Lompat ke isi

Wanajamur

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Jamur Amanita bersifat ektomikoriza dengan pohon yang diinanginya

Wanajamur adalah sistem manajemen hutan yang dilaksanakan untuk mengembangkan ekologi hutan dan ekosistemnya melalui introduksi jamur mikoriza dan saprofit. Wanajamur merupakan permakultur [1] dan dapat diterapkan dengan baik untuk wanatani. Wanajamur dapat meningkatkan hasil tanaman pohon dan menghasilkan jamur pangan.

Dengan mengintegrasikan asosiasi tumbuhan-jamur ke dalam sistem pengelolaan kehutanan, hutan dapat dilestarikan, limbah kayu dapat didaur ulang kembali menjadi ekosistem, dan restorasi tanaman dan kelestarian ekosistem hutan meningkat.[2]Wanajamur merupakan salah satu alternatif dari praktek tebang habis, yang menghilangkan kayu mati dari hutan, sehingga mengurangi ketersediaan hara dan mengurangi kedalaman tanah.[3]

Penyeleksian jenis jamur

[sunting | sunting sumber]

Jamur yang dipilih adalah jamur yang berada di ekosistem aslinya, sehingga dapat meningkatkan upaya restorasi dan hasil dari jamur tersebut meningkatkan pendapatan ekonomi bagi warga sekitar. Meskipun begitu, jamur perlu diteliti hubungannya dengan berbagai tanaman asli. Sistem wanajamur dilakukan dengan cara menggunakan inokulum spora mikoriza saat menanam kembali lahan hutan.[2] Adapun proses lainnya yakni dengan mencocokkan pohon yang akan diinangkan dengan jamur mikoriza asli, sehingga dapat menjaga dan akan mendorong berfungsinya ekosistem asli, dan keanekaragaman hayati asli.

Jika diasumsikan ekosistem hutan baik untuk pertumbuhan jamur, maka jaringan miselium jamur di bawah tanah tetap ada meskipun tidak ada tubuh buah yang terlihat. Tidak ditemukannya jamur dari suatu daerah seharusnya tidak mengindikasikan bahwa pengelolaan wanajamur gagal. Untuk memicu pembentukan tubuh buah jamur, banyak spesies jamur membutuhkan kondisi lingkungan yang spesifik. Meskipun begitu, sebagian besar spesies jamur tidak dapat berbuah sepanjang tahun. Oleh karena itu, diperlukan adanya penelitian lebih lanjut mengenai hubungan jamur dengan kondisi ekosistemnya, baik dalam kondisi prima ataupun buruk yang dapat bermanfaat untuk penerapan sistem wanajamur lebih lanjut.

Jamur saprofit

[sunting | sunting sumber]
Jamur tiram yang dapat dimakan (Pleurotus sp.) Berbuah dari tunggul

Jamur saprofit dapat dijadikan jamur penting bagi wanajamur dikarenakan jamur saprofit dapat menghancurkan kayu dan mengembalikan nutrisi ke tanah untuk digunakan oleh ekosistem hutan dengan cara melakukan inokulasi di berbagai tanaman pohon. Cara tersebut tidak memerlukan pengulangan dikarenakan sifat dari jamur tersebut yang kuat dan akan menyebar dan bertahan di dalam tanah dengan sendirinya.

Dalam pengelolaan sistem wanajamur, penting agar kayu tumbang dibiarkan diatas tanah. Hal tersebut dilakukan agar jamur dapat mencapai ke tanah dan membusukan kayu tumbang lebih cepat dibandingkan jika kayu dibiarkan mati berdiri.[2] Membiarkan kayu tumbang dapat memberikan nutrisi ke tanah. Hal tersebut juga didasarkan pada fakta bahwa penebangan habis dapat mengurangi nutrisi dan ketebalan tanah.[3]

Keuntungan dari interaksi jamur

[sunting | sunting sumber]
Armillaria, jamur parasit

Jamur mikoriza dapat membentuk asosiasi jangka panjang dengan tanaman, dikarenakan akar jamur mikoriza membantu di dalam akar tanaman sebagai sistem akar tambahan bagi tanaman yang menyediakan penyerapan nutrisi dan air lebih baik.

Contoh lainnya adalah memanfaatkan spesies jamur yang dapat menarik serangga sehingga bisa menjadi sumber makanan ikan yang cocok dilakukan di sistem wanatani. Sebagian spesies jamur dapat digunakan untuk menjadi kompetitor melawan agen penyebab penyakit seperti busuk akar Armillaria.[2]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Stamets, Paul (2005). Mycelium running: how mushrooms can help save the worldPerlu mendaftar (gratis). Ten Speed Press. hlm. 65. ISBN 1-58008-579-2. mycoforestry. 
  2. ^ a b c d Frankland, Juliet C. All you ever wanted to know about Mycelium. NWFG Newsletter. April 1997. (ISSN 1465-8054) Print.
  3. ^ a b Dahlgren, R. A.; Driscoll, C. T. The effects of whole-tree clear-cutting on soil processes at the Hubbard Brook Experimental Forest, New Hampshire, USA. Plant and Soil. Volume 158, Number 2 / January 1994.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]