ABSTRAK Hadits bukanlah teks suci sebagaimana Al-Quran. Namun, hadits selalu menjadi rujukan kedu... more ABSTRAK Hadits bukanlah teks suci sebagaimana Al-Quran. Namun, hadits selalu menjadi rujukan kedua setelah Al-Quran dan menempati posisi penting dalam kajian keislaman. Mengingat penulisan hadits yang dilakukan ratusan tahun setelah nabi Muhammad SAW wafat, maka banyak terjadi silang pendapat terhadap keabsahan sebuah hadits. sehingga hal tersebut memunculkan sebagian kelompok meragukan dan mengingkari akan kebenaran hadits sebagai sumber hukum. Tulisan ini akan fokus membahas tentang telaah terhadap penetapan kesahihan hadits sebagai sumber hukum menurut Imam Syafii. Tulisan ini menggunakan metode library research dengan studi analisa teks, karena itu penulis merujuk langsung kitab-kitab yang ditulis oleh ImamSyafìI dan melakukan perbandingan dengan kitab yang ditulis oleh para muhadits. Temuan dalam riset ini bahwa tentang perdebatan soal keshahihan hadits sebagai sumber hukum dalam Islam, al-Syäfi'iy nampak beıpegang pada pendapat bahwa ketentuan-ketentuan yang ada dalam hadis berada dalam hukum-hukum Alquran; Dengan katalam, hadis Nabı dapat saja menambah hukum yang ada dalam Alquran. Ia mengatakan bahwa wujud perintah yang ada, baik dan alquran maupun hadis, adalah berpangkal dari sumber yang sama, meskipun melalui jalur yang berbeda.
Contemporary north-west Bangladesh is the scene of a religious contest between the self-described... more Contemporary north-west Bangladesh is the scene of a religious contest between the self-described ‗Hanafis‘, who include various expressions of Islamic faith and practice, and Salafi reformist groups known as Ahl-i-Hadith. Occasionally labelled ‗Wahhabis‘ due to their affinity with the doctrine from Arabia, the Ahl-i-Hadith actively seek to purify local Islam of all practices which they consider to be bidaʿ. Local Hanafi Muslims, who form a majority, are resistant to these efforts at total religious reform. This thesis investigates the contemporary discourse taking place between these two communities in Rajshahi, Bangladesh, and between these groups and their authoritative Islamic texts. The case study used to focus on inter-group debates is the contested issue of whether or not to perform rituals meant to assist the dead during al-barzakh – the conscious waiting period in the grave believed to last from death until the day of resurrection. Especially during a soul‘s first forty days in al-barzakh, the Hanafi community observes rituals intended to reduce the torment of the grave and send soʾab, or merit, to the account of the deceased.
ABSTRAK Hadits bukanlah teks suci sebagaimana Al-Quran. Namun, hadits selalu menjadi rujukan kedu... more ABSTRAK Hadits bukanlah teks suci sebagaimana Al-Quran. Namun, hadits selalu menjadi rujukan kedua setelah Al-Quran dan menempati posisi penting dalam kajian keislaman. Mengingat penulisan hadits yang dilakukan ratusan tahun setelah nabi Muhammad SAW wafat, maka banyak terjadi silang pendapat terhadap keabsahan sebuah hadits. sehingga hal tersebut memunculkan sebagian kelompok meragukan dan mengingkari akan kebenaran hadits sebagai sumber hukum. Tulisan ini akan fokus membahas tentang telaah terhadap penetapan kesahihan hadits sebagai sumber hukum menurut Imam Syafii. Tulisan ini menggunakan metode library research dengan studi analisa teks, karena itu penulis merujuk langsung kitab-kitab yang ditulis oleh ImamSyafìI dan melakukan perbandingan dengan kitab yang ditulis oleh para muhadits. Temuan dalam riset ini bahwa tentang perdebatan soal keshahihan hadits sebagai sumber hukum dalam Islam, al-Syäfi'iy nampak beıpegang pada pendapat bahwa ketentuan-ketentuan yang ada dalam hadis berada dalam hukum-hukum Alquran; Dengan katalam, hadis Nabı dapat saja menambah hukum yang ada dalam Alquran. Ia mengatakan bahwa wujud perintah yang ada, baik dan alquran maupun hadis, adalah berpangkal dari sumber yang sama, meskipun melalui jalur yang berbeda.
ABSTRAK Hadits bukanlah teks suci sebagaimana Al-Quran. Namun, hadits selalu menjadi rujukan kedu... more ABSTRAK Hadits bukanlah teks suci sebagaimana Al-Quran. Namun, hadits selalu menjadi rujukan kedua setelah Al-Quran dan menempati posisi penting dalam kajian keislaman. Mengingat penulisan hadits yang dilakukan ratusan tahun setelah nabi Muhammad SAW wafat, maka banyak terjadi silang pendapat terhadap keabsahan sebuah hadits. sehingga hal tersebut memunculkan sebagian kelompok meragukan dan mengingkari akan kebenaran hadits sebagai sumber hukum. Tulisan ini akan fokus membahas tentang telaah terhadap penetapan kesahihan hadits sebagai sumber hukum menurut Imam Syafii. Tulisan ini menggunakan metode library research dengan studi analisa teks, karena itu penulis merujuk langsung kitab-kitab yang ditulis oleh ImamSyafìI dan melakukan perbandingan dengan kitab yang ditulis oleh para muhadits. Temuan dalam riset ini bahwa tentang perdebatan soal keshahihan hadits sebagai sumber hukum dalam Islam, al-Syäfi'iy nampak beıpegang pada pendapat bahwa ketentuan-ketentuan yang ada dalam hadis berada dalam hukum-hukum Alquran; Dengan katalam, hadis Nabı dapat saja menambah hukum yang ada dalam Alquran. Ia mengatakan bahwa wujud perintah yang ada, baik dan alquran maupun hadis, adalah berpangkal dari sumber yang sama, meskipun melalui jalur yang berbeda.
Contemporary north-west Bangladesh is the scene of a religious contest between the self-described... more Contemporary north-west Bangladesh is the scene of a religious contest between the self-described ‗Hanafis‘, who include various expressions of Islamic faith and practice, and Salafi reformist groups known as Ahl-i-Hadith. Occasionally labelled ‗Wahhabis‘ due to their affinity with the doctrine from Arabia, the Ahl-i-Hadith actively seek to purify local Islam of all practices which they consider to be bidaʿ. Local Hanafi Muslims, who form a majority, are resistant to these efforts at total religious reform. This thesis investigates the contemporary discourse taking place between these two communities in Rajshahi, Bangladesh, and between these groups and their authoritative Islamic texts. The case study used to focus on inter-group debates is the contested issue of whether or not to perform rituals meant to assist the dead during al-barzakh – the conscious waiting period in the grave believed to last from death until the day of resurrection. Especially during a soul‘s first forty days in al-barzakh, the Hanafi community observes rituals intended to reduce the torment of the grave and send soʾab, or merit, to the account of the deceased.
ABSTRAK Hadits bukanlah teks suci sebagaimana Al-Quran. Namun, hadits selalu menjadi rujukan kedu... more ABSTRAK Hadits bukanlah teks suci sebagaimana Al-Quran. Namun, hadits selalu menjadi rujukan kedua setelah Al-Quran dan menempati posisi penting dalam kajian keislaman. Mengingat penulisan hadits yang dilakukan ratusan tahun setelah nabi Muhammad SAW wafat, maka banyak terjadi silang pendapat terhadap keabsahan sebuah hadits. sehingga hal tersebut memunculkan sebagian kelompok meragukan dan mengingkari akan kebenaran hadits sebagai sumber hukum. Tulisan ini akan fokus membahas tentang telaah terhadap penetapan kesahihan hadits sebagai sumber hukum menurut Imam Syafii. Tulisan ini menggunakan metode library research dengan studi analisa teks, karena itu penulis merujuk langsung kitab-kitab yang ditulis oleh ImamSyafìI dan melakukan perbandingan dengan kitab yang ditulis oleh para muhadits. Temuan dalam riset ini bahwa tentang perdebatan soal keshahihan hadits sebagai sumber hukum dalam Islam, al-Syäfi'iy nampak beıpegang pada pendapat bahwa ketentuan-ketentuan yang ada dalam hadis berada dalam hukum-hukum Alquran; Dengan katalam, hadis Nabı dapat saja menambah hukum yang ada dalam Alquran. Ia mengatakan bahwa wujud perintah yang ada, baik dan alquran maupun hadis, adalah berpangkal dari sumber yang sama, meskipun melalui jalur yang berbeda.
Uploads
Teaching Documents
Papers
The case study used to focus on inter-group debates is the contested issue of whether or not to perform rituals meant to assist the dead during al-barzakh – the conscious waiting period in the grave believed to last from death until the day of resurrection. Especially during a soul‘s first forty days in al-barzakh, the Hanafi community observes rituals intended to reduce the torment of the grave and send soʾab, or merit, to the account of the deceased.
The case study used to focus on inter-group debates is the contested issue of whether or not to perform rituals meant to assist the dead during al-barzakh – the conscious waiting period in the grave believed to last from death until the day of resurrection. Especially during a soul‘s first forty days in al-barzakh, the Hanafi community observes rituals intended to reduce the torment of the grave and send soʾab, or merit, to the account of the deceased.