Dewan Jenderal
Dewan Jenderal adalah sebuah istilah yang dikemukakan oleh dewan pimpinan PKI kepada Presiden Soekarno di era demokrasi terpimpin untuk menuduh beberapa jenderal TNI AD yang dicurigai akan melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno pada hari angkatan bersenjata, 5 Oktober 1965.[1] Menurut Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Ahmad Yani, kelompok ini sebenarnya bernama resmi Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) dan hanya berfungsi sebagai penasihat bagian kenaikan pangkat dan jabatan dalam Angkatan Darat.[2] Pada pertengahan tahun 1965, situasi di lingkungan istana semakin memanas ketika berkembang isu bahwa Dewan Jenderal akan merencanakan pameran kekuatan (machts-vertoon) di hari Angkatan Bersenjata tanggal 5 Oktober 1965 dengan mendatangkan pasukan-pasukan dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Sesudah terkonsentrasinya kekuatan militer yang besar ini di Jakarta, Dewan Jenderal akan melakukan kudeta kontra-revolusioner.[3]
Beredar isu juga yang menyebutkan susunan kabinet Dewan Jenderal yang sudah disiapkan setelah kudeta, yang terdiri dari:[4]
- Perdana Menteri: Jenderal A.H. Nasution
- Wakil Perdana Menteri/Menteri Pertahanan: Letnan Jenderal Ahmad Yani
- Menteri Dalam Negeri: R. M. Hadisoebeno Sosrowerdojo (Politikus Partai Nasional Indonesia, Mantan Gubernur Jawa Tengah, Mantan Walikota Semarang)
- Menteri Luar Negeri: Roeslan Abdulgani (Politikus Partai Nasional Indonesia)
- Menteri Hubungan Perdagangan: Brigadir Jenderal Ahmad Sukendro
- Menteri /Jaksa Agung: Mayor Jenderal Siswondo Parman
- Menteri Agama: K.H. Rusli A. Wahid
- Menteri / Panglima Angkatan Darat: Mayor Jenderal Ibrahim Adjie (Pangdam Siliwangi waktu itu)
- Menteri / Panglima Angkatan Laut: tidak diketahui
- Menteri / Panglima Angkatan Udara: Marsekal Madya Rusmin Nurjadin
- Menteri / Panglima Angkatan Kepolisian: Inspektur Jenderal Polisi Jasin
Sebagai tandingan, biro khusus PKI membentuk gerakan yang dinamai Dewan Revolusi Indonesia, yang nantinya berperan dalam Gerakan 30 September (G30S). Bertindak sebagai Ketua Dewan Revolusi adalah Letnan Kolonel Untung Syamsuri, salah satu perwira angkatan darat yang berada dibawah pengaruh PKI.[5] Namun, setelah peristiwa G30S hingga pemakaman para jenderal di tanggal 5 Oktober 1965, keberadaan Dewan Jenderal yang dituduhkan PKI tidak terbukti.[6]
Rujukan
sunting- ^ Nailufar, Nibras Nada (2019-09-30). Margianto, Heru, ed. "Seputar G30S/ PKI (4): Misteri Dewan Jenderal dan Ujung Perjalanan DN Aidit di Sumur Tua". Kompas.com. Diakses tanggal 2021-12-02.
- ^ Putri, Arum Sutrisni (2020-09-29). Putri, Arum Sutrisni, ed. "Kenapa Para Jenderal Dibunuh PKI?". Kompas.com. Diakses tanggal 2021-12-02.
- ^ Hamzah, Amir. "Hari Ulang Tahun TNI, Momen yang Paling Menakutkan Bagi PKI Pada 55 Tahun Silam - Pojok News". pojoknews.pikiran-rakyat.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-02. Diakses tanggal 2021-12-02.
- ^ Abdullah, Taufik; Abdurrachman, Sukri; Gunawan, Restu (2012). Malam Bencana 1965 Dalam Belitan Krisi Nasional: Bagian I Rekonstruksi dalam Perdebatan. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-801-1.
- ^ Matanasi, Petrik. "RRI Mengumumkan Dewan Revolusi Setelah Para Perwira AD Dibunuh". Tirto.id. Diakses tanggal 2021-12-02.
- ^ Ali, Muhammad; Hutabarat, Delvira (2020-09-30). Ali, Muhammad, ed. "Dewan Jenderal, Hoaks yang Memicu Tragedi G30S". Liputan6.com. Diakses tanggal 2021-12-02.
Pranala luar
suntinghttps://ditulis.id/dewan-jenderal-vs-dewan-revolusi/