Presiden Indonesia
Presiden Republik Indonesia, umumnya disingkat sebagai Presiden Indonesia adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Indonesia. Presiden memegang kekuasaan eksekutif pemerintah Indonesia dan merupakan Panglima Tertinggi Tentara Nasional Indonesia dan Panglima Tertinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sejak tahun 2004, presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung untuk masa jabatan lima tahun, dapat diperpanjang sekali dengan masa jabatan maksimal 10 tahun. Sebelum adanya perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam periode waktu 5 tahun dan setelahnya dapat terpilih lagi tanpa batas.
Presiden Republik Indonesia | |
---|---|
Pemerintah Indonesia | |
Gelar |
|
Kediaman | |
Ditunjuk oleh | Pemilihan umum langsung |
Masa jabatan | 5 tahun, dapat diperpanjang sekali |
Pejabat perdana | Soekarno |
Dibentuk | 18 Agustus 1945 |
Wakil | Wakil Presiden Indonesia |
Situs web | presidenri |
Artikel ini adalah bagian dari seri |
Politik dan ketatanegaraan Indonesia |
---|
Pemerintahan pusat |
Pemerintahan daerah |
Politik praktis |
Kebijakan luar negeri |
Presiden dan Wakil Presiden Indonesia sebagai suatu lembaga kepresidenan Indonesia disusun melalui rancangan UUD 1945 yang dibahas oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dalam beberapa sidangnya.[1] Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang merupakan badan penerus dari BPUPKI menetapkan pemberlakuan UUD 1945, yang dengan demikian mengesahkan lembaga kepresidenan di Indonesia, dan memilih Soekarno sebagai presiden pertama Indonesia.
Daftar
Sejak tanggal 18 Agustus 1945 hingga saat ini, terdapat delapan orang yang telah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Petahana jabatan tersebut adalah Prabowo Subianto.
Wewenang, kewajiban, dan kedudukan
Wewenang, kewajiban, dan kedudukan Presiden berdasarkan UUD 1945 antara lain:[2]
- Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.
- Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Kepolisian Negara.
- Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR-RI). Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR, DPD, dan MPR serta mengesahkan RUU menjadi UU.
- Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang () dalam hal terjadi keadaan darurat yang memaksa.
- Menetapkan Peraturan Pemerintah (PP).
- Mengangkat dan memberhentikan menteri.
- Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR-RI, DPD-RI, MPR-RI.
- Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR-RI, DPD-RI, MPR-RI.
- Menyatakan keadaan bahaya.
- Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR-RI, DPD-RI, MPR-RI.
- Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR-RI, DPD-RI, MPR-RI.
- Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
- Memberi remisi, amnesti, dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR-RI, DPD-RI, dan MPR-RI.
- Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur oleh UU.
- Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh DPR-RI, DPD-RI, dan MPR-RI dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
- Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan disetujui DPR, DPD-RI, MPR-RI.
- Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, DPD-RI, MPR-RI, dan Mahkamah Agung.
- Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR-RI, DPD-RI, MPR-RI.
Syarat pencalonan
Syarat Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia menurut UU No 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai berikut:
- Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri.
- Tidak pernah mengkhianati negara, serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya.
- Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
- Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara.
- Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara.
- Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan.
- Tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
- Terdaftar sebagai Pemilih.
- Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban membayar pajak selama 5 tahun terakhir yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.
- Belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
- Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.
- Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
- Berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun.
- Berpendidikan paling rendah tamat setara 1 (S1) Akreditasi, atau bentuk lain yang sederajat sebagai jaminan kualitas kepemimpinan yang berkualitas.[3]
- Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G30S/PKI.
- Memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan pemerintahan negara Republik Indonesia.
- Memiliki pengalaman kerja pada posisi strategis di tingkat Nasional atau Provinsi.
Pemilihan
Menurut Perubahan Ketiga UUD 1945 Pasal 6A, Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres). Sebelumnya, Presiden (dan Wakil Presiden) dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dengan adanya Perubahan UUD 1945, Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR, dan kedudukan antara Presiden dan MPR adalah setara.
Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelumnya. Pilpres pertama kali di Indonesia diselenggarakan pada tahun 2004.
Jika dalam Pilpres didapat suara >50% jumlah suara dalam pemilu dengan sedikitnya 20% di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari separuh jumlah provinsi Indonesia, maka dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Jika tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, maka pasangan yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pilpres mengikuti Pilpres Putaran Kedua. Pasangan yang memperoleh suara terbanyak dalam Pilpres Putaran Kedua dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih.
Pemilihan Wakil Presiden yang lowong
Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, Presiden mengajukan 2 calon Wapres kepada MPR. Selambat-lambatnya, dalam waktu 60 hari MPR menyelenggarakan Sidang MPR untuk memilih Wapres.
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang lowong
Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Paling lambat 30 setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
Selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari, MPR menyelenggarakan Sidang MPR untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.[4]
Pelantikan
Sesuai dengan Pasal 9 UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden terpilih bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat. Jika MPR atau DPR tidak bisa mengadakan sidang, maka Presiden dan Wakil Presiden terpilih bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
- Sumpah Presiden (Wakil Presiden)
Demi Allah saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.
- Janji Presiden (Wakil Presiden)
Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.
Pemberhentian
Usul pemberhentian Presiden/Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR.
Apabila DPR berpendapat bahwa Presiden/Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden/Wakil Presiden (dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPR), DPR dapat mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi, jika mendapat dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota.[5][6]
Jika terbukti menurut UUD 1945 pasal 7A maka DPR dapat mengajukan tuntutan pemakzulan (impeachment) tersebut kepada Mahkamah Konstitusi RI kemudian setelah menjalankan persidangan dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi RI dapat menyatakan membenarkan pendapat DPR atau menyatakan menolak pendapat DPR dan MPR-RI kemudian akan bersidang untuk melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi RI tersebut.[7]
Tanda kehormatan
Seorang Presiden Indonesia sebagai pemberi tanda kehormatan dan pemilik utama Tanda Kehormatan Bintang akan secara otomatis menerima semua Tanda Kehormatan Bintang (sipil maupun militer) dengan kelas tertinggi, yaitu:[8]
- Bintang Republik Indonesia Adipurna
- Bintang Mahaputera Adipurna
- Bintang Jasa Utama
- Bintang Kemanusiaan
- Bintang Penegak Demokrasi Utama
- Bintang Budaya Parama Dharma
- Bintang Bhayangkara Utama
- Bintang Gerilya
- Bintang Sakti
- Bintang Dharma
- Bintang Yudha Dharma Utama
- Bintang Kartika Eka Paksi Utama
- Bintang Jalasena Utama
- Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama
Kediaman resmi
Kediaman resmi Presiden Indonesia, yang berupa istana kepresidenan, berjumlah sebanyak enam buah, yang terdiri dari dua istana di Jakarta, satu di Bogor, satu di Cipanas (Cianjur), satu di Tampaksiring (Gianyar, Bali), dan satu di Yogyakarta.
Hak keuangan dan administratif
Gaji pokok dan tunjangan Presiden diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978 tentang tentang Hak Keuangan/Administratif Presiden dan Wakil Presiden serta Bekas Presiden dan Bekas Wakil Presiden yakni:
- Gaji pokok Presiden adalah 6 x (enam kali) gaji pokok tertinggi Pejabat Negara Republik Indonesia selain Presiden dan Wakil Presiden;
- Tunjangan jabatan dan tunjangan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri;
- Selain gaji dan tunjangan, Presiden juga diberikan seluruh biaya yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas kewajibannya, seluruh biaya rumah tangganya, dan seluruh biaya perawatan kesehatannya serta keluarganya.[9]
Saat ini gaji pokok Presiden sebesar Rp30,24 juta. Tunjangan jabatan Rp32,50 juta sehingga total gaji yang diterima presiden setiap bulan sebesar Rp62,74 juta.[10]
Perubahan fungsional berdasarkan konstitusi
Lembaga kepresidenan Indonesia telah mengalami perubahan kedudukan, tugas, dan wewenang seturut dengan pergantian dsn perubahan konstitusi yang terjadi beberapa kali di Indonesia.
UUD 1945 sebelum perubahan
Menurut UUD 1945 sebelum perubahan, lembaga kepresidenan Indonesia terdiri atas Presiden dan Wakil Presiden. Presiden merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Republik Indonesia. Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dengan syarat-syarat tertentu menurut UUD 1945 dan undang-undang yang mengaturnya, serta memiliki masa jabatan selama 5 tahun (dan setelahnya dapat dipilih kembali dengan jabatan yang sama tanpa batas). Dalam pelantikannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Tugas, wewenang, dan kedudukan lembaga kepresidenan, terutama Presiden, menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut.[11]
- Presiden memegang kekuasaan pemerintahan, dengan dibantu oleh Wakil Presiden. [Pasal 4 Ayat (1) dan (2)]
- Wakil Presiden menggantikan presiden jika presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya. [Pasal 8]
- Presiden menetapkan peraturan pemerintah. [Pasal 5 Ayat (2)]
- Presiden dibantu oleh menteri-menteri. [Pasal 17 Ayat (1)]
- Presiden dapat meminta pertimbangan kepada Dewan Pertimbangan Agung (DPA). [Pasal 16 Ayat (2)]
- Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Tentara Nasional Indonesia (TNI). [Pasal 10]
- Presiden menyatakan perang dan membuat perdamaian serta perjanjian dengan negara lain atas persetujuan DPR. [Pasal 11]
- Presiden menyatakan keadaan bahaya.[Pasal 12]
- Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik. [Pasal 13 Ayat (1) dan (2)]
- Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. [Pasal 14]
- Presiden memberi gelar dan tanda kehormatan. [Pasal 15]
- Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR. [Pasal 5]
- Presiden berhak memveto rancangan undang-undang (RUU) dari DPR [Pasal 21 Ayat (2)]
- Presiden berhak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) dalam keadaan mendesak. [Pasal 22 Ayat (1)]
Konstitusi RIS
Pada saat Kepulauan Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS), konstitusi yang telah disusun oleh Panitia Urusan Ketatanegaraan dan Hukum Tatanegara dari Konferensi Meja Bundar, yaitu Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS), diberlakukan secara nasional. Menurut Konstitusi RIS, lembaga kepresidenan terdiri atas "Presiden Republik Indonesia Serikat". Presiden seorang diri merupakan kepala negara, sedangkan pemerintahan dijalankan oleh Presiden bersama dengan Menteri-Menteri Kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri. Presiden dipilih oleh "Dewan Pemilih" (suatu badan kolese elektoral) yang berasal dari utusan masing-masing negara bagian dengan syarat-syarat tertentu. Dalam pelantikannya, Presiden bersumpah dihadapan Dewan Pemilih.
Konstitusi RIS mengatur kedudukan dan kekuasaan, tugas dan kewenangan, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan secara lebih terperinci. Selain itu dalam sistematika Konstitusi RIS, hal-hal yang mengatur tentang lembaga kepresidenan tidak terletak dalam satu bab khusus melainkan tersebar di berbagai pasal. Tugas, wewenang, dan kedudukan Presiden RIS secara khusus menurut Konstitusi RIS adalah sebagai berikut.[12]
- Presiden berkedudukan sebagai kepala negara. [Pasal 69 Ayat (1)]
- Presiden merupakan bagian dari Pemerintah. [Pasal 68 Ayat (1)]
- Segala keputusan Presiden perlu ditandatangani oleh menteri-menteri yang bersangkutan. [Pasal 74 Ayat (4) dan Pasal 119]
- Presiden dilarang merangkap jabatan dengan jabatan umum apapun baik di dalam ataupun di luar federasi. [Pasal 79 Ayat (1)]
- Hingga tiga tahun setelah ia meletakkan jabatannya, Presiden dilarang: [Pasal 79 Ayat (4)]
- turut serta atau menjadi penanggung perusahaan laba yang diadakan negara federal maupun negara bagian, serta [Pasal 79 Ayat (2)]
- mempunyai piutang yang ditanggung oleh negara. [Pasal 79 Ayat (3)]
- Presiden, dengan persetujuan tiga orang "pembentuk kabinet" yang ditunjuk oleh Dewan Pemilih, membentuk Kabinet Negara. [Pasal 74 Ayat (1)–(4)]
- Presiden menerima pemberitahuan kabinet mengenai urusan penting. [Pasal 76 Ayat (2)]
- Presiden mengambil sumpah jabatan menteri-menteri kabinet. [Pasal 77]
- Hal-hal keuangan Presiden diatur dalam undang-undang (UU) federal. [Pasal 78]
- Presiden mengambil sumpah jabatan anggota-anggota Senat. [Pasal 83]
- Presiden mengangkat ketua Senat dan mengambil sumpah jabatannya. [Pasal 85 Ayat (1) dan Pasal 86]
- Presiden mengambil sumpah jabatan anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). [Pasal 104]
- Presiden mengesahkan pemilihan ketua dan wakil-wakil ketua DPR. [Pasal 103 Ayat (1)]
- Presiden dengan pertimbangan Senat mengangkat ketua, wakil ketua, dan anggota-anggota Mahkamah Agung untuk pertama kalinya dan memberhentikan mereka atas permintaan sendiri. [Pasal 114 Ayat (1) dan (4)]
- Presiden dengan pertimbangan Senat mengangkat ketua, wakil ketua, dan anggota-anggota Dewan Pengawas Keuangan untuk pertama kalinya dan memberhentikan mereka atas permintaan sendiri. [Pasal 116 Ayat (1) dan (4)]
- Jabatan Presiden tidak dapat diganggu-gugat. [Pasal 118 Ayat (1)]
- Presiden memberikan tanda kehormatan menurut UU federal. [Pasal 126]
- Presiden, meskipun ia telah meletakkan jabatannya, diadili pada tingkat pertama dan tertinggi oleh Mahkamah Agung atas pelanggaran jabatan atau pelanggaran lainnya yang dilakukan dalam masa jabatannya, kecuai diatur lain oleh UU federal. [Pasal 148 (1)]
- Presiden dengan pertimbangan Mahkamah Agung memberi ampun (grasi) dan amnesti. [Pasal 160]
- Presiden mengadakan dan mengesahkan perjanjian internasional atas kuasa UU federal. [Pasal 175]
- Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik. [Pasal 178]
- Presiden memegang kekuasaan militer tertinggi. [Pasal 182 Ayat (1)–(3)]
Selain itu, Presiden sebagai bagian dari Pemerintah memiliki tugas, kewajiban, dan kedudukan sebagai berikut.
- Pemerintah menjalankan pemerintahan federal. [Pasal 117 Ayat (1) dan (2)]
- Pemerintah mendengarkan pertimbangan dari Senat. [Pasal 123 Ayat (1)–(6)]
- Pemerintah menerima pengajuan keterangan dari Senat dan menjawabnya sepanjang tidak berlawanan dengan kepentingan umum RIS. [Pasal 124 Ayat (1) dan (2)]
- Presiden, atas nama Pemerintah, berhak ikut serta dalam proses penyusunan UU, baik dalam hal pengajuan usul rancangan undang-undang (RUU), penerimaan pemberitahuan usul RUU dari Senat atau DPR, maupun pemvetoan atau pengesahan UU. [Pasal 128–138]
- Pemerintah mengeluarkan undang-undang darurat (UU Darurat) dalam keadaan mendesak. [Pasal 139 Ayat (1) dan (2)]
- Pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah. [Pasal 141 Ayat (1) dan (2)]
- Pemerintah memegang urusan hubungan luar negeri. [Pasal 174, 176, dan 177]
- Pemerintah menyatakan perang dengan persetujuan DPR dan Senat. [Pasal 183]
- Pemerintah menyatakan keadaan bahaya. [Pasal 184 Ayat (1)]
- Presiden, atas nama Pemerintah, mengajukan rancangan konstitusi baru kepada Konstituante, serta mengesahkan dan mengumumkan konstitusi baru yang telah disetujui oleh Konstituante. [Pasal 187 Ayat (1) dan (2); Pasal 188 Ayat (1); Pasal 189 Ayat (2) dan (3)]
- Pemerintah mengumumkan naskah perubahan konstitusi yang telah disetujui oleh parlemen. [Pasal 191 Ayat (1) dan (2)]
UUDS 1950
Konstitusi RIS yang telah dimodifikasi menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia dan disahkan pada tanggal 15 Agustus 1950 merupakan perpaduan antara Konstitusi RIS dengan UUD 1945. Menurut UUDS 1950, lembaga kepresidenan, yang juga disebut "Pemerintah" menurut UUD ini, terdiri atas Presiden dan Wakil Presiden. Presiden dan Wakil Presiden dipilih menurut UU dengan syarat tertentu. Tidak ada masa jabatan yang jelas bagi lembaga ini, tetapi dari sifat konstitusi sementara, jabatan ini dipertahankan hingga ada lembaga baru menurut konstitusi tetap yang disusun oleh Konstituante. Dalam pelantikan, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah dihadapan DPR.
Sama seperti Konstitusi RIS, UUDS 1950 mengatur kedudukan dan kekuasaan, tugas dan kewenangan, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan secara lebih terperinci. Dalam sistematika UUDS 1950, hal-hal yang mengatur tentang lembaga kepresidenan juga tidak terletak dalam satu bab khusus melainkan tersebar di berbagai pasal. Tugas, wewenang, dan kedudukan Presiden dan Wakil Presiden menurut UUDS 1950 adalah sebagai berikut.[13]
- Presiden dan Wakil Presiden adalah alat perlengkapan negara. [Pasal 44]
- Presiden berkedudukan sebagai kepala negara. [Pasal 45 Ayat (1)]
- Wakil Presiden membantu Presiden dalam melaksanakan kewajibannya. [Pasal 45 Ayat (2)]
- Presiden dan Wakil Presiden berkedudukan di tempat kedudukan pemerintah, yaitu Jakarta, kecuali jika ditentukan lain dalam keadaan darurat oleh Pemerintah. [Pasal 46 Ayat (1) dan (2)]
- Wakil Presiden menggantikan Presiden jika ia tidak mampu melaksanakan kewajibannya. [Pasal 48]
- Presiden dan Wakil Presiden dilarang merangkap jabatan dengan jabatan umum apapun baik di dalam ataupun di luar negara. [Pasal 55 Ayat (1)]
- Hingga tiga tahun setelah mereka meletakkan jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden dilarang: [Pasal 55 Ayat (4)]
- turut serta atau menjadi penanggung perusahaan laba yang diadakan negara maupun daerah otonom, serta [Pasal 55 Ayat (2)]
- mempunyai piutang yang ditanggung oleh negara. [Pasal 55 Ayat (3)]
- Hal keuangan Presiden dan Wakil Presiden diatur dengan UU. [Pasal 54]
- Presiden membentuk kementerian-kementerian. [Pasal 50]
- Presiden berhak membentuk kabintet, menunjuk menteri-menteri dan Perdana Menteri atas kementerian dalam kabinet tersebut, serta memberhentikan atau mengganti menteri-menteri tersebut. [Pasal 51 Ayat (1)–(5)]
- Presiden mengambil sumpah jabatan menteri-menteri kabinet. [Pasal 53]
- Presiden dan Wakil Presiden menerima pemberitahuan kabinet mengenai urusan penting. [Pasal 52 Ayat (2)]
- Presiden mengesahkan pemilihan ketua dan wakil-wakil ketua DPR. [Pasal 62 Ayat (1)]
- Presiden mengambil sumpah jabatan anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). [Pasal 63]
- Presiden memberhentikan ketua, wakil ketua, dan anggota-anggota Mahkamah Agung atas permintaan sendiri. [Pasal 79 Ayat (4)]
- Presiden memberhentikan ketua, wakil ketua, dan anggota-anggota Dewan Pengawas Keuangan atas permintaan sendiri. [Pasal 81 Ayat (4)]
- Pemerintah memelihara kesejahteraan rakyat dan menjalankan perundang-undangan. [Pasal 82]
- Jabatan Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat. [Pasal 83 Ayat (1)]
- Presiden berhak membubarkan DPR dan memerintahkan pembentukan DPR baru. [Pasal 84]
- Presiden memberi tanda kehormatan menurut UU. [Pasal 87]
- Presiden, atas nama Pemerintah, berhak ikut serta dalam proses penyusunan undang-undang (UU), baik dalam hal pengajuan usul rancangan undang-undang (RUU), penerimaan pemberitahuan usul RUU dari DPR, maupun pemvetoan atau pengesahan UU. [Pasal 90–95]
- Pemerintah mengeluarkan undang-undang darurat (UU Darurat) dalam keadaan mendesak. [Pasal 96 Ayat (1)]
- Pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah. [Pasal 98 Ayat (1)]
- Presiden dan Wakil Presiden, meskipun ia telah meletakkan jabatannya, diadili pada tingkat pertama dan tertinggi oleh Mahkamah Agung atas pelanggaran jabatan atau pelanggaran lainnya yang dilakukan dalam masa jabatannya, kecuai diatur lain oleh UU. [Pasal 106 Ayat (1)]
- Presiden memberi grasi, amnesti, dan abolisi dengan pertimbangan Mahkamah Agung. [Pasal 107 Ayat (1)–(3)]
- Pemerintah memegang urusan umum keuangan. [Pasal 111 Ayat (1)]
- Presiden mengadakan dan mengesahkan perjanjian internasional atas kuasa UU. [Pasal 120 Ayat (1) dan (2)]
- Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik. [Pasal 123]
- Presiden memegang kekuasaan militer. [Pasal 127 Ayat (1)–(3)]
- Presiden menyatakan perang dengan persetujuan DPR. [Pasal 128]
- Presiden menyatakan keadaan bahaya. [Pasal 129 Ayat (1)]
- Presiden mengambil sumpah jabatan anggota-anggota Konstituante, dan mengesahkan pemilihan ketua dan wakil-wakil ketua Konstituante [Pasal 136]
- Pemerintah mengesahkan dan mengumumkan konstitusi baru yang telah disetujui oleh Konstituante. [Pasal 137 Ayat (2) dan (3)]
- Presiden, atas nama Pemerintah, mengajukan perubahan konstitusi kepada suatu "Majelis Perubahan Undang-Undang Dasar", serta mengumumkan naskah perubahan konstitusi yang telah disetujui oleh majelis tersebut. [Pasal 140 Ayat (2); Pasal 141 Ayat (1) dan (2)]
Lihat pula
Referensi
- ^ Kusuma, A.B.; Elson, R.E. (2011), "A note on the sources for the 1945 constitutional debates in Indonesia" (PDF), Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, 167 (2–3): 196–209, doi:10.1163/22134379-90003589, ISSN 0006-2294
- ^ Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Dokumen Satu Naskah).
- ^ https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=2344&menu=2
- ^ "Pasal 8 Ayat (3) Amandemen 2002". Sekretariat Jenderal DPR RI. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-28. Diakses tanggal 2020-12-23.
- ^ Wapres bisa jadi presiden kemudian memilih wakinya
- ^ Dalam konstitusi wapres bisa dimakzulkan
- ^ Pasal 83 ayat (2) UU MK
- ^ "Tanda Kehormatan yang dimiliki Presiden". Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 10 Mei 2019. Diakses tanggal 23 Agustus 2019.
- ^ "Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978 tentang tentang Hak Keuangan/Administratif Presiden dan Wakil Presiden serta Bekas Presiden dan Bekas Wakil Presiden". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-04-18. Diakses tanggal 2015-05-21.
- ^ Liputan6: Intip Gaji dan Hak Presiden dan Wapres Setelah Pensiun
- ^ Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Dokumen Asli)
- ^ Naskah Konstitusi Republik Indonesia Serikat
- ^ Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950.
Pustaka
- UU 7/1949 [RI-Yogyakarta]
- Lembaran Negara Tahun 1958
- Ide Anak Agung Gde Agung (1985) Dari Negara Indonesia Timur ke Republik Indonesia Serikat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
- Saafroedin Bahar et. al. (Ed). (1993) Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 29 Mei 1945 – 19 Agustus 1945. Edisi II. Cetakan 4. Jakarta: Sekretariat Negara RI.
- Saafroedin Bahar et. al. (Ed). (1995) Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945. Edisi III. Jakarta: Sekretariat Negara RI.
- Setneg (1997) 30 Tahun Indonesia Merdeka. Edisi 3. Jakarta: Setneg
- Setneg (1997) 40 Tahun Indonesia Merdeka. Edisi 2. Jakarta: Setneg
- Setneg (1997) 50 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: Setneg
- Toto Pribadi et. al. (2009) Sistem Politik Indonesia. Edisi 1. Cetakan 3. Jakarta: Universitas Terbuka
Pranala luar
- (Indonesia) Situs Kepustakaan Presiden-presiden Republik Indonesia Diarsipkan 2012-02-11 di Wayback Machine.