, 2008 Wawan Muhwan Hariri, Pengantar Ilmu Hukum.Bandung: CV Pustaka Setia. 2012 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika http://www.makassar.tribunnews.com/2012/10/31/pemuda-sidrap-prihatinkondisia-sidrap-sebagai-lumbung-narkoba http://www.rakyatbugis.com/2015/01/sidrap-dicap-sebagai-lumbung-narkoba.html http://sahabatnews.com/2014/12/29/bandar-sabu-sabu-jaringan-internasionaltertangkap-disidrap/ http://prabuhelaudinata.blogspot.com/2013/03/jenis-narkotika-1.html?m BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika di A. Pengadilan Negeri Sidrap Pada hakikatnya, penyalahguna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum sebagaimana yang telah termaktub dalam pasal 1 angka 15 UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman pidana bagi pelaku penyalahgunaan narkotika diatur dalam pasal 127, dalam pasal ini dibedakan sanksi pidana antara penyalahguna narkotika golongan I, golongan II dan golongan III. Untuk golongan I ancaman pidananya, penjara paling lama 4 (empat) tahun. Golongan II, pidana paling lama 2 (dua) tahun, dan untuk golongan III ancaman pidananya adalah penjara paling lama 1 (satu) tahun. Sebelum menjawab rumusan masalah yang terdapat pada bab sebelumnya, penulis akan menguraikan ringkasan posisi kasus dalam beberapa putusan di Pengadilan Negeri Sidrap yaitu sebagai berikut: 1. a. Perkara No: 256/Pid.B/2013/PN.SIDRAP Identitas Terdakwa Nama Lengkap : TAHANG Bin LADU Tempat Lahir : Kab. Sidrap Umur/ Tgl Lahir : 37 Tahun / Tahun 1977 Jenis Kelamin : Laki-laki Kebangsaan Tempat Tinggal : Indonesia : Jalan Lasiwala, Kelurahan Ponrangae, Kecamatan Pitu Riawa, Kabupaten Sidenreng Rappang Agama : Islam Pekerjaan : Buruh harian b. Kasus Posisi Berawal ketika petugas dari Kantor Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sul-Sel mendapat laporan bahwa diarea usaha ayam telur bertempat dijalan Melati Kelurahan Lalebata Kecamatan Panca Rijang Kabupaten Sidenreng Rappang sering dijadikan transaksi Narkotika, selanjutnya atas informasi tersebut, tim penindakan dan pengejaran bidang pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sul-Sel menindak lanjutinya dengan melakukan penyisiran disekitar lokasi dan setelah memastikan ada orang didalam kandang ayam petelur selanjutnya petugas beserta tim melakukan penggerebekan dan mememukan terdakwa bersama saksi MUNAWAR alias NAWAR bin ABDUL RAHMAN (berkas terpisah), yang dihadapannya terletak 1 (satu) sachet plastik bening berisi serbuk kristal bening yang diduga narkotika jenis shabu-shabu, 1 (satu) set alat hisap shabu (Bong), 2 (dua) pipet warna putih dan 1 (satu) buah sumbu kompor pembakar shabu, setelah menemukan benda-benda tersebut, selanjutnya petugas kembali melakukan pemeriksaan disekitar kandang tersebutyang disaksikan oleh terdakwa bersama saksi MUNAWAR alias NAWAR bin ABDUL RAHMAN, dimana dalam pemeriksaan tersebut, petugas kembali menemukan dalam kamar 1 (satu) sachet plastik bening berisi serbuk kristal bening yang diduga narkotika jenis shabu-shabu yang tersimpan dalam saku celana pendek warna hitam merk Levi stauss & CO 501 W30 L32 milik saksi MUNAWAR alias NAWAR bin ABDUL RAHMAN dan ditemukan pula uang tunai sebesar Rp. 37.000.000,00,- (tiga puluh juta rupiah) dalam lemari sedangkan 1 (satu) buah tas kotak kecil warna hitam putih motif kotak-kotak, 1 (satu) sachet plastik bening berisi 18 (delapan belas) plastik ukuran kecil dan 1 (satu) sachet plastik bening berisi 29 (dua puluh sembilan) plastik bening ukuran kecil ditemukan dilantai kamar dan oleh karena terdakwa melakukan perbuatannya tanpa dilengkapi surat izin yang sah dari pihak yang berwenang selanjutnya terdakwa bersama barang buktinya segera diamankan ke Kantor Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sul-Sel guna penyusutan lebih lanjut. Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik pada Pusat Laboratorium forensik Polri Cabang Makassar No. Lab : 1375/NNF/IX/2013 tanggal 11 September 2013 yang dibuat dan ditanda tangani oleh Dra. Sugiharti selaku Kasubbid Narkobafor dan Dra. Sugiharti, Arinata Vira T. S.Si Subono Soekiman selaku pemeriksa, yang pada kesimpulannya menerangkan bahwa barang bukti berupa 1 (satu) sachet plastik bening ukuran besar berisi serbuk kristal bening dengan berat netto 0,0183 gram dan setelah diuji untuk pemeriksaan beratnya menjadi netto 0,0126; dan 1 (satu) sachet plastik bening ukuran kecil berisi serbuk kristal bening dengan berat netto 0,0083 gram dan setelah diuji untuk pemeriksaan beratnya menjadi netto 0,0017; milik MUNAWAR alias NAWAR bin ABDUL RAHMAN adalah benar mengandung Metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan I Nomor Urut 61 Lampiran UU RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. . c. Dakwaan Penuntut Umum Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, maka penuntut umum mendakwa terdakwa kasus penyalahgunaan narkotika ini sebagai berikut : PERTAMA Bahwa ia terdakwa TAHANG bin LADU, pada hari kamis tanggal 05 September 2013 sekita 16.00 Wita, atau setidak-tidaknya pada suatu waktu lain dalam tahun 2013, bertempat di area usaha peternakan ayam petelur di jalan Melati Kelurahan Lalebata Kecamatan Panca Rijang Kabupaten Sidenreng Rappang atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Sidenreng Rappang, “tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman”. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 112 Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. ATAU KEDUA Bahwa ia terdakwa TAHANG bin LADU, pada waktu dan tempat sebagaimana telah diuraikan pada dakwaan pertama diatas, melakukan percobaan atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam pasal 111, pasal 112, pasal 113, pasal 114, pasal 115, pasal 116, pasal 117, pasal 118, pasal 119, pasal 120, pasal 121, pasal 122, pasal 123, pasal 124, pasal 125, pasal 126, dan Pasal 129”. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 132 Ayat (1) Jo Pasal 114 Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. ATAU KETIGA Bahwa ia terdakwa TAHANG bin LADU bersama saksi MUNAWAR alias NAWAR bin ABDUL RAHMAN (berkas terpisah), pada waktu dan tempat sebagaimana telah diuraikan pada dakwaan pertama diatas, melakukan tindak pidana “Penyalahgunaan Narkotika golongan I bagi diri sendiri”. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. ATAU KEEMPAT Bahwa ia terdakwa TAHANG bin LADU, pada waktu dan tempat sebagaimana telah diuraikan pada dakwaan primair diatas, “dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 111, pasal 112, pasal 113, pasal 114, pasal 115, pasal 116, pasal 117, pasal 118, pasal 119, pasal 120, pasal 121, pasal 122, pasal 123, pasal 124, pasal 125, pasal 126, pasal 127 ayat (1), pasal 128 ayat (1) dan Pasal 129”. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 131 UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. d. Tuntutan oleh Penuntut Umum Penuntut Umum dalam tuntutan pidananya pada pokoknya memohon, agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidrap yang memeriksa dan mnegadili perkara ini, memutuskan : 1. Menyatakan terdakwa TAHANG bin LADU, terbukti bersalah melakukan tindak pidana menyalahgunakan Narkotika Golongan I bukan tanaman bagi diri sendiri, sebagaimana dakwaan ketiga. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, oleh karena pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan. 3. Menyatakan barang bukti berupa :  1 (satu) sachet plastik bening berisi serbuk kristal bening yang diduga narkotika jenis shabu-shabu dengan netto 0,0126;  1 (satu) sachet plastik bening berisi serbuk kristal bening yang diduga narkotika jenis shabu-shabu dengan netto 0,0017;  2 (dua) pipet warna putih;  1 (satu) buah sumbu kompor pembakar shabu;  1 (satu) buah tas kotak kecil warna hitam putih motif kotakkotak;  1 (satu) sachet plastik bening berisi 18 (delapan belas) plastik bening ukuran kecil;  1 (satu) sachet plastik bening berisi 29 (dua puluh sembilan) plastik bening ukuran kecil;  1 (satu) set alat hisap shabu (Bong);  1 (satu) lembar celana pendek warna hitam merk Levi stauss & CO 501 W30 L32;  4. Uang tunai sebesar Rp. 37.000.000,00,- (tiga puluh juta rupiah); Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.5.000,- (lima ribu rupiah). e. Amar Putusan Adapun yang telah menjadi amar putusan dalam perkara ini adalah sebagai berikut : 1. Menyatakan terdakwa TAHANG bin LADU, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menyalahgunakan Narkotika golongan I bagi diri sendiri secara bersama-sama”. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) ; 3. Menetapkan masalamanya penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; 4. Menetapkan agar terdakwa tetap dalam tahanan; 5. Menyatakan barang bukti berupa :  1 (satu) sachet plastik bening berisi serbuk kristal bening yang diduga narkotika jenis shabu-shabu dengan netto 0,0126;  1 (satu) sachet plastik bening berisi serbuk kristal bening yang diduga narkotika jenis shabu-shabu dengan netto 0,0017;  2 (dua) pipet warna putih;  1 (satu) buah sumbu kompor pembakar shabu;  1 (satu) buah tas kotak kecil warna hitam putih motif kotakkotak;  1 (satu) sachet plastik bening berisi 18 (delapan belas) plastik bening ukuran kecil;  1 (satu) sachet plastik bening berisi 29 (dua puluh sembilan) plastik bening ukuran kecil;  1 (satu) set alat hisap shabu (Bong);  1 (satu) lembar celana pendek warna hitam merk Levi stauss & CO 501 W30 L32;  Uang tunai sebesar Rp. 37.000.000,00,- (tiga puluh juta rupiah); 2. a. Perkara No: 125/Pid.B/2014/PN.SIDRAP Identitas Terdakwa Nama Lengkap : SUARDI alias AMPENG bin SAMAD; Tempat Lahir : Pangkajene, Kabupaten Sidrap; Umur/ Tgl Lahir : 29 Tahun / 02 Juli 1985; Jenis Kelamin : Laki-laki Kebangsaan : Indonesia Tempat Tinggal : Jalan Syam Ratulangi Kel. Pangkajene; Agama : Islam Pekerjaan : Wiraswasta; b. Dakwaan Penuntut Umum Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, maka penuntut umum mendakwa terdakwa kasus penyalahgunaan narkotika ini sebagai berikut : PERTAMA Bahwa ia terdakwa SUARDI alias AMPENG bin SAMAD, pada hari senin tanggal 19Mei 2014 sekita 12.30 Wita, atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dibulan mei tahun 2014, bertempat di Jalan Syam Ratulangi Kel. Pangkajene Kabupaten Sidrap atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Sidenreng Rappang yang berhak memeriksa dan mengadili perkara ini, “secaratanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman”. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 114 Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. ATAU KEDUA Bahwa ia terdakwa SUARDI alias AMPENG bin SAMAD, pada hari senin tanggal 19 Mei 2014 sekita 12.30 Wita, atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dibulan mei tahun 2014, bertempat di Jalan Syam Ratulangi Kel. Pangkajene Kabupaten Sidrap atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Sidenreng Rappang yang berhak memeriksa dan mengadili perkara ini, “secaratanpa hak atau melawan hukum menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman”. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 112 Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. ATAU KETIGA Bahwa ia SUARDI alias AMPENG bin SAMAD, pada hari senin tanggal 19 Mei 2014 sekita 12.30 Wita, atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dibulan mei tahun 2014, bertempat di Jalan Syam Ratulangi Kel. Pangkajene Kabupaten Sidrap atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Sidenreng Rappang yang berhak memeriksa dan mengadili perkara ini, “menyalahgunakan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri” Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. c. Tuntutan oleh Penuntut Umum Penuntut Umum dalam tuntutan pidananya pada pokoknya memohon, agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidrap yang memeriksa dan mnegadili perkara ini, memutuskan : 1. Menyatakan terbukti terdakwa SUARDI alias AMPENG bin SAMAD, secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “sebagai penyalahguna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri” sebagai mana telah diatur dalam dakwaan ketiga yakni Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa SUARDI alias AMPENG bin SAMAD, dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan. 3. Menyatakan barang bukti berupa :  4 (empat) sachet kristal bening yang diduga narkotika jenis shabu-shabu;  1 (satu) sachet sisa bekas pakai;  1 (satu) batang pipa kaca pireks;  1 (satu) set Bong yang terbuat dari botol minuman merk lasegar;  1 (satu) buah tempat permen merk first;  1 (satu) buah sendok kecil warna merah putih yang terbuat dari potongan pipet; 4. Menetapkan agar terdakwa dibebani sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah). membayar biaya perkara d. Amar Putusan Adapun yang telah menjadi amar putusan dalam perkara ini adalah sebagai berikut : a. Menyatakan terdakwa SUARDI alias AMPENG bin SAMAD, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menyalahgunakan Narkotika golongan I bagi diri sendiri”. b. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan; c. Menetapkan masalamanya penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; d. Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan; e. Menyatakan barang bukti berupa :  4 (empat) sachet kristal bening yang diduga narkotika jenis shabu-shabu;  1 (satu) sachet sisa bekas pakai;  1 (satu) batang pipa kaca pireks;  1 (satu) set Bong yang terbuat dari botol minuman merk lasegar;  1 (satu) buah tempat permen merk first;  1 (satu) buah sendok kecil warna merah putih yang terbuat dari potongan pipet; f. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam perkara ini sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah); e. Komentar Penulis Perkara No: 256/Pid.B/2013/PN.SIDRAP Dalam kasus penyalahgunaan Narkotika dengan nomor register perkara: 256/Pid.B/2013/PN.SIDRAP yang diangkat oleh Penulis pada skripsi ini, dimana terdakwa yang bernama Tahang bin ladu, yang diadili di Pengadilan Negeri Sidrap dan telah penyalahgunaannarkotika terbukti jenis melakukan shabu-shabu tindak setelah pidana dilakukan pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik pada Pusat Laboratorium forensik Polri Cabang Makassar No. Lab : 1375/NNF/IX/2013 yang menerangkan bahwa barang bukti berupa 1 (satu) sachet plastik bening berisi serbuk kristal bening yang diduga narkotika jenis shabu-shabu dengan netto 0,0126, 1 (satu) sachet plastik bening berisi serbuk kristal bening yang diduga narkotika jenis shabu-shabu dengan netto 0,0017, 2 (dua) pipet warna putih, 1 (satu) buah sumbu kompor pembakar shabu, 1 (satu) buah tas kotak kecil warna hitam putih motif kotak-kotak, 1 (satu) sachet plastik bening berisi 18 (delapan belas) plastik bening ukuran kecil, 1 (satu) sachet plastik bening berisi 29 (dua puluh sembilan) plastik bening ukuran kecil, 1 (satu) set alat hisap shabu (Bong), 1 (satu) lembar celana pendek warna hitam merk Levi stauss & CO 501 W30 L32, dan Uang tunai sebesar Rp. 37.000.000,00,- (tiga puluh juta rupiah). Jaksa penuntut umum menggunakan dakwaan alternatif untuk menjerat terdakwa yaitu dakwaan pertama melanggar Pasal 112 Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dakwaan kedua melanggar Pasal 132 Ayat (1) Jo Pasal 114 Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dakwaan ketiga melanggar Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, atau dakwaan keempat melanggar Pasal 131 UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Karena dakwaan jaksa penuntut umum diajukan dalam bentuk alternatif, maka Majelis Hakim secara hukum dapat mengambil salah satu pasal dari dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum. Selanjutnya Majelis Hakim mempertimbangkan dakwaan ketiga Penuntut UmumyaituPasal 127 Ayat (1) huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana yang unsurnya sebagai berikut : 1. Unsur “Setiap Orang” Bahwa pengertian “setiap orang” tersebut menunjuk kepada subjek hukum atau pelaku tindak pidana yaitu manusia yang dalam perkara ini adalah terdakwa TAHANG bin LADU. 2. Unsur “Penyalahguna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri” Bahwa TAHANG bin LADU telah terbukti menyalahgunakan narkotika jenis shabu-shabu berdasarkan hasil Laboratoris Kriminalistik pada Pusat Laboratorium forensik Polri Cabang Makassar yang menerangkan bahwa urine dan darah terdakwa mengandung Metamfetamina dan terdaftar pada Golongan I Nomor urut 61 lampiran Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. 3. Unsur “melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan” Bahwa TAHANG bin LADU telah memenuhi unsur orang yang turut serta melakukan atau dikualifisir sebagai perbuatan secara bersama-sama. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP adalah merupakan dakwaan tambahan atau bersifat accesoir yang diterapkan pada dakwaan pokok Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Perkara No: 125/Pid.B/2014/PN.SIDRAP Dalam kasus penyalahgunaan Narkotika dengan nomor register perkara: 126/Pid.B/2014/PN.SIDRAP dimana terdakwa yang bernama Suardi alias ampeng bin samad, yang diadili di Pengadilan Negeri Sidrap terbukti melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika setelah dilakukan jenis shabu-shabu pemeriksaan hasil Laboratorium yang menerangkan bahwa barang bukti berupa 4 (empat) sachet kristal bening yang diduga narkotika jenis shabu-shabu, 1 (satu) sachet sisa bekas pakai, 1 (satu) batang pipa kaca pireks, 1 (satu) set Bong yang terbuat dari botol minuman merk lasegar, 1 (satu) buah tempat permen merk first, dan 1 (satu) buah sendok kecil warna merah putih yang terbuat dari potongan pipet. Jaksa penuntut umum menggunakan dakwaan alternatif untuk menjerat terdakwa yaitu dakwaan pertama melanggar Pasal 114 Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dakwaan kedua melanggar Pasal 112 Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, atau dakwaan ketiga melanggar Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Karena dakwaan jaksa penuntut umum diajukan dalam bentuk alternatif, maka Majelis Hakim secara hukum dapat mengambil salah satu pasal dari dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum. Selanjutnya Majelis Hakim sepakat dengan Penuntut Umum untuk mempertimbangkan dan membuktikan dakwaan ketiga yaitu Pasal 127 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang unsurnya sebagai berikut : 1. Unsur “Setiap Orang” Bahwa pengertian “setiap orang” tersebut menunjuk kepada subjek hukum atau pelaku tindak pidana yaitu manusia yang dalam perkara ini adalah terdakwa TAHANG bin LADU. 2. Unsur “Penyalahguna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri” Bahwa TAHANG bin LADU telah terbukti menyalahgunakan narkotika jenis shabu-shabu berdasarkan hasil Laboratoris Kriminalistik pada Pusat Laboratorium forensik Polri Cabang Makassar yang menerangkan bahwa urine dan darah terdakwa mengandung Metamfetamina dan terdaftar pada Golongan I Nomor urut 61 lampiran Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Dengandemikian, penulismenyimpulkanbahwapemidanaanterhadappelakutindakpidanapenyalaguna annarkotika di PengadilanNegeriSidenrengRappangtelahterlaksanasebagaimanamestinyayaknisa nksi yang adilbagisetiappenyalahguna.Sanksipidana yang dijatuhkan hakim dalamputusanyaselalumemperhatikanfakta-fakta yang terungkapdalampersidangandanberpatokanpadaUndang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. B. Pertimbangan hakim dalam memutuskan perkarapenyalahgunaan narkotika di Pengadilan Negeri Sidrap Hakim memegang peranan yang sangat penting dalam lingkungan peradilan demi terciptanya suatu proses peradilan yang adil dan memenuhi rasa keadilan dilingkungan masyarakat. Peranan Hakim menjadi sangat penting karena hakim merupakan tumpuan terakhir dan suatu proses peradilan bagi masyarakat. Hakim dalam memutus suatu perkara harus selalu berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan kata lain hakim harus selalu menegakkan hukum tanpa harus melanggar hukum itu sendiri. Dasar pertimbangan hakim ini merupakan langkah dan musyawarah antara majelis hakim yang sedang menangani suatu perkara untuk kemudian menjatuhkan putusan . Di dalam pasal 25 Ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa: “Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”. Meskipun di dalam undang-undang tidak diatur secara tegas mengenai penentuan berat ringannya pidana namun dapat ditemukan beberapa ketentuan yang dapat digunakan bagi hakim sebagai pedoman yaitu: 1. Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 bahwa dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana hakim wajibmemperhatikan pula sifat-sifat yang baik dan jahat dan si petindak. 2. Pasal 52 ayat I Rancangan KUHP Tahun 2004 bahwa sebagai pedoman hakim wajib mempertimbangkan kesalahan pembuat, motif tujuan dilakukannya tindak pidana, cara melakukan, sikap batin pembuat, riwayat hidup dan keadaan sosial pembuat, sikap dan tindakan pembuat setelah melakukan tindak pidana, pengaruh tindak pidana terhadap masa depan si pembuat, pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan, pengaruh pidana terhadap tindak pidana dilakukan, pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban, dan apakah tindak pidana dilakukan dengan cara berencana. Dalamperkaranomor : 256//Pid.B/2013/PN.SIDRAP terdapatpertimbanganpertimbangan yang meringankandanmemberatkanbaikdaridirimaupundariperbuatanterdakwa. Hal-hal yang meringankan mengakuisertamenyesaliperbuatannya. :terdakwabersifatsopandipersidangan, Hal-hal yang memberatkan :perbuatanterdakwabertentangandengan program pemerintahyang gencarmenanggulangipenyalahgunaannarkotikadanperbuatantersebutjugameresah kanmasyarakat. Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara dengan salah satu hakim Pengadilan Negeri Sidrap yaitu, Syahreza Papelma, SH.,MH. Terkait dengan dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana narkotika. Dalam wawancara tersebut beliau mengatakan bahwa : “pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terbagi menjadi dua yaitu: 1. Pertimbangan yang bersifat yuridis, dalam artian pertimbangan ini didasarkan pada fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. Contohnya: dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi dan pasal-pasal dalam undang-undang yang terkait dengan tindak pidana narkotika. 2. Pertimbangan yang bersifat non yuridis, pertimbangan ini biasanya didasarkan pada aktor sosiologis. Contohnya : latar belakang terdakwa, akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut dan kondisi terdakwa”.1 Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan. 1. Dakwaan jaksa penuntut umum Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana, karena dengan dasar dakwaan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan. Isi dari dakwaan antara lain : identitas dan uraian kasus dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana tersebut. 2. Keterangan terdakwa Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa dalam proses persidangan. 3. Keterangan saksi Keterangan saksi menjadi pertimbangan utama hakim dalam menjatuhkan putusan. Keterangan saksi yang dimaksudkan disini adalah 1 HasilwawancaradenganSyahrezaPapelma, Tanggal 17 Januari 2016 keterangan suatu peristiwa yang oleh saksi didengar sendiri, ia lihat sendiri atau ia alami sendiri. Dalam memberikan kesaksian, maka saksi wajib disumpah terlebih dahulu. 4. pasal-pasal dalam undang-undang yang terkait dengan tindak pidana narkotika Dalam pemeriksaan dipersidangan, hakim harus jeli dalam melihat unsur-unsur dalam pasal yang didakwakan oleh penuntut umum. Apakah unsur dalam pasal tersebut terpenuhi atau tidak, jika terpenuhi maka pasal tersebut bisa dikenakan pada terdakwa penyalahguna Narkotika. Pertimbangan yang bersifat Non yuridis adalah pertimbangan yang hanya berfokus pada apa yang melatar belakangi tindak pidana tersebut terjadi. Pertimbangan ini juga bertitik tolak pada dampak yang merugikan dalam kehidupan bermasyarakat. 1. Latar belakang terdakwa Latar belakang terdakwa disini adalah suatu keadaan yang menyebabkan timbulnya keinginan dalamdiri terdakwa untukmelakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika. 2. Akibat perbuatan terdakwa Tindak pidana penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh terdakwa sudah pasti memiliki dampakataupunkerugianpadapihak lain. Bahkan akibat dari kejahatan yang dilakukan tersebut dapat pula berpengaruh buruk kepada masyarakat luas, paling tidak keamanan dan ketentraman mereka senantiasa terancam. 3. Kondisi terdakwa kondisi terdakwa disiniadalah keadaan fisik maupun psikis terdakwa sebelum melakukan kejahatan, termasuk pula status sosial yang melekat pada terdakwa. C.  Keadaan fisik adalah usia atau tingkat kedewasaan.  Keadaan psikis berkaitan dengan perasaan atau mental seseorang. faktor yang menghambat penerapan sanksi pidana yang adil bagi pelaku penyalahguna narkotika penerapan sanksi pidana yang adil bagi setiap pelaku penyalahgunaan narkotika seringkali mendapat hambatan. Berikut adalah beberapa faktor yang menghambat penerapan sanksi pidana yang adil bagi pelaku penyalahguna narkotika. Politik hukum pidana Istilah kebijakan diambil dari kata policy (inggris) atau politiek (belanda). Terlepas dari itu, maka kebijakan hokum pidan dapat pula berarti politik hokum pidana. Politik hukum digunakan yakni sebagai usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi dikemudian hari. Kebijakan merupakan kata atau istilah yang yang digunakan sehari-hari namun karna keterbiasaannya menimbulkan kebingungan dan kekeliruan dalam mendefinisikannya. Penggunaannya seringkali dipertukarkan demi kepentingan beberapa golongan. Adanya kepentingan lain pihak-pihak yang terkait yaitu oknum penegak hukum yang menangani kasus perkara penyalahgunaan narkotika entah itu dengan jalan kolusi ataupun nepotisme menjadi hambatan terbesar dalam memutus perkara yang seadil-adilnya bagi pelaku penyalahguna. 58 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Pemidanaan terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika pada dasarnya bertujuan untuk memberikan efek jera terhadap pengguna narkotika tersebut agar tidak lagi mengulangi kesalahan setelah selasai menjalani hukuman yang dijatuhkan oleh hakim dan memberikan sanksi yang adil bagi setiap pelaku penyalahguna. 2. Hakim dalam menjatuhkan putusannya melihat beberapa faktor yaitu dari segi yuridis (dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi dan pasal-pasal dalam undang-undang yang terkait dengan tindak pidana narkotika) dan non yuridis (latar belakang terdakwa, akibat perbuatan terdakwa dan kondisi terdakwa) yang dapat memberatkan atau meringankan terdakwa demi keadlian Yang Maha Esa. 3. Adanya kepentingan lain pihak-pihak yang terkait yaitu oknum penegak hukum yang menangani kasus perkara penyalahgunaan narkotika entah itu kolusi ataupun nepotisme menjadi hambatan terbesar dalam memutus perkara yang seadil-adilnya bagi pelaku penyalahguna. 59 B. Saran 1. Penulis berharap agar pemerintah lebih giat lagi dalam melakukan upaya pembinaan mental dengan cara mensosialisasikan bahaya dan dampak narkotika mulai dari sekolah-sekolah sampai ke lapisan masyarakat terkecil, agar masyarakat mengetahui dan paham akan dampak dari penyalahgunaan narkotika. 2. Penulis berharap agar pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat bekerja sama dalam menangani kasus penyalahgunaan narkotika, agar penggunaanya bisa diminimalisir. 62 DAFTAR PUSTAKA Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2005 AW Widjaja, masalah kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkotika. Bandung: armico. 1985 Badan Narkotika Nasional, Pemberantasan Tindak Kejahatan Narkotika di Indonesia. Jakarta: 2000 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1998 Drs Marwam dan Jimmy, Kamus Hukum; Dictionary of Law Complite Edition. Surabaya: Reality Publisher, 2009 Jimly Asshiddiqie, "Pembangunan Hukum dan Penegakan Hukum di Indonesia Lamintang, Hukum Penitersier Indonesia. Bandung. 1984 Leden marpaung, Asas teori praktik hukum pidana. Jakarta: Sinar Grafika 2008 Makalah Disampaikan pada Acara Seminar Menyoal Moral Penegak Hukum dalam Rangka Lustrum XI Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 17 Februari 2006 Makmuri Muchlas, Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA ( NArkotika dan Psikotropika). Jakarta: Depdiknas. 2001 Marlina, Hukum Penitensier. Bandung: Refika Aditama, 2011 Moeljatno, KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: TP Bumi Aksara 2008 Ruby hardiati Jhony, diktat kuliah hukum pidana Khusus Tindak Pidana narkotika. Purwokerto: Fakultas Hukum Unsoed. 2000 63 Skripsi Rio Sungsang Wienahyu, Penerapan Tindak Pidana Narkotika Terhadap Pengguna (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor:68/Pid.Sus/2011/Pn.Pwt). 2012 Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Narkotika Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bhakti. 1990. Sumaryanti, peradilan Koneksitas Di Indonesia Suatu Tinjauan Ringkas. Jakarta: Bina Aksara. 1987 Supramono, Hukum Narkotika Indonesia. Jakarta: Djambatan. 2001 Pipin Syarifin S.H, Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia, 2008 Wawan Muhwan Hariri, Pengantar Ilmu Hukum.Bandung: CV Pustaka Setia. 2012 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika http://www.makassar.tribunnews.com/2012/10/31/pemuda-sidrap-prihatinkondisia-sidrap-sebagai-lumbung-narkoba http://www.rakyatbugis.com/2015/01/sidrap-dicap-sebagai-lumbung-narkoba.html http://sahabatnews.com/2014/12/29/bandar-sabu-sabu-jaringan-internasionaltertangkap-disidrap/ http://prabuhelaudinata.blogspot.com/2013/03/jenis-narkotika-1.html?m