Lompat ke isi

Sejarah ekonomi Jerman

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 31 Desember 2022 09.37 oleh InternetArchiveBot (bicara | kontrib) (Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.2)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Frankfurt, Ibu kota finansial dari Jerman.

Jerman sebagai suatu negara belum dapat dikatakan berdiri hingga abad ke-19.[1][2] Pada periode ini, sejarah ekonomi Jerman mengkaji aktivitas ekonomi yang berlangsung di daerah dengan bahasa (mayoritas) Jerman. Setelah Jerman berdiri sebagai suatu negara pada 1871,[3] kajian ini menyempit dan berfokus pada aktivitas ekonomi di negara Jerman atau yang berkaitan dengan pemerintahannya. Pada tahun 1900, Jerman adalah salah satu negara dengan perekonomian terbesar di Eropa,[3] hal ini kemudian membuat Jerman memainkan peran penting dalam Perang Dunia I dan Perang Dunia II.[4] Ekonomi Jerman pascaperang dapat dikatakan mengalami jatuh bangun, mengalami krisis besar setelah Perang Dunia I, perekonomian Jerman berhasil bangkit, namun mengalami kemundurann kembali setelah mengalami kekalahan di Perang Dunia II.[4][5] Setelah Perang Dunia II, diiringi bantuan Marshall Plan oleh negara-negara sekutu, Jerman sukses dalam melakukan rekonstruksi perekonomian yang sebelumnya hancur.[5][6] Sejak saat itu, perekonomian Jerman terus tumbuh dan saat ini kembali menjadi negara dengan perekonomian terbesar di Eropa menurut GDP.[7] Saat ini, perekonomian Jerman juga dikategorikan sebagai salah satu perekonomian yang tidak begitu terpengaruh oleh krisis.[8]

Abad pertengahan - akhir abad ke 18

[sunting | sunting sumber]

Jerman pada abad pertengahan berada pada dataran Eropa Tengah dan terbagi dalam ratusan kerajaan yang saling bersaing, keuskupan, dan kota-kota yang bebas. Dengan lingkungan seperti ini, Jerman pada masa ini dipenuhi oleh ketidakpastian baik dibidang politik, hukum, maupun ekonomi.[9] Pada bidang hukum dan ekonomi misalnya tidak ditemukan suatu hukum yang memungkinkan pedagang untuk menuntut suatu pembayaran dari aktivitasnya, bantuan diberikan oleh penguasa jika dan hanya jika terdapat kontrak sebelumnya.[10] Meskipun di bawah kondisi yang relatif tidak stabil, Jerman pada masa ini telah mampu mengembangkan ekonomi yang cukup kuat. Ekonomi Jerman pada masa ini berbasis pada industri kerajinan dan pertukangan.[9]

Abad ke-19 hingga awal abad ke-20

[sunting | sunting sumber]
Otto von Bismarck yang dijuluki sebagai arsitek dari terbentuknya negara Jerman modern.

Pada awal abad ke-19, Jerman sebagai suatu negara masih belum berdiri sehingga aktivitas ekonomi di Jerman masih banyak menemui kendala.[4] Pada tahun 1833, terdapat kesepakatan yang berkaitan dengan pasar bebas antar kerajaan-kerajaan di Jerman. Kesepakatan ini berupa menghapus pajak dan retribusi suatu barang dari kerajaan satu ke kerajaan lainnya sehingga pertukaran barang menjadi semakin lancar antara kerajaan-kerajaan Jerman.[4][11] Selain itu kerajaan-kerajaan Jerman mulai menetapkan tiga buah mata uang yang berlaku di daerahnya. Kerajaan-kerajaan Jerman juga pada masa ini mulai membangun jaringan jalan dan kereta api.[11]

Walaupun terdapat perkembangan, namun perekonomian Jerman pada mulai menemui kendala pada tahun-tahun berikutnya. Keterbatasan lahan dan bertambahnya jumlah pengangguran akibat revolusi industri membuat terjadinya imigrasi besar-besaran penduduk Jerman ke Amerika. Imigrasi semakin meningkat pada tahun 1840an yang diakibatkan krisis ekonomi dan kegagalan panen.[12]

Berdirinya Kekasiaran Jerman

[sunting | sunting sumber]

Kekaisaran Jerman berdiri pada 18 Januari 1871, pascatiga kemenangan perang yang diraih oleh kerajaan Prusia.[3] Setelah terbentuknya kesatuan pemerintahan, perindustrian dan perekonomian Jerman semakin berkembang. Kebijakan politik luar negeri pasif dari Otto von Bismarck membuat perekonomian Jerman lebih stabil.[13] Produksi batu-bara Jerman yang hanya sepertiga dari Inggris pada tahun 1880 meningkat enam kali lipat pada awal abad ke-19.[2][11] Produksi baja Jerman juga meningkat sepuluh 10 kali lipat pada periode yang sama. Hal ini membuat perekonomian Jerman pada tahun 1900 menjadi salah satu yang terbesar di dunia bersama Inggris.[2][11]

Abad ke-20

[sunting | sunting sumber]

Setelah Perang Dunia I

[sunting | sunting sumber]

Perkembangan dalam perindustrian dan perekonomian yang sangat pesat di akhir abad ke-19, membuat Kaisar Jerman, Pangeran Wilhlem II ingin lebih aktif dalam perpolitikan luar negeri.[14] Hal ini bertentangan dengan politik pasif yang dijalankan Otto von Bismarck selama menjabat sebagai kanselir sekaligus perdana menteri sejak tahun 1871.[13] Sepeninggal Otto von Bismarck yang mengundurkan diri pada tahun 1890, Jerman terjerumus kedalam Perang Dunia I dan akhirnya mengalami kekalahan. Kekalahan ini membawan Jerman dalam keterpurukan ekonomi akibat berkurangnya wilayah kekuasaan, kematian prajurit yang juga merupakan tenaga kerja aktif, serta beban utang perang yang harus ditanggung.[15]

Pascakekalahan pada Perang Dunia Pertama, Jerman harus menandatangani Perjanjian Versailles yang membawa banyak kerugian bagi perekonomian Jerman.[15] Selain itu timbulnya gejolak revolusi dikalangan sipil turut memperparah keadaan ini dan membuat perekonomian Jerman makin tidak stabil. Walaupun sempat membaik, Jerman akhirnya mengalami krisis hebat saat pasar saham Amerika Serikat mengalami kejatuhan pada tahun 1929 .[16] Krisis ini, dari persepektif politik dipandang sebagai salah satu faktor yang membuat politisi populis-fasis seperti Adolf Hittler memperoleh banyak popularitas, sebelum akhirnya bersama partainya Nazi, meraih kekuasaan di Jerman dan kemudian memicu Perang Dunia II.[17]

Pemerintahan Nazi

[sunting | sunting sumber]

Sebelum meletusnya Perang Dunia II, di bawah kekuasaan Nazi, ekonomi Jerman berhasil tumbuh kembali.[17] Selama enam tahun dari 1933-1939 pemerintahan Nazi Jerman berhasil menekan jumlah pengangguran dari sebelumnya 6 juta jiwa pada tahun 1933 menjadi hanya 300 ribu jiwa pada tahun 1939.[18] Walaupun dalam perkembangannya, terdapat perdebatan mengenai relevansi data statistik yang dikeluarkan oleh Nazi.[19] Selain menurunkan jumlah pengangguran, pemerintahan Nazi juga menekankan swasembada ekonomi.[18] Berkaitan dengan ini, pemerintahan Nazi memberikan subsidi yang besar terhadap industri yang dianggap dapat meningkatkan kemampuan militer dan juga terhadap pertanian.[17] Walaupun subsidi tersebut berhasil meningkatkan produktivitas barang-barang militer, bahan industri dan hasil pertanian, pada tahun 1939, Jerman masih mengimpor 33% bahan mentah dan 20% bahan makanan.[20]

Rekonstruksi pasca Perang Dunia II

[sunting | sunting sumber]

Kekalahan yang dialami Jerman pada Perang Dunia II kembali membawa perekonomian Jerman terpuruk. Di akhir kehancuran Nazi, terdapat sedikitnya 9 juta warga Jerman yang menjadi pengungsi.[4] Perang Dunia II juga menghancurkan sekitar 70% dari perumahan di Jerman.[21] Produksi pertanian Jerman pun pada tahun 1947 menyusut menjadi setengah dari produksi pada tahun 1938.[22] Hal ini makin diperparah dengan banyaknya pria Jerman pada usia angkatan kerja yang tewas atau menjadi tawanan akibat perang.[22] Selain itu, Jerman diduduki oleh empat negara sekutu setelah Perang Dunia II dan kemudian terbelah menjadi dua bagian. Bagian barat dikuasai Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis, dan bagian timur yang dikuasai oleh Uni Soviet.[23]

Pada 1948 Jerman mulai melakukan reformasi pada mata uang. Pemerintah Jerman Barat mengganti mata uang lama Reichsmark menjadi mata uang baru Deustchemark.[24] Pergantian mata uang juga dilakukan Jerman Timur di bawah kendali Uni Soviet. Pergantian mata uang, bantuan Marshall Plan oleh negara-negara sekutu, disertai oleh reformasi sistem ekonomi menjadi lebih bebas di Jerman Barat berhasil membuat perekonomian di daerah tersebut bangkit kembali.[25] Dari 1951 sampai 1961 GNP (Gross National Product) Jerman Barat meningkat 8% per tahun, dua kali lipat dari laju pertumbuhan GNP Inggris dan Amerika Serikat. Laju ekspor Jerman juga meningkat menjadi tiga kali lipat dari laju ekspor Inggris dan Amerika Serikat pada periode yang sama.[23][25] Walaupun beberapa kali terdapat kemerosotan di bidang ekonomi, secara umum perekonomian Jerman Barat memiliki tren peningkatan pada setiap tahunnya.[23][26] Pada daerah Jerman Timur, walaupun lebih lambat dari Jerman Barat, perekonomian daerah tersebut juga mengalami peningkatan. Infrastruktur dan teknologi yang diwariskan oleh pemerintahan sebelumnya membuat Jerman Timur menjadi pemasok alat-alat industri ke negara-negara komunis.[22][23] Sistem perekonomian yang lebih tertutup membuat sektor industri Jerman Timur mengalami kekurangan inovasi teknologi dan mengalami keterlambatan perkembangan jika dibandingkan Jerman Barat. Pascareunifikasi tahun 1990, perekonomian Jerman terus membaik.[27] Pada periode ini perekonomian Jerman berhasil menjadi salah satu yang terbesar di dunia dan juga menjadi pemimpin dalam perdagangan global.[21][27]

Abad ke-21

[sunting | sunting sumber]

Pascareunifikasi, perekonomian Jerman dapat dikatakan terus membaik.[27] Saat ini perekonomian Jerman merupakan perekonomian yang terbesar di Eropa dan terbesar ke-4 di dunia menurut GDP. Jerman memiliki nilai surplus perdagangan terbesar di dunia pada 2016, yakni sebesar $310 miliar. Pada 2017, ekonomi Jerman menyumbang 28% dari keseluruhan ekonomi Uni Eropa. Negara utama tujuan ekspor Jerman diantaranya: Amerika Serikat, Uni Eropa, Tiongkok, Swiss, dan Russia. Produk ekspor terbesar Jerman saat ini meliputi: mobil, berbagai jenis mesin, bahan kimia, produk elektronik, dan obat-obatan.[28]

Baca juga

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "1864: Germany, Denmark and the Rise of the Nation State | History Today". www.historytoday.com. Diakses tanggal 2017-11-03. 
  2. ^ a b c "Germany - Germany from 1871 to 1918 | history - geography". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-03. 
  3. ^ a b c "Germany - Germany from 1871 to 1918 | history - geography". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-03. 
  4. ^ a b c d e "THE ECONOMIC HISTORY OF GERMANY". www.sjsu.edu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-10. Diakses tanggal 2017-11-03. 
  5. ^ a b "Germany - Germany from 1871 to 1918 | history - geography". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-03. 
  6. ^ "Germany - Economy | history - geography". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-03. 
  7. ^ "Germany: Spend More At Home". IMF (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-03. 
  8. ^ "What Germany offers the world". The Economist. 2012-04-14. ISSN 0013-0613. Diakses tanggal 2017-11-03. 
  9. ^ a b "Germany - Economy - History". countrystudies.us. Diakses tanggal 2017-11-03. 
  10. ^ Volckart, Oliver (2004). "The economics of feuding in late medieval Germany". Explorations in Economic History. 41 (3): 282–299. ISSN 0014-4983.  Archived.
  11. ^ a b c d "Germany - Imperial Germany - The Economy and Population Growth". countrystudies.us. Diakses tanggal 2017-11-03. 
  12. ^ "Germany in the 19th Century". 52ndnysv.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-07. Diakses tanggal 2017-11-03. 
  13. ^ a b "Otto von Bismarck - Imperial chancellor | German chancellor and prime minister". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-03. 
  14. ^ "William II | emperor of Germany". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-03. 
  15. ^ a b "Treaty of Versailles | Definition, Summary, Terms, & Facts". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-03. 
  16. ^ "Weimar Republic | German history [1919-1933]". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-03. 
  17. ^ a b c "Guns or Butter - The Nazi Economy". ThoughtCo. Diakses tanggal 2017-11-03. 
  18. ^ a b "BBC - GCSE Bitesize: How did Nazi economic and social policy affect life in Germany?". Diakses tanggal 2017-11-04. 
  19. ^ "The Nazis and the German Economy - History Learning Site". History Learning Site (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-04. 
  20. ^ "Nazi economic recovery". Nazi Germany (dalam bahasa Inggris). 2012-06-17. Diakses tanggal 2017-11-04. 
  21. ^ a b MacMillan, Margaret (2009-09-11). "Rebuilding the world after the second world war". The Guardian (dalam bahasa Inggris). ISSN 0261-3077. Diakses tanggal 2017-11-03. 
  22. ^ a b c "German Economic Miracle: The Concise Encyclopedia of Economics | Library of Economics and Liberty". www.econlib.org. Diakses tanggal 2017-11-04. 
  23. ^ a b c d "Germany - Economy | history - geography". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-04. 
  24. ^ SBSolutionsFrisco.com. "The Currency Reform that Created Two Germanies | Global Financial Data". www.globalfinancialdata.com. Diakses tanggal 2017-11-04. 
  25. ^ a b Gethard, Gregory (2009-10-18). "The German Economic Miracle". Investopedia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-04. 
  26. ^ "The Economic Development of Postwar Germany". www.socialstudies.org. Diakses tanggal 2017-11-04. 
  27. ^ a b c Mauk, Ben (2014-11-07). "Did Eastern Germany Experience an Economic Miracle?". The New Yorker. ISSN 0028-792X. Diakses tanggal 2017-11-04. 
  28. ^ "Top 30 Export Products Of Germany". WorldAtlas (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-03.