Penumpang gelap, penumpang liar, "sarkawi"[1], atau "kambingers"[2] adalah orang yang secara diam-diam menumpang pada suatu kendaraan, seperti kapal, pesawat, kereta api, truk, atau bus.[3]

Penumpang gelap di tremAstrakhan, Rusia

Secara umum, penumpang gelap melaksanakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain tanpa membayar tiket, atau memasuki negara lain tanpa memperoleh visa perjalanan atau izin sejenis. Penumpang gelap berbeda dengan penyelundupan orang karena penumpang gelap berupaya menghindari deteksi oleh pengemudi truk, awak kapal, dan orang lain yang bertanggung jawab atas operasi layanan transportasi yang aman dan terjamin.

Selama beberapa abad terakhir, ribuan penumpang gelap telah melakukan perjalanan melalui laut atau darat. Jumlah orang yang mencoba menyelinap di pesawat jauh lebih sedikit. Banyak penumpang gelap yang meninggal selama upaya tersebut, terutama dalam kasus atapers dan menyelinap di kolong roda pesawat.

sunting

Kereta api

sunting

Beberapa migran yang tidak memiliki kelengkapan dokumen bepergian keliling Eropa dengan truk dan kereta api tanpa terdeteksi. Sejumlah dari mereka mencoba pergi ke negara-negara Eropa seperti Prancis dan Inggris.[4]

Perhubungan darat

sunting

Penumpang gelap terkadang menyelinap di kendaraan seperti truk untuk berpindah antarkota. Meskipun hal ini juga dilakukan oleh para migran yang telah membayar sopir, hal ini juga dilakukan oleh orang-orang yang bersembunyi dari sopir. Di beberapa tempat, sopir truk bertanggung jawab secara hukum untuk memastikan bahwa penumpang gelap tidak menumpang pada kendaraan mereka, dan dapat didenda atau dipenjara jika mereka tidak mendeteksi dan mengeluarkan penumpang gelap saat melintasi perbatasan negara.[5]

Pelayaran

sunting

Penumpang gelap di perhubungan laut menjadi bentuk perjalanan gelap yang sangat dikenal di seluruh dunia. Sepanjang abad ke-19 dan 20, banyak emigran dan pelancong miskin memulai petualangan baru tanpa tiket secara romantis. Penumpang gelap yang tercatat menuju Amerika dengan kapal uap antara lain Henry Armetta, Bruno Richard Hauptmann, Willem de Kooning, Jan Valtin, dan Florentino Das.

Penumpang gelap biasanya menyelinap di kapal saat sandar.[6] Hal ini dapat dilakukan melalui gang atau dengan memanjat sisi kapal yang tidak terpantau oleh awak kapal. [6] Untuk mencegah penumpang gelap di kapal, Kamar Dagang Internasional dan Witherbys memberikan panduan manajemen risiko yang terkait dengan penumpang gelap dan penyelamatan orang-orang telantar di laut.[7][8][9] Organisasi Maritim Internasional juga telah mengeluarkan pedoman revisi untuk pencegahan akses ke kapal oleh penumpang gelap.[10]

Penerbangan

sunting

Keamanan yang buruk di sejumlah bandara di seluruh dunia dapat membuat orang lebih mudah menyelinap di dalam pesawat.[11]

Penumpang gelap di kolong roda pesawat menghadapi banyak risiko kesehatan, seperti terluka ketika kolong pesawat ditarik, tinitus, tunarungu, hipotermia, hipoksia, radang dingin, asidosis, atau terjatuh saat pintu kolong terbuka kembali.[12] Kolong roda pendaratan tidak dilengkapi dengan pemanas, tekanan, atau oksigen, yang sangat penting untuk bertahan hidup di ketinggian.[12] Menurut para ahli, pada 18.000 kaki (5.500 m), hipoksia menyebabkan pusing, lemah, gangguan penglihatan dan tremor. Pada 22.000 kaki (6.700 m) kadar oksigen dalam darah menurun dan orang tersebut akan kesulitan untuk tetap sadar.[12] Di atas 33.000 kaki (10.000 m) paru-paru mereka memerlukan tekanan buatan agar dapat berfungsi normal.[12] Suhu bisa turun hingga −63 °C (−81 °F) yang menyebabkan hipotermia parah.[12] Penumpang gelap yang berhasil lolos dari maut akibat tertimpa roda pendaratan yang ditarik atau terbunuh oleh kondisi yang mematikan kemungkinan besar akan pingsan ketika pintu kompartemen terbuka kembali saat pesawat mendarat lalu jatuh beberapa ribu kaki dan meninggal.[12]

David Learmount, pakar penerbangan dari Flight International, mengatakan kepada BBC tentang banyaknya ketidaktahuan atas persoalan ini. Ia berpendapat bahwa tidak ada seorang pun yang mau mengambil risiko melakukan perjalanan seperti itu jika ia paham bahayanya demikian.[12] Penumpang gelap yang selamat biasanya melakukan perjalanan dalam jarak pendek atau ketinggian rendah.[12] Ada dua kasus orang yang selamat di ketinggian sekitar 38.000 kaki (12.000 m) – seorang pria dalam penerbangan 8 jam, yang suhu badannya turun hingga 79 °F (26 °C),[13] dan seorang anak laki-laki berusia 16 tahun yang tidak terluka dalam penerbangan selama 5,5 jam, meskipun kehilangan kesadaran.[14] Hampir semua penumpang gelap pesawat adalah laki-laki.[12]

Di samping risiko yang ditimbulkan ini, penumpang gelap pesawat juga dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain karena peralatan yang terkena dampak mengalami gangguan atau kerusakan, sementara biaya perbaikan peralatan sangat mahal, dan menyebabkan penutupan landasan pacu. Pada tahun 1994, pada penerbangan PH844 ditemukan jasad penumpang gelap laki-laki yang telah meninggal dunia dan menghalangi roda pendaratan sisi kanan. Setelah 3,5 jam melakukan manuver untuk mengeluarkan badan pesawat, pesawat tersebut melakukan pendaratan darurat dengan hanya menggunakan roda di moncong dan roda kiri.[15] Angkatan udara negara lain membantu memindahkan pesawat yang rusak dari landasan pacu.[16]

Pada tahun 1965, Brian Robson mencoba mengirim dirinya sendiri dalam penerbangan dari Melbourne, Australia ke London, dalam sebuah peti. Penerbangan dialihkan ke Los Angeles, hingga dirinya ditemukan empat hari sesudah berada dalam peti.[17] Dalam satu kasus yang dilaporkan, pada tahun 2003, seorang pemuda mengirim dirinya sendiri sebuah peti besar dan mengirimkannya menggunakan pesawat UPS dari Kota New York ke Texas. Dia selamat karena peti tersebut berada di dalam ruang bertekanan di dalam pesawat.[18]

Dari 1947 hingga September 2012, terdapat 96 upaya penyelinapan penumpang gelap yang diketahui di seluruh dunia di kolong roda pada 85 penerbangan terpisah, yang mengakibatkan 73 nyawa melayang dan hanya 23 yang selamat.[19]

Pada 26 November 2024, seorang penumpang tanpa boarding pass menerobos semua protokol keamanan dan berhasil menyelinap ke dalam penerbangan dari Bandara JFK New York menuju Paris. Ia bersembunyi di toilet pesawat untuk menghindari tertangkap.[20]

Konsekuensi hukum

sunting

Penumpang gelap dapat diancam dengan penjara dan/atau denda, karena di sebagian besar wilayah hukum, naik pesawat, kapal, atau kereta api tanpa tiket merupakan perbuatan ilegal. Bandara, pelabuhan, dan stasiun kereta api memiliki rambu "dilarang menyusup", "bukan untuk penumpang", atau "milik pribadi" bagi siapa pun kecuali penumpang dan pegawai. Pelabuhan laut, stasiun kereta api, dan bandara sering kali berupaya meningkatkan keamanan dengan menetapkan area terlarang dengan tanda bertuliskan "Selain Petugas Dilarang Masuk."

Sejak serangan 11 September 2001, sangat sulit untuk menjadi penumpang gelap di dalam transportasi yang beroperasi di Amerika Serikat. Keamanan bandara telah meningkat drastis, dan di antara langkah-langkah keamanan baru adalah tenaga terlatih yang mengawasi pagar tempat penumpang gelap biasanya menyusup landasan pacu bandara.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ GridOto.com. "Jangan Bingung Kalau Dipanggil Sewa, Sarkawi, Cilok dan Poin Oleh Kru Bus, Artinya Ternyata Ini - GridOto.com". www.gridoto.com. Diakses tanggal 2024-12-29. 
  2. ^ "Viral Railfans Naik Kereta Api Tanpa Tiket Diciduk di Cirebon, PP Jakarta-Yogyakarta, Diblaclist KAI". Tribunjabar.id. Diakses tanggal 2024-12-29. 
  3. ^ "What is a stowaway? | Sealand Support". PR Fire (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-02-07. 
  4. ^ Halliday, Josh (31 July 2015). "Cameron chairs Cobra meeting after overnight standoff in Calais". The Guardian. Diakses tanggal 2 June 2017. 
  5. ^ "How are lorries checked for concealed migrants?". BBC News (dalam bahasa Inggris). 2019-10-24. Diakses tanggal 2020-01-09. 
  6. ^ a b Shipboard Response to Stowaways and Distressed People in Small Boats - 2025-26 Edition. Livingston: Witherby Publishing Group. 2024. 
  7. ^ Zenic, Eda (2024-12-18). "Maritime Security: Managing Risks of Stowaways and Rescues". Marine Regulations News. Diakses tanggal 2024-12-19. 
  8. ^ "Maritime Security: Managing Risks Associated with Stowaways and Rescued People at Sea". Hellenic Shipping News Worldwide. 2024-09-20. Diakses tanggal 2024-12-19. 
  9. ^ "On the Bookshelf: Managing Risks of Stowaways on Vessels". MarineLink. 2024-12-17. Diakses tanggal 2024-12-19. 
  10. ^ "IMO guidelines for the unwanted person onboard-Stowaway". Marine Insight. 2021-05-16. Diakses tanggal 2024-12-19. 
  11. ^ "'He's a lost soul': mystery of man who fell to earth from plane". AP. The Sydney Morning Herald. 11 December 2012. Diakses tanggal 30 December 2012. 
  12. ^ a b c d e f g h i Kelly, Jon (September 13, 2012). "How often do plane stowaways fall from the sky?". BBC News. Diakses tanggal September 13, 2012. 
  13. ^ Stowaway Found Alive in Jet's Wheel Well 
  14. ^ 16-year-old Survives in Wheel Well of Maui Flight 
  15. ^ "Dead Stowaway Found After Emergency Landing". Los Angeles Times. September 15, 1994. Diakses tanggal September 13, 2024. 
  16. ^ "Samoa Plane". digitalpasifik.org. September 13, 2024. 
  17. ^ Murphy, Heather (2021-04-14). "A Man Who Shipped Himself in a Crate Wants to Find the Men Who Helped". The New York Times (dalam bahasa Inggris). ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 2022-06-12. 
  18. ^ Hannaford, Alex (29 August 2004), "The crate escape", The Guardian 
  19. ^ Kelly, Jon (September 13, 2012). "How often do plane stowaways fall from the sky?". BBC News. Diakses tanggal September 13, 2012. 
  20. ^ Shafiq, Saman (November 28, 2024). "Stowaway sneaks onto Delta Air Lines flight from NYC to Paris; flies without boarding pass". USA Today. 

Pranala luar

sunting