Lompat ke isi

Larutan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 2 Desember 2023 16.23 oleh 180.244.160.21 (bicara)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Melarutkan garam ke dalam air

Dalam kimia, larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat.[1][2] Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat larut atau solut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solven.[3] Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam kepekatan larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi.[4]

Contoh larutan yang umum dijumpai adalah padatan yang dilarutkan dalam cairan, seperti garam atau gula dilarutkan dalam air. Gas juga dapat pula dilarutkan dalam cairan, misalnya karbon dioksida atau oksigen dalam air. Selain itu, cairan dapat pula larut dalam cairan lain, sementara gas larut dalam gas lain. Terdapat pula larutan padat, misalnya aloi (campuran logam) dan mineral tertentu.[5]

Konsentrasi

[sunting | sunting sumber]

Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlarut dan pelarut di dalam larutan. Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah total zat dalam larutan, atau dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah pelarut. Contoh beberapa satuan konsentrasi adalah molar, molal, dan bagian per juta (part per million, ppm). Sementara itu, secara kualitatif, komposisi larutan dapat dinyatakan sebagai encer (berkonsentrasi rendah) atau pekat (berkonsentrasi tinggi).[6]

Pelarutan

[sunting | sunting sumber]
Ion natrium tersolvasi oleh molekul-molekul air

Molekul komponen-komponen larutan berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur. Pada proses pelarutan, tarikan antarpartikel komponen murni terpecah dan tergantikan dengan tarikan antara pelarut dengan zat terlarut. Terutama jika pelarut dan zat terlarut sama-sama polar, akan terbentuk suatu sruktur zat pelarut mengelilingi zat terlarut; hal ini memungkinkan interaksi antara zat terlarut dan pelarut tetap stabil.[7]

Bila komponen zat terlarut ditambahkan terus-menerus ke dalam pelarut, pada suatu titik komponen yang ditambahkan tidak akan dapat larut lagi. Misalnya, jika zat terlarutnya berupa padatan dan pelarutnya berupa cairan, pada suatu titik padatan tersebut tidak dapat larut lagi dan terbentuklah endapan. Jumlah zat terlarut dalam larutan tersebut adalah maksimal, dan larutannya disebut sebagai larutan jenuh. Titik tercapainya keadaan jenuh larutan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, seperti suhu, tekanan, dan kontaminasi. Secara umum, kelarutan suatu zat (yaitu jumlah suatu zat yang dapat terlarut dalam pelarut tertentu) sebanding terhadap suhu. Hal ini terutama berlaku pada zat padat, walaupun ada perkecualian. Kelarutan zat cair dalam zat cair lainnya secara umum kurang peka terhadap suhu daripada kelarutan padatan atau gas dalam zat cair. Kelarutan gas dalam air umumnya berbanding terbalik terhadap suhu.[8]

Larutan ideal

[sunting | sunting sumber]
Diagram tekanan uap (p, x) pada campuran benzena/toluena pada suhu 20°C

Bila interaksi antarmolekul komponen-komponen larutan sama besar dengan interaksi antarmolekul komponen-komponen tersebut pada keadaan murni, terbentuklah suatu idealisasi yang disebut larutan ideal. Larutan ideal mematuhi hukum Raoult, yaitu bahwa tekanan uap pelarut (cair) berbanding tepat lurus dengan fraksi mol pelarut dalam larutan.[9] Larutan yang benar-benar ideal tidak terdapat di alam, namun beberapa larutan memenuhi hukum Raoult sampai batas-batas tertentu. Contoh larutan yang dapat dianggap ideal adalah campuran benzena dan toluena.[10]

Ciri lain larutan ideal adalah bahwa volumenya merupakan penjumlahan tepat volume komponen-komponen penyusunnya. Pada larutan non-ideal, penjumlahan volume zat terlarut murni dan pelarut murni tidaklah sama dengan volume larutan.

Sifat koligatif larutan

[sunting | sunting sumber]

Larutan cair encer menunjukkan sifat-sifat yang bergantung pada efek kolektif jumlah partikel terlarut, disebut sifat koligatif (dari kata Latin colligare, "mengumpul bersama"). Sifat koligatif meliputi penurunan tekanan uap, peningkatan titik didih, penurunan titik beku, dan gejala tekanan osmotik.[11]

Jenis-jenis larutan

[sunting | sunting sumber]

Larutan dapat diklasifikasikan misalnya berdasarkan fase zat terlarut dan pelarutnya. Tabel berikut menunjukkan contoh-contoh larutan berdasarkan fase komponen-komponennya.

Contoh larutan Zat terlarut
Gas Cairan Padatan
Pelarut Gas Udara (oksigen dan gas-gas lain dalam nitrogen) Uap air di udara (kelembapan) Bau suatu zat padat yang timbul dari larutnya molekul padatan tersebut di udara
Cairan Air terkarbonasi (karbon dioksida dalam air) Etanol dalam air; campuran berbagai hidrokarbon (minyak bumi) Sukrosa (gula) dalam air; natrium klorida (garam dapur) dalam air; amalgam emas dalam raksa
Padatan Hidrogen larut dalam logam, misalnya platina Air dalam karbon aktif; uap air dalam kayu Aloi logam seperti baja

Berdasarkan kemampuannya menghantarkan listrik, larutan dapat dibedakan sebagai larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit. Larutan elektrolit mengandung zat elektrolit, di dalam air dapat terionisasi menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion) sehingga dapat menghantarkan listrik, sementara larutan non-elektrolit tidak dapat menghantarkan listrik karena tidak dapat terionisasi di dalam air.[12]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Hobbs 2000, hlm. 68.
  2. ^ IUPAC, Compendium of Chemical Terminology, edisi ke-2 ("Buku Emas") (1997). Versi koreksi daring:  (2006–) "solution".
  3. ^ Oxtoby, Gillis & Nachtrieb 2001, hlm. 153.
  4. ^ Holman & Stone 2001, hlm. 42.
  5. ^ Reger, Goode & Ball 2009, hlm. 10.
  6. ^ Reger, Goode & Ball 2009, hlm. 468–470.
  7. ^ Holman & Stone 2001, hlm. 43.
  8. ^ Reger, Goode & Ball 2009, hlm. 475–476.
  9. ^ Castellan 1983, hlm. 285–286.
  10. ^ Castellan 1983, hlm. 307.
  11. ^ Reger, Goode & Ball 2009, hlm. 483.
  12. ^ Oxtoby, Gillis & Nachtrieb 2001, hlm. 157–158.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • Castellan, G. W. (1983), Physical Chemistry (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-3), Reading, MA: Addison-Wesley Publishing Company, ISBN 9-780201103854, OCLC 9281172 
  • Holman, J. S.; Stone, P. (2001), Chemistry (dalam bahasa Inggris), Cheltenham: Nelson Thornes, ISBN 9-780748762392 
  • Hobbs, P. V. (2000), Basic Physical Chemistry for the Atmospheric Sciences (dalam bahasa Inggris), Cambridge University Press, ISBN 9-780521785679 
  • Oxtoby, D.W.; Gillis, H.P.; Nachtrieb, N.H. (2001), Prinsip-Prinsip Kimia Modern, 1, diterjemahkan oleh Achmadi, S. S. (edisi ke-4), Jakarta: Erlangga, ISBN 3-52729628X 
  • Reger, D. L.; Goode, S. R.; Ball, D. W. (2009), Chemistry: Principles and Practice (dalam bahasa Inggris), Cengage Learning, ISBN 9-780534420123