Perjamuan agape atau perjamuan kasih adalah acara santap-bersama umat Kristen.[2] Agape adalah istilah Yunani untuk "cinta-kasih" dalam arti luas. Bentuk jamak agape dalam bahasa Latin, yakni agapae atau agapæ, digunakan sebagai sebutan untuk perjamuan kasih. Meskipun demikian, agapae adalah istilah bermakna ganda, karena dapat pula berarti acara kenduri arwah.

Fresko adegan perjamuan[a] pada dinding sebuah makam di Katakombe Santo Marselinus dan Petrus, Via Labicana, Roma.
Diener (pelayan) menyuguhkan roti kepada warga jemaat dalam perjamuan kasih gereja Moravia

Perjamuan kasih adalah amalan warisan Gereja perdana, dan merupakan kesempatan untuk mempererat keakraban umat beriman.[2][3] Perjamuan Kudus mula-mula jamak diserangkaikan dengan perjamuan kasih, tetapi mulai diselenggarakan secara terpisah sejak akhir abad pertama Masehi,[4][5][6] sehingga istilah "perjamuan kasih" kini dipahami sebagai ritual bersantap Kristen yang berbeda dari Perjamuan Kudus.[7] Perjamuan kasih bertujuan mempererat keakraban serta meningkatkan semangat kerukunan, muhibah, dan kebersamaan, maupun untuk mendamaikan silang sengketa yang sudah-sudah sehingga pihak-pihak yang sebelumnya saling berseteru dapat kembali saling mengasihi.[8]

Amalan perjamuan kasih tersurat dalam Kitab Suci agama Kristen (Yudas 1:12), dan dipahami sebagai "acara santap-bersama Gereja perdana."[9] Amalan santap-bersama disinggung dalam surat pertama Rasul Paulus kepada umat Kristen di Korintus (1 Korintus 11:17–34), dan surat Santo Ignasius dari Antiokhia kepada umat Kristen di Smirna, yang menggunakan istilah agape. Dalam suratnya kepada Kaisar Traianus sekitar tahun 111 Masehi,[10] Plinius Muda melaporkan bahwa umat Kristen, sesudah berkumpul pagi-pagi benar "pada hari tertentu" untuk "berdoa kepada Kristus sebagaimana orang berdoa kepada dewa," pada hari itu juga mereka akan "berkumpul sekali lagi untuk bersama-sama menyantap hidangan yang tidak berbahaya."[7] Acara santap-bersama semacam ini juga tersurat di dalam catatan tradisi rasuli yang dipercaya sebagai karya tulis Hipolitus dari Roma, kendati tidak menggunakan istilah agape, dan di dalam karya-karya tulis Tertulianus, yang menggunakan istilah agape. Kaitan acara makan-kenyang semacam ini dengan Perjamuan Kudus sudah nyaris putus pada masa hidup Siprianus (wafat tahun 258), karena ketika itu penyelenggaraan Perjamuan Kudus diawali dengan puasa pada pagi hari dan acara santap-bersama pada malam hari.[7] Sinode Ganggra tahun 340 membicarakan perjamuan kasih sehubungan dengan tindakan seorang ahli bidah yang melarang para pengikutnya untuk menghadiri acara tersebut.[11]

Meskipun masih disinggung dalam Konsili Pancasasta tahun 692, amalan perjamuan agape ditinggalkan umat Kristen tidak lama seusai konsili tersebut, kecuali di Etiopia dan India.[7][12] Pada akhir abad ke-18, Paolino da San Bartolomeo, padri Karmelit yang berkarya di India, melaporkan bahwa umat Kristen Santo Tomas masih menyelenggarakan perjamuan kasih dengan menghidangkan makanan khas yang disebut apam.[12][13] Selain itu, kelompok-kelompok Pietis Radikal yang terbentuk pada abad ke-18, misalnya Serikat Persaudaraan Schwarzenau dan gereja Moravia, menyelenggarakan perjamuan kasih. Gereja-gereja Metodis juga memelihara amalan ini.[8]

Amalan perjamuan kasih dewasa ini sudah dihidupkan kembali oleh kelompok-kelompok umat Kristen selain dari yang sudah disebutkan di atas, antara lain umat Anglikan[7] dan gerakan gereja rumah yang terbentuk di Amerika Serikat.[14] Pada zaman modern, perjamuan kasih kerap diselenggarakan sebagai kegiatan ekumene, misalnya perjamuan kasih umat Metodis bersama umat Anglikan.[15]


Sejarah

sunting

Gereja perdana

sunting

Rujukan tertua mengenai acara santap-bersama yang disebut agape terdapat di dalam surat pertama Rasul Paulus kepada umat Kristen di Korintus. Banyak ahli kajian Perjanjian Baru yakin bahwa umat Kristen Korintus mengamalkan kebiasaan berkumpul pada malam hari untuk makan bersama sekaligus untuk melaksanakan upacara sakramen roti dan anggur.[16] 1 Korintus 11:20-34 Ayat ke-20 sampai ayat ke-34 dari bab 2 surat tersebut mengindikasikan bahwa upacara sakramen roti dan anggur dirangkai dengan acara santap-bersama yang lebih umum sifatnya.[17] Agaknya hadirin membawa makanan sendiri dari rumah untuk disantap bersama-sama, dan makanan tersebut adalah hidangan lengkap yang mengenyangkan. Tidak heran jika acara ini kadang-kadang merosot menjadi acara makan-makan biasa, bahkan menjadi ajang pamer bagi warga jemaat yang berpunya, sebagaimana yang terjadi di Korintus, sampai-sampai Rasul Paulus merasa perlu menyampaikan teguran berikut ini:

"Aku mendengar, bahwa apabila kamu berkumpul sebagai Jemaat, ada perpecahan di antara kamu, dan hal itu sedikit banyak aku percaya. Sebab di antara kamu harus ada perpecahan, supaya nyata nanti siapakah di antara kamu yang tahan uji. Apabila kamu berkumpul, kamu bukanlah berkumpul untuk makan perjamuan Tuhan. Sebab pada perjamuan itu tiap-tiap orang memakan dahulu makanannya sendiri, sehingga yang seorang lapar dan yang lain mabuk. Apakah kamu tidak mempunyai rumah sendiri untuk makan dan minum? Atau maukah kamu menghinakan Jemaat Allah dan memalukan orang-orang yang tidak mempunyai apa-apa?"[18]

Istilah agape (ἀγάπη) juga digunakan sebagai sebutan bagi acara bersantap di dalam surat Yudas (Yudas 1:12) dan di dalam sejumlah kecil naskah surat Rasul Petrus yang kedua (2 Petrus 2:13).

Tidak lama selepas tahun 100, Ignasius dari Antiokhia menyebut-nyebut perjamuan agape dalam karya tulisnya.[19] Keterangan Plinius Muda dalam Surat 97 yang dialamatkan kepada Kaisar Traianus[20] agaknya mengindikasikan bahwa sekitar tahun 112, acara bersantap tersebut lazim diselenggarakan secara terpisah dari Perjamuan Kudus (tanpa menyebutkan nama acaranya). Plinius Muda melaporkan bahwa umat Kristen membubarkan diri seusai menaikkan doa kepada Kristus selaku Allah pada pagi hari tertentu, dan nantinya berkumpul sekali lagi untuk santap bersama.[21] Perubahan waktu penyelenggaraan perjamuan agape dipicu oleh keegoisan dan kelobaan orang-orang Korintus.[22] Tertulianus agaknya juga menulis tentang acara santap-bersama ini,[23][24] meskipun tidak begitu jelas.[7]

Klemens dari Aleksandria (ca. 150–211/216) membedakan acara makan-makan mewah yang disebut agape dari perjamuan agape (cinta-kasih) di mana "hidangannya berasal dari Kristus sehingga mengisyaratkan bahwa kita wajib turut serta di dalamnya".[25] Dakwaan-dakwaan perbuatan tidak senonoh kadang-kadang dilontarkan terhadap bentuk yang lebih permisif dari perjamuan agape.[26] Berdasarkan keterangan Klemens dari Aleksandria di dalam Stromata (Jilid III, Bab 2),[27] Philip Schaff berpendapat bahwa "lekas hilangnya agapæ mungkin sekali adalah dampak dari penyalahgunaan yang keji atas kata tersebut oleh kaum pengikut Karpokrates yang leluasa mengumbar syahwat. Agapæ yang sejati adalah amalan warisan para rasul (2 Petrus 2:13, Yudas 1:12), tetapi kerap disalahgunakan oleh orang-orang munafik, bahkan pada masa hidup para rasul (1 Korintus 11:21). Sisa-sisa atau jejak peninggalan masa silam dari acara-acara kenduri cinta-kasih ini tampak pada tradisi pain béni di Gereja Galia, dan pembagian-bagian antidoron di Gereja Ortodoks Timur. Antidoron adalah sisa roti persembahan yang tidak dikonsekrasi tetapi diberkati dan dibagi-bagikan kepada nonkomunikan seusai Liturgi Ilahi."[28]

Agustinus dari Hipo juga menentang pelestarian amalan santap-bersama ini di tanah kelahirannya, Afrika Utara, karena pelaksanaan amalan ini kadang-kadang berakhir dengan mabuk-mabukan. Ia juga membedakannya dari Perjamuan Kudus ketika mengimbau, "hendaklah kita menyantap tubuh Kristus dalam persekutuan dengan orang-orang yang juga dilarang untuk makan, bahkan untuk makan roti yang berguna bagi kelangsungan tubuh kita."[29] Agustinus melaporkan bahwa amalan tersebut sudah lama dilarang di Milan, bahkan sebelum ia tinggal di kota itu.

Kanon 27 dan kanon 28 yang diundangkan Konsili Laodikia tahun 364 melarang peserta perjamuan membawa pulang santapan ke rumah maupun menggelar perjamuan agape di dalam gereja.[30] Konsili Kartago III tahun 393 dan Konsili Orléans II tahun 541[b] kembali melarang umat Kristen menggelar perjamuan agape di dalam gereja, sementara Konsili di Trullo tahun 692 menetapkan bahwa madu dan susu tidak boleh dipersembahkan di atas altar (Kanon 57), dan orang-orang yang menyelenggarakan perjamuan cinta kasih di dalam gereja harus dikucilkan dari jemaat (Kanon 74).

Umat Kristen Santo Tomas di India sampai sekarang masih menyelenggarakan perjamuan agape, dengan menyajikan hidangan khas mereka yang disebut apam.[12][13]

Gereja Georgia pada Abad Pertengahan

sunting

Di dalam Gereja Ortodoks Georgia pada Abad Pertengahan, istilah agapi mengacu kepada perjamuan yang diselenggarakan untuk memperingati kematian seseorang, atau kegiatan membagi-bagikan makanan kepada rohaniwan, fakir miskin, maupun musafir, yang hadir dalam ibadat peringatan kematian seseorang. Keberlanjutan permanen dari perjamuan-perjamuan tersebut dijamin lewat dana-dana warisan dan lembaga-lembaga amanah.[34]

Reformasi Protestan

sunting

Selepas Reformasi Protestan, muncul suatu gerakan di dalam sejumlah kelompok umat Kristen untuk kembali kepada amalan-amalan Gereja Perjanjian Baru. Salah satu kelompok tersebut adalah Serikat Persaudaraan Schwarzenau (terbentuk tahun 1708), yang menjadikan perjamuan kasih, yang terdiri atas upacara pembasuhan kaki, perjamuan agape, dan Perjamuan Kudus, sebagai salah satu ordinansi mereka yang bersifat "lahiriah tetapi kudus". Kelompok lainnya adalah Jemaat Moravia di bawah pimpinan Pangeran Zinzendorf, yang mengadopsi suatu bentuk perjamuan agape yang terdiri atas acara santap-bersama sederhana, dan penyampaian kesaksian-kesaksian atau ceramah agama, dan pembacaan surat-surat dari para misionaris.

John Wesley, pengasas Gereja Metodis, berkunjung ke Amerika bersama anggota-anggota Jemaat Moravia, dan sangat mengagumi iman maupun amalan mereka. sesudah "bertobat" pada tahun 1738, ia memperkenalkan amalan perjamuan kasih, yang kemudian hari terkenal sebagai gerakan Metodis. Keterbatasan jumlah pelayan tertahbis di dalam Gereja Metodis membuat perjamuan kasih kerap diselenggarakan, karena jemaat jarang sekali berkesempatan menerima Komuni Kudus. Demikianlah jemaat Metodis mula-mula merayakan perjamuan kasih, sebelum acara tersebut menjadi langka pada abad ke-19 seiring meredupnya gerakan kebangunan rohani.

Pengamalan dari denominasi ke denominasi

sunting

Kristen Ortodoks Oriental

sunting

Setidaknya ada beberapa Gereja Ortodoks Oriental yang masih melestarikan tradisi santap berjemaah ini, antara lain umat Kristen Santo Tomas di India.[8] Perjamuan agape umat Kristen Santo Tomas dipimpin seorang imam, dan para hadirin bahkan rela datang jauh-jauh dari tempat tinggal mereka.[35] Perjamuan ini kerap diselenggarakan bertepatan dengan penahbisan imam baru, dan para hadirin datang dengan membawa hadiah untuknya.[35] Gereja Ortodoks Etiopia juga masih melestarikan perjamuan agape, yang mereka adakan setiap hari Sabtu, demikian pula dengan banyak jemaat Ortodoks Koptik.[36][37]

Serikat Persaudaraan

sunting

Kelompok-kelompok Serikat Persaudaraan Schwarzenau (kelompok terbesar adalah Gereja Serikat Persaudaraan) secara berkala menyelenggarakan perjamuan agape (disebut "perjamuan kasih"), yang mencakup pembasuhan kaki, santap bersama, dan Perjamuan Kudus, diselingi lagu puji-pujian dan renungan Alkitab di sepanjang acara.

Keterangan

sunting
  1. ^ Kata Agape yang tertera pada fresko ini membuat sementara pihak menafsirkan bahwa adegan dalam fresko adalah adegan perjamuan agape. Meskipun demikian, kata Agape tersebut adalah bagian dari kalimat Agape misce nobis (Agape, raciklah untuk kami, maksudnya, siapkanlah anggur untuk kami), sehingga mungkin sekali Agape adalah nama dari sosok perempuan yang memegang cawan. Di dalam katakombe yang sama, ada fresko lain dengan gambar adegan yang sama. Pada fresko ini tertulis kalimat Misce mi Irene (Raciklah untukku, Irene). Reproduksi dari fresko lain tersebut dapat dilihat di Catacombe dei Santi Marcellino e Pietro,[1] lengkap dengan keterangan (dalam bahasa Italia) sebagai berikut: "Salah satu adegan yang paling sering dilukis adalah adegan perjamuan, yang lazimnya ditafsirkan sebagai representasi simbolis dari sukacita akhirat, tetapi mungkin saja merupakan penggambaran realistis dari agapae, perjamuan perkabungan yang diselenggarakan untuk mengenang si mati." Sebuah artikel tulisan Carlo Carletti yang dimuat di L'Osservatore Romano pada tanggal 1 November 2009 menyebutkan bahwa katakombe yang sama sesungguhnya menyimpan serangkaian fresko adegan perjamuan yang mirip satu sama lain, yakni gambar beberapa orang lelaki yang sedang berbaring dalam acara santap-bersama memanggil seorang gadis pelayan untuk menyuguhkan anggur kepada mereka. Nama Agape dan Irene adalah nama umum di kalangan budak dan mantan budak perempuan pada masa itu, tetapi fakta bahwa nama-nama ini muncul sebanyak dua belas kali di katakombe tersebut menyiratkan bahwa nama Agape dan Irene bukan sekadar dipilih karena merupakan nama yang lazim bagi gadis-gadis pelayan melainkan sengaja dipakai untuk mengingatkan orang akan gagasan yang terkandung di dalam arti kedua nama tersebut, yakni kasih (agape) dan damai (irene).
  2. ^ Menurut beberapa sumber, Konsili Orleans II tahun 541 juga melarang perjamuan agape.[31][32][33] Lebih banyak sumber (yang tidak mengungkit-ungkit soal agape) menyebutkan bahwa Konsili Orleans II diselenggarakan pada tahun 533.

Rujukan

sunting
  1. ^ "Catacombe", Storia [History] (dalam bahasa Italia), Italia, diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-01-18, diakses tanggal 2020-08-19 
  2. ^ a b Coveney, John (2006). Food, Morals and Meaning: The Pleasure and Anxiety of Eating. Routledge. hlm. 74. ISBN 9781134184484. Bagi umat Kristen perdana, agape mengisyaratkan pentingnya keakraban antarsesama warga jemaat. Perjamuan agape merupakan suatu ritual untuk merayakan sukacita bersantap, bersenang-senang, dan beramah-tamah. 
  3. ^ Burns, Jim (10 Juli 2012). Uncommon Youth Parties. Gospel Light Publications. hlm. 37. ISBN 9780830762132. Pada zaman Gereja perdana, segenap umat beriman akan berkumpul dalam acara yang disebut "perjamuan agape" atau "perjamuan kasih." Orang-orang yang mampu menyediakan makanan akan membawanya ke acara tersebut dan membagikannya kepada sesama umat beriman. 
  4. ^ Walls, Jerry L.; Collins, Kenneth J. (2010). Roman but Not Catholic: What Remains at Stake 500 Years after the Reformation. Baker Academic. hlm. 169. ISBN 9781493411740. Sedemikian kuatnya pemaknaan Ekaristi sebagai perjamuan keakraban sehingga dalam bentuk pengamalannya yang terdahulu, Perjamuan Kudus kerap diselenggarakan serangkai dengan perjamuan agape. Meskipun demikian, sebagaimana yang dikemukakan Andrew McGowan, jelang akhir abad pertama, perjamuan gabungan ini dipisahkan menjadi 'satu upacara sakramen pagi hari [dan satu acara] perjamuan biasa.' 
  5. ^ Davies, Horton (1999). Bread of Life and Cup of Joy: Newer Ecumenical Perspectives on the Eucharist. Wipf & Stock. hlm. 18. ISBN 9781579102098. Agape (perjamuan kasih), yang pada akhirnya dipisahkan dari Ekaristi .... 
  6. ^ Daughrity, Dyron (2016). Roots: Uncovering Why We Do What We Do in Church. ACU Press. hlm. 77. ISBN 9780891126010. Sekitar tahun 250 Masehi, perjamuan kasih dan Perjamuan Kudus tampaknya dipisahkan, sehingga Ekaristi akhirnya berkembang sendiri di luar konteks santap-bersama. 
  7. ^ a b c d e f "agape", Dictionary of the Christian Church (article), Oxford University Press, 2005, ISBN 978-0-19-280290-3 
  8. ^ a b c Crowther, Jonathan (1815). A Portraiture of Methodism: Or, The History of the Wesleyan Methodists. T. Blanshard. hlm. 282–283. 
  9. ^ Stutzman, Paul Fike (1 January 2011). Recovering the Love Feast: Broadening Our Eucharistic Celebrations. Wipf and Stock Publishers. hlm. 42. ISBN 9781498273176. 
  10. ^ Pliny, To Trajan, Book 10, Letter 97, diarsipkan dari versi asli tanggal 30 Mei 2012 
  11. ^ "NPNF2-14. The Seven Ecumenical Councils". CCEL.org. Christian Classics Ethereal Library. 
  12. ^ a b c Paolino da San Bartolomeo (1800). A voyage to the East Indies: containing an account of the manners, customs &c. of the natives. Vernor and Hood. hlm. 198. Diakses tanggal 29 Juni 2017. 
  13. ^ a b Yeates, Thomas (1818). Indian Church History. Richard Edwards. hlm. 160. Umat Kristen Santo Tomas, kata Frater Paolino, masih menyelenggarakan Agapae, alias perjamuan kasih, sebagaimana yang lumrah diselenggarakan pada masa lampau. 
  14. ^ Supper, Sanctification, diarsipkan dari versi asli tanggal 6 Januari 2010 
  15. ^ Tovey, Phillip (2016). The theory and practice of extended communion. London: Routledge. ISBN 978-1-315-55229-3. OCLC 1086435256. 
  16. ^ Welker, Michael (2000), What happens in Holy Communion?, hlm. 75–76, ISBN 9780802846020 
  17. ^ "Agape [cari]", New English Translation (Alkitab NET) (kamus), Biblical Studies Foundation 
  18. ^ 1 Korintus 11:17–34
  19. ^ Ignatius of Antioch, Kirby, Peter, ed., Smyrnaeans, 8:2 – via EarlyChristianWritings.com 
  20. ^ "Letters of Pliny, by Gaius Plinius Caecilius Secundus". www.gutenberg.org. 
  21. ^ "Mereka berkumpul pada hari tertentu sebelum fajar, dan menaikkan semacam doa kepada Kristus, sebagaimana orang berdoa kepada dewa, dan dengan khusyuk berprasetia, bukan untuk mencapai maksud-maksud jahat, melainkan untuk tidak menipu, mencuri, bermukah, bercabang lidah, dan mendustakan janji bila diminta menepatinya. Sesudah itu lazimnya mereka membubarkan diri, dan nantinya berkumpul kembali untuk bersama-sama menyantap hidangan yang tidak berbahaya".
  22. ^ Davies, J. G. (1965), The Early Christian Church, Holt Rinehart Winston, hlm. 61 
  23. ^ Tertullian, Schaff, Philip, ed., "Apology", CCEL.org, Christian Classics Ethereal Library, 39 
  24. ^ Tertulian, Pearce, Roger, ed., "De Corona ['The Chaplet']", Tertullian.org, Tertullian Project, III 
  25. ^ "Paedagogus", Fathers, New Advent, II, 1 
  26. ^ Tertullian, De Iejunio, XVII, 3, Sed maioris est agape, quia per hanc adulescentes tui cum sororibus dormiunt. Appendices scilicet gulae lascivia et luxuriae 
  27. ^ "ANF02. Bapa-bapa Gereja Abad Ke-2: Hermas, Tatianus, Athenagoras, Teofilus, dan Klemens dari Aleksandria (Keseluruhan) - Christian Classics Ethereal Library". www.ccel.org. 
  28. ^ Schaff, Philip (ed.), "Elucidations", CCEL.org, Christian Classics Ethereal Library 
  29. ^ "Letter", Surat ke-22 (392 Masehi), New Advent, 22, 1: 3 
  30. ^ "The Synod of Laodicea", Fathers, New Advent 
  31. ^ The Gospel Advocate, 3, 1823 
  32. ^ Cole, Richard Lee, Love-feasts: A History of the Christian Agape [pranala nonaktif]
  33. ^ The Antiquaries Journal, Oxford University Press, 1975 
  34. ^ Toumanoff, Cyril (1949–1951). "The Fifteenth-Century Bagratids and the Institution of Collegial Sovereignty in Georgia". Traditio. 7: 175. 
  35. ^ a b Frykenberg, Robert Eric (26 June 2008). Christianity in India: From Beginnings to the Present . Oxford University Press. hlm. 132. ISBN 9780198263777. 
  36. ^ Ogot, Bethwell A. (1992). Africa from the Sixteenth to the Eighteenth Century . UNESCO. hlm. 729. ISBN 9789231017117. 
  37. ^ "Google". google.com. Diakses tanggal 16 Juli 2018. 

Daftar pustaka

sunting
  • "Lovefeast". Moravian.org. Gereja Moravia di Amerika Utara. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 Mei 2012. Diakses tanggal 15 Maret 2013. 
  • Bowman, Carl F. Brethren Society: The Cultural Transformation of a Peculiar People. Baltimore: Johns Hopkins University Press.
  • Stutzman, Paul Fike. Recovering the Love Feast: Broadening Our Eucharistic Celebrations. Eugene, Oregon: Wipf and Stock, 2011.
  • "Love Feasts as the Center of the Church Life: oleh Charles Debelak". Diakses tanggal 4 Januari 2013. 

Pranala luar

sunting