Evapro TB

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN EVALUASI PROGRAM

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KOMUNITAS


PUSKESMAS TAMBAK 2

Target Capaian TB
Wilayah Kerja Puskesmas Tambak 2 Periode 2019

Disusun Oleh :
Sony Andik Pratama
1813020023

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN EVALUASI PROGRAM

Target Capaian TB
Wilayah Kerja Puskesmas Tambak 2 Periode 2019

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Komunitas
Program Profesi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Disusun Oleh :
Sony Andik Pratama
1813020026

Telah dipresentasikan dan disetujui :


Hari, tanggal: Jumat,17 Juli 2020
Disahkan oleh:
Dokter pembimbing,

dr. Mustika Ratnaningsih, MM

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB III.......................................................................................................................17
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH.....................17
BAB IV.......................................................................................................................20
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................20
BAB V.........................................................................................................................31
ANALISIS DAN PEMBAHASAN.............................................................................31
BAB VI.......................................................................................................................36
KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................37

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Pengobatan TB memerlukan jangka waktu yang cukup
panjang dan memerlukan kepatuhan. TB dapat menyebabkan komplikasi berbahaya hingga
kematian pada penderita (Kemenkes, 2016).
World Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2010 Indonesia berada
pada peringkat kelima negara dengan jumlah penderita TB tertinggi di dunia. Estimasi
prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660.000, dengan kejadian TB berjumlah 430.000
kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB baru diperkirakan 61.000 kematian per
tahunnya (Kemenkes, 2014).
Prevalensi TB per 100.000 penduduk Provinsi Jawa Tengah tahun 2015 sebesar
117,36 per 100.000 penduduk, mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2014 yaitu 89,01
per 100.000 penduduk (Dinkes Jateng, 2015). Data di wilayah Kabupaten Banyumas jumlah
populasi kasus TB paru pada tahun 2010 tercatat sebanyak 1.088 penderita TB, kemudian
tahun 2011 sebanyak 1.143 penderita TB, tahun 2013 sebanyak 1.176 penderita TB, tahun
2014 sebanyak 1.168 penderita TB, tahun 2015 sebanyak 1.126 penderita TB, tahun 2016
sebanyak 1.198 penderita TB, dan dari semua data terbanyak hanya 2016 dengan jumlah
kasus TB paru terbanyak (Dinkes Banyumas, 2016).
Tema Hari TBC Sedunia tahun 2018 yaitu “Wanted: Leader for a TB Free World”
yang bertujuan pada pembangunan komitmen dalam mengakhiri TBC, tidak hanya pada
kepala negara dan menteri tetapi juga di semua level baik bupati, gubernur, parlemen,
pemimpin suatu komunitas, jajaran kesehatan, NGO, dan partner lainnya. Setiap orang dapat
menjadi pemimpin dalam upaya mengakhiri TBC baik di tempat kerja maupun di wilayah
tempat tinggal masing-masing.

4
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui permasalahan penjaringan kasus TB, menganalisis, dan mencari pemecahan
masalahnya.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui permasalahan penjaringan kasus TB.
b. Menganalisis kelemahan, kekuatan, peluang, dan ancaman yang dimiliki Puskesmas
Tambak 2 dalam penjaringan kasus TB.
c. Mencari pemecahan masalah melalui berbagai strategi yang dapat diterapkan di
Puskesmas Tambak 2.

C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Meningkatkan ilmu pengetahuan dalam deteksi kasus TB.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi Puskesmas
Sebagai salah satu pertimbangan pemecahan masalah dalam kasus penjaringan TB.
b. Manfaat bagi Mahasiswa
Mengetahui permasalahan penjaringan kasus TB khususnya di Puskesmas Tambak 2,
sebagai gambaran secara global permasalahan kasus TB.

5
BAB II
PROFIL PUSKESMAS

A. VISI PUSKESMAS
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 2 Tahun 2001 tentang
Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Kabupaten Banyumas Tahun 2002-2006,
bahwa pembangunan di bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial diarahkan pada masih
rendahnya derajat kesehatan dan kesejahteraan sosial masyarakat Kabupaten Banyumas.
Visi Kabupaten Banyumas yang tertera dalam Instruksi Bupati Banyumas Nomor
9 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Akuntabilitas Kinerja Instansi di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Banyumas yaitu “KABUPATEN BANYUMAS MAMPU
MEWUJUDKAN MASYARAKAT YANG SEJAHTERA, TERPENUHI PELAYANAN
DASAR SECARA ADIL DAN TRANSPARAN YANG DIDUKUNG DENGAN
PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN APARAT YANG BERSIH DENGAN TETAP
MEMPERTAHANKAN BUDAYA BANYUMAS”. Sedangkan VISI dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Banyumas adalah “BANYUMAS SEHAT 2010”.
Visi Puskesmas Tambak II yang ditetapkan sejak tahun 2002 adalah
“PELAYANAN KESEHATAN DASAR PARIPURNA MENUJU MASYARAKAT
SEHAT MANDIRI”.

B. MISI PUSKESMAS
Untuk mewujudkan VISI tersebut, maka ditetapkan MISI yang diharapkan
mampu mempercepat cita-cita tersebut. Adapun MISI yang dimaksud adalah:
1. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
2. Meningkatkan kinerja dan mutu pelayanan kesehatan
3. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia
4. Meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektoral
5. Meningkatkan tertib administrasi dan keuangan.

6
C. KEADAAN GEOGRAFI

Puskesmas Tambak II merupakan wilayah timur jauh (tenggara) dari Kabupaten Banyumas,

dengan luas wilayah 14.7 km² atau sekitar 1,1% dari luas kabupaten Banyumas. Wilayah Puskesmas

Tambak II terdiri dari 5 desa yaitu; Pesantren, Karangpucung, Prembun, Purwodadi dan Buniayu.

Desa yang paling luas adalah Purwodadi yaitu 374 ha, sedangkan desa yang wilayahnya paling sempit

adalah Pesantren yaitu sekitar 220 ha.

Wilayah Puskesmas Tambak II terletak dipojok Kabupaten Banyumas, dan berbatasan dengan :

a. Disebelah utara : Desa Watuagung


b. Sebelah timur : Kabupaten Kebumen
c. Sebelah Selatan : Desa Gebangsari
d. Sebelah Barat : Desa Kamulyan, Desa Karangpetir.

Wilayah Puskesmas Tambak II terletak pada ketinggian sekitar 15 mdpl – 35 mdpl. Dengan

suhu udara rata – rata sekitar 27 derajat celcius dengan kelembaban udara sekitar 80 %. Sekitar 50 %

dari luas tanah adalah daerah persawahan, 43 % pekarangan dan tegalan dan 7 % lain-lain.

D. KEADAAN DEMOGRAFI
1. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk dalam wilayah Puskesmas Tambak II tahun 2019 berdasarkan data yang

dari masing-masing desa adalah 20.228 jiwa. Terdiri dari 10.030 (49,58%) laki-laki dan 10.198

(50,42%) perempuan. Dengan jumlah kepadatan penduduk 1.376 jiwa/km². bila dibandingkan

dengan tahun 2018 jumlah jiwa dalam wilayah Puskesmas Tambak II mengalami penurunan.

2. Kepadatan Penduduk

Jumlah penduduk tahun 2019 yang paling banyak adalah Desa Purwodadi sebesar 6.386

jiwa, sedangkan yang paling sedikit penduduknya adalah Desa Pesantren sebesar 2.545 jiwa.

Kepadatan penduduk total wilayah Puskesmas Tambak II adalah 1.376 jiwa/km2.

7
Penyebaran penduduknya cukup merata, mulai dari daerah yang dekat jalan raya sampai

ke daerah yang jauh jalan raya.

6. KEADAAN SOSIAL EKONOMI


Tingkat Pendidikan
Jenis Kelamin
No Jenis Pendidikan Jumlah
Laki-laki Perempuan
1. Tidak Tamat SD 2077 1998 4075
2. SD/MI 1594 1552 3146
3. SMP/MTs 2327 2858 5185
4. SMA/MA 1710 1533 3243
5. SMK 2174 1868 4042
6. Diploma II 17 39 56
7. Diploma III 61 83 144
8. Uiversitas/DIV 166 161 327
9. S2 / S3 5 5 10

Dilihat dari data pendidikan, masyarakat dalam wilayah Puskesmas Tambak II

pendidikannya masih rendah. Prosentase tertinggi adalah yang tamat SMP/MTs yaitu 5.185

orang (25,63%).

8
GAMBAR 1.
Grafik Penduduk Usia 10 tahun Keatas Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan Tahun 2019
6000

5185
5000

4075 4042
4000

3146 3243
3000

2000

1000

327
56 144
10
0
Tidak SD/MI SMP/MTs SMA/MA SMK Diploma II Diploma Uiversitas S2 / S3
Tamat SD III /DIV

F. TENAGA KESEHATAN

Tenaga kesehatan merupakan tenaga kunci dalam mencapai keberhasilan pembangunan

bidang kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan dalam wilayah Puskesmas II Tambak adalah sebagai

berikut :

1. Tenaga Medis
Tenaga Medis atau dokter yang ada di sarana kesehatan dalam wilayah Puskesmas II Tambak ada

2 (dua) orang dokter umum yang bekerja di wilayah Puskesmas II Tambak atau dengan rasio

sebesar 9,78/100.000 penduduk.

2. Dokter Spesialis
Dokter spesialis tidak ada. Standar IIS 2010, 6/100.000 penduduk.

3. Dokter Gigi
9
Dokter gigi sebanyak 1 (satu)orang atau rasio terhadap 100.000 penduduk sebesar 4,89 dan

untukStandar IIS 2010, 11/100.000 penduduk

4. Tenaga Farmasi
Tenaga farmasi pada Puskesmas II Tambak sebanyak 1 (satu) orang atau rasio terhadap 100.000

penduduk sebesar 4,89 dan untuk standar IIS 2010, 10/100.000 penduduk

5. Tenaga Bidan
Tenaga Kebidanan jumlahnya 11 orang.Berarti ratio tenaga bidan adalah 53,82/100.000

penduduk. Standar IIS 2010, jumlah tenaga bidan 100/100.000 atau 16 bidan.

6. Tenaga Perawat
Tenaga perawat kesehatan yang ada di Puskesmas II Tambak lulusan SPK ada 4 orang dan D-III

Keperawatan 6 orang, jumlah seluruhnya ada 10 orang perawat (ratio 48,93/100.000 jumlah

penduduk). Standar IIS tahun 2010, adalah 117,5/100.000 penduduk (sekitar 19 perawat).

7. Tenaga Gizi
Tenaga Gizi di Puskesmas II Tambak jumlahnya 1 orang, lulusan D-III Gizi, ratio 4,8202/100.000

penduduk. Standar IIS 2010, 22/100.000 penduduk.

8. Tenaga Sanitasi
Tenaga kesehatan masyarakat ada 1 (satu) orang dengan ratio 4,791/100.000 penduduk dan untuk

tenaga Sanitasi ada 1 orang dengan pendidikan D-III dengan ratio4,89/100.000 penduduk.

Standar IIS 2010, 40/100.000 penduduk (6,5 tenaga sanitasi)

Tabel : Ratio Jumlah Tenaga Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk di Puskesmas II


Tambak, tahun 2017

10
Jumlah
Ratio per 100.000 Target IIS per
No Jenis Tenaga Tenaga
pddk 100.000 pddk
Kesh

1. Dokter Umum 2 9,7862 40


2. Dokter Spesialis 0 0 6
3. Dokter Gigi 1 4,89 11
4. Farmasi 1 4,89 10
5. Bidan 11 53,82 100
6. Perawat 10 48,93 117,5
7. Ahli Gizi 1 4,89 22
8. Sanitasi 1 4,89 40
9. Kesh. Masy 2 9,78 40

G. SARANA KESEHATAN
1. Sarana Kesehatan Dengan Kemampuan Labkes
Puskesmas II Tambak adalah satu satunya sarana Kesehatan yang mempunyai kemampuan

Labkes di wilayah Puskesmas II Tambak.

2. Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan 4 Pelayanan Dasar


Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan 4 Pelayanan Dasar tidak ada.

3. Pelayanan Gawat Darurat


Pelayanan Gawat Darurat di wilayah Puskesmas II Tambak hanya ada di Puskesmas

H. PEMBIAYAAN KESEHATAN
Penyelenggaraan pembiayaan di Puskesmas terdiri dari operasional umum, BPJS, Jamkesmas,

Jamkesda dan dana BOK. Semua anggaran ini tujuannya adalah agar semua program kesehatan di

puskesmas bisa berjalan sesuai yang diharapkan dan bisa mencapai target target yang telah

ditentukan. Oleh karena itu semua anggaran ini saling melengkapi satu sama lain.

11
Anggaran dana operasional umum di Rencana Kerja Anggaran tahun 2019 berasal dari APBD

KAB/KOTA yaitu belanja langsung (BLUD) sebesar 1.128.568.606 dan dari penambahan

operasional sebesar 252.271.000 dan dari APBN (Dana Alokasi Khusus) sebesar 520.000.000 (lima

ratus dua puluh juta rupiah).

12
BAB III

DERAJAT KESEHATAN

Untuk melihat gambaran dari derajat kesehatan masyarakat di wilayah Puskesmas Tambak II,

dapat dilihat dari angka kematian (mortalitas), angka kesakitan (morbiditas) dan status gizi.

A. MORTALITAS
Angka kematian dapat dipergunakan untuk menilai derajat kesehatan masyarakat di wilayah tertentu

dalam waktu tertentu. Disamping untuk mengetahui derajat kesehatan, juga dapat digunakan sebagai

tolok ukur untuk menilai tingkat keberhasilan dari program pembangunan kesehatan dan pelayanan

kesehatan di suatu wilayah tertentu. Angka kematian berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai

sumber dipaparkan sebegai berikut dibawah ini.

1. Angka Kematian Bayi


Angka kelahiran hidup di wilayah Puskesmas Tambak II tahun 2019 adalah 283 (154

laki-laki dan 129 perempuan). Sedangkan kasus kematian bayi ada ditemukan 2 balita. Berarti

angka kematian bayi (AKB) di wilayah Puskesmas Tambak II adalah 6,8 per 1.000 kelahiran

hidup.

Jika dibandingkan dengan AKB Puskesmas Tambak II tahun 2018 yaitu 6,8/1.000

kelahiran,pada tahun 2019 tidak mengalami perubahan. Dan jika dibandingkan dengan target

Millenium Development Goals (MDGS) tahun 2016 sebesar 17/1000 kelahiran hidup maka AKB

di Puskesmas Tambak II termasuk baik karena telah melampaui target.

13
GAMBAR 2
GRAFIK ANGKA KEMATIAN NEONATAL,BAYI DAN BALITA PER 1000 KELAHIRAN
HIDUP DI PUSKESMAS TAMBAK II TAHUN 2016-2019
16
15
14

12

10 9.7

8
6.8 6.8
6 6.1

0
2015 2016 2017 2018 2019

2. Angka Kematian Ibu


Angka Kematian Ibu (AKI) adalah kematian yang terjadi pada ibu karena peristiwa

kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Dapat dilihat bahwa angka kematian ibu (AKI) tahun

14
2019 tidak ada kasus, tahun 2018 ada 2 kasus, tahun 2017 tidak ada kasus, sedangkan tahun 2016

terdapat 1 kasus, pada tahun 2015 terdapat 1 kasus

3. Angka Kematian Balita


Angka kematian balita pada tahun 2019 terdapat 1 kasus, pada tahun 2018 terdapat 2

kasus sedangkan tahun 2017 ada 5,pada tahun 2016 ada 3, tahun 2014 ada 3.Ini menunjukan

adanya penurunan angka kematian balita di wilayah puskesmas II Tambak.

B. MORBIDITAS
1. Malaria
Pada tahun 2019 ditemukan kasus malaria positif maupun malaria klinis sebanyak 0

kasus. Sedangkan pada tahun 2018 ada 1 kasus, pada tahun 2017 ada 1 kasus, tahun 2014 dan

2016 tidak ditemukan kasus malaria. Kasus malaria terakhir pada tahun 2010 ditemukan malaria

klinis sebanyak 32 atau 1,61 per 1000 penduduk. Positif malaria 3 kasus (1,6/1000 pddk) atau 9

% dari jumlah malaria klinis dan semua mendapatkan pengobatan.

Walau angkanya termasuk kecil, dan tidak menunjukan endemis malaria namun demikian

perlu diwaspadai karena semua kasus malaria disini adalah eksodan dari luar jawa.

2. TB Paru
Jumlah penemuan TB Paru BTA positif tahun 2019 sebanyak 11 kasus atau CNR

48,93/100.000 penduduk.Kasus TB Paru BTA positif diobati 11, sembuh 4, pengobatan lengkap

4. Dengan angka kesuksesan (seccess rate/sr) 72,7%.Tahun 2018 sebanyak 8 kasus atau CNR

38,56/100.000 penduduk, Tahun 2017 sebanyak 4 kasus atau CDR 38,33/100.000 penduduk,

2016 adalah 6 kasus atau CDR 28/100.000 penduduk, tahun 2015 adalah sebanyak 6 kasus atau

CDR 35/100.000 penduduk.

3. HIV/AIDS
Kasus HIV tidak pernah ada yang terdeteksi dalam wilayah kerja atau tidak pernah ada

kasus positif HIV.Hal ini tidak bisa menunjukan secara pasti tidak adanya kasus HIV, sebab bisa

dimungkinkan ada kasus tetapi tidak karena pemeriksaan laborat


15
untuk penderita HIV sementara baru dilakukan pada klinik VCT atau di PMI pada waktu donor

darah.Dan Puskesmas selaku yang mempunyai wilayah belum pernah mendapatkan tembusan

hasil pemeriksaan laborat dari klinik VCT maupun PMI karena laporan langsung ke tingkat

kabupaten.

4. Acute Flaccid Paralysis (AFP)


Tidak ditemukan kasus AFP dalam wilayah kerja Puskesmas II Tambak tahun 2019

maupun tahun sebelumnya. Hal ini dapat dijadikan indikator keberhasilan program, baik

program immunisasi polio maupun program penemuan penderita AFP. Namun demikian kita

harus tetap waspada akan terjadinya AFP.

5. Demam Berdarah Dengue (DBD)


Dari tabel 21 yaitu kasus DBD pada tahun 2019 tidak ditemukan kasus DBD, pada tahun

2018 ditemukan 3 kasus atau 14,5/100.000 penduduk sedangkan pada tahun 2017 ditemukan 7

kasus atau 33/100.000 penduduk. Pada tahun 2016ditemukan 3 kasus (14,4/100.000 pddk), pada

tahun 2014 ditemukan4 kasus (21,2/100.000 pddk), Hal ini menunjukan terjadinya penurunan

kasus DBD pada tahun 2019.Ini perlu diwaspadai terutama masalah penularan penyakit DBD ini

terkait erat dengan masalah lingkungan. Program pemberantasan sarang nyamuk tentunya perlu

ditingkatan lagi selain dilakukan fogging apabila terjadi kasus DBD di wilayah tertentu.

C. STATUS GIZI
Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi di Posyandu melalui penimbangan rutin tahun

2019, diperoleh hasil sebagai berikut :

1. Jumlah balita yang ada : 1.336 anak


2. Jumlah balita ditimbang :1050 anak (78,59%)
3. Jumlah balita yang naik BB-nya : 802anak (76,38%)
4. Jumlah BGM :11 anak (1,3%)
5. Jumlah Gizi buruk : 1 anak (0,07%).
Dari hasil tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang ditimbang pada tahun 2019

mencapai 78,59%. Ini menunjukan penurunanapabila dibandingkan tahun 2018 yang mencapai
16
78,93%. Angka balita yang naik berat badanya mencapai 76,38%, ini menunjukan terjadi penurunan

apabila dibandingkan dengan tahun 2018 yang mencapai 77,94%. Angka BGM mencapai 1,3% dan

baik karena masih jauh dari angka 15% sebagai angka batasan maksimal BGM. Hal ini menunjukan

bahwa program gizi sudah cukup berhasil, namun demikian perlu ditingkatkan kinerja posyandu

terutama untuk mengaktifkan peran serta untuk meningkatkan angka kehadiran balita di masing-

masing posyandu.

BAB IV

UPAYA KESEHATAN

A. Pelayanan Kesehatan Dasar


1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
1.1. Pelayanan K-4
Berdasarkan tabel 29, Ibu hamil di wilayah Puskesmas II Tambak tahun 2019

adalah 336 ibu hamil dan yang mendapat pelayanan K-4 sebesar 309 atau 92,0%. Apabila

dibandingkan dengan tahun 2018 jumlah ibu hamil adalah 362 dan yang mendapat

pelayanan K-4 sebesar 298 atau 82,3%. Pada tahun 2017 jumlah ibu hamil adalah 349,

yang mendapat pelayanan K-4 adalah sebesar 105,4% ibu hamil sedangkan pada tahun

2016 yang mendapatkan pelayanan K-4 adalah 98,8% maka pada tahun 2019 mengalami

kenaikan dibandingkan tahun lalu. Dari data ini menunjukan bahwa cakupan ibu hamil K-4

belummemenuhi standar pelayanan minimal (SPM) yaitu sebesar 95%.

1.2. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan (Nakes)


Pertolongan persalilan oleh Nakes memang diharapkan bisa mencapai 100% pada

tahun 2019 sudah mencapai target SPM. Jumlah ibu hamil diwilayah Puskesmas II Tambak

tahun 2019 adalah 336 dan ibu bersalin ditolong Nakes adalah 336 atau 100%.

17
1.3. Pelayanan Ibu Nifas
Cakupan pelayanan pada ibu nifas pada Puskesmas II Tambak tahun 2019 sebanyak

298 ibu nifas atau 94,9% bila dibandingkan tahun lalu mengalami kenaikan, dan belum

mencapai target SPM tahun 2019sebesar 100%

1.4. Ibu Hamil Mendapat Tablet Fe


Program Penanggulangan Anemia dengan pemberian tablet FE 3 (90 tablet Fe)

kepada ibu hamil selama periode kehamilannya. Selain itu juga dilakukan dengan

pemberian preparat Fe yang bertujuan untuk menurunkan angka anemia pada balita, remaja

putri dan wanita usia subur (WUS). Cakupan ibu hamil yang mendapat tablet Fe 1 (30

tablet) tahun 2019 sebanyak 99,70%, sedangkan untuk Fe 3 (90 tablet) sebanyak 91,9%.

1.5. Pelayanan Keluarga Berencana


Pelayanan Keluarga Berencana (KB) tingkat keberhasilannya dapat dilihat dari

jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) yang menjadi peserta KB baru dan peserta KB aktif.

Hal ini dapat dilihat dari tabel 36 yang menggambarkan jumlah PUS yang menjadi

peserta KB baru serta prosentase penggunaan alat kontrasepsi. Berdasarkan tabel tersebut

dapat dilihat bahwa jumlah PUS diwilayah Puskesmas II Tambak tahun 2019 sebanyak

3.458. Sedangkan tahun2018 sebanyak 3.613, pada tahun 2017 sebanyak 3.485, dan pada

tahun 2016 sebanyak 3.306 danpeserta KB baru tahun 2019 sebanyak 436 atau 12,6% ,

pada tahun 2018 sebanyak 678 atau 18,8%, sedangkan tahun 2017 sebanyak 442 atau

12,7% dan untuk tahun 2016 sebanyak 446 atau 13,5%.

Sedangkan untuk peserta KB aktif tahun 2019 sebanyak 2.697 atau 78%, pada tahun

2018 sebanyak 2.877 atau 79,6% sedangkan tahun 2017 sebanyak 2.729 atau 78,3%. Dan

tahun 2016 sebanyak 2.516 atau 76,1% maka peserta KB aktif di wilayah Puskesmas II

Tambak mengalami penurunan disbanding tahun lalu.

1.6. Pelayanan Immunisasi

18
Pelayanan Immuniasi tingkat keberhasilannya dapat dilihat dari tercapainya UCI

disetiap desa. Untuk wilayah Puskesmas II Tambak dari tahun 2014 sampai tahun 2019

target UCI untuk setiap desa selalu tercapai atau 100% desa telah mencapai target UCI.

B. Pelayanan Kesehatan Puskesmas, Rujukan dan Penunjang


Dalam pelayanan kesehatan Puskesmas merupakan tempat pelayanan kesehatan dasar sebagai

tempat pelayanan yang paling bersentuhan langsung dengan masyarakat. Tingkat pemanfaatan

pelayanan kesehatan dapat dilihat dari prosentase kunjungan pasien ke tempat pelayanan kesehatan

dalam hal ini Puskesmas.

Jumlah kunjungan rawat jalan tahun 2019 berdadarkan table 54 adalah sebanyak 31.472 atau

154% dari jumlah penduduk. Untuk kunjungan rawat inap tahun 2019 sebanyak 952 atau 4,7% dari

jumlah penduduk dan pada tahun 2018 sebanyak 933 atau 4,6% dari jumlah penduduk.

C. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular


1. Pencegahan dan Pemberantasan Polio
Pencegahan penyakit polio diantaranya adalah dengan immunisasi polio. Untuk

pencapaian immunisasi polio wilayah Puskesmas II Tambak sudah cukup baik. Sedangkan

penemuan penderita polio tidak pernah ditemukan diwilayah Puskesmas II Tambak selama 5

tahun terakhir ini atau AFP rate nol. Hal ini juga menunjukan hasil yang baik.

2. Pencegahan dan Pemberantasan TB Paru


Penyakit TB Paru adalah penyakit menular yang sangat berbahaya, namun demikian pada

saat ini TB Paru merupakan penyakit yang sudah ada obatnya dan pemerintah telah

menyediakan obat paket TB Paru secara gratis.

Berdasarkan data pada tabel 7, 8, 9 kasus TB Paru BTA+

tahun 2019 adalah sebanyak 11 kasus atau 48,93/100.000 penduduk, jumlah seluruh kasus TB

Paru adalah 11 kasus, BTA+ diobati sebanyak 11 kasus. Angka kesembuhan adalah 4 atau 50

19
57,1%, pengobatan lengkap 4 kasus atau 36,4% dan angka keberhasilan pengobatan adalah

72,7%.

3. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA


Dari tabel 10, angka perkiraan pneumonia di wilayah Puskesmas II Tambak tahun 2019

adalah 202 balita sedangkan jumlah ditemukan dan ditangani sebanyak 31 balita atau 15,34%.

Sedangkan pada tahun 2018 adalah sebanyak 43 balita yaitu 15,24% dari jumlah perkiraan

penderita 282 balita. Sedangkan tahun 2017 adalah 130balita atau 7,3% dari jumlah balita yang

ada yaitu sebanyak 1.300 balita.Sedangkan angka penemuan pnemonia untuk balita th 2017

adalah 96 kasus atau 28,35% dari angka perkiraan 130 balita. Semua balita pnemonia yang

ditemukan 100% ditangani oleh Puskesmas.

4. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV – AIDS


Pencegahan penyakit HIV-AIDS yang dilakukan dengan cara memberikan edukasi yang

benar melalui penyuluhan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit HIV-

AIDS. Hal ini terutama ditujukan pada generasi muda terutama disekolah-sekolah dengan cara

penyuluhan. Penyuluhan ini dilakukan dengan kegiatan UKS lainnya misalnya pemeriksaan

kesehatan anak sekolah. Sedangkan untuk pemberantasan penyakit HIV-AIDS upaya yang

dilakukan adalah dengan merujuk ke klinik VCT yang ada di RSUD Banyumas maupun RS.

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Selama ini belum pernah ada kasus HIV-AIDS yang ditemukan di wilayah Puskesmas II

Tambak. Hal ini bukan berarti tidak pernah ada kasus, tetapi mungkin juga ada kasus tetapi

langsung ditangani oleh rumah sakit, sehingga Puskesmas tidak mempunyai data tentang pasien

HIV-AIDS yang ditemukan di Klinik VCT rumah sakit. Hal ini dilakukan biasanya mengingat

etika untuk menjaga kerahasiaan pasien untuk privasi dan menjaga keresahan masyarakat dalam

menyikapi kasus HIV-AIDS tersebut..

5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD

20
Penyakit Demam Berdarah (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh Virus Dengue

yang penyebarannya melalui vektor nyamuk aedes aygypti. Penyakit ini mempunyai ciri khas

tersendiri dan spesifik bila dibanding dengan nyamuk yang lain. Diantara ciri yang menonjol

adalah nyamuk ini menggigit pada siang hari, dan suka hidup dan bertelur pada air yang jernih

yang tidak berhubungan langsung dengan tanah. Upaya pemberantasan penyakit demam

berdarah yang dilakukan adalah :

5.1. Peningkatan kegiatan surveylan penyakit dan vektor


5.2. Diagnosis dini dan pengobatan dini
5.3. Peningkatan upaya pemberantasan vektor DBD.
Dengan peningkatan kegiatan surveylan yang baik maka dapat dianalisa dengan baik

kapan saat munculnya penyakit DBD yang perlu diwaspadai dan ditindaklanjuti. Diagnosis

dini, selanjutnya pengobatan dini juga sangat menentukan dalam menekan angka kesakitan dan

angka kematian yang disebabkan oleh penyakit DBD. Tidak kalah pentingnya adalah upaya

pemberantasan vektor DBD yang bisa dilakukan dengan berbagai

cara dan bisa dilakukan oleh masyarakat sendiri, diantaranya adalah dengan PSN, 3M,

ataupun dengan membunuh nyamuk dewasa yaitu dengan fogging atau pengasapan bila terjadi

kasus DBD di daerah tertentu. Fogging ini juga bisa dilakukan dengan biaya swadaya dari

masyarakat.

Penemuan kasus DBD diwilayah Puskesmas II Tambak tahun 2019 tidak ada kasus DBD,

sedangkan pada tahun 2018 sebanyak 3 kasus atau ICR 14,5/100.000 penduduk. Sedangkan

tahun 2017 sebanyak 7 kasus sedangkan pada tahun 2016 ditemukan 3 kasus DBD atau

incidence rate per 100.000 penduduk adalah 14,4%.

6. Pengendalian Penyakit Malaria


Malaria disebabkan oleh parasit yang disebut Plasmodium yang ditularkan melalui

gigitan nyamuk anopheles yang telah terinfeksi. Dalam tubuh manusia parasit berkembangbiak

21
dalam hati dan kemudian menginfeksi sel darah merah.Intervensi kunci dalam mengendalikan

malaria adalah :

6.1. Pengobatan yang cepat dan efektif


6.2. Penggunaan kelabu pada orang yang berisiko tertular
6.3. Pengendalian nyamuk vektor dengan penyemprotan insektisida.
Pada tahun 2019 angka kesakitan malaria positif di wilayah Puskesmas II Tambak adalah

1 kasus, sedangkan 2018 angka kesakitan malaria positif di wilayah Puskesmas II Tambak

adalah 1 kasus. Pada tahun 2017angka kesakitan malaria positif di wilayah Puskesmas II

Tambak adalah 1 kasus, sedangkan pada tahun 2016 angka kesakitan malaria positif di wilayah

Puskesmas II Tambak adalah nihil, malaria klinis juga nihil. Pada Tahun 2012 dan 2013 juga

tidak ditemukan kasus malaria positif.

7. Penyelenggaraan Penyelidikan Epidemologi dan Penanggulangan KLB


Berdasarkan data yang adapada Puskesmas II Tambak tahun 2019 nihil tidak ada kasus,

sedangkan pada tahun 2018ditemukan kasus DBD di Desa Karangpucung 2 kasus dan dapat

ditangani dalam waktu kurag dari 24 jam dan tidak mengakibatkan kematian. Tahun 2017

ditemukan 1 kasus DBD yaitu di Desa Buniayu dan dapat ditangani kurang dari 24 jam dan

tidak menimbulkan kematian. Sedangkan untuk tahun 2014 dan 2016 tidak ditemukan

kasusDBD di wilayah Puskesmas II Tambak. Tahun 2013 ditemukan 2 kasus DBD yaitudi Desa

Purwodadi 1 kasus dan Desa Karangpucung 1 kasus. Keduanya dapat ditangani kurang dari 24

jam dan tidak menimbulkan kematian.

D. Pembinaan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar


1. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
Pelayanan kesehatan lingkungan dapat dilihat pada tabel 63. Tahun 2019 jumlah institusi

yang dibina ada 24 atau 104,3% dari semua institusi yang ada yaitu 23. Institusi tersebut meliputi

sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan tempat-tempat umum lainnya.

2. Pelayanan Hygiene Sanitasi Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TUPM)

22
Pada tahun 2019 Tempat Umum di wilayah Puskesmas II Tambak terdapat 12 dan

Pengolahan Makanan (TPM) yang ada di wilayah Puskesmas II Tambak sejumlah 182, dibina

sejumlah 42 dan yang memenuhi syarat hygiene sanitasi sejumlah 8 atau 4,40% dari jumlah yang

diperiksa.

3. Rumah Sehat
Hasil pencapaian pemeriksaan rumah sehat di wilayah Puskesmas II Tambak pada tahun

2019sudah cukup baik, karena prosentase rumah sehatdi wilayah Puskesmas II Tambak sudah

mencapai 79,88% (425 rumah) dari seluruh rumah yang diperiksadan dibina(518 rumah).

Sedangkan jumlah keseluruhan yang ada adalah 4.867 rumah.

E. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT


1. Pemantauan Pertumbuhan Balita
Data pemantauan pertumbuhan balita dapat dilihat pada tabel 47, data tahun 2019 adalah sebagai

berikut :

1. Jumlah balita yang ada : 1.336anak


2. Jumlah balita ditimbang :1050 anak (78,59%)
3. Jumlah balita yang naik BB-nya : 802anak (76,38%)
4. Jumlah BGM :11 anak (1,3%)
5. Jumlah Gizi buruk : 1 anak (0,07%).
Jika dilihat dari data tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat (D/S)

adalah78,59% jika dibandingkan dengan tahun 2018 (78,93%) mengalami penurunansebesar

0,34%. Sedangkan untuk jumlah BGM tahun2019 ditemukan 11 anak atau 1,3% dan pada tahun

2018 ditemukan 7 anak balita atau 0,7% dan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan

tahun 2017 sebanyak 20 anak atau 1,8%. Sedangkan balita gizi buruk ditemukan 1 balita selama

tahun 2017 atau 0,07% dan pada tahun 2016 juga ditemukan 1 balita gizi buruk.

2. Pelayanan Gizi
2.1. Pemberian Kapsul Vitamin A

23
Vitamin A, yang juga dikenal dengan nama retinol, merupakan vitamin yang
berperan dalam pembentukkan indra penglihatan yang baik, terutama di malam
hari, dan sebagai salah satu komponen penyusun pigmen mata di retina. Selain itu,
vitamin ini juga berperan penting dalam menjaga
kesehatan kulit dan imunitas tubuh. Sumber makanan yang banyak mengandung
vitamin A, antara lain susu, ikan, sayur-sayuran (terutama yang berwarna hijau dan
kuning), dan juga buah-buahan (terutama yang berwarna merah dan kuning,
seperti cabai merah, wortel, pisang, dan pepaya).

Namun demikian konsumsi vitamin A yang alami kadang masih kurang dan
untuk mengatasi kekurangan vitamin A pada balita maka diberikan kapsul vitamin
A dosis tinggi pada Balita yang diberikan setahun 2 kali yaitu pada bulan Februari
dan Agustus.

Data profil tahun 2019 angka pencapaian pemberian Vitamin A pada bayi
dan balita dapat dilihat pada table 44. Bayi 6-11 bulan sejumlah 111 (100%) bayi
mendapat kapsul Vit A 1 kali dan balita 12-59 bulan sejumlah 989 (100%) balita
mendapat Vit A 2 kali. Sedangkan balita 6-59 bulan sejumah 1.100 dan angka
pencapaiannya juga 100%.

2.2. Pemberian Tablet Besi (Fe)


Zat besi adalah mineral yang dibutuhkan untuk membentuk sel darah merah
(hemoglobin). Selain itu, mineral ini juga berperan sebagai komponen untuk
membentuk mioglobin (protein yang membawa oksigen ke otot), kolagen (protein
yang terdapat di tulang, tulang rawan, dan jaringan penyambung), serta enzim. Zat
besi juga berfungsi dalam sistim pertahanan tubuh.
Saat hamil, kebutuhan zat besi sangat meningkat. Beberapa literatur
mengatakan kebutuhan tersebut mencapai dua kali lipat dari kebutuhan sebelum
hamil. Hal ini terjadi karena selama hamil, volume darah meningkat sampai 50%,
sehingga perlu lebih banyak zat besi untuk membentuk hemoglobin. Selain itu,
pertumbuhan janin dan plasenta yang sangat pesat juga memerlukan banyak zat
besi.

24
Berdasarkan tabel 32, jumlah ibu hamil di wilayah Puskesmas II Tambak
tahun 2019 sebanyak 336 ibu hamil dan yang mendapatkan tablet Fe 1 (30 tablet)
sebanyak 335 atau 99,70% sedangkan yang mendapat tablet Fe 3 (90 tablet)
sebanyak 309 atau 91,96%. Bila dibandingkan dengan tahun 2018 angka ini
menunjukan kenaikan karena pada tahun 2018 dari jumlah ibu hamil 355 dan yang
mendapatkan tablet Fe 90 tablet adalah sebanyak 298 atau 83,94%.

BAB v
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Data Capaian Sasaran TB tahun 2019


Target penemuan kasus TB tahun 2019

Jumlah penduduk Target semua kasus Target semua kasus TB yang dites
TB (100%) TB (70%) HIV(100%)

20517 57 40 40

Target Penemuan Kasus BTA Positif Tahun 2019

Jumlah penduduk Target semua kasus Target semua kasus TB yang dites
TB (100%) TB (70%) HIV(100%)

20517 22 15 40

Capaian penemuan kasus TB tahun 2019

Jumlah penduduk Target semua kasus Capaian semua Presentase


TB (70%) kasus TB

20517 40 6 15

Capaian SPM kasus TB tahun 2019

Jumlah penduduk Target SPM TB Capaian SPM TB Presentase


25
20517 214 85 40

Data di atas dibuat bedasarkan temuan kasus TB BTA positif yang diperiksa di

Puskesmas tambak II pada Tahun 2019. Kasus capaian penemuan pasien TB pada tahun

2019 yaitu baru 6 kasus dengan presentasi 15 % dari standar minimal capaian penemuan

pasien TB 70%. Hal ini terjadi karena Puskesmas Tambak II belum menerapkan dengan

baik yaitu penemuan kasus TB secara aktif dengan melakukan investigasi dan

pemeriksaan kasus kontak, skrining secara massal pada kelompok rentan dan beresiko,

dan skrining pada kondisi situasi khusus. Pada penemuan kasus TB secara pasif juga

puskesmas Tambak II kesulitan mendiagnosis pasien dikarenakan peralatan penunjang

diagnostic ada yang rusak seperti mikroskop serta kurangnya pelatihan tentang TB pada

tenaga medis yang berkerja di puskesmas Tambak II.

Capaian SPM kasus TB tahun 2019 yaitu 40% dari standar pelayanan. Usaha
yang selama ini dilakukan masih bersifat luas untuk masyarakat seperti gerakan hidup
bersih dan sehat belum spesifik ke penanganan TB. hal ini dikarenakan puskesmas
Tambak II belum memperdayakan masyarakat dengan maksimal, kurangnya sosialisasi
tentang TB sehingga kurangnya pengetahuan masyarakat tentang TB. Puskesmas
Tambak II juga belum menerapkan Gerakan masyarakat TOSS (temukan obati sampai
sembuh) TB. Kurangnya SDM juga menjadi kendala belum maksimalnya pelayanan yang
diberikan, masih terdapat beberapa tenaga Kesehatan yang merangkap jabatan pada
puskesmas tambak II, dan juga belum dilaksanakannya Kerjasama lintas program dan
sector.

B. Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik criteria matriks :


Tabel Martikulasi Masalah

No Daftar Masalah I T R Jumlah


26
IxTxR
P S SB Mn Mo Ma
1 Kurang 3 2 3 4 1 4 4 288
dimanfaatkannya
media/sarana
komunikasi untuk
konsultasi TB
2 Kurangnya SDM 4 4 4 3 4 4 3 528
( Petugas Medis,
Kader )
3 Masyarakat masih 3 3 4 1 2 1 1 40
mengucilkan penderita
TB
4 Kurangnya 4 3 3 3 2 3 2 210
pemahaman
masyarakat akan TB

5 Alat Diagnostik 4 3 3 2 2 3 2 140


Kurang

6 Kurang adanya 5 4 4 4 5 4 4 728


dukungan
masyarakat dan
lintas sektoral dalam
pengobatan TB
secara tuntas

Keterangan :

I : Importancy(pentingnya masalah)
P : Prevalance(besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB :Social Benefit (keuntungan social karena selesainya masalah)
T :Technology (teknologi yang tersedia)
R :Resource(sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (Sarana yang tersedia)
Ma : Material (Ketersediaan sarana)
Kriteria penilaian :
27
1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting
Data di atas dibuat bedasarkan temuan kasus TB BTA positif yang diperiksa di

Puskesmas tambak II pada Tahun 2019. Kasus capaian penemuan pasien TB pada tahun

2019 yaitu baru 6 kasus dengan presentasi 15 % dari standar minimal capaian penemuan

pasien TB 70%. Hal ini terjadi karena Puskesmas Tambak II belum menerapkan dengan baik

yaitu penemuan kasus TB secara aktif dengan melakukan investigasi dan pemeriksaan kasus

kontak, skrining secara massal pada kelompok rentan dan beresiko, dan skrining pada

kondisi situasi khusus. Pada penemuan kasus TB secara pasif juga puskesmas Tambak II

kesulitan mendiagnosis pasien dikarenakan peralatan penunjang diagnostic ada yang rusak

seperti mikroskop serta kurangnya pelatihan tentang TB pada tenaga medis yang berkerja di

puskesmas Tambak II.

Capaian SPM kasus TB tahun 2019 yaitu 40% dari standar pelayanan. Usaha yang
selama ini dilakukan masih bersifat luas untuk masyarakat seperti gerakan hidup bersih dan
sehat belum spesifik ke penanganan TB. hal ini dikarenakan puskesmas Tambak II belum
memperdayakan masyarakat dengan maksimal, kurangnya sosialisasi tentang TB sehingga
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang TB. Puskesmas Tambak II juga belum
menerapkan Gerakan masyarakat TOSS (temukan obati sampai sembuh) TB. Kurangnya
SDM juga menjadi kendala belum maksimalnya pelayanan yang diberikan, masih terdapat
beberapa tenaga Kesehatan yang merangkap jabatan pada puskesmas tambak II, dan juga
belum dilaksanakannya Kerjasama lintas program dan sector.

28
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular, banyak yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini bila tidak diobati
atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga
kematian. TB diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum Masehi,
namun kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit TB baru terjadi dalam
dua abad terakhir (Kemenkes, 2016). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes, 2011).

B. Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko untuk menderita TB menurut Manalu (2010) adalah:
1. Faktor sosioekonomi
Penyakit TB Paru lebih banyak menyerang masyarakat yang berasal dari
kalangan sosioekonomi rendah. Lingkungan yang buruk dan permukiman yang
terlampau padat sangat potensial dalam penyebaran penyakit TB. Kemiskinan
pada berbagai kelompok masyarakat, seperti negara yang sedang berkembang.
2. Status gizi
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi, akan
memengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit
termasuk TB. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara
miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
3. Umur
29
Penyakit TB paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia
produktif 15-50 tahun. Dengan terjadinya transisi demografi saat ini menyebabkan
usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun
sistem imun seseorang menurun, sehingga rentan terhadap berbagai penyakit,
termasuk penyakit TB.
4. Faktor demografik
Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan struktur umur kependudukan dan dampak dari pandemik HIV.

C. Patogenesis
Penularan TB Paru terjadi karena kuman yang terdapat pada penderita keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel ini dapat bertahan diudara
selama 1-2 jam, dan tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi udara
yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab kuman TB Paru ini dapat
bertahan lama, sampai berbulan-bulan. Partikel kuman yang bertahan lama di udara
bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran
napas atau jaringan paru. Adanya kuman yang menetap dijaringan paru akan
membentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer. Sarang
primer ini bisa terjadi di setiap jaringan paru, apabila menjalar ke pleura maka
menyebabkan efusi pleura (Aru, 2014).

D. Gambaran Klinis
Gejala klinis pasien TB paru menurut Depkes (2011), adalah:
1) Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
2) Dahak bercampur darah.
3) Batuk berdarah.
4) Sesak napas.
5) Badan lemas.
6) Nafsu makan menurun.
7) Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik.
8) Demam lebih dari satu bulan.

30
Strategi yang baru yaitu Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS)
penemuan dan penyembuhan pasien, terutama TB tipe menular. Strategi ini
memutuskan rantai penularan TB dan menurunkan insidens TB di masyarakat. Gejala
utama pasien TB paru adalah batuk berdahak ≥ 2-3 minggu. Batuk dapat diikuti
dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas (gejala
respiratorik), badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan
(gejala sistemik) (POLRI, 2015)

31
Gambar 2.1 Alur diagnosis dan tindak lanjut TB Paru pada pasien dewasa (tanpa kecurigaan/bukti: hasil tes
HIV (+) atau terduga TB Resisten Obat) (Kemenkes, 2014. Dimodifikasi dari : Treatment of Tuberculosis,
Guidelines for National Programe, WHO, 2003)

32
Keterangan :

1) Pemeriksaan klinis secara cermat dan hasilnya dicatat sebagai data dasar

kondisi pasien dalam rekam medis. Fasilitas kesehatan (Faskes) yang memiliki

alat tes cepat, pemeriksaan mikroskopis langsung tetap dilakukan untuk

terduga TB Paru kecurigaan/bukti HIV maupun resistensi OAT.

2) Hasil pemeriksaan BTA negatif pada semua contoh uji dahak (SPS) tidak

menyingkirkan diagnosis TB Paru. Apabila akses memungkinkan dapat

dilakukan pemeriksaan tes cepat dan biakan. Untuk pemeriksaan tes cepat

dapat dilakukan hanya dengan mengirimkan contoh uji.

3) Sebaiknya pembacaan hasil foto toraks oleh seorang ahli radiologi.

4) Untuk memastikan diagnosis TB.

5) Pemberian AB (Antibiotika) non OAT (Obat Anti Tuberculosis) yang tidak

memberikan efek pengobatan TB Paru termasuk golongan Kuinolon.

6) Dilakukan pemeriksaan klinis ulang dan uji pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu

Pagi Sewaktu). Apabila minimal satu dari pemeriksaan contoh uji dahak SPS

hasilnya positif maka ditetapkan sebagai pasien TB.

7) Bila hasil pemeriksaan ulang tetap BTA negatif, lakukan observasi dan

asesmen lanjutkan oleh dokter untuk faktor-faktor yang bisa mengarah ke TB

Paru.

8) Dilakukan TIPK (Test HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan

Konseling) (Kemenkes, 2014).

33
E. Klasifikasi
Klasifikasi TB menurut Kemenkes (2014):

1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:

a. Tuberculosis paru:

Tuberculosis paru adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru.

Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.

Limfadenitis TB di rongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura

tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru,

dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan

sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB

paru.

b. Tuberculosis ekstra paru:

Tuberculosis ekstra paru adalah TB yang terjadi pada organ selain paru,

misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi,

selaput otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan

hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus

diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB

ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai

pasien TB ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.

2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:

a. Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan

TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (<

dari 28 dosis).

34
b. Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah

menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (2 dari 28 dosis). Pasien ini

selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:

1) Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil

pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh

atau karena reinfeksi).

2) Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah

diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.

3) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):

adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up

(klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah

putus berobat.

4) Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir

pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

c. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui

3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

a. Mono resisten (TB MR) : resisten terhadap salah satu jenis Obat Anti

Tuberculosis (OAT).

b. Poli resisten (TB PR) : resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama,

selain Isoniazid dan Rifampisin secara bersamaan.

c. Multi drug resisten (TB MDR) : resisten terhadap Isoniazid dan Rifampisin

secara bersamaan.

35
d. Extensive drug resisten (TB XDR) : TB MDR yang sekaligus juga resisten

terhadap salah satu OAT golongan Fluorokuinolon dan minimal salah satu dari

OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin).

e. Resisten Rifampisin (TB RR) : resisten terhadap Rifampisin dengan atau tanpa

resistensi OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat)

atau metode fenotip (konvensional).

4. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV

a. Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-anfeksi TB/HIV).

b. Pasien TB dengan HIV negatif.

c. Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui.

F. Terapi
Untuk pengobatannya menurut Kemenkes (2015), obat tuberculosis dibagi

menjadi dua tahap yaitu:

1. Tahap awal

Obat diberikan setiap hari, hal ini bertujuan untuk secara efektif

menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir

kuman yang sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.

Pengobatan awal ini pada semua pasien baru harus diberikan selama 2 bulan, pada

umumnya apabila dengan pengobatan teratur akan sangat menurunkan resiko

penularan setelah pengobatan 2 minggu.

2. Tahap lanjutan

Pengobatan tahap lanjutan adalah tahap yang penting untuk membunuh sisa-

sisa kuman sehingga pasien dapat sembuh dan tidak terjadi kekambuhan.

36
Sementara itu ada beberapa kategori untuk paduan obat tuberculosis, yaitu sebagai

berikut (Depkes, 2011):

a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

Kasus baru dengan BTA positif, kasus baru dengan BTA negatif/rongent

positif yang sakit berat dan ekstra paru berat.

b. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Relaps BTA positif, gagal BTA positif, pengobatan terputus.

c. Obat sisipan : (HRZE).

d. Kategori Anak: 2HRZ/4HR .

e. Obat untuk pasien TB resistan: OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin,

Levofloksasin, Ethionamide, sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu

pirazinamid dan etambutol.

f. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa

obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT-KDT ini terdiri dari

kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan

berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

Pemantauan hasil pengobatan pada pasien dewasa dilakukan pemeriksaan ulang

dahak secara mikroskopis, pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik

dibandingkan dengan cara radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Untuk

memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua contoh uji dahak

(sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 contoh uji dahak

37
tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau keduanya positif, hasil

pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif (Kemenkes RI, 2015).

Dalam “Gerakan Masyarakat Menuju Indonesia Bebas TB” melalui aksi

“Temukan Tuberkulosis Obati Sampai Sembuh (TOSS) memiliki peran yang penting.

Program TOSS merupakan gerakan aktif dan masif yang dimulai dari diri sendiri,

keluarga sekaligus melibatkan masyarakat, layanan dan seluruh pemangku

kepentingan untuk segera menemukan orang terduga TB sedini mungkin dan segera

dirujuk ke Faskes (Puskesmas) terdekat untuk pemeriksaan lebih lanjut serta

mengobati pasien TB sampai sembuh. Gerakan ini bertujuan untuk meningkatkan

angka penemuan kasus TB dan memberdayakan peran masyarakat. Dilakukan secara

rutin di daerah dengan melibatkan seluruh fasilitas layanan kesehatan serta

melibatkan kelompok masyarakat dan masyarakat umum. Setiap pasien TB harus

ditemukan dan diobati sampai sembuh agar penularan TB di Indonesia dapat

dihentikan. Peran keluarga pada gerakan ini sangat penting, karena semangat dan

kepatuhan pasien untuk minum dan menelan obat ditentukan oleh dukungan keluarga

(Kemenkes, 2017).

G. Komplikasi
TB paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi.

Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita tuberculosis paru dibedakan

menjadi dua, yaitu (Aru, 2014):

1. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus dan pancet’s

arthropathy.

38
2. Komplikasi pada stadium lanjut: Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada

penderita stadium lanjut adalah:

a. Obstruksi jalan napas dikarenakan SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca

Tuberculosis).

b. Kerusakan parenkim berat dikarenakan fibrosis paru, cor pulmonal, amilodosis,

karsinoma paru, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) sering terjadi

pada TB Milier dan kavitas TB.

39
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Tuberkulosis merupakan penyakit yang ditularkan oleh bakteri M. Tuberculosis.


Tb merupakan penyakit yang mudah sekali menular. Di Indoneisa program strategi
nasional pengendalian TB sudah dimulai sejak tahun 1995 hingga saat ini sudah masuk
ke tahap konsolidasi dan implementasi inovasi dalam strategi DOTS. Visi program stop
TB diantaranya adalah menjaminyya akses terhadap diagnosis, pengobatan yang efektif
dan kesembuhan pasien TB, penghentian penularan TB, mengurangi ketidakadilan dalam
beban social ekonomi , dan mengembangkan dan menerapkan berbagai strategi preventif
TB. Untuk menentukan berhasil tidaknya suatu program maka dibutuhkan indikator-
indikator sebagai bahan evaluasi dan monitoring. WHO menetapkan tiga indikator TBC
beserta targetnya yang harus dicapai oleh negara-negara dunia, yaitu:
a. Menurunkan jumlah kematian TBC sebanyak 95% pada tahun 2035 dibandingkan
kematian pada tahun 2015.
b. Menurunkan insidens TBC sebanyak 90% pada tahun 2035 dibandingkan tahun
2015.
c. Tidak ada keluarga pasien TBC yang terbebani pembiayaannya terkait pengobatan
TBC pada tahun 2035.
Pada program penanggulangan TB secara nasional dilakukan pencatatan dan
pelaporan yang terdiri dari 13 form. Pada Puskesmas Tambak 2 telah dilakukan
pencatatan dan pelaporan TB 01 hingga TB 13
Berikut form TB 01- TB 13:
a. TB 01. Kartu pengobatan pasien TB.
b. TB 02. Kartu identitas pasien
c. TB 03. Register TB kabupaten
d. TB 04. Register Laboratorium TB
e. TB 05. Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak
f. TB 06. Daftar suspek yang diperiksa dahak SPS
g. TB 07. Pelaporan triwulan pasien penderita TB Baru dan Kambuh.

40
h. TB 08. Laporan Triwulan Hasil Pengobatan Penderita TB Paru yang terdaftar 12 – 15
bulan lalu
i. TB 09. Formulir rujukan/pindah penderita
j. TB 10. Formulir hasil akhir pengobatan dari penderita TB pindahan
k. TB 11. Laporan Triwulan Hasil Pemeriksaan Dahak Akhir Tahap Intensif untuk
penderita terdaftar 3 - 6 bulan lalu
l. TB 12. Formulir Pengiriman Sediaan Untuk Cross Check
m. TB 13. Laporan Penerimaan dan Pemakaian OAT di kabupaten
Pada Puskesmas Tambak 2 presentasi kasus baru TB paru (BTA positif) yang
dicapai pada tahun 2019 adalah sebanyak 15 %. Di bawah ini analisis Strength,
Weakness, Opportunity, Threat (SWOT) yang dimiliki Puskesmas Puskesmas
Tambak 2
A. Analisis Strength, Weakness, Opportunity, Threat (SWOT)
Analisis penyebab masalah dilakukan berdasarkan pendekatan sistem
(input-process-output), kemudian dilihat apakah output mencapai target indikator
atau tidak. Apabila program kegiatan tidak mencapai target indikator, penyebab
masalah tersebut dapat kita analisis dari input dan proses kegiatan.
1. Strength
a. Jenis tenaga kesehatan
Tersedianya tenaga kesehatan dan koordinator program untuk
mendeteksi dan menangani penderita TB di puskesmas.
b. Letak Strategis
Puskesmas Tambak 2 memiliki letak strategis, yaitu berada di
pusat kecamatan tambak sehingga akses layanan mudah.
c. Proses rujukan untuk diagnostik TB cepat
Salah satu tugas PKM guna menunnjang program pengendalian TB
adalah dengan terlaksananya proses rujukan secara baik sehingga proses
diagnosis dan pengobatan TB dapat terlaksana dengan tepat waktu. Pada
Puskesmas Tambak 2 rujukan untuk diagnosis TB dengan TCM cepat
sehingga penegakan diagnostik dan pengobatan dapat terlaksana dengan
baik.

41
2. Weakness
a. Kurangnya Sumber Daya Manusia
Dalam pelaksanaan program TB 01 hingga TB 13 diperlukan
pelatihan lebih lanjut dari pemerintah. Puskesmas Tambak 2 sudah
memiliki tenaga kesehatan yang telah terlatih dalam melaksanakan
program TB 01 hingga 13 namun hanya hanya sedikit . Kurangnya tenaga
kesehatan dan belum terdapatnya tenaga kesehatan yang mengikuti
pelatihan sehingga program TB 01 hingga TB 13 harus dilakukan
pengkaderan yang lebih luas dan pelatihan.
b. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai TB
Sosialisasi mengenati TB kemasyarakat masih kurang terutama
mengenai pengobatan TB. Pengetahuan TB yang rendah ini dapat
mempersulit penjaringan penderita TB, karena pengetahuan yang kurang
mengenai TB akan membuat masyarakat untuk enggan berobat ke PKM
karena mengganggap ringan keluhan yang dideritanya.
c. Terbatasnya alat diagnostik di Puskesmas
Ketebatasan alat diagnostik seperti mikroskop yang rusak
menyebabkan pasien penderita TB harus segera dirujuk untuk memperoleh
fasilitas yang dibutuhkan. Seringkali hal ini menghambat tindak lanjut
(follow up) pasien.
d. Kurangnya pelacakan dan penemuan kasus TB
Dalam penjaringan penderita TB selain home visit dan edukasi
mengenai penyakit dan lingkungan yang sehat, keluarga yang tinggal
serumah dengan pasien TB, dan lingkungan sekitarnya seharusnya
dilakukan pemeriksaan sputum. Namun pada kenyataanya karena kuranya
SDM, sehingga hal tersebut tidak dilakukan.
3. Opportunity
a. Sebagian besar penduduk mempunyai BPJS
Penduduk di wilayah kerja Tambak 2 sebagian besar sudah mempunyai
jaminan kesehatan seperti BPJS. Hal tersebut memudahkan pasien dalam
program pengobatan TB. Suspek TB juga tidak dipungut biaya dalam

42
pemeriksaan TCM. Selain itu, pasien yang sudah ditetapkan menderita TB
mendapat obat TB secara gratis sehingga masyarakat banyak dimudahkan
dengan adanya hal tersebut.
4. Threat
a. Banyaknya kasus TB yang tidak terdeteksi
Banyaknya kasus TB yang tidak terdeteksi berpotensi menularkan
penyakit TB pada orang lain karena kurangnya proses screening,
diagnosis, hingga penatalaksanaan yang cepat dan tepat.
b. Tingkat ekonomi rendah
Rendahnya tingkat ekonomi memungkinkan tidak memadainya
lingkungan rumah yang sehat. Hal ini dapat meningkatkan potensi
penularan TB.
c. Kurangnya motivasi tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas P2M TB
d. Risiko penularan TB yang tinggi
Menyebabkan sulitya mencari kader di tiap desa untuk membantu dalam
sosialiasi tentang TB

43
Plan of Action
a. Peningkatan pengetahuan SDM
1) Mengikuti pelatihan secara lengkap TB 01- TB13.
2) Memperluas penyuluhan dan pelatihan kader TB di desa-desa yang
belum terdapat kader TB.
3) Pemasangan poster, spanduk mengenai TB di desa-desa.
b. Peningkatan penyuluhan tentang Pemeriksaan TCM pada suspek TB
Saat ini, pasien suspek TB diharuskan melakukan pemeriksaan
TCM. Akan tetapi masih ada pasien yang tidak mengindahkan perintah
petugas untuk melakukan pemeriksaan dahak. Hal tersebut dikarenakan
pasien masih menganggap remeh, dan menganggap jika batuknya sudah
sembuh tidak perlu melakukan pemeriksaan TCM. Berdasarkan fakta
tersebut, puskesmas perlu melakukan pengawasan terhadap pemeriksaan
TCM dengan lebih ketat misalnya dengan mencatat setiap pasien yang
diharuskan melakukan TCM tetapi belum datang ke puskesmas untuk
memberi sampel. Puskesmas juga bisa mempertimbangkan pembangunan
ruangan pengambilan sampel supaya teknik pengambilan sampelnya
benar.
c. Realisasi bantuan pemerintah
Realisasi bantuan pemerintah untuk pembangunan rumah yang memadai,
seperti bangunan yang permanen, cukup jendela dan ventilasi, mendapat
sinar matahari yang cukup, serta tersedianya jamban atau toilet di rumah
sangat membantu peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.
d. Pemantauan berkala
Pemantauan dilaksanakan secara berkala dan terus menerus untuk dapat
segera medeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang telah
direncanakan, supaya dapat dilakukan tindakan perbaikan segera.

44
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

Untuk mendukung kegiatan notifikasi tuberkulosis dalam Jaminan Kesehatan


Nasional (JKN) puskesmas dapat menggunakan formulir registrasi yang berjumlah 13
buku, yang TB 07 hingga TB 13 merupakan pelaporan pencatatan triwulan dan
pelaporan pasien pindahan dan OAT yang diterima dan dikirim.
Puskesmas Tambak 3 sudah melaksanakan program pengendalian TB 01 hingga TB
13 sesuai dengan pedoman dari kementerian kesehatan RI.
Akan tetapi adanya keterbatasan pengkaderan, dapat mengganggu dalam pencatatan
kasus pasien TB, maka perlunya penambahan jumlah kader TB perlu diupayakan dan
diadakanya pelatihan tentang TB. Berdasarkan fakta tersebut, puskesmas perlu
mengupayakan peningkatan pengetahuan teanga kesehatan mengenai TB 01 hingga TB
13, melalui pelatihan yang diselenggarakan penerintah.

45
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I. edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing.
Departemen Kesehatan, RI. (2011). Pedoman nasional pengendalian tuberculosis. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
Dinas Kesehatan Banyumas. (2016). Profil Kesehatan Kabupaten Banyumas Tahun 2016.
Banyumas. http://dinkes.banyumaskab.go.id/download [Diakses pada tanggal
20 Februari 2020].
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2015). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2015.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:
Kemenkes RI. Website: http://www.depkes.go.id/. [Diakses 01 Maret 2020].
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Strategi Nasional Pengendalian TB di
Indonesia. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Tuberculosis Temukan Obati Sampai
Sembuh. Info datin. Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Panduan Peringatan TB Sedunia
Tahun 2017. Gerakan Masyarakat Menuju Indonesia Bebas Tuberculosis.
Direktorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Kementrian
Kesehatan RI.
Kepolisian Negara Republik Indonesia. (2015). Panduan Pengendalian Tuberkulosis (TB)
dengan strategi Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) di fasilitas
Kesehatan Polri. Jakarta.
Manalu, Helper S.P. (2010). Faktor - Faktor Yang Memengaruhi Kejadian TB Paru Dan
Upaya Penanggulangannya. http://ejournal.litbang.Depkes.go.id. Jurnal
Ekologi Kesehatan Vol. 9 No. 4 : 1340 -1346. [diakses tanggal 10 Maret
2020].

46

Anda mungkin juga menyukai