Lompat ke isi

Neraka

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 23 Desember 2024 03.26 oleh M. Adiputra (bicara | kontrib) (+etimologi)
Malaikat Jatuh di Neraka, lukisan karya John Martin (ca 1841).

Neraka, menurut kosmologi keagamaan, diyakini sebagai alam supernatural, tempat penyiksaan dan kesengsaraan setelah kematian. Secara umum, berbagai kepercayaan mendeskripsikan Neraka sebagai dunia bawah, tempat yang lebih rendah dari Bumi, kelam dan suram, penuh derita dan tanpa kebahagiaan. Namun, detail tentang hukuman, jangka waktu hukuman, kondisi Neraka, serta penyebab seseorang masuk Neraka berbeda-beda dalam tiap kepercayaan atau agama. Beberapa kepercayaan bersikap netral akan keyakinannya tentang dunia bawah.

Agama-agama Timur meyakini Neraka sebagai tempat persinggahan sebelum seseorang lahir kembali, sementara agama abrahamik meyakininya sebagai tempat penyiksaan yang kelam, suram, dan kekal abadi; penghuninya menjalani hukuman atau penderitaan atas tindakan yang buruk dan bertentangan dengan ajaran agama saat masih hidup.[1] Kepercayaan lainnya, yang mengajarkan bahwa kehidupan setelah kematian tidak memperoleh hadiah ataupun hukuman, meyakini bahwa alam orang mati merupakan tempat yang netral dan terletak di bawah Bumi (contohnya: Kur,[2] Hades,[3] dan Sheol[4]).

Etimologi

Istilah "Neraka" dalam bahasa Melayu dan variannya (termasuk Indonesia) berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu Naraka (Dewanagari: नरक), suatu alam kematian dalam agama-agama dari India, meliputi agama Hindu, Buddha, dan Jaina.[5] Menurut suatu teori, istilah tersebut berasal dari akar kata nṛ atau nar (manusia) dan aka (duka), sehingga secara harfiah berarti "ketidakbahagiaan manusia".[6] Penyerapan kata Naraka menjadi "Neraka" merupakan dampak dari penyebaran agama Hindu-Buddha di Nusantara. Selain Melayu, bahasa-bahasa daerah lainnya di Nusantara pun menyerap kata naraka, menjadi neraka (Jawa), narako (Batak Toba dan Minang), nuraka (Aceh), atau tetap dieja naraka (Bali dan Sunda).

Agama darmik

Hinduisme

Litograf dari abad ke-19 beraksara Dewanagari, menggambarkan daerah kekuasaan Yama, Raja Neraka menurut kepercayaan Hindu.

Dalam agama Hindu, Naraka merupakan alam setelah kematian, tempat penghukuman bagi roh orang-orang yang banyak berdosa semasa hidupnya.[7] Istilah Naraka tersebut kemudian diserap menjadi "neraka" dalam bahasa Melayu. Naraka juga dikenal sebagai Yamaloka, artinya "Alam Dewa Yama", dewa kematian. Diyakini bahwa alam itu terletak di bawah Bumi. Jumlah dan nama-nama bagian neraka, demikian pula jenis-jenis pendosa yang memperoleh hukuman di tiap neraka, berbeda-beda antara satu kitab dengan kitab lainnya. Namun, sebagian besar kitab menyebutkan jumlahnya sebanyak 28 (dua puluh delapan).[7]

Menurut kepercayaan Hindu, utusan Dewa Yama yang disebut yamaduta membawa roh-roh makhluk yang baru saja mati (atma) ke hadapan Yama untuk diadili, dengan mempertimbangkan perbuatan mereka semasa hidup. Apabila lebih banyak kebaikan yang diperbuat, maka mereka dikirim ke Swarga (surga). Sebaliknya, apabila lebih banyak kejahatan yang diperbuat, maka mereka dikirim ke Naraka (neraka) sesuai dengan jenis dosa yang dilakukan. Keberadaan mereka di Swarga maupun Naraka bersifat sementara. Apabila jangka waktu hukumannya telah habis, maka roh seseorang akan lahir kembali di alam lain sesuai dengan sisa hasil karma yang belum sempat mereka nikmati saat masih disiksa di Naraka.[7] Namun menurut filsuf Hindu Madhvacharya—yang mengklasifikasikan jenis roh manusia ke dalam tiga jenis—roh yang masuk dalam kelompok Tamoyogya mengalami penderitaan abadi di Naraka Andhantamisra.[8]

Buddhisme

Relief di Wat Machiram, kuil Buddhis di Malaysia, menggambarkan biksu legendaris Phra Malai sedang berkhotbah di Neraka.

Dalam Buddhisme atau agama Buddha, neraka juga disebut Niraya (bahasa Pali) atau Naraka (bahasa Sanskerta), yaitu alam keberadaan yang menyedihkan, tempat para makhluk menebus kamma (karma) buruk mereka. Berbeda dengan agama lainnya, Buddhisme tidak pernah menyatakan bahwa roh atau jiwa pergi ke neraka (konsep anatta, "tiada roh"), melainkan lahir kembali sebagai penghuni neraka.[9] Sebagai contoh, manusia yang dalam hidupnya cenderung menganiaya makhluk hidup, membunuh makhluk hidup apapun juga, dan senantiasa terjerembab dalam tindakan-tindakan jahat yang dilakukan baik oleh pikiran, ucapan, dan perbuatan, maka ia akan terlahir kembali di alam neraka atau Niraya.[10]

Menurut ajaran Buddha, anggapan bahwa neraka adalah tempat hidup yang kekal abadi bagi semua makhluk yang selama masa hidup sebelumnya banyak berbuat karma buruk, adalah keliru. Ajaran tersebut menegaskan bahwa tidak ada yang kekal-abadi, termasuk kehidupan di dalam neraka sekalipun.[11] Setelah habisnya kamma (karma) buruk yang menyebabkan mereka terlahir ke alam penuh derita ini (sama-sekali tidak ada kesenangan, hanya penderitaan), makhluk-makkhluk yang hidup di alam ini akan lahir kembali ke alam-alam lain sesuai timbunan kamma-kamma mereka sendiri, yang telah mereka pupuk selama mengembara dalam samsara (siklus kelahiran berulang-ulang).[12]

Agama samawi

Yahudi

Ilustrasi Neraka dalam manuskrip Hortus deliciarum, disusun oleh Herrade de Landsberg, Abad Pertengahan.

Menurut dalam agama Yahudi terdapat beberapa tafsiran menurut masing-masing sektenya terkait kematian. Ada beberapa sekte terkenal dalam agama Yahudi tradisional, yaitu: sekte orang-orang Farisi, sekte orang-orang Saduki, dan sekte orang-orang Nasrani. Namun kesemuanya percaya dan meyakini bahwa "Neraka" adalah hukuman bagi setiap manusia yang tidak melakukan hukum dan aturan yang dibuat oleh Musa yang mereka sebut "hukum Taurat". Sekte Farisi dan Nasrani-Yudaisme meyakini bahwa orang-orang yang sudah mati akan dibangkitkan terutama pada saat kedatangan "Mesias" di akhir zaman, sedangkan Sekte Saduki tidak meyakini adanya kebangkitan orang mati, dengan demikian kematian seseorang menjadi jalan akhir baginya, dimana setelah mati, orang-orang baik akan langsung masuk surga sedangkan orang-orang jahat akan langsung mendapatkan hukuman di Neraka.[4]

Dalam teks-teks pseudopigrafa yang muncul dari periode Hellenis (Enokh, 2 Esdras, dan Naskah Aturan Laut Mati) terdapat pengaruh mitos Iran tentang aya khshusta. Dalam mitos ini, neraka (gehenna) adalah Bukit Hinom, tempat dibinasakannya anak-anak dengan api oleh Molokh (2 Raja-raja 23:10 dan Yeremia 7:31 & 32:35).

Kristen

Fresko yang menggambarkan Neraka, interior di Katedral Vank, Isfahan, Iran.

Kata “neraka” juga terdapat dalam banyak terjemahan Alkitab. Ayat-ayat yang sama dalam terjemahan-terjemahan lain menyebutkan “kubur”, “dunia orang mati”, dan sebagainya. Alkitab-Alkitab lain hanya mentransliterasikan kata-kata bahasa asli yang kadang-kadang diterjemahkan “neraka”; Dalam bahasa Ibrani, neraka diistilahkan sebagai "She’ohl" (sheol) dan dalam bahasa Yunani “Hai’des” (hades) sebagai kuburan umum dari umat manusia yang mati; Dalam bahasa Yunani "He’en-na" (gehenna) dan digunakan sebagai lambang dari kebinasaan kekal.[13]

Dalam agama Kristen, Neraka terbagi dalam 3 tingkat. Pertama adalah Sheol atau Hades, yaitu tempat atau bagian dari neraka yang paling atas atau sama dengan tempat penantian, namun di dalam tempat penantian itupun banyak jiwa yang tidak luput dari pandangan para utusan neraka. Yang kedua Gehenna, tempat atau bagian tengah dari neraka. Siksaan di bagian ini lebih kejam daripada di Hades.[14][15][16] Ketiga ialah Jurang yang tak berdasar, bagian neraka yang paling dalam. Di tempat ini terdapat lautan api dan belerang di mana para jiwa yang berdosa direndam dalam lautan itu.[17] Di tempat itu pula Allah memenjarakan Sang Naga atau Iblis yang akan dilepaskan pada masa tujuh tahun penderitaan.[18]

Islam

Lukisan Persia abad ke-15 menggambarkan Malaikat Jibril dan Muhammad mengunjungi Neraka dengan mengendarai buraq.

Kata neraka sering disebutkan dalam kitab suci Al-Qur'an dan jumlahnya sangat banyak sekali. Dalam bahasa Arab disebut "Jahanam" (جهنم), dan memiliki nama lain "An-Naar" (النار)[19] dan "Jahim" (جحيم), artinya "api yang berkobar".[20] Tempat ini menurut keyakinan umat Islam adalah tempat di mana manusia dan jin adalah para makhluk yang membangkang terhadap syariat Allah dan mengingkari para nabi. Siapapun orang yang dimasukkan ke dalam neraka, dia tidak akan keluar darinya. Pintu neraka berdiri kukuh dan tertutup rapat. Itulah penjara bagi orang-orang yang menganggap remeh berita tentang pengadilan akhirat.[21] Ada juga orang-orang yang terakhir kali masuk surga, setelah mereka di siksa sesuai dengan dosa-dosanya yang telah mereka perbuat. Di dalam Al-Qur'an disebutkan bahan bakar neraka adalah dari manusia dan batu (ada yang mengartikan berhala).[22]

Pintu gerbang Neraka di pimpin oleh Malaikat Malik, yang memiliki 19 malaikat penyiksa di dalam Neraka, yaitu Zabaniah. Neraka dipegang (ditahan) oleh tujuh puluh ribu tali, dan setiap talinya di pegang oleh tujuh puluh ribu malaikat.[23]

Mitologi

Mesopotamia

Dunia bawah tanah menurut kepercayaan bangsa Sumeria di wilayah Mesopotamia Kuno dikenal sebagai Kur, Irkalla, Kukku, Arali, atau Kigal dan dalam bahasa Akkadia disebut Erṣetu. Meskipun memiliki banyak nama dalam kedua bahasa tersebut, tempat yang dimaksud merupakan sebuah gua yang gelap dan suram yang terletak jauh di bawah tanah,[2][24] penduduknya diyakini melanjutkan "versi kehidupan yang gelap di bumi".[24] Tidak seperti kehidupan setelah kematian lainnya dari dunia kuno, di Dunia Bawah versi Sumeria, tidak ada penghakiman terakhir atas orang yang meninggal dan orang mati tidak dihukum atau diberi pahala atas perbuatan mereka sewaktu masih hidup. Kualitas keberadaan seseorang di dunia bawah ditentukan oleh kondisi penguburannya.

Tionghoa

Diyu (地獄) merupakan alam orang mati dalam mitologi Tionghoa, sepadan dengan konsep Naraka dalam agama Buddha.[25] Tempat tersebut dikuasai oleh Yanluo Wang, atau Raja Neraka. Dengan menggabungkan kepercayaan Taoisme, Buddhisme, serta kepercayaan tradisional Tionghoa, Diyu dipercaya sebagai tempat pengadilan arwah, memutuskan hukuman apakah yang harus dijalani berdasarkan tindakan mereka semasa hidup di dunia, serta mempersiapkan mereka untuk menjalani proses kelahiran kembali. Jumlah pasti majelis sidang neraka menurut kepercayaan Tionghoa berbeda-beda menurut versi Buddhis dan Tao; beberapa menyebut hanya tiga atau empat, sementara versi lain menyebutkan sampai sepuluh, yang dikenal sebagai Shi Dian Yan Luo.[25] Masing-masing mengadili arwah sesuai jenis kejahatan yang dilakukan. Arwah yang sudah menjalani hukuman di neraka diberi kesempatan untuk lahir kembali ke dunia, dalam wujud baru entah manusia atau binatang. Sebelumnya, mereka wajib minum ramuan pelupa ingatan yang dibuat Nenek Meng Po.[26][27]

Yunani Kuno

Lukisan karya Pietro della Vecchia (1602/1603–1678) menggambarkan Sisifos, seorang raja yang dihukum mengangkat bongkahan batu di Tartaros.

Dalam mitologi Yunani, Tartaros (bahasa Yunani: Τάρταρθς) merupakan salah satu dunia bawah Yunani, yang diasosiasikan sebagai suatu tempat jauh di bawah tanah yang kelam dan kejam. Dalam mitologi Yunani, Tartaros adalah tempat yang digunakan untuk mengurung beberapa makhluk yang dianggap membahayakan para dewa. Para Titan (kecuali Prometheus, Epimetheus, Metis, dan sebagian besar Titan wanita) dikurung oleh Zeus ke dalam Tartaros dengan Hekantonkhires sebagai penjaga mereka. Selain para Titan, beberapa dewa pernah menjadi tawanan di Tartaros, seperti Apollo, tetapi Zeus akhirnya membebaskannya. Saat anak Gaia dan Tartaros, Tifon, menyerang Olimpus namun berhasil dikalahkan oleh Zeus, dia juga membuangnya ke dalam Tartaros.[28]

Seiring waktu, Tartaros juga menjadi tempat untuk mengurung para manusia yang sudah melakukan dosa atau kejahatan yang besar, baik kepada para dewa maupun kepada sesamanya, seperti: Raja Sisifos yang tidak menerima tamu secara layak dan juga menipu Thanatos saat akan dihukum rantai; Raja Tantalos yang membunuh anaknya kemudian menghidangkan dagingnya untuk acara makan dengan para dewa; dan Iksion, yang membunuh mertuanya dan kemudian mencoba merayu Hera didepan Zeus.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Markus 9:43–48, Lukas 16:19–24, Wahyu 9:11; Quran, Al-Baqara ayat 24, dan Al-Mulk ayat 5–7.
  2. ^ a b Barret, C. E. (2007), "Was dust their food and clay their bread?: Grave goods, the Mesopotamian afterlife, and the liminal role of Inana/Ištar", Journal of Ancient Near Eastern Religions, Leiden, The Netherlands: Brill, 7 (1): 7–65, doi:10.1163/156921207781375123, ISSN 1569-2116 
  3. ^ Homeros, Odisseia 24.10
  4. ^ a b Rainwater, Robert (1990). "Sheol". Dalam Mills, Watson E. Mercer Dictionary of the Bible. Mercer University Press. ISBN 9780865543737. 
  5. ^ Phyllis Ghim-Lian Chew (29 November 2012), A Sociolinguistic History of Early Identities in Singapore: From Colonialism to Nationalism, Palgrave Macmillan, hlm. 195, ISBN 9781137012333 
  6. ^ Dallapiccola AL (2002), "Naraka", Dictionary of Hindu lore and legend, New York: Thames & Hudson 
  7. ^ a b c Dallapiccola, Anna L. (2002). "Naraka". Dictionary of Hindu Lore and Legend. Thames & Hudson. ISBN 978-0-500-51088-9. 
  8. ^ Helmuth von Glasenapp: Der Hinduismus. Religion und Gesellschaft im heutigen Indien, Hildesheim 1978, p. 248.
  9. ^ David Kalupahana, Causality: The Central Philosophy of Buddhism. The University Press of Hawaii, 1975, page 44.
  10. ^ Braarvig, Jens (2009). "The Buddhist Hell: An Early Instance of the Idea?". Numen. 56 (2–3): 254–281. doi:10.1163/156852709X405008. JSTOR 27793792. 
  11. ^ "Naraka – iSites" (PDF). isites.harvard.edu. 2015. 
  12. ^ "31 Alam kehidupan Menurut Ajaran Agama Buddha". sariputta.com. 4 Januari 2019. Diakses tanggal 9 November 2021. 
  13. ^ "G5590 – psychē – Strong's Greek Lexicon (NKJV)". Diakses tanggal 9 November 2017. 
  14. ^ Kohler, Kaufmann; Ludwig Blau (1906). "Gehenna: Sin and Merit" Jewish Encyclopedia: "It is frequently said that certain sins will lead man into Gehenna. The name 'Gehenna' itself is explained to mean that unchastity will lead to Gehenna ('Er. 19a); so also will adultery, idolatry, pride, mockery, hypocrisy, anger, etc. (Soṭah 4b, 41b; Ta'an. 5a; B. B. 10b, 78b; 'Ab. Zarah 18b; Ned. 22a).
  15. ^ Hell". Catholic Encyclopedia: "[I]n the New Testament the term Gehenna is used more frequently in preference to hades, as a name for the place of punishment of the damned.... [The Valley of Hinnom was] held in abomination by the Jews, who, accordingly, used the name of this valley to designate the abode of the damned (Targ. Jon., Gen., iii, 24; Henoch, c. xxvi). And Christ adopted this usage of the term."
  16. ^ Trachtenberg, Joshua (2004) [Originally published 1939]. Jewish Magic and Superstition. Philadelphia: University of Pennsylvania Press. hlm. 66. ISBN 9780812218626. 
  17. ^ Swedenborg, E. (2000). "Heaven and Hell". Swedenborg Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 December 2017. Diakses tanggal 12 December 2017. 
  18. ^ https://cahayapengharapan.org/neraka-menurut-ajaran-yesus/
  19. ^ "Islamic Terminology". Diakses tanggal 23 December 2014. 
  20. ^ "Surah Al-Baqarah – 119". quran.com. Diakses tanggal 2021-08-24. 
  21. ^ "A Description of Hellfire (part 1 of 5): An Introduction". Religion of Islam. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 December 2014. Diakses tanggal 23 December 2014. 
  22. ^ see Quran 5:72: 5:72 Diarsipkan 20 July 2016 di Wayback Machine.
  23. ^ Abdullah bin Ma’ud meriwayatkan Nabi bersabda maksudnya, “Pada hari kiamat akan didatangkan Neraka Jahannam dengan 70.000 tali pengekang, setiap kekang ditarik oleh 70.000 malaikat.” (Riwayat al Bukhari & Muslim)
  24. ^ a b Choksi, M. (2014), "Ancient Mesopotamian Beliefs in the Afterlife", World History Encyclopedia 
  25. ^ a b E. Setiawan dan Kwa Thong Hay. 1990. Dewa-Dewi Kelenteng. Gedung Batu, Semarang: Yayasan Kelenteng Sampookong.
  26. ^ "Chinese Mythology". New Larousse Encyclopedia of Mythology. hlm. 400. There are legends relating to miraculous births – a child is able to speak as soon as born because the soul inhabiting its body had been successful in escaping the vigilance of the guardians of Hell, and had avoided drinking the Broth of Oblivion 
  27. ^ Image of Goddess Meng Po
  28. ^ Hesiod, Theogony 868.

Pranala luar