Academia.eduAcademia.edu

Pengukuran kinerja green manufacturing pada industri tahu sumedang untuk meningkatkan kinerja terhadap lingkungan menggunakan GSCOR dan LCA

Agrointek : Jurnal Teknologi Industri Pertanian

Agrointek Volume 16 No 2 Juni 2022: 221-233 Pengukuran kinerja green manufacturing pada industri tahu Sumedang untuk meningkatkan kinerja terhadap lingkungan menggunakan GSCOR dan LCA Totok Pujianto, Anas Bunyamin, Salma Wafiyyah* Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia Article history ABSTRACT Diterima: 18 Juni 2021 Diperbaiki: 9 September 2021 Disetujui: 13 Oktober 2021 The application of an environmentally sound industry is one of the environmental conservation issues and a global issue in the industry. The application of an environmentally sound industry can be implemented in the Green Manufacturing system. The tofu industry in the production process uses a high volume of water, resulting in a high volume of liquid waste, which can pollute the environment. The problem with the Sari Kedelai industry is that there has not been a performance measurement on the environment and an analysis of the resulting impact. This study aims to measure the performance of Green Manufacturing with the GSCOR (Green Supply Chain Operations Reference) and LCA (Life Cycle Assessment) methods as well as formulate suggestions for improvements to the Sari Kedele industry in the context of implementing Green Manufacturing. The results of performance measurement using the GSCOR method in the Sari Kedele industry has a value of 79.78 which was included in the good category. Environmental impact analysis is assessed with a focus on GHG emissions (Greenhouse Gases) that uses LCA with an ISO 14040 approach resulting in a GHG emission value of CO2-eq/kg tofu of 3.7107. Keyword Green Manufacturing; GSCOR; LCA; Performance Measurement; Environmental impact analysis This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License. * Penulis korespondensi Email : [email protected] DOI 10.21107/agrointek.v16i2.10831 Pujianto et al. Agrointek 16 (2): 221-233 PENDAHULUAN Pertumbuhan sektor industri memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif dari sektor industri yaitu peningkatan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan sektor industri memberikan kontribusi terbesar dalam penyerapan tenaga kerja (Badan Pusat Statistik 2018). Selain dampak positif yang diberikan, sektor industri juga memberikan dampak negatif yaitu dampak terhadap lingkungan. Dampak negatif dari kegiatan industri yaitu terjadinya kerusakan lingkungan akibat pencemaran dari limbah yang dihasilkan. Tercatat pada tahun 2018 pedesaan mengalami pencemaran air sekitar 25,1 % dan pencemaran tanah sekitar 2,7 % (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2016). Industri Tahu Sari Kedelai merupakan industri pengolahan pangan produk tahu Sumedang. Dalam aktivitas produksinya industri tahu membutuhkan jumlah air dengan volume yang besar, kebutuhan air bisa mencapai 4.000 liter per 100 kg kedelai (Novita et al., 2016). Dari proses produksi tersebut, industri tahu menghasilkan limbah cair dengan volume yang besar dan menghasilkan ampas tahu sebagai limbah padat. Pembuatan tahu dengan kebutuhan kedelai 60 kg menghasilkan limbah cair sebesar 2.610 kg dan 70 kg limbah padat (Aliyenah et al., 2015). Rata–rata limbah cair yang dihasilkan oleh industri tahu belum dilakukan pengolahan limbah untuk dibuang ke lingkungan, hal ini dapat menyebabkan lingkungan tercemar. Permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas industri memerlukan peningkatan kinerja agar dihasilkan industri yang berkelanjutan. Menurut Pujianto (2015) pengukuran kinerja dapat memperlihatkan perbedaan kondisi industri sebelum dan setelah adanya pengukuran kinerja untuk evaluasi peningkatan kinerja. Pengukuran kinerja dapat memberikan hasil berupa informasi bagi industri mengenai atribut dan metrik yang sudah baik dan yang perlu diperbaiki (Saragih et al., 2021). Manajemen rantai pasok industri merupakan aliran proses industri dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Manajemen rantai pasok saat ini terbagi menjadi dua yaitu manajemen rantai pasok konvensional yang berfokus hanya pada peningkatan value dan manajemen rantai pasok hijau (Green Supply Chain Management) yang berfokus pada lingkungan. Penerapan industri berwawasan lingkungan sangat diperlukan karena melihat dampak yang diberikan dari aktivitas industri dan didasarkan pada isu pelestarian lingkungan yang menjadi perhatian dan isu global dalam industri khususnya manufaktur (Susanty, 2018). Peningkatan industri berkelanjutan tidak hanya memperhatikan peningkatan kinerja yang berwawasan lingkungan tetapi perlu adanya pengukuran terkait dampak yang dihasilkan dari proses produksi tersebut. Green Supply Chain Managemet memiliki empat aktivitas yaitu green procurement (proses pengadaan yang ramah lingkungan), green manufacturing (proses produksi atau manufaktur yang ramah terhadap lingkungan), green distribution (distribusi ramah lingkungan), dan reserve logistic (penggunaan kembali produk atau bahan) (Ninlawan et al., 2010). Green Manufacturing merupakan salah satu aktivitas GSCM yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan industri yang berwawasan lingkungan, karena dalam kegiatan manufaktur atau proses produksi pengolahan memiliki dampak yang cukup luas terhadap lingkungan. Dampak lingkungan tersebut meliputi limbah hasil produksi seperti energi, emisi, bahan kimia, limbah cair, dan limbah padat. Berdasarkan uraian di atas, apakah sebenarnya industri Tahu Sari Kedelai tergolong sebagai industri yang berdampak negatif terhadap lingkungan atau tidak. Oleh karenanya perlu dilakukan evaluasi kinerja dan dampak terhadap lingkungan pada kegiatan Green Manufacturing industri Tahu Sari Kedelai Sumedang. Evaluasi yang dimaksud menggunakan metode GSCOR (Green Supply Chain Operation Reference) untuk mengetahui nilai kinerja dan LCA (Life Cycle Assessment) untuk mengetahui dampak yang dihasilkan. METODE Penelitian dilaksanakan di industri Tahu Sari Kedelai. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2020 hingga Januari 2021. Data pada penelitian dikumpulkan menggunakan pendekatan wawancara, data perusahaan, dan pengukuran langsung. Data yang diteliti yaitu data dari proses produksi (manufacturing) pembuatan tahu pada Sari Kedelai. Untuk itu dibuat peta proses produksi agar dapat dipahami tahap per tahap proses yang berlangsung termasuk 222 Pujianto et al. Agrointek 16 (2): 221-233 mengidentifikasi sejumlah variabel yang perlu diukur. Data yang diperlukan mengacu kepada penggunaan metode GSCOR (untuk mengukur kinerja green manufacturing) dan LCA (untuk mengukur dampak lingkungan dari proses produksi. Pengukuran dengan metode ditujukan untuk perusahaan sebagai usulan perbaikan. Green Supply Chain Operation Reference (GSCOR) 1. Perancangan Key Performance Indicator (KPI) Mengidentifikasi indikator yang berhubungan dengan Green Manufacturing pada Tahu Sari Kedelai berdasarkan lima proses GSCOR yaitu Plan, Source, Make, Delivery, dan Return. KPI dibuat bedasarkan referensi jurnal atau penelitian terdahulu yang berhubungan dengan GSCOR dan Green Manufacturing. 2. Verifikasi Key Performance Indicator Verifikasi KPI dilakukan oleh pihak perusahaan atau stakeholder yang mengetahui aspek kinerja lingkungan perusahaan mengenai indikator mana yang tidak diperlukan dan yang belum dicantumkan. 3. Penyusunan Kuesioner Kuesioner disusun berdasarkan KPI yang sudah terverifikasi. Kuesioner diberikan kepada stakeholder yang berhubungan dengan rantai pasok atau kegiatan manufacturing. Kuesioner pemilihan KPI dibuat menggunakan model perbandingan berpasangan. 4. Pembobotan dengan metode Analytical Hierarki Process (AHP) Pembobotan dilakukan pada level Green SCOR process (Level 1), pada level atribut kinerja (Level 2), dan pada level KPI (Level 3). Pengolahan data AHP dilakukan dengan Microsoft excel. Dilakukan perhitungan nilai konsistensi indeks dan konsistensi ratio untuk mengetahui validasi hasil . Pada metode AHP matrik dapat diterima apabila ratio konsistensi ≤ 0,1. Berikut merupakan rumus rumus Consistensy Index (CI) dan Consistency Rasio (CR): CI = (λ maks - n)/(n-1) CR = CI/IR 5. Normalisasi dengan Snorm De Boer Nilai normalisasi didapatkan dari nilai aktual dan nilai target perusahaan. Nilai aktual dan target didapatkan dengan wawancara, data perusahaan, dan pengukuran secara manual. Normalisasi dilakukan untuk melakukan menyamaan parameter. Normalisasi dapat dihitung dengan rumus: Snorm = (S1 – Smin )/(Smax-Smin) = (Skor-0)/(100-0) 6. Perolehan nilai Green Manufacturing Perolehan nilai Green Manufacturing didapatkan setelah dilakukan normalisasi Snorm De Boer. Nilai Green Manufacturing diklarifikasikan kepada standar nilai kinerja pada Tabel 1. Tabel 1 Standar nilai kinerja Nilai Kinerja Indikator Kinerja ≤ 40 40 – 50 50 – 70 70 – 90 ≥ 70 Poor Marginal Average Good Excellent Sumber: (Chotimah et al., 2017) 223 Pujianto et al. Agrointek 16 (2): 221-233 Gambar 1 Aliran peta proses green manufacturing Life Cycle Assessment (LCA) Pengumpulan data sesuai dengan verifikasi KPI pada metode sebelumnya lalu dilakukan pengolahan data LCA. Pengukuran metode LCA dilakukan menggunakan prosedur LCA menurut ISO 14040. Metode tersebut terdiri dari empat komponen yaitu: 1. Penentuan goal and scope Goal pada penelitian ini yaitu mengetahui nilai kinerja dan dampak lingkungan dari proses produksi tahu dengan pengukuran besarnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan perhitungan efisiensi energi. Scope yaitu ruang lingkup yang akan dilakukan analisis lingkungan pada penelitian ini yaitu pada proses produksi pengolahan kedelai hingga menjadi tahu. Unit fungsional yang diperhitungkan per satu kali penggilingan atau per 14 kg produk tahu. 2. Inventory analysis Pengukuran inventory analysis dilakukan dengan pengumpulan data input dan output yang dibuat perhitungannya seperti neraca massa meliputi proses mengukur penggunaan energi (bahan bakar), air, kebutuhan bahan baku, dan limbah yang dihasilkan. Data inventori didapatkan dari data sekunder perusahaan dan data primer hasil pengukuran sendiri. 3. Impact Assessment Penilaian dampak lingkungan yang ditimbulkan dari hasil inventory analysis. Analisis impact assessment menggunakan kategori dampak jumlah emisi GRK serta efisiensi energi dari proses pembuatan tahu. Hasil emisi CO 2 direpresentasikan ke dalam dampak Global Warming Potential (GWP 100). Perhitungan emisi CO2 per gilingan tahu dirujuk melalui panduan (IPCC 2014) dengan persamaan: Emisi CO2 = Konsumsi energi x faktor emisi Perhitungan efisiensi energi dinyatakan dengan perhitungan energi input per output. 4. Interpretation dan Improvement Interpretation dan Improvement adalah langkah untuk menginterpretasikan hasil dari 224 Pujianto et al. Agrointek 16 (2): 221-233 langkah sebelumnya, sehingga didapatkan saran untuk langkah perbaikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Peta Proses Green Manufacturing Tahu Sari Kedelai Peta proses green manufacturing dirancang dengan memetakan proses bisnis perusahaan dengan pemetaan kondisi rantai pasok yang berfokus pada bagian produksi atau manufacturing. Peta proses dibuat dengan menggunakan Rich Picture Diagram agar lebih jelas dan mudah dimengerti. Tujuan dibuat peta proses yaitu untuk mengidentifikasi sejumlah variabel yang perlu diukur. Peta aliran proses green manufacturing dimulai dari pengadaan bahan baku yaitu kedelai hingga proses pengolahan limbah. Gambar 1 merupakan aliran peta proses green manufacturing. Green Supply Chain Operation Reference (GSCOR) 1. Perancangan Key Performance Indicator (KPI) Perancangan KPI digunakan sebagai penentuan ukuran keberhasilan perusahaan. Perancangan KPI dilakukan melalui identifikasi berdasarkan indikator yang berhubungan dengan Green Manufacturing. Penelitian yang dilakukan oleh Natalia dan Astuario (2015) digunakan sebagai acuan dalam proses identifikasi dan formulasi KPI berdasarkan indikator yang berhubungan dengan Green Manufacturing. Terdapat 23 KPI yang menjadi rancangan awal dalam proses pengukuran kinerja. 2. Verifikasi dan Pembobotan KPI KPI teridentifikasi sebanyak 23 yang merujuk kepada penelitian terdahulu pada industri manufaktur. KPI tersebut dirumuskan sesuai dengan green objective sehingga memiliki karakteristik yang sesuai dengan proses green manufacturing mulai dari pengadaan material hingga penanganan limbah. Hasil identifikasi tersebut dilakukan verifikasi, strukturisasi, dan pembobotan KPI. Verifikasi dilakukan oleh pihak perusahaan yang mengetahui kondisi produksi pada Tahu Sari Kedele. KPI yang terverifikasi yaitu sebanyak 13 KPI dari 23 KPI yang diidentifikasi. Gambar 2 merupakan strukturisasi dan hasil pembobotan KPI menggunakan AHP berdasarkan atribut: Gambar 2 Strukturisasi KPI 225 Pujianto et al. Agrointek 16 (2): 221-233 Tabel 2 Hasil perhitungan perbandingan berpasangan matrik level 1 Plan Source 1 0,5 0,2 0,2 0,33 2,23 Plan Source Make Deliver Return Jumlah Make 2 1 0,14 0,33 0,2 3,68 Deliver 5 7 1 1 1 15 Return 5 3 1 1 0,33 10,33 3 5 1 3 1 13 Tabel 3 Nilai normalisasi matrik Plan Plan Source Make Deliver Return Jumlah 0,45 0,22 0,09 0,09 0,15 1 Source 0,54 0,27 0,04 0,09 0,05 1 Make Deliver 0,33 0,47 0,07 0,07 0,07 1 Berdasarkan hasil perhitungan AHP diperoleh nilai bobot aspek utama GSCOR tertinggi yaitu Plan sebesar 0,41. Perhitungan dilakukan dengan cara membandingkan secara berpasangan mengenai tingkat kepentingan antara semua aspek pada level 1 degan atribut source, make, deliver, dan return. Penentuan tingkat kepentingan dilakukan oleh supervisor pabrik sebagai pakar. Setelah data perhitungan berpasangan didapatkan dilanjutkan dengan menghitung nilai normalisasi dengan cara membagi nilai dalam kolom dengan jumlah masing – masing pada tabel berpasangan level 1. Selanjutnya perhitungan priority level didapatkan dari hasil bagi jumlah tiap kolom dengan jumlah matriks. Dari hasil nilai normalisasi matriks maka didapatkan nilai 0,41 untuk atribut Plan, 0,33 atribut Source, 0,07 untuk atribut Make, 0,11 untuk atribut Deliver, dan 0,08 untuk atribut Return. Plan dinilai sebagai aspek yang lebih penting dan utama dibandingkan aspek utama GSCOR yang lainnya. Plan dikatakan lebih penting dan utama karena dalam suatu aktivitas industri perlu adanya perencaan yang baik terlebih dahulu. Aspek perhitungan bobot antar atribut kinerja yaitu perbandingan antara reliability, responsiveness, dan flexibility, dengan hasil bobot tertinggi yaitu reliability sebesar 0,64. Hasil yang diperoleh dikarenakan kemampuan industri dalam penanganan kinerja terhadap lingkungan dirasa 0,48 0,29 0,10 0,10 0,03 1 Return 0,23 0,38 0,08 0,23 0,08 1 Jumlah 2,04 1,64 0,37 0,57 0,38 5 Priority Vector 0,41 0,33 0,07 0,11 0,08 1 sangat penting untuk memberikan kepuasan atau kepercayaan konsumen terhadap industri. 3. Normalisasi Snorm de Boer dan Hasil Pengukuran Data nilai minimum dan maksimum industri Tahu Sari Kedelai mengacu pada data industri selama tiga bulan mulai bulan September, Oktober, dan November dan untuk nilai aktual didapatkan dari hasil pengukuran pendekatan. Nilai snorm merupakan nilai persentase perbandingan antara Normalisasi Snorm de Boer dilakukan untuk menyamakan nilai atribut dari setiap level, karena setiap atribut memiliki bobot dan parameter berbeda. Nilai akhir didapatkan dari hasil kali bobot akhir dengan nilai Snorm. Tabel 4 berisi hasil pengukuran kinerja berdasarkan metrik kinerja. Nilai akhir pengukuran kinerja Green Manufacturing indutri Tahu Sari Kedelai sebesar 79,78. Nilai tersebut masuk dalam kategori Good menurut acuan standar nilai kinerja (Chotimah et al., 2017) . Dari hasil nilai akhir yang sudah masuk ke dalam kategori Good masih terdapat KPI yang belum maksimal sesuai dengan target dan perlu adanya usulan perbaikan untuk meningkatkan nilai kinerjanya. Pemilihan KPI yang membutuhkan perbaikan dilakukan dengan menggunakan Traffic Light System. Traffic Light System menggunakan indikator warna yaitu merah untuk nilai skor kinerja ≤ 60 dengan kategori tidak 226 Pujianto et al. Agrointek 16 (2): 221-233 memuaskan, warna kuning untuk nilai skor kinerja 60 – 80 dengan kategori marjinal, dan warna hijau untuk nilai skor ≥ 80 dengan kategori memuaskan. Metode Traffic Light System adalah metode yang digunakan untuk memahami pencapaian kinerja perusahaan secara mudah menggunakan bantuan 3 kategori warna yaitu merah, kuning, dan hijau. Kategori yang digunakan dapat mempermudah pihak industri dalam mengevaluasi kinerja sesuai dengan target (Teknomo, 1999). Tabel 4 Normalisasi snorm de boer dan hasil pengukuran Material Use Efficiency Waste produced as % of product produced Aktual Min Max Snorm Bobot Nilai Akhir 50 95 83,37 0,099 8,23 23,01 % 0 70 67,12 0,186 12,52 Waktu rata-rata produksi 71,43 % 0 100 71,43 0,125 8,91 Waktu rata-rata penerbitan bahan baku 100 % 0 100 100 0,330 33,00 Rp5.859.183 87,20 liter Rp5.089.345 61 Rp7.480.000 93,43 67,80 19,23 0,029 0,025 1,95 0,49 33 mg/L 27 150 95,12 0,007 0,65 89,67 mg/L 72 300 92,25 0,005 0,42 30,33 mg/L 26 200 97,51 0,005 0,45 1200 liter 0 1200 0 0,011 0,00 Emission to water 89 % 60 90 3,62 0,049 0,177 Emission to land 0% 0 100 100 0,050 5,04 0,7 % 0 100 99,34 0,080 7,95 Reliability Flexsibility Reliability Reliability 87,52 % Flexsibility Plan Source Make Delivery Return KPI Responsiveness Level II Responsiveness Level I Energy used Water used BOD sesuai standar COD sesuai standar TSS sesuai standar Waste dispotition % Product Defect Nilai Akhir 79,78 227 Pujianto et al. Agrointek 16 (2): 221-233 Tabel 5 Data neraca air, energi, dan massa (Inventory Analysis) Input Proses Pencucian Perendaman Output Bahan Jumlah Satuan Kedelai Air 14 93,5 Kedelai 14 Kg Air 46 Liter Kg Liter Limbah cair (liter) 93,5 34 Kedelai basah Air kg 15 Liter 0,315 Kwh 41 Liter - 182 27 Liter Kg 18,2 - Bubur masak Air 204,8 Liter - - 182 Liter - - Air Biang 60 Liter 286,8 338,8 Liter - 112 Liter 47,2 0,209 Kwh - Listrik Perebusan Filtrasi Penggumpalan Pencetakan Pompa Air Bubur Kedelai Air Serbuk Gergaji Sari Tahu dan Air Tahu Encer Listrik Keterangan 26 kg Kedelai Basah 41 Liter Bubur Kedelai Energi Dibuang ke lantai Terserap kedelai 26 - Produk Dibuang ke lantai - 12 Penggilingan Keterangan - Menguap - Whey / disimpan untuk proses kembali Air terbuang di lantai - 1,134 MJ 0,00025 kg CO2 204,8 Liter 106 MJ 100,56 kg CO2 48 kg 338,8 Liter Emisi CO2 Bubur Masak Energi Emisi CO2 Ampas Tahu Sari Tahu dan Air 112 Liter 64,8 Kg Tahu Encer 0,7524 MJ 0,00017 kg CO2 Energi Tahu Emisi CO2 Sumber: Data Olahan Hasil dari Traffic Light System didapatkan tiga KPI dengan kategori merah atau kurang memuaskan yaitu water used, waste dispotition, dan emission to water. Kategori biru atau marjinal sebanyak tiga KPI yaitu Waste produced as % of product produced, waktu rata–rata produksi, dan energy used, dan sisa enam KPI masuk dalam kategori hijau atau memuaskan. Life Cycle Assessment (LCA) 1. Inventory Analysis Data Inventory analysis merupakan data input dan output dari proses manufacturing yang telah dilakukan analisis pada aliran peta proses. Data neraca penggunaan air, energi, dan massa didapatkan dari hasil pengukuran dengan menggunakan pendekatan-pendekatan pengukuran yang dilakukan di industri Tahu Sari Kedelai pada proses produksi. Data tersebut dibutuhkan sebagai data untuk perhitungan data 228 Pujianto et al. Agrointek 16 (2): 221-233 aktual pengukuran kinerja menggunakan GSCOR dan perhitungan untuk analisis Life Cycle Assessment. Tabel 5 merupakan data neraca input dan output dari proses produksi Tahu Sari Kedelai. emisi CO2 dari penggunaan energi listrik untuk mesin penggiling dilakukan dengan menggunakan rumus dan emisi faktor perhitungan IPCC (2014): Industri Tahu Sari Kedelai memiliki rata– rata produksi 280 kg kedelai per hari. Rata–rata jumlah tahu yang diproduksi per hari 21.895 biji. Setiap satu kali proses produksi dibutuhkan air sebanyak 579 liter per 1 kali gilingan atau per 14 kg kedelai. Kapasitas produksi rata–rata sebanyak 20 gilingan per hari yang berarti menggunakan 280 kg kedelai per hari. Kebutuhan serbuk gergaji dalam sekali gilingan sebesar 27 kg sehingga rata– rata setiap hari membutuhkan 540 kg. Rata–rata jumlah kebutuhan air perhari atau per 20 gilingan per hari yaitu 11.580 liter, jumlah air tersebut belum termasuk untuk keperluan sanitasi. Jumlah pemakaian air berdampak jumlah limbah cair yang dihasilkan. Limbah cair yang dihasilkan rata–rata setiap hari yaitu 9.240 liter dan limbah padat yang dihasilkan 960 kg. 2. Impact Assessment Emisi CO2 = Konsumsi energi x faktor emisi = 0,000794 ton CO2/Kwh x 0,315 Kwh = 0,00025011 ton CO2 = 0,2501 kg CO2 Pengukuran dampak atau impact assessment merupakan tahapan selanjutnya untuk mengetahui dampak yang dihasilkan dari proses produksi tahu. Penggunaan metode manual pada penelitian ini dikarenakan database untuk input dan output proses produksi tahu tidak tersedia secara spesifik sesuai dengan keadaan industri. Sehingga penulis menggunakan perhitungan secara manual menurut metode iso 14040. Dampak dari proses produksi tahu diperhitungkan dan dianalisis melalui perhitungan GRK dan tingkat efisiensi energi. 2.1 Emisi Karbon dioksida (CO2) CO2-eq merupakan unit pengukuran untuk menstandarkan efek gas rumah kaca. Emisi gas rumah kaca menghasilkan dampak pemanasan global. Energi yang menghasilan emisi CO2 dari proses produksi tahu dihasilkan dari pengunaan pompa, listrik, dan serbuk gergaji. Emisi CO2 Penggunaan listrik berasal dari pembangkit listrik bahan bakar fosil, sehingga konsumen secara tidak langsung melakukan pembakaran bahan bakar fosil (Brown, 2017). Proses produksi penggilingan kedelai menjadi bubur menggunakan energi listrik dengan daya listrik sebesar 750 watt dengan ratarata lama penggilingan selama 25 menit setiap satu kali proses produksi, sehingga energi listrik yang dibutuhkan sebesar 0,315 kwh. Perhitungan Pengadaan air pada industri Sari Kedelai juga memanfaatkan energi listrik dari penggunaan pompa air. Spesifikasi pompa yang digunakan yaitu pompa 2 PK atau setara dengan 1.491,4 watt dengan kemampuan mengisi debit air yaitu 5m3/jam. Perhitungan energi dari penggunaan pompa menggunakan acuan penggunaan air dalam sekali giling dengan satu giling yaitu 700 liter, sehingga energi listrik yang dibutuhkan yaitu sebesar 0,209 Kwh. Perhitungan emisi CO 2 diperhitungkan seperti pada mesin giling pada mesin giling dengan menggunakan energi listrik dalam proses produksi nggunakan rumus dan emisi faktor perhitungan IPCC: Emisi CO2 = Konsumsi energi x faktor emisi = 0,209 kwh x 0,000794 ton CO2/kwh = 0,000165946 ton CO2 = 0,1659 kg CO2 Selain energi listrik dalam proses produksi, Industri Sari Kedelai menggunakan energi pemanasan uap pada proses perebusan. Proses perebusan kedelai menggunakan bahan bakar serbuk gergaji. Proses perebusan menghasilkan hasil samping yang berupa emisi CO 2. Perhitungan emisi CO2 dilakukan dengan menggunakan rumus IPCC: Emisi CO2 = Konsumsi energi x faktor emisi = 0,00045738 TJ x 112 ton CO2/TJ = 0,05122656 ton CO2 = 51,2266 kg CO2 Limbah cair proses produksi juga menghasilkan emisi. Pengolahan limbah cair tahu dapat menghasilkan gas CH4 yang dapat memberikan dampak Global Warming Potential (GWP). Perhitungan emisi CH4 dari limbah cair dihitung menurut IPCC dengan hasil emisi yang dihasilkan yaitu 0,30625 kg CH4. Hasil perhitungan emisi CO2 dapat dilihat pada Tabel 6. 229 Pujianto et al. Agrointek 16 (2): 221-233 Tabel 6 Hasil perhitungan emisi CO2 Inventori Penggunaan Listrik pompa Penggunaan Listrik Penggilingan Serbuk Gergaji Limbah Cair Total CO2-eq/gilingan tahu atau per 14 kg tahu 0,1659 0,2501 CO2-eq/ kg tahu 0,0119 0,0179 51,2266 0,3075 51,9501 3,6590 0,0219 3,7107 Sumber: Data Olahan Hasil perhitungan emisi GRK menunjukkan nilai CO2-eq/kg tahu sebesar 3,7107. Hasil perhitungan nilai emisi GRK pada industri tahu Sari Kedelai memiliki nilai yang lebih tinggi dari hasil penelitian sebelumnya mengenai emisi GRK pada produk tahu lain yaitu sebesar 1,844 kg CO2eq/kg tahu (Wahyudi et al., 2017) dan 1,98 kg CO2/kg tahu hasil penilaian emisi GRK (Sidharta Sahirman, 2014). Dibandingkan dengan produk olahan kedelai lainnya yaitu pada pengolahan kedelai, nilai GRK yang dihasilkan tahu Sari Kedele juga lebih tinggi. Hasil emisi GRK dari produk tempe yaitu 0,323 CO2/kg tempe untuk produk tempe lokal dan 0,553 CO2/kg tempe untuk tempe GMO impor. Kontribusi emisi terbesar dari proses produksi tahu Sari Kedele yaitu pada penggunaan bahan bakar serbuk gergaji untuk proses produksi perebusan sebesar 3,6590 kg CO2/kg tahu. Penggunaan serbuk gergaji memiliki kontribusi emisi terbesar, secara fisik serbuk gergaji menghasilkan jelaga dan asap, tetapi asap dan jelaga yang dihasilkan dari penggunaan serbuk gergaji tidak terlalu besar seperti kayu bakar (Wahyudi et al., 2017). 2.2 Efisiensi Energi Efisiensi energi merupakan usaha meminimalisir jumlah energi yang dibutuhkan untuk memproduksi hasil yang sama. Efisiensi energi dilakukan pengukuran pada penggunaan energi proses perebusan. Efisiensi energi sistem diperhitungkan berdasarkan jumlah energi input per output. Energi input meliputi energi pemanasan air, penguapan, dan perebusan kedelai. Energi output meliput energi serbuk gergaji dari hasil perkalian massa serbuk gergaji yang digunakan dengan nilai kalor dari serbuk gergaji. Hasil efisiensi energi sebagai berikut: Efisiensi Energi = = Energi Input Energi Output 106 MJ 457,38 MJ 𝑥 100% 𝑥 100% = 23,18% Maka energi yang terlepas selama perebusan yaitu sebesar 76,82 % dari energi input. Energi yang terlepas sebesar 351,36 MJ. Interpretation dan Improvement Process Improvement merupakan interpretasi hasil dari perhitungan dan analisis untuk saran perbaikan. Hasil perhitungan metode GSCOR masih terdapat KPI yang masuk dalam kategori kurang memuaskan dan marjinal. Hasil analisis dampak lingkungan dari metode LCA untuk emisi GRK yaitu sebesar 3,7107 CO2-eq/kg per kg produk tahu dan efisiensi energi perebusan sebesar 23,18 %. Nilai emisi GRK pada penelitian ini lebih tinggi dari emisi GRK produksi tahu penelitian Wahyudi et al. (2017) sebesar 1,844 kg CO2-eq/kg tahu dan berdasarkan penelitian Sahirman (2014) sebesar 1,98 kg CO2/kg tahu. Dari hasil pengukuran kinerja dan dampak terhadap lingkungan yang telah dilakukan ditemukan potensi perbaikan yang dapat dilakukan pada proses manufacturing tahu agar lebih efisien dan ramah lingkungan. 1. Pemanfaatan Limbah Cair Menjadi Biogas Dari hasil pengukuran dengan metode GSCOR untuk KPI waste dispotition, emission to water memiliki nilai kurang memuaskan, dan Waste produced as % of product produced khususnya limbah cair memiliki nilai marjinal sehingga dapat dilakukan perbaikan. Pemanfaatan limbah cair tahu menjadi biogas dapat diterapkan karena limbah cair yang dihasilkan pada industri tahu masih memiliki kandungan bahan–bahan organik yang sangat tinggi. Senyawa organik tersebut berupa protein, karbohidrat, lemak, dan minyak. Senyawa organik tersebut dapat diuraikan 230 Pujianto et al. Agrointek 16 (2): 221-233 secara aerob maupun anaerob dan akan menghasilkan gas Metana (CH4), Karbondioksida (CO2), gas lain, dan air (Pratiwi, 2010). Gas metana hasil fermentasi dari bahan organik dapat ditangkap menggunakan reaktor biogas atau biodigester. Biodigester merupakan reaktor untuk menghasilkan gas metana melalui proses anaerobik atau tidak memerlukan oksigen (Taufikurrahman, 2011). 2. Penggantian Sistem Perebusan Sistem perebusan yang digunakan pada Industri Tahu Sari Kedelai menggunakan sistem perebusan wajan cor yang terbuka, penggunaan sistem perebusan dengan wajan cor yang terbuka mengakibatkan terjadinya pemborosan energi yang terbuang sekitar 20 %, sehingga terjadinya pemborosan penggunaan bahan bakar (Mulyati et al., 2014). Penggantian sistem perebusan dari wajan cor yang terbuka dapat diganti menggunakan sistem ketel uap atau boiler. Ketel uap atau boiler merupakan sistem pemanas menggunakan bejana penghasil uap air panas yang sudah digunakan oleh industri tahu atau tempe untuk proses perebusan kedelai. Efisiensi boiler dianggap lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tungku bakar pada proses pemasakan produk olahan pangan. Efisiensi boiler memberikan penghematan bahan bakar sebesar 33 % dan waktu pemasakan hingga 50 % (Dwiki dan Fatoni, 2020). 3. Penggantian Bahan Bakar Perebusan Dari hasil pengukuran dengan metode GSCOR untuk KPI Energy used masuk dalam kategori marjinal dengan skor 68,47 sedangkan untuk pengukuran menggunakan metode LCA penggunaan serbuk gergaji memiliki dampak emisi paling besar dari kegiatan produksi yaitu 3,66 kg CO2, hal tersebut dapat disebabkan oleh sistem perebusan yang belum efisien atau karena penggunaan bahan bakar yang dipilih. Penggantian bahan bakar dalam proses perebusan yang berupa serbuk gergaji dapat diubah. Penggantian bahan bakar dapat diganti dengan mengolah serbuk gergaji menjadi biopelet, biopelet merupakan bahan bakar terbarukan hasil dari diversifikasi biomassa, dengan nilai kalor yang lebih tinggi dari bahan baku pembuatannya atau mengganti menggunakan LPG. Pengunaan LPG lebih baik dari penggunaan kayu bakar dalam proses perebusan kedelai. Dalam proses perebusan, penggunaan kayu bakar secara fisik akan menghasilkan asap dan jelaga yang lebih banyak dari penggunaan LPG. Efisiensi yang dihasilkan dari penggunaan LPG memiliki nilai yang lebih tinggi dari penggunaan kayu bakar yaitu sebesar 60 % sedangkan penggunaan kayu bakar sekitar 16 % (Wahyudi et al., 2017). 4. Pelaksanaan Produksi Bersih Proses produksi bersih pada industri tahu Sari Kedele dapat dimulai dengan melakukan sortasi kedelai berkualitas seperti kering, bulat utuh, dan bersih. Proses kedua melakukan efisiensi penggunaan air, hasil pengukuran GSCOR untuk KPI Water Used memiliki kategori tidak memuaskan dengan skor 19,23. Hal ini disebabkan jumlah air yang digunakan pada industri tahu Sari Kedele memiliki volume yang tinggi sehingga perlu adanya efisiensi penggunaan air. Efisiensi penggunaan air dapat dilakukan dengan menggunakan kembali air bekas pencucian untuk pencucian selanjutnya atau digunakan untuk proses perendaman. Selain penggunaan kembali dapat diterapkan pengurangan penggunaan air dalam proses pemasakan dan penyaringan, karena proses pemasakan dan penyaringan memiliki volume jumlah air paling tinggi sebanyak 182 liter untuk 14 kg sehingga 1 kg kedelai membutuhkan 13 liter air. 5. Penanaman Pohon Di sekitar Pabrik Pohon atau terutama tumbuhan hijau memiliki kandungan klorofil yang akan mengalami metabolisme untuk melakukan fotosintesis. Dalam proses fotosintesis cahaya matahari, air, dan CO2 merupakan bahan dasar yang dibutuhkan tumbuhan. Hasil dari proses fotosintesis akan menghasilkan energi, oksigen, dan uap air. Sehingga pohon memberikan peranan menyaring CO2 untuk dihasilkan dan dilepaskan kembali dalam bentuk O2.. KESIMPULAN Berdasarkan pengukuran kinerja dan analisis dampak lingkungan pada kegiatan industri Tahu Sari Kedelai, disimpulkan bahwa industri dimaksud tergolong sebagai industri yang berkinerja baik dari sisi green manufacturing dan masih berdampak baik pada lingkungan. Kesimpulan tersebut didasarkan pada hasil pengukuran kinerja dan analisis dampak dimana nilai akhir kinerja sudah masuk dalam kategori baik yaitu sebesar 79,78. Meskipun demikian, 231 Pujianto et al. Agrointek 16 (2): 221-233 perlu adanya perbaikan pada aktivitas produksi atas hasil analisis menggunakan Traffic Light System. Hasil analisis Traffic Light System menunjukkan tiga KPI dengan kategori merah atau kurang memuaskan yaitu water used, waste dispotition, dan emission to water. Kategori kuning atau marjinal sebanyak tiga KPI yaitu Waste produced as % of product produced, waktu rata–rata produksi, dan energy used. Menurut analisis LCA, hasil perhitungan emisi GRK menunjukkan nilai CO2-eq/kg tahu sebesar 3,7107 untuk satu kali produksi dan efisiensi energi yang diperhitungkan yaitu sebesar 23,18 %, maka energi yang terlepas selama proses perebusan sebesar 76,82 % dari energi input. Alternatif perbaikan yang direkomendasikan dari hasil perhitungan dan analisis pada kegiatan industri Tahu Sari Kedelai yaitu pemanfaatan limbah cair menjadi biogas, penggantian sistem dan bahan bakar proses perebusan kedelai, melakukan pelaksanaan produksi bersih, dan penanaman pohon disekiter area pabrik. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Alm. Pak Anas Bunyamin atas segala kontribusi dalam penyusunan jurnal ini serta pihak industri tahu Sari Kedelai yang telah bersedia menjadi objek penelitian. DAFTAR PUSTAKA Aliyenah, A., Napoleon, A., Yudono, B. 2015. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Pupuk Cair Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir). Jurnal Penelitian Sains, 17(3), 168429. Badan Pusat Statistik. 2018. Data Produk Domestik Bruto Sektor Industri. Brown, R. E. 2017. Electric power distribution reliability, second edition. In Electric Power Distribution Reliability, Second Edition. https://doi.org/10.1201/9780849375682 Chotimah, Purwanggono, Susanty. 2017. Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Menggunakan Metode SCOR dan AHP Pada Unit Pengantongan Pupuk Urea PT. Dwimatama Multikarsa Semarang. Ejournal Undip, 6, 4. Dwiki, G., Fatoni, R. 2020. Kajian Tekno Ekonomis Pabrik Tahu Kabupaten. The 11th University Research Colloquium 2020 Universitas Aisyiyah Yogyakarta, 117–123. IPCC. 2014. Climate Change 2014: Synthesis Report. Contribution of Working Groups I, II and III to the Fifth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. In Ipcc. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2016. Laporan Tahunan 2015 Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya. Mulyati, S., Wismandaningkung, B., Purnomo, A., Pendahuluan, A. 2014. Klaster Industri Kecil Tahu di Adiwerna Tegal. Dianmas, 3(2), 75–84. Natalia, C., Astuario, R. 2015. Penerapan Model Green SCOR untuk Pengukuran Kinerja Green Supply Chain. Jurnal Metris, 16, 97– 106. Ninlawan, C., Seksan, P., Tossapol, K., Pilada, W. 2010. The implementation of green supply chain management practices in electronics industri. Proceedings of the International MultiConference of Engineers and Computer Scientists 2010, IMECS 2010, III, 1563–1568. Novita, E., Taruna, I., Wicaksono, T.F. 2016. Kelayakan Pemanfaatan Limbah Cair Tahu Pada Industri Kecil di Dusun Rejo Desa Cangkring Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember. Seminar Nasional APTA, 376–381. Pratiwi, I. 2010. Pengolahan Limbah Cair Menjadi Biogas Menggunakan Biodegester di Industri Tahu-Kartasura. Seminar Nasional Teknoin 2010 Bidang Teknik Industri, 91– 96. Pujianto, T. 2015. Keterkaitan Karakteristik, Strategi Pengembangan, dan Pengukuran Kinerja dalam Pengembangan Industri Kecil Menengah Agro. Jurnal Prosiding Seminar Agroindustri Dan Lokakarya Nasional, September, 2–3. Saragih, S., Pujianto, T., Ardiansah, I. 2021. Pengukuran Kinerja Rantai Pasok pada PT. Saudagar Buah Indonesia dengan Menggunakan Metode Supply Chain Operation Reference (SCOR). Jurnal Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis. https://doi.org/10.21776/ub.jepa.2021.005. 02.20 232 Pujianto et al. Agrointek 16 (2): 221-233 Sidharta S.A. 2014. Perkiraan Carbon Footprint Industri Tahu Banyumas Langkah Awal Menuju Industri Hijau. In Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains IX. http://repository.uksw.edu/bitstream/12345 6789/4527/2/PROS_S Sahirman%2C Ardiansyah_Perkiraan Carbon Footprint_fulltext.pdf Susanty, A. 2018. Buku Ajar Manajemen Rantai Pasok Hijau. Tiga Media. Taufikurrahman, T. 2011. Rancangan Desain Pemilihan Reaktor Biogas. Teknika. Teknomo, K. 1999. Penggunaan Metode Analytic Hierarchy Process dalam Menganalisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda ke Kampus. Civil Engineering Dimension. Wahyudi, J., Perencanaan, B., Daerah, P., Pati, K. 2017. Penerapan Life Cycle Assessment untuk Menakar Emisi Gas Rumah Kaca yang Dihasilkan dari Aktivitas Produksi Tahu. Urecol, 475–480. http://journal.ummgl.ac.id/index.php/ureco l/article/view/719 233