Lompat ke isi

Filsafat psikologi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Filsafat psikologi adalah suatu kajian sistematis yang saling mempengaruhi antara filsafat dengan psikologi dalam hal mempelajari masalah kognisi. Teori Kognitifisme, yang lebih dikenal sebagai teori perkembangan kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget, dan diakui sebagai salah satu pilar atau tonggak konseptual dan sumber pengetahuan tentang perkembangan kognitif anak (Maier,1978: 12).[1]Pengaruh timbal-balik ini karena adanya beberapa konsep utama dari kajian filsafat tentang kognisi yang juga ditemukan dalam kajian psikologi tentang kognisi, dan hal ini tidak ditemukan dalam disiplin ilmiah yang lain.[2]

Pemikiran-pemikiran baru dalam psikologi tumbuh dengan pesat pada abad ketujuh belas sampai abad kesembilan belas di negara-negara dunia Barat.[3] Pada abad kedelapan belas, filsuf Jerman yang bernama Christian Wolff membagi psikologi menjadi psikologi empiris dan psikologi rasional. Psikologi rasional adalah ilmu pasti yang mempelajari jiwa manusia, termasuk pikiran manusia. Sementara itu, psikologi empiris diidentifikasi sebagai prinsip-prinsip psikologi yang diteraapkan untuk mengatasi masalah konkret pada persoalan mengenai jiwa manusia.[4] Positivisme, materialisme, dan empirisisme adalah dasar filosofis sains psikologi baru.[5]

Positivisme

[sunting | sunting sumber]

Paham ini dicetuskan oleh Auguste Comte yang sudah melakukan penelitian sistematis atas pengetahuan tentang manusia. Prinsip kerja Comte berdasarkan hal-hal yang bersifat ilmiah seperti fakta-fakta yang pasti dan didapatkan dari metode dalam sains. Jika fakta yang ditemui bersifat inferensial, menduga-duga, tidak berdasarkan bukti yang kuat, maka akan dibantahnya.[6]

Materialisme

[sunting | sunting sumber]

Para pengikut paham materialis mengaitkan proses mental individu dengan struktur anatomis tubuh manusia serta fisiologis otak.[7]

Empirisisme

[sunting | sunting sumber]

Beberapa tokoh empirisisme di Inggris yang cukup populer adalah John Locke, George Berkeley, David Hume, David Hartley, dan John Stuart Mill. Para penganut empirisisme meyakini bahwa pengetahuan yang didapatkan manusia berasal dari pengalaman inderawi.[5]

Behaviorisme

[sunting | sunting sumber]

Beberapa teori psikologis menjelaskan perilaku yang tampak dengan menempatkan kondisi psikologis internal dan struktur seperti kepercayaan, tujuan hidup, persepsi, kenangan, dan hal-hal lain yang mempengaruhi kondisi mental. Teori psikologi yang didominasi oleh behavioris tidak akan menelaah kondisi mental jika hal tersebut sulit untuk diobservasi. Pada abad ke 20, paham behaviorisme sudah tertinggal jaman dan digantikan oleh kognitifisme berdasarkan pada penelaahan kondisi mental individu terkait dengan kognisi.[8]

Salah satu figur yang diasosiasikan dengan kejatuhan psikologi behavioris adalah Noam Chomsky yang memulai analisis psikologi perilaku individu dengan menggunakan pendekatan kebahasaan. Bahasa manusia merupakan sesuatu hal yang rumit dibandingkan dengan bahasa hewan.[9]

Hermeneutik

[sunting | sunting sumber]

Fenomenologi hermeneutik merupakan suatu studi yang ditelaah oleh Martin Heidegger dalam tulisannya yang berjudul Being and Time.[10]

Salah seorang guru Heidegger yaitu Edmund Husserl yang juga menganalisis masalah fenomenologi. Dalam fenomenologi, karakter digambarkan dengan cara yang deskriptif.[11]

Heidegger melakukan interpretasi terhadap metode fenomenologi dengan cara menjelaskan atau menggambarkan segala sesuatu yang terlihat secara jelas, bukan hanya berupa kategori atau pelabelan. Namun demikian, Heidegger telah melampaui cara pandang Husserl. Baginya, fenomenologi pun harus dikaitkan dengan metode hermeneutik atau penafsiran. Dalam ilmu hermeneutik, fenomena manusia dipahami sebagai sesuatu yang sarat makna.[12]

Pemikiran Heidegger dikenal juga sebagai paham anti-Cartesian sebagaimana yang tercantum dalam karyanya yang berjudul Being and Time.[13]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Winataputra, Udin S (2016-10-26). "Perspektif Pendidikan SD" (PDF). Penerbit Universitas Terbuka. Diakses tanggal 2023-12-12. 
  2. ^ Bermudez, Jose Luis (2005). Philosophy of Psychology. New York and London: Routledge Taylor and Francis Group. hlm. 1. ISBN 0-415-27594-6. 
  3. ^ Schultz, Duane P (2019). Sejarah Psikologi Modern. Bandung: Nusa Media. hlm. 34. ISBN 978-979-1305-83-9. 
  4. ^ Walsh, Richard T.G (2014). A Critical History and Philosophy of Psychology. Cambridge University Press. hlm. 3–4. ISBN 978-0-521-69126-0. 
  5. ^ a b Schultz, Duane P (2019). Sejarah Psikologi Modern. Bandung: Nusa Media. hlm. 57. ISBN 978-979-1305-83-9. 
  6. ^ Schultz, Duane P (2019). Sejarah Psikologi Modern. Bandung: Nusa Media. hlm. 55. ISBN 978-979-1305-83-9. 
  7. ^ Schultz, Duane P (2019). Sejarah Psikologi Modern. Bandung: Nusa Media. hlm. 56–57. ISBN 978-979-1305-83-9. 
  8. ^ Mason, Kelby. "The Philosophy of Psychology": 3–4. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-06. Diakses tanggal 2022-03-31. 
  9. ^ Mason, Kelby. "The Philosophy of Psychology": 8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-06. Diakses tanggal 2022-03-31. 
  10. ^ Guignon, Charles (2013). Achieving personhood : the perspective of hermeneutic phenomenology, dalam Jack Martin (ed) The Psychology of Personhood. Cambridge University Press. hlm. 40. ISBN 978-1-107-01808-2. 
  11. ^ Guignon, Charles (2013). Achieving personhood : the perspective of hermeneutic phenomenology, dalam Jack Martin (ed) The Psychology of Personhood. Cambridge University Press. hlm. 41. ISBN 978-1-107-01808-2. 
  12. ^ Guignon, Charles (2013). Achieving personhood : the perspective of hermeneutic phenomenology, dalam Jack Martin (ed) The Psychology of Personhood. Cambridge University Press. hlm. 42. ISBN 978-1-107-01808-2. 
  13. ^ Letteri, Mark. Heidegger and the Question of Psychology. Rodopi. hlm. 13. ISBN 978-90-420-2522-6.