Wikipedia:ProyekWiki Bahasa/halaman usang/Rumpun bahasa Madura–Kangean
Maduris–Kangeanesik
Rumpun bahasa Maduris–Kangeanesik Bahasa-Bahasa Maduris–Kangeanesik | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Wilayah | |||||||||
Etnis | |||||||||
Penutur | |||||||||
| |||||||||
Kode bahasa | |||||||||
ISO 639-3 | – | ||||||||
Glottolog | madu1247 [1] | ||||||||
Linguasfer | 31-MFL | ||||||||
Lokasi penuturan | |||||||||
Wilayah dimana rumpun bahasa Maduris–Kangeanesik dituturkan secara dominan (Provinsi Jawa Timur; mencakup wilayah Jawa bagian timur, pulau Madura, pulau Bawean, pulau Kangean, dan gugusan pulau disekitarnya). | |||||||||
Portal Bahasa | |||||||||
Rumpun bahasa Maduris–Kangeanesik adalah sebuah rumpun bahasa yang bercabang dari rumpun bahasa Nusantara Tengah yang merupakan cabang dari rumpun bahasa Austronesia. Rumpun bahasa ini dipertuturkan di wilayah provinsi Jawa Timur yang meliputi daerah-daerah di pulau Madura, pulau Kangean (secara majemuk juga meliputi kepulauan Kangean), Bawean, dan ujung timur pulau Jawa (terutama di Jember, Banyuwangi, Pasuruan, Surabaya Utara, Malang), serta beberapa daerah di Kalimantan.[2] Rumpun bahasa ini juga dituturkan oleh diaspora masyarakat bersuku Bawean/Boyan, Madura, dan Kangean diluar Indonesia, seperti di Malaysia dan Singapura.
Klasifikasi
Secara garis besar, rumpun bahasa Maduris-Kangeanesik dibedakan kedalam kategori dua bahasa utama yakni bahasa Madura dan bahasa Kangean. Rumpun bahasa inipun memiliki perbedaan dialek yang dapat dikenali melalui perbedaan fonologi, aksentologi, maupun idiomatologi yang umumya terbagi kedalam distribusi wilayah petuturan.
Bahasa Madura
Dalam bahasa Madura, terdapat beberapa penggolongan dialek yang dituturkan di pulau Madura maupun pulau disekitarnya:
- Dialek Bangkalan (di Bangkalan)
- Dialek Bawean (di Pulau Bawean)
- Dialek Pamekasan (di Pamekasan)
- Dialek Sampang (di Sampang)
- Dialek Sapudi (di Pulau Sapudi)
- Dialek Sumenep (di Sumenep)
Bahasa Kangean
Dalam bahasa Kangean, penggolongan dialek dapat ditentukan melalui beberapa metode, yakni baik secara regional geografis dan sosiokultural.
Regional Geografis
Secara regional geografis, pengelompokan dialek dapat dibedakan menjadi dua grup utama; yakni dialek darat dan pesisir.
- Dialek Darat
- Dialek Duko (di Arjasa)
- Dialek Dandung (di Dandung)
- Dialek Torjek (di Torjek)
- Dialek Laok Jangjang (di Laok Jangjang)
- Dialek Pesisir
- Dialek Pajanangger (di Pajanangger)
- Dialek Sapeken (di Sapeken)
- Dialek Pagerungan (di Pulau Pagerungan Besar dan Pagerungan Kecil)
- Dialek Salarangan (di Salarangan)
- Dialek Saebus (di Pulau Saebus)
Sosiokultural
Secara unggah-ungguh (tingkat kesopansantunan), dialek dalam bahasa Kangean dibedakan menjadi 3 bagian tingkatan; yakni Ako-Kao (disebut juga Eson-Sede atau Eson-Kake), Nira-Nae (disebut juga Die-Dika), dan Kaula-Panjenengan.
- Ako-Kao (Eson-Sede atau Eson-Kake)
Pada tingkat ini, biasanya digunakan kepada orang sebaya.
- Nira-Nae (Die-Dika)
Pada tingkat ini, biasanya digunakan oleh menantu kepada mertua.
- Kaula-Panjenengan
Pada tingkat ini, biasanya digunakan kepada orang yang lebih tua.
Glos | Bentuk bebas | |||
---|---|---|---|---|
Ako-Kao (Eson-Sede atau Eson-Kake) | Nira-Nae (Die-Dika) | Kaula-Panjenengan | ||
1SG, 1PL.EXCL 'aku, saya, kami' |
|
|
kaula | |
2SG, 2PL 'kamu, Anda, kalian' |
|
|
panjenengan | |
3SG, 3PL 'dia/ia, beliau, mereka' |
|
dibikna | kabih |
Sistem Penulisan
Pada zaman modern, sistem penulisan bahasa-bahasa dalam rumpun Maduris-Kangeanesik menggunakan aksara Latin. Menurut sejarah perkembangannya, rumpun bahasa ini cenderung tidak memiliki suatu sistem penulisan yang dapat dipastikan, karena masing-masing bahasa memiliki akar pengaruh yang distingtif dari satu sama lain.
Bahasa Madura
Aksara Carakan maupun Pegon yang digunakan dalam bahasa Madura sejatinya merupakan aksara-aksara yang mulanya berkembang di Jawa sebelum akhirnya menyebar ke daerah-daerah di pulau Madura, hal ini tidak terlepas dari pengaruh Jawa yang kuat pada masa lampau, utamanya pada masa kejayaan Singhasari ataupun Majapahit, dan juga pengaruh kerajaan-kerajaan Islam seperti Kesultanan Demak dan Mataram.
Bahasa Kangean
Dalam bahasa Kangean, sistem penulisan kuno memiliki pengaruh dari bahasa-bahasa lain yang memainkan peranan cukup kuat. Dalam beberapa daerah di kepulauan Kangean, aksara yang digunakan dapat beragam, yakni diataranya meliputi aksara Lontarak (dikenali juga sebagai aksara Ugi/Bugis), aksara Makassar, aksara Kawi (Carakan Kuno), dan Pegon. Hal ini merupakan hasil dari pengaruh budaya suku-suku dari Sulawesi dan Kalimantan yang bermigrasi sejak ratusan hingga ribuan tahun dan berasimilasi dengan warga setempat yang melahirkan tradisi majemuk Kangean. Pengaruh budaya Jawa dan Madura juga memiliki andil utamanya pada masa kejayaan Majapahit dan Kadipaten Sumenep yang pernah menguasai sebagian besar wilayah Kangean. Namun di lain sumber, penggunaan aksara Kawi di kepulauan Kangean cenderung dipengaruhi oleh suku Bali yang menggunakan aksara Kawi pada masa lampau, sebelum akhirnya berkembang menjadi aksara Bali.
Terminologi
Istilah "Madurik/Maduris" atau "Maduris-Kangeanesik" merujuk kepada wilayah gugusan pulau di laut Jawa dan Bali, utamanya pulau Madura dan Kangean.
Madura
Nama 'Madura' diperkirakan berakar dari kalimat "Madu ara-ara" yang mengindikasikan kuantitas madu yang ditemukan di pulau Madura pada zaman dahulu.
Kangean
Nama 'Kangean' diturunkan dari istilah ꦏꦲꦾꦁꦲꦤ꧀ (Ka-hyang-an) dalam bahasa Jawa Kuno yang merujuk kepada sistem kepercayaan kuno masyarakat Nusantara yang percaya kepada entitas Hyang sebagai sumber pemujaan, akar kata "Ka-hyang-an" ini juga juga dikenali secara lokal oleh penduduk Kangean sebagai 𑻠𑻢𑻬𑻨 atau ᨀᨂᨐᨚ (Kangayan), yang kemudian juga dikekalkan sebagai salah satu nama kecamatan di pulau Kangean, hal ini berkaitan dengan pengaruh Bali yang diperkirakan memiliki andil dalam memberikan pengaruh budaya dan kepercayaannya, pulau Bali yang dipercayai sebagai pulau Dewata (pulau para Dewa) secara geografis berada dibawah pulau Kangean (ᬓᬳ᭄ᬬᬂᬳᬦ᭄, Kahyangan) yang dipercayai oleh masyarakat Bali sebagai pulaunya para Dewata (ᬤᬾᬯᬢᬵ, Dewatā) bersemayam. Dalam teori lain, nama 'Kangean' diperkirakan berakar dari kata 江 (Jiāng) dalam bahasa Tiongkok Kuno, yang mana kata ini tersusun dari gabungan akar kata 水 (Shuǐ) dan 工 (Gōng) yang bermakna 'air' dan 'kerja' secara harafiah, merujuk kepada masyarakat suku Kangean yang rata-rata bermata pencaharian berhubungan dengan laut (contohnya seperti nelayan, dsb.).
Referensi
- ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Maduris–Kangeanesik". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.
- ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2019). "Maduresic" (dalam bahasa Inggris). Jena, Germany: Max Planck Institute for the Science of Human History [Kota Jena, negara Jerman: Institut Max Planck untuk Ilmu Sejarah Manusia].
Maduresic: Kangeanese and Madurese [Rumpun bahasa Madurik: bahasa Kangean dan bahasa Madura]
Bacaan lanjutan
- David M. Eberhard and Gary F. Simons and Charles D. Fennig. 2021. Ethnologue: Languages of the World. Dallas: SIL International. (AES Status of Kangeanese language: Not Endangered, Kangean (kkv-kkv) = 6a* (Vigorous))
- H. N. Kiliaan. 1897. Kangeansch. In Morphology and Syntaxis, 153-176. Batavia: Landsdrukkerij.
- A. Teeuw. 1961. A Critical Survey of Studies on Malay and Bahasa Indonesia. (Koninklijk instituut voor taal-, land- en volkenkunde: Bibliographical Series, 5.) 's Gravenhage: Martinus Nijhoff. 179pp.
- Alexander Adelaar. 2005. The Austronesian languages of South East Asia and Madagascar: a historical perspective. In Alexander Adelaar and Nikolaus Himmelmann (eds.), The Austronesian Languages of Asia and Madagascar, 1-41. London & New York: Routledge.